Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap hari oleh orang Indonesia. Pada proses pembuatan tahu dihasilkan dihasilkan dua macam
limbah, yaitu limbah cair whey dan limbah padat ampas. Pada umumnya pabrik tahu di Indonesia khusunya di Jawa Barat membuang langsung limbah cairnya dan limbah
Lereclus padatnya dimanfaatkan sebagai makanan ternak atau dijual kepada pedagang oncom dan tempe gembus dengan harga yang relatif murah Nurdjannah dan Usmiati
2009. Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu yang banyak
terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Potensi ampas tahu cukup tinggi, kacang kedelai di Indonesia tercatat pada Tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton,
sedangkan Jawa Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50 kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu
sebesar 100-112, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat Nurdjannah dan Usmiati 2009.
Menurut Nurdjannah dan Usmiati 2009, kadar protein ampas tahu cukup tinggi yakni sekitar 6. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan
sebagai sumber protein. Pada saat ini pemanfaatan ampas tahu sudah mulai dijajagi penggunaannya, diantaranya untuk substitusi tepung ampas untuk bahan pangan seperti
minuman prebiotik, cookies, nugget, sosis, pembuatan tepung kaya serat dan protein yang dapat diaplikasikan untuk berbagai produk pangan, dan sebagai media tumbuh dan
perkembangan jamur Anonim 2009. Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap,
meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar. Pada penelitian ini, ampas tahu digunakan sebagai sumber karbon, nitrogen dan
protein pada media fermentasi Bt sebagai bioinsektisida. Komposisi kimia limbah ampas tahu dan limbah cair tahu dari beberapa peneletian sebelumnya dapat dilihat pada
Tabel 1. Sedangkan komposisi mineral limbah ampas tahu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Komposisi kimia limbah ampas tahu dan limbah cair tahu
Komponen Jumlah bobot basis kering
1
dan basis basah
2
Limbah ampas tahu
1
Limbah limbah cair tahu
2
Air 13.83 99.34
Abu 3.36 0.11
Protein 15.75 1.73
Lemak 12.10 0.6300
Nitrogen 2.52
0.05 Serat 19.47
-
Sumber : Debby et al. 2005 Hartati 2010 Nuraida,dkk
1996
Tabel 2. Kandungan Mineral Limbah Ampas Tahu
Komponen Jumlah µgg
Ca 890.750 Mg 358.520
Fe 124.660
Cu 5.550 Pb 2.288
Zn 0.490
Sumber : Debby et al. 2005
2. Bacillus turingiensis subsp. aizawai Bta Sebagai Bahan Aktif Bioinsektisida
Bta pertama kali ditemukan oleh Aizawa pada tahun 1962 Dulmage, 1981. Bakteri ini mempunyai endospora subterminal berbentuk oval dan selama masa
sporulasi menghasilkan satu kristal. Kristal protein Bt mempunyai beberapa bentuk, diantaranya bentuk bulat oval pada subsp. israelensis yang toksik terhadap Diptera,
bentuk kubus yang toksis terhadap Diptera tertentu dan Lepidoptera, bentuk pipih empat persegi panjang flat rectangular pada subsp. tenebriosis yang toksis terhadap
Coleoptera, bentuk piramida pada subsp. kurstaki yang toksik terhadap Lepidoptera Shieh, 1994.
Hofte dan Whiteley 1989 menjelaskan bahwa terdapat 14 gen penyandi kristal protein, 13 diantaranya disebut gen Cry kristal protein dan satu gen disebut dengan
gen Cyt sitolitik. Gen Cry adalah paraspora yang mengandung kristal protein dari Bt yang menghasilkan toksik terhadap organisme sasaran. Sedangkan Cyt adalah paraspora
yang mengandung kristal protein dari Bt yang menghasilkan aktivitas hemolitik atau sitolitik. Hasil SEM Bacillus thuringiensis subsp. aizawai dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil SEM Bacillus thuringiensis subsp. aizawai Ke-13 gen Cry tersebut dikelompokan ke dalam empat kelas berdasarkan
kesamaan struktur asam-asam amino dan spektrum aktivitas insektisidanya. Masing- masing kelas mempunyai toksisitas yang spesifik terhadap jenis serangga tertentu. Cry I
bersifat toksik terhadap Lepidoptera, Cry II bersifat toksik terhadap Lepidoptera dan Diptera, Cry III bersifat toksik terhadap Coleoptera, dan Cry IV bersifat toksik terhadap
Diptera.
Sel Bta Spora
Kristal Protein
TYPE : JSM-5000 MAG : X10,000
ACCV : 20kV WIDTH : 13.2um
NO : 000003
Bta memiliki empat jenis gen cry1, yaitu cry1Aa, cry1Ab, cry1Ca, cry1Da Wright et al., 1997 ; Schnepf et al., 1998 yang menyandikan kristal protein berbentuk
bipiramida Schnepf et al., 1998. Menurut Lereclus et al. 1993, kristal protein ini memiliki aktivitas insektisidal terhadap larva serangga ordo Lepidoptera dan Diptera.
Berdasarkan perbedaan gen penyandi kristal protein yang dimiliki, maka tipe patogenitas Bt dapat dikelompokkan seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tipe patogenitas dari Bacillus thuringiensis
Subspesies Jenis Gen
Tipe Patogenitas Contoh Produk
Bt subsp. kurstaki Cry I
Spesifik untuk ordo Lepidoptera
Contoh : 1.
Kupu-kupu 2.
Moth 1. Dipel Abbott
2. Bactospeine Philips Duphar
3. Thuricide 4. Javelin Sandoz
Bt subsp. aizawai Cry II
Spesifik untuk ordo Lepidoptera
dan Diptera
Contoh : 1.
Ulat kubis 2.
Ulat grayak Certan Sandoz
Bt subsp. sandiego Cry III
Spesifik untuk ordo Coleoptera
Contoh : 1.
Bettles 1. Trident Sandoz
2. M-One Mycogen
Bt subsp. israelensis Cry IV
Spesifik untuk ordo Diptera
Contoh : 1.
Nyamuk 2.
Lalat rumah 3.
Midges 4.
Craneflies 5.
Two wingedflies 1. Vectobac
Abbott 2. Bactimos Philips
Duphar 3. Teknar
Sandoz
Sumber : Ellar et al. 1986
Protein cry1Ca menyandikan protein yang toksik terhadap Spodoptera litura, sedangkan protein cry1 lain yang dimiliki Bta, yaitu cry1Aa, cry1Ab, cry1Da
kurang toksik terhadap Spodoptera litura, tetapi dapat memberikan pengaruh sinergis pada protein cry1Ca sehingga dapat meningkatkan keampuhannya Muller et al.,
1996. Sedangkan menurut Liu et al 1998, pada beberapa kasus, spora ternyata secara sinergis dapat meningkatkan toksisitas kristal protein. Pada Bta, sinergisme yang terjadi
adalah antara spora dengan protein cry1Ca tetapi tidak dengan protein cry1 yang lain.