Bacillus turingiensis subsp. aizawai Bta Sebagai Bahan Aktif Bioinsektisida

Bta memiliki empat jenis gen cry1, yaitu cry1Aa, cry1Ab, cry1Ca, cry1Da Wright et al., 1997 ; Schnepf et al., 1998 yang menyandikan kristal protein berbentuk bipiramida Schnepf et al., 1998. Menurut Lereclus et al. 1993, kristal protein ini memiliki aktivitas insektisidal terhadap larva serangga ordo Lepidoptera dan Diptera. Berdasarkan perbedaan gen penyandi kristal protein yang dimiliki, maka tipe patogenitas Bt dapat dikelompokkan seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tipe patogenitas dari Bacillus thuringiensis Subspesies Jenis Gen Tipe Patogenitas Contoh Produk Bt subsp. kurstaki Cry I Spesifik untuk ordo Lepidoptera Contoh : 1. Kupu-kupu 2. Moth 1. Dipel Abbott 2. Bactospeine Philips Duphar 3. Thuricide 4. Javelin Sandoz Bt subsp. aizawai Cry II Spesifik untuk ordo Lepidoptera dan Diptera Contoh : 1. Ulat kubis 2. Ulat grayak Certan Sandoz Bt subsp. sandiego Cry III Spesifik untuk ordo Coleoptera Contoh : 1. Bettles 1. Trident Sandoz 2. M-One Mycogen Bt subsp. israelensis Cry IV Spesifik untuk ordo Diptera Contoh : 1. Nyamuk 2. Lalat rumah 3. Midges 4. Craneflies 5. Two wingedflies 1. Vectobac Abbott 2. Bactimos Philips Duphar 3. Teknar Sandoz Sumber : Ellar et al. 1986 Protein cry1Ca menyandikan protein yang toksik terhadap Spodoptera litura, sedangkan protein cry1 lain yang dimiliki Bta, yaitu cry1Aa, cry1Ab, cry1Da kurang toksik terhadap Spodoptera litura, tetapi dapat memberikan pengaruh sinergis pada protein cry1Ca sehingga dapat meningkatkan keampuhannya Muller et al., 1996. Sedangkan menurut Liu et al 1998, pada beberapa kasus, spora ternyata secara sinergis dapat meningkatkan toksisitas kristal protein. Pada Bta, sinergisme yang terjadi adalah antara spora dengan protein cry1Ca tetapi tidak dengan protein cry1 yang lain.

