Enkapsulasi FERMENTASI Bacillus thuringiensis Subsp. aizawai DAN KONDISINYA

dan berperan dalam pengaturan metabolisme sel. Mikroenkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Tujuan utama umum mikroenkapsulasi adalah untuk membuat bahan cairan bersifat seperti padatan. Hal ini menyebabkan beberapa sifat bahan inti menjadi berubah, misalnya sifat aliran bahan dan penangan bahan menjadi lebih mudah dalam bentuk padatan Paramita 2010. Ada beberapa teknik yang digunakan dalam mikroenkapsulasi. Pemilihan proses berdasarkan pada sensitivitas bahan aktif, sifat fisik dan kimia baik bahan aktif maupun lapisan kulit, ukuran mikrokapsul yang diinginkan, tujuan aplikasi bahan, mekanisme pelepasan bahan aktif, dan alasan ekonomi. Metode fisik dari mikroenkapsulasi meliputi spray drying, spray coolingchilling, freeze drying, spinning disk, fluidized bed, extrusion dan co-crystallization.Proses mikroenkapsulasi secara kimia adalah interfacial polymerization. Proses mikroenkapsulasi baik secara fisik maupun kimia diantaranya coaservationfase pemisahan, enkapsulasi molekular, dan liposome entrapment. Alur proses mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 3. Spray drying merupakan salah satu teknik enkapsulasi. Teknik spray drying mengubah bahan yang awalnya berupa bahan cair menjadi materi padat. Pada proses spray drying, bahan yang akan dikeringkan disemprotkan dalam bentuk kabut. Luas permukaan bahan yang kontak langsung dengan media pengering dapat lebih besar sehingga menyebabkan penguapan berlangsung lebih baik. Faktor yang mempengaruhi spray drying adalah bentuk penyemprot, kecepatan alir produk dan sifat produk Paramita 2010. Menurut Spicer dalam Paramita 2010, keuntungan penggunaan spray drying adalah produk akan menjadi kering tanpa menyentuh permukaan logam yang panas, temperatur produk akhir rendah walaupun temperatur pengering relatif tinggi, waktu pengeringan singkat dan produk akhir berupa bubuk stabil yang memudahkan penanganan dan transportasi. Penggunaan spray drying tidak terbatas pada bahan makanan saja, tetapi juga pada makhluk hidup bersel tunggal, misalnya bakteri. Mikroenkapsulasi menggunakan spray dyring paling banyak digunakan dalam industri karena biayanya relatif lebih rendah. Proses ini fleksibel, dapat digunakan untuk variasi bahan dalam mikroenkapsulasi karena peralatannya mudah diterapkan dalam pengolahan bermacam bahan dan menghasilkan partikel-partikel yang berkualitas baik dengan distribusi ukuran partikel yang konsisten. Bahan yang dikemas dengan cara ini meliputi lemak, minyak, dan penyedap rasa. Pelapisnya dapat berupa karbohidrat, seperti dekstrin, gula, pati, dan gum, atau protein, seperti gelatin dan protein kedelai. Proses mikroenkapsulasi meliputi pembentukan emulsi atau suspensi antara bahan aktif dan pelapis, dan pengkabutan emulsi ke sirkulasi udara kering panas dalam ruang pengering menggunakan atomizer ataupunnozzle. Kadar air dalam droplet emulsi diuapkan akibat kontak dengan udara panas. Padatan yang tersisa dari bahan pelapis menjebak bahan inti Paramita 2010. Spray drying berguna untuk bahan yang sensitif terhadap panas karena proses pengeringan berlangsung sangat cepat. Pada proses spray drying, bahan yang akan dikeringkan disemprotkan dalam bentuk kabut. Luas permukaan bahan yang kontak langsung dengan media pengering dapat lebih besar sehingga menyebabkan penguapan berlangsung lebih baik. Faktor yang mempengaruhi spray drying adalah bentuk penyemprot, kecepatan alir produk dan sifat produk. Menurut Master dalam Paramita 2010 keuntungan spray drying mencakup keanekaragaman dan ketersediaan mesin, kualitas mikrokapsul yang tetap baik, berbagai ukuran partikel yang dapat diproduksi, dan kemampuan dispersibilitas yang baik dalam media berair. Keuntungan lainnya adalah produk akan menjadi kering tanpa menyentuh permukaan logam yang panas, temperatur produk akhir rendah walaupun temperatur pengering relatif tinggi, waktu pengeringan singkat dan produk akhir berupa bubuk stabil yang memudahkan penanganan dan transportasi. Beberapa kerugian yang diperoleh di antaranya kehilangan bahan aktif dengan titik didih rendah, adanya proses oksidasi dalam senyawa penyedap rasa, dan keterbatasan pada pilihan bahan dinding, dimana bahan dinding harus dapat larut pada air dengan jumlah yang layak. Spinning