Analisis Kesempatan Kerja Jawa Timur pada Pra dan Era Otonomi

V. ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA

5.1. Analisis Kesempatan Kerja Jawa Timur pada Pra dan Era Otonomi

Daerah 1996-2000, 2001-2003, 2004-2007 Berdasarkan data kesempatan kerja, ternyata awal pelaksanaan otonomi daerah mengalami perubahan negatif yaitu sebesar negatif 2,17 persen. Penurunan laju pertumbuhan kesempatan kerja tersebut terjadi pada empat sektor usaha yaitu sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor petambangan dan penggalian; sektor listrik, gas dan air bersih. Hal ini menunjukkan otonomi daerah dalam tiga tahun pertama belum menunjukkan perbaikan dalam bidang ketenagakerjaan, terlebih lagi penyerapan tenaga kerja justru mengalami penurunan. Tabel 5.1. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Jawa Timur pada Pra dan Era Otonomi Daerah I Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2003 Lapangan Usaha Pra Otonomi Daerah Era Otonomi Daerah I Kesempatan Kerja Jiwa Perubahan Jiwa Persen Kesempatan Kerja Jiwa Perubahan Jiwa Persen 1996 2000 2001 2003 1 7.024.431 7.610.521 586.090 8,34 8.138.385 7.782.113 -356.272 -4,38 3 2.178.758 2.275.380 96.622 4,43 2.131.722 1.983.499 -148.223 -6,95 5 712.200 688.023 -24.177 -3,39 667.217 728.938 61.721 9,25 6 3.216.257 3.416.451 200.194 6,22 3.086.099 3.095.259 9.160 0,30 7 844.648 894.262 49.614 5,87 834.462 876.273 41.811 5,01 8 94.910 179.190 84.280 88,80 185.806 202.420 16.614 8,94 9 2.188.291 1.725.976 -462.315 -21,13 1.709.432 1.732.967 23.535 1,38 24 154.783 114.953 -39.830 -25,73 138.505 124.229 -14.276 -10,31 TOTAL 16.414.278 16.789.803 490.478 2,99 16.891.628 16.525.698 -365.930 -2,17 Sumber : BPS Data diolah, contoh perhitungan pada Lampiran 1. Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi, dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan Pada awal pelaksanaan otonomi daerah, besarnya penurunan pertumbuhan kesempatan kerja di 4 empat sektor usaha tersebut tidak dapat diimbangi oleh besarnya kenaikan pertumbuhan di 5 lima sektor lainnya. Penurunan kesempatan kerja ini ditunjukkan oleh meningkatnya pengangguran terbuka di Jawa Timur yaitu dari 1.176.928 jiwa di tahun 2001 dan 1.168.461 jiwa di tahun 2002 menjadi 1.571.420 jiwa di tahun 2003. Pengangguran yang meningkat pada tahun 2003 semakin signifikan jumlahnya karena pada tahun 2003 angkatan kerja di Jawa Timur justru berkurang 82.855 jiwa dari total angkatan kerja tahun 2002 BPS, 2004. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang paling banyak jumlah tenaga kerjanya juga mengalami penurunan jumlah tenaga kerja pada periode tersebut. Hal ini dikarenakan biaya produksi yang semakin mahal seiring kenaikan harga BBM. Adapun pelaksanaan kebijakan pemerintah berupa Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2002 tentang kenaikan harga gabah yang dimulai pada 1 Januari 2003 belum dapat memberikan hasil yang efektif. Kenaikan harga tersebut juga baru bisa dinikmati dua sampai tiga bulan setelahnya. Padahal pada saat itu harga barang-barang kebutuhan hidup juga semakin meningkat. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian semakin merosot pada tahun 2003 Suwandi, 2003. Pertumbuhan negatif yang terjadi pada periode tiga tahun pertama pasca diberlakukannya otonomi daerah era otonomi daerah I justru tidak terjadi pada periode lima tahun terakhir sebelum diberlakukannya otonomi daerah pra otonomi daerah. Pada saat belum diberlakukannya otonomi daerah, Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997. Pasca krisis ekonomi, pengangguran tahun 1998 mengalami peningkatan sebesar 21 persen dari tahun sebelumnya. Satu- satunya sektor usaha yang dapat bertahan bahkan penyerapan tenaga kerjanya meningkat pasca krisis ekonomi tahun 1997 adalah sektor pertanian. Banyak tenaga kerja yang beralih ke sektor pertanian. Namun, setelah perekonomian berangsur-angsur pulih jumlah tenaga kerja di sektor pertanian kembali berkurang. Pada tahun 2000 pemulihan ekonomi terutama dalam menangani