Pengamatan Jumlah Spora Hidup Dalam Produk Viable Spore CountVSC Ahdianto, Penentuan aktivitas bioinsektisida Bioassay Ahdianto, 2006

Lampiran 2. Perhitungan Susunan Media Kultivasi Berikut perhitungan total penambahan urea pada beberapa perbedaan perbandingan substrat ampas tahu dan limbah cair tahu dengan berbasiskan pada rasio CN adalah 71. ¾ Media A ampas tahu 20 dan limbah cair tahu 80 C = 7 N C Ampas T + C Air T + C Urea = 7N Ampas T + N Air T + N Urea 5.639 20 g + 0.273 80 g + 20 Urea = 70.42 20 g + 0.022 80 g + 46.667 Urea 1.1278 + 0.2185 + 0.2 Urea = 70.084 + 0.0176 + 0.4667 Urea 1.3463 + 0.2 Urea = 0.7112 + 3.2669 Urea 0.6731 – 0.3556 = 3.2669 Urea – 0.2 Urea 0.6351 g = 3.0669 Urea Urea = 0.2071 gram untuk 100 gram media Lampiran 3. Data Bioassay LC 50 dan Potensi Produk bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp. aizawai Hari ke- Freeze tanpa laktosa 5 o C 25 o C 35 o C LC 50 mgl Potensi Produk IUmg LC 50 mgl Potensi Produk IUmg LC 50 mgl Potensi Produk IUmg 0.25 3,200.00 0.25 3,200.00 0.25 3,200.00 1 0.29 2,758.62 0.48 1,666.67 0.32 2,500.00 16 0.46 1,739.13 0.75 1,066.67 1.89 423.28 30 0.75 1,066.67 2.62 305.34 4.46 179.37 Hari ke- Freeze dengan Laktosa 5 o C 25 o C 35 o C LC 50 mgl Potensi Produk IUmg LC 50 mgl Potensi Produk IUmg LC 50 mgl Potensi Produk IUmg 0.25 3,200.00 0.25 3,200.00 0.25 3,200.00 1 0.26 3,076.92 0.28 2,857.14 0.32 2,500.00 16 0.30 2,666.67 0.48 1,666.67 0.75 1,066.67 30 0.46 1,739.13 0.75 1,066.67 1.89 423.28 Lampiran 4. Data log VSC bioinsektisida Bt subsp. Aizawai Hari ke- Log VSC tanpa penambahan laktosa sporamg pada suhu : 5 o C 25 o C 35 o C 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 8,01 7,91 7,96 8,01 7,91 7,96 8,01 7,91 7,96 2 7,51 7,43 7,47 7,15 7,61 7,38 7,18 6,95 7,07 6 7,11 7,48 7,30 7,41 7,48 7,45 7,08 6,90 6,99 18 7,30 7,18 7,24 7,00 7,04 7,02 6,00 7,11 6,56 26 7,20 7,18 7,19 6,95 6,48 6,72 6,00 6,48 6,24 30 7,18 6,00 6,59 7,00 6,00 6,50 6,00 6,3 6,15 Hari ke- Log VSC dengan penambahan laktosa sporamg pada suhu : 5 o C 25 o C 35 o C 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 8,05 8,25 8,15 8,05 8,25 8,15 8,05 8,25 8,15 2 7,69 7,60 7,65 7,58 7,64 7,61 7,48 7,64 7,56 6 7,63 7,41 7,52 7,62 7,41 7,52 7,40 7,48 7,44 18 7,34 7,58 7,46 7,57 7,28 7,43 6,00 7,48 6,74 26 7,34 7,18 7,26 7,04 6,48 6,76 6,78 6,48 6,63 30 7,04 6,85 6,95 7,15 6,00 6,58 7,00 6,00 6,50 VSC sporamg biomassa kering Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Setelah Fermentasi 5.2 x 10 9 1.3x 10 9 3.25 x 10 9 Setelah Freeze drying Tanpa Laktosa 1.03 x 10 8 8.20 x 10 7 9.25 x 10 7 Dengan Laktosa 1.12 x 10 8 1.79 x 10 8 1.45 x 10 8 Lampiran 5. Contoh Penentuan LC 50 Menggunakan Program Probit Quant Freeze tanpa penambahan laktosa, Hari ke-0 conc obs.corr. expected O-E cont.chi-sq 100.0000 99.11 97.38 1.73 .0117790 10.0000 85.00 88.08 3.08 .0090370 1.0000 70.00 66.22 3.78 .0063718 .1000 45.00 36.63 8.37 .0302168 .0100 10.00 13.52 3.52 .0105908 tot. chi-sq = .6800 chi-sq 95 = 7.8147 chi-sq 99 = 11.3449 The fitted line is log conc.