disk merupakan modifikasi proses dari spray coolingchilling dengan menggunakan metode atomisasi. Prinsip dari spray coolingchilling mirip dengan spray drying, namun menggunakan udara dingin dalam proses pengeringannya. Spinning disk melibatkan pembentukan inti suatu suspensi di lapisan cairan dan suspensi ini terletak di atas disk yang berputar dalam kondisi yang mengakibatkan lapisan film jauh lebih tipis daripada ukuran partikel inti. Pemakaian proses ini meningkat dengan cepat sejak tahun 2000 karena memberikan hasil yang seimbang atau bahkan lebih baik daripada spray drying atau spray coolingchilling dengan biaya proses yang tidak berbeda Paramita, 2010. Teknik coacervation merupakan pemisahan fase caircair secara spontan yang terjadi ketika dua polimer yang bermuatan berlawanan misalnya protein dan polisakarida dicampur dalam media berair kemudian mengarah ke pemisahan menjadi dua fase. Fase yang lebih rendah disebut kompleks coacervate dan memiliki konsentrasi yang tinggi dari kedua polimer. Fase atas disebut sebagai supernatan atau fase kesetimbangan, yang merupakan larutan polimer encer. Coacervate digunakan sebagai bahan makanan, misalnya pengganti lemak atau memberi rasa yang mirip daging dan biomaterial, seperti lapisan tipis film yang dapat dimakan dan kemasan. Metode ini sangat efisien dan menghasilkan mikrokapsul dengan ukuran yang lebih bervariarif daripada teknik mikroenkapsulasi yang lain Paramita 2010. Proses ini meliputi tiga tahap, pertama, mecampur tiga fase yang saling tidak melarutkan fase kontinyu atau air, bahan aktif yang akan dimikroenkapsulasi dan bahan pelapis. Kedua, bahan pelapis membentuk lapisan pada bahan inti. Hal ini dicapai dengan merubah pH, suhu atau kekuatan ion yang menghasilkan pemisahan fase coacervation dari pelapis dan sebaran inti yang terjebak. Terakhir, bahan pelapis memadat karena adanya panas, crosslinking hubungan silang dan teknik desolvasi. Mikrokapsul yang dihasilkan dari pemisahan fase encer memiliki dinding yang larut air dan bahan aktif yang bersifat menjauhi air hidrofobik, seperti minyak sayur, penyedap rasa, dan vitamin yang larut dalam minyak Paramita 2010. Menurut Spicer dalam Paramita 2010 enkapsulasi molekuler juga dikenal dengan nama pemasukan kompleksasi. Proses ini menggunakan cyclodextrin untuk membuat kompleks dan imobilisasi molekul. Cyclodextrin digunakan untuk menstabilkan emulsi dan melindungi bahan makanan yang sensitif dari cahaya, panas, dan oksigen. Siklodextrin dapat meningkatkan kelarutan bahan yang bersifat hidrofobik, mengurangi penguapan dari penyedap rasa pada makanan, dan menutupi rasa, aroma, atau warna makanan yang tidak diinginkan. Reaksi umum dalam enkapsulasi molekuler menggunakan prinsip “host-guest”. Kemampuan cyclodextrin untuk membentuk pemasukan kompleksasi dengan molekul tamu memiliki dua faktor kunci. Yang pertama adalah tergantung pada ukuran relatif cyclodextrin dengan ukuran molekul tamu atau kunci tertentu di dalam kelompok-kelompok fungsional tamu. Jika ukuran tamu salah maka tidak akan sesuai untuk masuk ke dalam rongga cyclodextrin. Faktor kritis kedua adalah termodinamik interaksi antara berbagai komponen dari sistem cyclodextrin, tamu, pelarut. Diperlukan adanya daya dorong dari molekul tamu ataupun daya tarik dari cyclodextrin yang menguntungkan. Dalam hal ini, cyclodextrin memiliki sifat fungsional hidrofilik mendekati air pada bagian bawah dan atas strukturnya yang seperti donat dan bersifat hidrofobik menjauhi air pada bagian tengah karena terhubung dengan jembatan glikosidik oksigen. Senyawa yang dapat membetuk kompleks dengan cyclodextrinadalah senyawa yang bersifat hidrofobik atau memiliki bagian yang hidrofobik. Bagian hidrofobik dari molekul tamu membentuk interaksi yang stabil non- kovalen dengan bagian tengah cyclodextrin Paramita 2010. Gambar 3. Diagram Alur proses mikroenkapsulasi Paramita, 2010

5. Penentuan Aktivitas Bioinsektisida