3. Kristal Protein δ-endotoksin Bacillus thuringiensis Bt

Sekitar 95 dari keseluruhan komponen kristal protein terdiri dari protein dengan asam amino umumnya terdiri dari asam glutamat, asam aspartat, dan arginin, sedangkan 5 sisanya terdiri dari karbohidrat yaitu manosa dan glukosa Bulla et al. 1977, serta tidak mengandung asam nukleat maupun asam lemak Fast 1981. Protein yang menyusun kristal protein tersebut terdiri dari 18 asam amino. Kandungan asam amino yang terbesar adalah asam aspartat dan asam glutamat Fast 1981. Menurut Aronson et al. 1986 dan Gill et al. 1992, komponen utama penyusun kristal protein pada sebagian besar Bt adalah polipeptida dengan berat molekul BM berkisar antara 130 sampai 140 kilodalton kDa. Polipeptida ini adalah protoksin yang dapat berubah menjadi toksin dengan BM yang berfariasi dari 30 sampai 80 kDa, setelah mengalami hidrolisis pada kondisi pH alkali dan adanya protease dalam saluran pencernaan serangga. Aktivitas insektisida tersebut akan menghilang jika BM lebih rendah dari 30 kDa. Aktifitas toksin dari kristal protein ini tergantung pada sifat intrinsik dari usus serangga, seperti kadar pH dari sekresi enzim proteolitik dan kehadiran spora bakteri secara terus menerus beserta kristal protein yang termakan Burgerjon dan Martouret 1971. Selain itu, efektifitas dari toksin tertentu dipengaruhi oleh kelarutan, afinitas tehadap reseptor yang ada serta pemecahan proteolitik ke dalam toksin. Secara umum dapat disimpulkan bahwa cara kerja kristal protein sebagai toksin dari Bt dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor spesifikasi dari mikroorganisme dan kerentanan dari serangga sasaran Milne et al. 1990. Selain itu, umur dari serangga merupakan salah satu faktor yang menentukan toksisitas dari Bt. Jentik serangga yang lebih muda lebih rentan jika dibandingkan dengan jentik yang lebih tua Swadener 1994. Proses toksisitas kristal protein δ-endotoksin sebagai bioinsektisida dimulai ketika serangga memakan kristal protein tersebut, maka kristal tersebut akan larut di dalam usus tengah serangga. Setelah itu, dengan bantuan enzim protease pada pencernaan serangga, maka kristal protein tersebut akan terpecah struktur kristalnya. Toksin aktif yang dihasilkan akan berinteraksi dengan reseptor pada sel-sel epitelium usus tengah larva serangga, sehingga akan membentuk pori-pori kecil berukuran 0.5-1.0 nm. Hal ini akan mengganggu keseimbangan osmotik sel di dalam usus serangga sehingga ion-ion dan air-air dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel mengembang dan mengalami lisis hancur. Larva akan berhenti makan dan akhirnya mati. Kematian akan terjadi satu jam hingga 4-5 hari setelah intoksikasi, tergantung pada konsentrasi bakteri, ukuran dan jenis larva dan varietas bakteri yang digunakan Hofte dan Whiteley 1989; Gill, et al. 1992. Proses toksisitas Bt pada larva ulat dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Diagram mekanisme patogenisitas Bt terhadap serangga http:www.inchem.orgdocumentsehcehcehc217.htm Kristal protein yang bersifat insektisida ini sebenarnya hanya protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek 27 – 147 kDa. Pada umumnya, kristal protein di alam bersifat protoksin karena adanya aktivitas proteolisis dalam sestem pencernaan serangga yang mengubah Bt protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Jika ternyata serangga tersebut ternyata tidak rentan terhadap aksi δ-endotoksin secara langsung, maka dampak dari pertumbuhan spora di dalam tubuh serangga akan menjadi penyebab kematiannya. Spora tersebut akan berkecambah dan mengakibatkan membran usus rusak. Replikasi dari spora akan membuat jumlah spora di dalam tubuh serangga akan bertambah banyak dan mengakibatkan perluasan infeksi di dalam tubuh serangga yang pada akhirnya menyebabkan serangga tersebut mati Swadener 1994.

B. FERMENTASI Bacillus thuringiensis Subsp. aizawai DAN KONDISINYA

1. Media Pertumbuhan dan Fermentasi

Fermentasi secara sederhana adalah pemberian makanan mikroba dengan nutrien yang cocok, supaya mengahsilkan sesuatu yang bermanfaat atau produk akhir yang berharga dari metabolismenya Vandekar dan Dulmage 1982. Dulmage dan Rhodes 1971 menambahkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi fermentasi Bt adalah komponen media dan kondisi fermentasi untuk pertumbuhan seperti pH, kelarutan oksigen, dan temperatur. Hal ini juga diperkuat oleh Vandekar dan Dulmage 1982 yang menyatakan bahwa pertumbuhan mikroorganisme saat berlangsungnya fermentasi membutuhkan sumber air, karbon, nitrogen, unsur mineral, dan faktor pertumbuhan dalam media pertumbuhannya. Menurut Dulmage dan Rhodes 1971, karbon adalah bahan utama untuk mensintesis sel baru atau produk sel. Beberapa sumber karbon yang dapat digunakan untuk memproduksi bioinsektisida Bt dengan fermentasi terendam adalah glukosa, sirup jagung, dekstrosa, sukrosa, laktosa, pati, minyak kedelai, dan molases dari bit dan tebu. Nitrogen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme biasanya dipenuhi oleh garam amonium. Dalam hal ini, sering nitrogen organik harus disediakan dalam bentuk asam amino tunggal atau bahan kompleks termasuk asam nukleat dan vitamin. Beberapa sumber