= a + bprobit where : a = 5.50 b = .85 The correlation coefficient of the initial line is .9814 LC50 fLC50 +95 CL -95 CL .25 5.34 1.35 .05 S fS +95 CL -95 CL 14.95 .21 3.13 71.35 LC 50 = 0,25 : Artinya, untuk mematikan 50 dari total serangga yang ada dibutuhkan konsentrasi toksin dalam larutan bioinsektisida sebanyak 0,25 mgl. FORMULASI PRODUK DAN PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp.aizawai DARI LIMBAH INDUSTRI TAHU SKRIPSI ERLINA SETIYAWATI SUSANTO F34061186 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PRODUCT FORMULATION AND REDUCTION QUALITY DURING STORAGE OF BIOINSECTICIDE Bacillus thuringiensis subsp. aizawai FROM WASTE OF INDUSTRIAL TOFU Erlina Setiyawati Susanto Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 08561340264, e-mail : erlinnicegmail.com ABSTRACT Bioinsecticide can kill insects and disease vector. Bioinsecticide developed from bacteria, virus, mushroom, and protozoa. Bacteria that often used to produce bioinsecticide is “Bacillus thuringiensis”. Bacillus thuringiensis subsp. aizawai Bta as one of the Bacillus thuringiensis Bt species produces crystal protein called delta endotoxin δ-endotoxin. As other Bt crystal protein, this crystal is specifically toxic to larvae Lepidoptera and Dipteral ordo. One of advantage bioinsecticide Bta is savety for our environment. Therefore, in this research produce bioinsecticide Bta from waste of industrial tofu as raw material standard. This research was to obtain the best product formulations Bta, reduction quality Bta, and to asses the level of toxicity Bta during storage. Media formulation using tofu waste and tofu waste water, with a ratio of 20: 80 and the starter added 10 v v. In this research, product formulation using lactose as filler. The highest viable spore count VSC is the product formulation of freeze lactose 1.45 x 10 8 sporamg, whereas the lowest VSC is the product formulation of freeze without lactose 9.25 x 10 7 sporamg. After storage one month, the highest VSC is product formulation of freeze lactose was storaged on temperature 5 o C 9 x 10 6 sporamg, whereas the lowest VSC is the product formulation of freeze without lactose was storaged on temperature 35 o C 1.5 x 10 6 sporamg. The level toxicity LC 50 product formulation of freeze lactose and freeze without lactose are 0.25 mgl. Value of LC 50 from all of the treatment higher than value of LC 50 Bactospeine 0.05 mgl. During storage one month, value of LC 50 and potential product bioinsecticide Bta go down continually. Keywords : Bioinsecticide, Bacillus thuringiensis subsp. aizawai Bta, Formulation ERLINA SETIYAWATI SUSANTO. F34061186. Formulasi Produk dan Penurunan Mutu selama Penyimpanan Bioinsektisida Bacillus Thuringiensis subsp. aizawai dari Limbah Industri Tahu . Di bawah bimbingan Sugiarto dan Mulyorini Rahayuningsih. 2011. RINGKASAN Bioinsektisida merupakan produk yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat membunuh serangga hama dan vektor pembawa penyakit. Bioinsektisida didefinisikan juga sebagai racun biologis yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat membunuh serangga entomopathogen. Salah satu mikroorganisme yang digunakan adalah bakteri Bacillus thuringiensis Bt. Sedikitnya terdapat 34 subspesies dari Bt yang disebut serotype atau varietas dari Bt dan lebih dari 800 keturunan atau benih Bt telah