II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bacillus thuringiensis Bt SEBAGAI BIOINSEKTISIDA
Bioinsektisida merupakan patogen serangga yang banyak dikembangkan dari bakteri, virus, cendawan, dan protozoa. Khachatourians 1989 menyatakan bahwa bakteri
yang paling banyak digunakan untuk memproduksi bioinsektisida adalah Bacillus. Bakteri ini mampu membentuk
δ-endotoksin yang bersifat toksin terhadap larva serangga Bravo 1997.
Pemakaian bioinsektisida Bt ini memberikan beberapa keuntungan di antaranya adalah tidak meninggalkan residu yang dapat mencemari lingkungan dan relatif aman bagi
organisme bukan sasaran Aronson et al. 1986. Akan tetapi, sebagaimana ditinjau oleh Luthy et al. 1982 penggunaan bioinsektisida selain menguntungkan juga memiliki
beberapa kekurangan yaitu spektrum sasaran yang sempit, tingkat persistensinya yang terbatas di lingkungan, kerentanan
δ-endotoksinnya terhadap sinar matahari, dan biaya produksinya yang relatif tinggi dibandingkan insektisida kimia.
1. Bacillus thuringiensis Bt
Pada tahun 1901, Bt pertama kali diisolasi oleh Ishiwata dari larva ulat sutra yang mati. Ishiwata berpendapat bahwa vektor pembawa penyakit pada larva tersebut
adalah bakteri. Pada tahun 1911, Berliner menemukan bakteri yang sama di propinsi Thuringia, Jerman yang telah membunuh larva kupu-kupu Mediterania Anagasta
kuehniella. Berliner kemudian mengusulkan nama untuk bakteri tersebut adalah Bt Dulmage et al. 1990.
Bt merupakan jenis spesies bakteri yang dapat membunuh serangga tertentu. Sedikitnya terdapat 34 subspesies dari Bt yang disebut serotype atau varietas dari Bt dan
lebih dari 800 keturunan atau benih Bt telah diisolasi Swadener 1994. Bt berbentuk batang, bersifat gram positif aerob, tetapi umumnya aerob fakultatif, dan berflagelum.
Bakteri ini dapat membentuk spora secara aerobik dan selama masa sporulasi juga dapat membentuk kristal protein yang toksik.
Kristal protein ini dikenal juga sebagai δ-endotoksin yang merupakan komponen
utama yang menyebabkannya bersifat insektisidal Shieh 1994. Menurut Faust dan Bulla 1982,
δ-endotoksin tersebut bersifat termolabil karena dapat terdenaturasi oleh panas walaupun lebih stabil dibandingkan eksotoksin yang terlarut dan tidak larut
dalam pelarut organik namun larut dalam pelarut alkalin. δ-endotoksin tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu komposisi protoksin dan nilai nutritif media kultur yang bersangkutan Aronson 1995; Mummigatti Raghunathan 1990.
Bt merupakan bakteri yang paling penting secara ekonomi dan terbanyak digunakan untuk produksi bioinsektisida, sehingga bioinsektisida komersial Bt
digunakan secara luas untuk mengendalikan larva hama serangga Feitelson et al. 1992. Bt yang dikomersialkan dalam bentuk spora membentuk inklusi bodi. Inklusi
bodi ini mengandung kristal protein yang dikeluarkan pada saat bakteri lisis pada masa fase stationary.
Penggunaan Bt sebagai bioinsektisida diharapkan semakin meningkat dan berkembang dengan ditemukannya galur-galur Bt yang mempunyai aktivitas tinggi dan
spektrum inang yang lebih luas Rupar et al. 1991. Substrat yang digunakan pada bioinsektisida Bt dalam penelitian ini adalah limbah dari industri tahu.
Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap hari oleh orang Indonesia. Pada proses pembuatan tahu dihasilkan dihasilkan dua macam
limbah, yaitu limbah cair whey dan limbah padat ampas. Pada umumnya pabrik tahu di Indonesia khusunya di Jawa Barat membuang langsung limbah cairnya dan limbah
Lereclus padatnya dimanfaatkan sebagai makanan ternak atau dijual kepada pedagang oncom dan tempe gembus dengan harga yang relatif murah Nurdjannah dan Usmiati
2009. Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu yang banyak
terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Potensi ampas tahu cukup tinggi, kacang kedelai di Indonesia tercatat pada Tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton,
sedangkan Jawa Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50 kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu
sebesar 100-112, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat Nurdjannah dan Usmiati 2009.
Menurut Nurdjannah dan Usmiati 2009, kadar protein ampas tahu cukup tinggi yakni sekitar 6. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan
sebagai sumber protein. Pada saat ini pemanfaatan ampas tahu sudah mulai dijajagi penggunaannya, diantaranya untuk substitusi tepung ampas untuk bahan pangan seperti
minuman prebiotik, cookies, nugget, sosis, pembuatan tepung kaya serat dan protein yang dapat diaplikasikan untuk berbagai produk pangan, dan sebagai media tumbuh dan
perkembangan jamur Anonim 2009. Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap,
meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar. Pada penelitian ini, ampas tahu digunakan sebagai sumber karbon, nitrogen dan
protein pada media fermentasi Bt sebagai bioinsektisida. Komposisi kimia limbah ampas tahu dan limbah cair tahu dari beberapa peneletian sebelumnya dapat dilihat pada
Tabel 1. Sedangkan komposisi mineral limbah ampas tahu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Komposisi kimia limbah ampas tahu dan limbah cair tahu
Komponen Jumlah bobot basis kering
1
dan basis basah
2
Limbah ampas tahu
1
Limbah limbah cair tahu
2
Air 13.83 99.34
Abu 3.36 0.11
Protein 15.75 1.73
Lemak 12.10 0.6300
Nitrogen 2.52
0.05 Serat 19.47
-
Sumber : Debby et al. 2005 Hartati 2010 Nuraida,dkk
1996
Tabel 2. Kandungan Mineral Limbah Ampas Tahu
Komponen Jumlah µgg
Ca 890.750 Mg 358.520
Fe 124.660