Penentuan aktivitas bioinsektisida tidak sama seperti yang dilakukan pada insektisida kimiawi. Sedangkan pada bioinsektisida dilakukan dengan dua metode yaitu melalui bioassay dilakukan dengan menentukan kadar letal LC 50 dan Internasional Unit IU Vandekar dan Dulmage 1982 atau dosis letal LD 50 , diet dillution unit DDU 50 dan IU Dulmage dan Rhodes 1971. Potensi produk bioinsektisida dinyatakan dalam satuan internasional SI karena LC 50 , LD 50 , dan DDU 50 sebenarnya hanya menunjukkan potensi relatif produk yang dipengaruhi oleh spesies dan umur serangga. Potensi produk insektisida mikroba Bt dinyatakan dalam satuan internasional SI dengan cara pengukuran sebagai berikut : Uji toksisitas bioinsektisida Bta bertujuan untuk menentukan LC 50 dan potensi produk bioinsektisida yang dihasilkan. LC 50 merupakan konsentrasi toksin dalam contoh yang dapat membunuh 50 dari serangga uji Vandekar dan Dulmage 1982. Semakin kecil nilai LC 50 maka semakin efektif produk yang dihasilkan, yang berarti semakin tinggi tingkat toksisitasnya. Croccidolomia binotalis C. binotalis merupakan hama utama pada tanaman kubis- kubisan seperti kubis, sesawi, lobok, petsai, dan brokoli Kalshoven 1981; Harjadi 1989. Daerah persebaran hama ini cukup luas mencakup Afrika selatan, Asia Tenggara, Australia, dan Kepulauan Pasifik. Di Pulau Jawa, hama ini ditemukan di daratan rendah maupun daratan tinggi. Ulat C. binotalis dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Larva, kepompong, dan telur Croccidolomia binotalis http:www.croccidolomiabinotalis.edu Kerusakan yang disebabkan C. binotalis dapat menurunkan hasil baik kualitas maupun kuantitas, karena menyebabkan kerusakan krop kubis bahkan kubis tidak dapat membentuk krop Uhan 1993. Kehilangan hasil akibat serangan C. binotalis dapat mencapai 65.8 . Larva yang baru keluar telur akan hidup berkelompok, memakan daun dari permukaan bawah karena menghindari cahaya. Bekas daun yang dimakan kelompok larva instar I biasanya berupa bercak putih yang merupakan lapisan epidermis daun yang tidak ikut dimakan dan berlubang bila epidermis mengering. Apabila serangga terjadi pada saat kubis sudah membentuk krop, larva yang telah mencapai instar III akan menggerek ke dalam krop dan merusak bagian ini, sehingga menurunkan nilai ekonomi. Pembusukan pada krop yang sudah rusak dapat terjadi karena munculnya serangan sekunder eleh cendawan dan bakteri Sastrosiswojo dan Setiawati 1993. Larva C. binotalis melewati empar instar. Larva instar I berkelompok pada permukaan bawah daun, berwarna krem dengan kepala hitam kecoklatan, berukuran 2.1 – 2.7 mm dengan stadium rata-rata 2 hari. Larva instar II bewarna hijau terang, berukuran 5.5 – 6.1 mm dengan stadium rata-rata 2 hari. Larva instar III berwarna hijau, berukuran 1.1 – 1.3 mm, stadium rata-rata 1.5 hari. Larva instar IV berwarna hijau dengan tiga garis putih pada bagian dorsal dan satu pada bagian lateral tubuh, stadium rata-rata 3.2 hari. Dua hari setelah ganti kulit, warna kulit larva instar IV berubah menjadi coklat, larva menjadi tidak aktif, dan tidak banyak makan. Setelah 24 jan, larva akan masuk ke dalam tanah dan membentuk pupa. Pupa berwarna kecoklatan dan ukuran tubuhnya 9 – 10 mm Prijono dan Hassan 1992. Masa pupa berlangsung selama 9 – 13 hari Othman 1982 dan rata-rata 11.4 hari pada brokoli Prijono dan Hassan 1992.

C. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas oksigen, uap air, dan cahaya cahaya tampak, infra merah atau ultraviolet. Perlindungan biologis mampu menahan mikroorganisme patogen dan agen pembusuk, serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian Marsh dan Bugusu 2007. Keuntungan penggunaan plastik sebagai bahan kemasan antara lain harga relatif lebih murah, dapat dibentuk berbagai rupa, warna dan bentuk relatif lebih disukai konsumen, adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti logam, mudah dalam penanganan, dan mengurangi biaya transportasi Syarief et al. 1989. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu makanan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhitungkan Syarief dan Halid 1991. Ideal temperatur untuk penyimpanan produk kering adalah pada suhu 0-10 ˚C 32- 50 ˚F. Semakin rendah temperatur maka semakin panjang umur simpannya. Beberapa produk dapat disimpan beku pada -18 ˚C 0˚F untuk satu tahun dan kondisinya masih bagus ASEAN SCNCER 2003. Produk pangan akan mengalami perubahan mutu setelah disimpan selama selang waktu tertentu. Perubahan mutu produk pangan disebabkan oleh 3 faktor, yaitu : 1. Fisika, misal : RH, suhu, sinar matahari, thawing, refreezing 2. Kimia, misal : reaksi enzimatis, oksidasi 3. Mikrobiologi, misal : E. coli, Aspergillus. Clostridium, Salmonella Anonim 2009.