diisolasi Swadener 1994. Bioinsektisida dapat diformulasikan menjadi sebuah produk flowable suspension, wettable powder, dust, atau granular tergantung pada tipe fermentasi, segi ekonomi dari proses, dan kebutuhan formulasi tertentu Quinlan dan Lisansky 1985; Ignoffo dan Anderson 1979. Bentuk formulasi produk bioinsektisida Bt dipengaruhi oleh cara pemanenannya. Pada penelitian ini diproduksi bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp. aizawai yang berbahan baku produk samping limbah industri tahu sebagai bahan baku utama. Pemilihan limbah industri tahu ampas tahu dan air tahu dikarenakan kedua komponen tersebut mengandung nutrisi, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan mikroorganisme dalam pertumbuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk formulasi produk dan penurunan mutu bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp. aizawai Bta serta untuk menguji toksisitas Bta setelah penyimpanan. Formulasi media yang digunakan adalah ampas tahu dan air tahu dengan perbandingan 20 : 80 dan jumlah starter yang ditambahkan 10 vw. Pada analisis bahan baku diperoleh kadar karbon pada ampas tahu dan air tahu sebesar 5.64 bb dan 0.27 bb, sedangkan kadar nitrogennya sebesar 0.42 bb dan 0.02 bb. Pada penelitian ini bentuk formulasi produk yang dihasilkan adalah formulasi wettable powder. Untuk menghasilkan formulasi produk wettable powder, proses yang dipilih dalam penelitian ini adalah menggunakan pengeringan beku freeze drying dengan menggunakan laktosa sebagai filler. Jumlah spora hidup tertinggi dengan waktu fermentasi selama 36 jam pada penelitian ini dihasilkan oleh formula produk freeze dengan penambahan laktosa 1.45 x 10 8 sporamg, sedangkan total spora hidup terendah pada penelitian ini dihasilkan oleh formula produk freeze tanpa penambahan laktosa 9.25 x 10 7 sporamg. Setelah dilakukan penyimpanan selama 1 bulan jumlah spora hidup tertinggi dihasilkan oleh formula produk freeze dengan penambahan laktosa yang disimpan pada suhu 5 o C 9 x 10 6 sporamg, sedangkan total spora hidup terendah dihasilkan oleh formula freeze tanpa penambahan laktosa yang disimpan pada suhu 35 o C 1.5 x 10 6 sporamg. Tingkat toksisitas LC 50 untuk fermentasi selama 36 jam pada formula freeze dengan atau tanpa penambahan laktosa adalah 0.25 mgl. Nilai LC 50 dari setiap perlakuan dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan nilai LC 50 Bactospeine 0.05 mgl. Setelah dilakukan penyimpanan selama 1 bulan nilai LC 50 dan potensi produk bioinsektisida terus mengalami penurunan. I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bioinsektisida merupakan produk yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat membunuh serangga hama dan vektor pembawa penyakit. Bioinsektisida didefinisikan juga sebagai racun biologis yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat membunuh serangga entomopathogen. Salah satu mikroorganisme yang digunakan adalah bakteri Bacillus thuringiensis Bt. Sedikitnya terdapat 34 subspesies dari Bt yang disebut serotype atau varietas dari Bt dan lebih dari 800 keturunan atau benih Bt telah diisolasi Swadener 1994. Subspesies bakteri Bt yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus thuringiensis subsp. aizawai Bta. Bta memiliki empat jenis gen cry1, yaitu cry1Aa, cry1Ab, cry1Ca, cry1Da Wright et al., 1997; Schnepf et al., 1998 yang menyandikan kristal protein berbentuk bipiramida Schnepf et al., 1998. Menurut Lereclus et al. 1993,`kristal protein ini memiliki aktivitas insektisidal terhadap larva serangga ordo Lepidoptera dan Diptera. Bioinsektisida dapat diformulasikan menjadi sebuah produk flowable suspension, wettable powder, dust, atau granular tergantung pada tipe fermentasi, segi ekonomi dari proses, dan kebutuhan formulasi tertentu Quinlan dan Lisansky 1985; Ignoffo dan Anderson 1979. Bentuk formulasi produk bioinsektisida Bt dipengaruhi oleh cara pemanenannya. Dahulu, wettable powder kurang digemari karena mempunyai kelemahan, yaitu tidak larut dan menyebabkan sedimentasi. Namun sejak tahun 1980-an wettable powder dapat dimodifikasi sehingga banyak digunakan tanpa menyebabkan kesulitan dalam aplikasinya. Wettable powder dapat diperoleh dengan cara melakukan pengeringan beku Dent, 1993. Pada penelitian ini bentuk formulasi produk yang dihasilkan adalah formulasi wettable powder. Untuk menghasilkan formulasi produk wettable powder, proses yang dipilih dalam penelitian ini adalah menggunakan pengeringan beku freeze drying dengan menggunakan laktosa sebagai filler. Menurut Lakkis 2007 laktosa adalah karbohidrat yang memiliki fungsi enkapsulasi yang sangat baik. Keuntungan pengeringan beku freeze drying yaitu mencegah terjadinya proses kimiawi pada ruang pengering, mengurangi penurunan panas sensitif produk, tidak terjadinya pertumbuhan mikroba, kelembaban produk dapat dikontrol selama proses, dan bentuk akhir produk kering memiliki bentuk fisik yang baik Leiwakabessy, 2009. Selain itu pengeringan beku freeze drying yang digunakan dalam penelitian ini dapat meningkatkan nilai ekonomi dan memperpanjang daya simpan produksi bioinsektisida Bta sehingga memperluas jangkauan pemasaran.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk formulasi produk dan mengetahui penurunan mutu bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp. aizawai Bta serta untuk menguji toksisitas Bta setelah penyimpanan. II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bacillus thuringiensis Bt SEBAGAI BIOINSEKTISIDA

Bioinsektisida merupakan patogen serangga yang banyak dikembangkan dari bakteri, virus, cendawan, dan protozoa. Khachatourians 1989 menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak digunakan untuk memproduksi bioinsektisida adalah Bacillus. Bakteri ini mampu membentuk δ-endotoksin yang bersifat toksin terhadap larva serangga Bravo 1997. Pemakaian bioinsektisida Bt ini memberikan beberapa keuntungan di antaranya adalah tidak meninggalkan residu yang dapat mencemari lingkungan dan relatif aman bagi organisme bukan sasaran Aronson et al. 1986. Akan tetapi, sebagaimana ditinjau oleh Luthy et al. 1982 penggunaan bioinsektisida selain menguntungkan juga memiliki beberapa kekurangan yaitu spektrum sasaran yang sempit, tingkat persistensinya yang terbatas di lingkungan, kerentanan δ-endotoksinnya terhadap sinar matahari, dan biaya produksinya yang relatif tinggi dibandingkan insektisida kimia.

