Kristal Protein δ-endotoksin Bacillus thuringiensis Bt

Gambar 2. Diagram mekanisme patogenisitas Bt terhadap serangga http:www.inchem.orgdocumentsehcehcehc217.htm Kristal protein yang bersifat insektisida ini sebenarnya hanya protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek 27 – 147 kDa. Pada umumnya, kristal protein di alam bersifat protoksin karena adanya aktivitas proteolisis dalam sestem pencernaan serangga yang mengubah Bt protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Jika ternyata serangga tersebut ternyata tidak rentan terhadap aksi δ-endotoksin secara langsung, maka dampak dari pertumbuhan spora di dalam tubuh serangga akan menjadi penyebab kematiannya. Spora tersebut akan berkecambah dan mengakibatkan membran usus rusak. Replikasi dari spora akan membuat jumlah spora di dalam tubuh serangga akan bertambah banyak dan mengakibatkan perluasan infeksi di dalam tubuh serangga yang pada akhirnya menyebabkan serangga tersebut mati Swadener 1994.

B. FERMENTASI Bacillus thuringiensis Subsp. aizawai DAN KONDISINYA

1. Media Pertumbuhan dan Fermentasi

Fermentasi secara sederhana adalah pemberian makanan mikroba dengan nutrien yang cocok, supaya mengahsilkan sesuatu yang bermanfaat atau produk akhir yang berharga dari metabolismenya Vandekar dan Dulmage 1982. Dulmage dan Rhodes 1971 menambahkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi fermentasi Bt adalah komponen media dan kondisi fermentasi untuk pertumbuhan seperti pH, kelarutan oksigen, dan temperatur. Hal ini juga diperkuat oleh Vandekar dan Dulmage 1982 yang menyatakan bahwa pertumbuhan mikroorganisme saat berlangsungnya fermentasi membutuhkan sumber air, karbon, nitrogen, unsur mineral, dan faktor pertumbuhan dalam media pertumbuhannya. Menurut Dulmage dan Rhodes 1971, karbon adalah bahan utama untuk mensintesis sel baru atau produk sel. Beberapa sumber karbon yang dapat digunakan untuk memproduksi bioinsektisida Bt dengan fermentasi terendam adalah glukosa, sirup jagung, dekstrosa, sukrosa, laktosa, pati, minyak kedelai, dan molases dari bit dan tebu. Nitrogen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme biasanya dipenuhi oleh garam amonium. Dalam hal ini, sering nitrogen organik harus disediakan dalam bentuk asam amino tunggal atau bahan kompleks termasuk asam nukleat dan vitamin. Beberapa sumber nitrogen yang sering digunakan dalam memproduksi bioinsektisida Bt adalah tepung kedelai, tepung biji kapas proflo, corn steep, gluten jagung, ekstrak khamir, pepton kedelai, tepung ikan, tripton, tepung indosperma, dan kasein. Stanbury Whitaker 1984 menambahkan bahwa urea merupakan sumber nitrogen yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme karena kemampuannya untuk mempertahankan pH. Selain sumber karbon dan nitrogen, mikroorganisme juga memerlukan mineral untuk pertumbuhan dan pembentukan produk metabolit. Kebutuhan mineral bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme yang ditumbuhkan. Unsur-unsur mineral merupakan garam-garam anorganik yang penting untuk pertumbuhan mikroorganisme meliputi K, Mg, P, S, dan yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit seperti Ca, Zn, Fe, Co, Cu, Mo, dan Mn Dulmage dan Rhodes 1971. Dalam media fermentasi Bt ditambahkan 0.3 gl MgSO 4 .7H 2 O, 0.02 gl MnSO 4 . H 2 O, 0.02 gl ZnSO 4 .7 H 2 O, 0.02 gl FeSO 4 .7 H 2 O, dan 1.0 gl CaCO 3 . Penambahan ion Mg 2+ , Mn 2+ , Zn 2+ , dan Ca 2+ ke dalam media perlu dipertimbangkan, karena berperan dalam pertumbuhan dan sporulasi Bt Vandekar dan Dulmage 1982. Menurut Sikdar et al. 1991, Bt memerlukan unsur-unsur Ca, Mg, K, Fe, dan Mn untuk berperan dalam pertumbuhan dan produksi δ-endotoksin serta berfungsi untuk menjaga kestabilan spora terhadap panas.

2. Kondisi Fermentasi

Proses fermentasi untuk memproduksi bioinsektisida terdiri dari dua tipe, yatu fermentsi semi padat semi solid fermentation dan fermentasi terendam submerged fermentation. Dulmage dan Rhodes 1971 menambahkan bahwa pada fermentasi terendam, biakan murni Bt ditumbuhkan dalam media cair dengan dispersi yang merata. Proses fermentasi terendam dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu fermentasi tertutup batch process, fermentasi kontinu, dan fermentasi sistem tertutup dengan penambahan substrat pada selang waktu tertentu fed batch process. Produksi bioinsektisida Bt pada umumnya dilakukan dengan fermentasi sistem tertutup, karena hasil akhir yang diinginkan adalah spora dan kristal protein yang dibentuk selama proses sporulasi Bernhard Utz 1993. Fermentasi skala kecil dalam labu kocok dilakukan dengan menggunakan labu ukuran 300 ml yang diisi 50-100 ml. Sementara itu, Vandekar dan Dulmage 1982 dan Mummigatti dan Raghunathan 1990 melakukan fermentasi dalam labu Erlenmeyer ukuran 500 ml yang diisi 100-125 ml media. Keterbatasan aerasi dalam labu kocok membatasi pemilihan media yang dapat digunakan dalam fermentasi. Kondisi fermentasi Bt dapat dilakukan dalam labu kocok dilakukan pada suhu 28 – 32 C, pH awal media diatur sekitar pH 6.8 – 7.2, agitasi 142 – 340 rpm, dan dipanen pada waktu inkubasi 24 – 48 jam. Sedangkan fermentasi Bt dalam fermentor dilakukan pada kondisi suhu 28 – 32 C, pH awal media sekitar 6.8 – 7.2, volume media sekitar setengah sampai dua per tiga dari kapasitas volume fermentor, agitasi 400 – 700 rpm, aerasi 0.5 – 1.5 volume udaravolume mediamenit vvm, dan dipanen pada waktu inkubasi 40 – 72 jam Vandekar dan Dulmage 1982; Pearson dan Ward 1988; dan Sikdar et al. 1993. Pertumbuhan optimum sebagian bakteri Bt terjadi pada pH sekitar 7. Nilai pH awal media fermentasi sering kali diatur dengan menggunakan larutan penyangga atau dengan penambahan alkali atau asam steril. Nilai pH awal untuk media fermentasi Bacillus ditentukan pada kisaran 6.8 – 7.2. Selama fermentasi pH dapat berubah dengan cepat