1. Bacillus thuringiensis Bt

Pada tahun 1901, Bt pertama kali diisolasi oleh Ishiwata dari larva ulat sutra yang mati. Ishiwata berpendapat bahwa vektor pembawa penyakit pada larva tersebut adalah bakteri. Pada tahun 1911, Berliner menemukan bakteri yang sama di propinsi Thuringia, Jerman yang telah membunuh larva kupu-kupu Mediterania Anagasta kuehniella. Berliner kemudian mengusulkan nama untuk bakteri tersebut adalah Bt Dulmage et al. 1990. Bt merupakan jenis spesies bakteri yang dapat membunuh serangga tertentu. Sedikitnya terdapat 34 subspesies dari Bt yang disebut serotype atau varietas dari Bt dan lebih dari 800 keturunan atau benih Bt telah diisolasi Swadener 1994. Bt berbentuk batang, bersifat gram positif aerob, tetapi umumnya aerob fakultatif, dan berflagelum. Bakteri ini dapat membentuk spora secara aerobik dan selama masa sporulasi juga dapat membentuk kristal protein yang toksik. Kristal protein ini dikenal juga sebagai δ-endotoksin yang merupakan komponen utama yang menyebabkannya bersifat insektisidal Shieh 1994. Menurut Faust dan Bulla 1982, δ-endotoksin tersebut bersifat termolabil karena dapat terdenaturasi oleh panas walaupun lebih stabil dibandingkan eksotoksin yang terlarut dan tidak larut dalam pelarut organik namun larut dalam pelarut alkalin. δ-endotoksin tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu komposisi protoksin dan nilai nutritif media kultur yang bersangkutan Aronson 1995; Mummigatti Raghunathan 1990. Bt merupakan bakteri yang paling penting secara ekonomi dan terbanyak digunakan untuk produksi bioinsektisida, sehingga bioinsektisida komersial Bt digunakan secara luas untuk mengendalikan larva hama serangga Feitelson et al. 1992. Bt yang dikomersialkan dalam bentuk spora membentuk inklusi bodi. Inklusi bodi ini mengandung kristal protein yang dikeluarkan pada saat bakteri lisis pada masa fase stationary. Penggunaan Bt sebagai bioinsektisida diharapkan semakin meningkat dan berkembang dengan ditemukannya galur-galur Bt yang mempunyai aktivitas tinggi dan spektrum inang yang lebih luas Rupar et al. 1991. Substrat yang digunakan pada bioinsektisida Bt dalam penelitian ini adalah limbah dari industri tahu. Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap hari oleh orang Indonesia. Pada proses pembuatan tahu dihasilkan dihasilkan dua macam limbah, yaitu limbah cair whey dan limbah padat ampas. Pada umumnya pabrik tahu di Indonesia khusunya di Jawa Barat membuang langsung limbah cairnya dan limbah Lereclus padatnya dimanfaatkan sebagai makanan ternak atau dijual kepada pedagang oncom dan tempe gembus dengan harga yang relatif murah Nurdjannah dan Usmiati 2009. Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu yang banyak terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Potensi ampas tahu cukup tinggi, kacang kedelai di Indonesia tercatat pada Tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50 kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-112, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat Nurdjannah dan Usmiati 2009. Menurut Nurdjannah dan Usmiati 2009, kadar protein ampas tahu cukup tinggi yakni sekitar 6. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Pada saat ini pemanfaatan ampas tahu sudah mulai dijajagi penggunaannya, diantaranya untuk substitusi tepung ampas untuk bahan pangan seperti minuman prebiotik, cookies, nugget, sosis, pembuatan tepung kaya serat dan protein yang dapat diaplikasikan untuk berbagai produk pangan, dan sebagai media tumbuh dan perkembangan jamur Anonim 2009. Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar. Pada penelitian ini, ampas tahu digunakan sebagai sumber karbon, nitrogen dan protein pada media fermentasi Bt sebagai bioinsektisida. Komposisi kimia limbah ampas tahu dan limbah cair tahu dari beberapa peneletian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan komposisi mineral limbah ampas tahu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Komposisi kimia limbah ampas tahu dan limbah cair tahu Komponen Jumlah bobot basis kering 1 dan basis basah 2 Limbah ampas tahu 1 Limbah limbah cair tahu 2 Air 13.83 99.34 Abu 3.36 0.11 Protein 15.75 1.73 Lemak 12.10 0.6300 Nitrogen 2.52 0.05 Serat 19.47 - Sumber : Debby et al. 2005 Hartati 2010 Nuraida,dkk 1996 Tabel 2. Kandungan Mineral Limbah Ampas Tahu Komponen Jumlah µgg Ca 890.750 Mg 358.520 Fe 124.660