masalah ketenagakerjaan semakin jelas terlihat. Pengangguran pada tahun 2000 berkurang sebesar 7,9 persen dari total pengangguran tahun 1998. Jika dibandingkan tahun 1996, penyerapan tenaga kerja pada tahun 2000 meningkat sebesar 2,99 persen. Hal ini dikarenakan pada tahun 2000 sektor keuangan, perbankan dan jasa perusahaan menyerap tenaga kerja lebih banyak 88,80 persen dari penyerapan tenaga kerja pada tahun 1996. Karena pada saat krisis ekonomi kondisi sektor perbankan sangat terpuruk, pemerintah segera memberikan suntikan dana BLBI Bantuan Likuiditas Bank Indonesia terhadap bank-bank yang hampir collapse. Dengan kata lain, sektor ini lah yang menjadi sasaran utama pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi saat itu. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pasca krisis ekonomi tersebut penyerapan tenaga kerja pada sektor keuangan, perbankan dan jasa perusahaan meningkat pesat sebesar 135,8 persen di tahun 1999 dan 230,5 persen di tahun 2000 BPS, 2004. Sama halnya dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor keuangan Propinsi Jawa Timur, pada tahun 2000 sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan nasional dapat menambah tenaga kerjanya sebanyak 27,96 persen dari total tenaga kerja tahun 1996. Walaupun tidak setinggi pada Propinsi Jawa Timur, penambahan tenaga kerja di sektor keuangan, perbankan dan jasa perusahaan di tingkat nasional tersebut merupakan penambahan dengan jumlah terbanyak dibandingkan sektor-sektor lainnya pada periode yang sama. Sedangkan untuk sektor yang paling banyak mengurangi tenaga kerjanya pada periode yang sama di tingkat nasional adalah sektor pertambangan dan galian dan sektor listrik, gas, dan air bersih yang penyerapan tenaga kerjanya turun sebesar 45,15 persen. Tabel 5.2. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha di Indonesia pada Pra dan Era Otonomi Daerah I Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2003 Lap. Usaha Pra Otonomi Daerah Era Otonomi Daerah I Kesempatan Kerja Jiwa Perubahan Jiwa Persen Kesempatan Kerja Jiwa Perubahan Jiwa Persen 1996 2000 2001 2003 1 37.720.251 40.676.713 2.956.462 7,84 39.743.908 42.001.437 2.257.529 5,68 3 10.773.038 11.641.756 868.718 8,06 12.086.122 10.927.342 -1.158.780 -9,59 5 3.796.228 3.497.232 -298.996 -7,88 3.837.554 4.106.597 269.043 7,01 6 16.102.552 18.489.005 2.386.453 14,82 17.469.129 16.845.995 -623.134 -3,56 7 3.942.799 4.553.855 611.056 15,50 4.448.279 4.976.928 528.649 11,88 8 689.733 882.600 192.867 27,96 1.127.823 1.294.832 167.009 14,80 9 11.728.495 9.574.003 -2.154.492 -18,37 11.003.482 9.746.381 -1.257.101 -11,43 24 952.717 522.560 -430.157 -45,15 1.091.120 885.405 -205.715 -18,85 TOTAL 85.705.813 89.837.724 4.131.911 4,82 90.807.417 90.784.917 -22.500 -0,03 Sumber : BPS Data diolah, contoh perhitungan pada Lampiran 2. Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi, dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan Secara keseluruhan pada era 5 lima tahun sebelum dicanangkannya otonomi daerah ini pra otonomi daerah, ternyata Indonesia mengalami pertumbuhan kesempatan kerja yang positif. Seperti halnya Jawa Timur, Indonesia juga segera melakukan pemulihan pasca terjadinya krisis ekonomi terutama pada sektor keuangan. Oleh karena itu, tidak heran jika sektor keuangan pasca krisis ekonomi justru dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Pada era tiga tahun setelah diberlakukannya otonomi daerah era otonomi daerah I, kesempatan kerja nasional mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar negatif 0,3 persen. Namun, ada yang berbeda dengan kondisi Jawa Timur. Sebagai salah satu penyerap tenaga kerja terbesar, sektor pertanian Jawa Timur justru mengalami pertumbuhan kesempatan kerja yang negatif. Namun, dalam tingkat nasional pertumbuhan kesempatan kerja bernilai positif. Pertumbuhan yang positif ini memang tidak menunjukkan peningkatan antara tahun 2000 ke tahun 2001 atau dengan kata lain kesempatan kerja di sektor pertanian menurun dari tahun 2000 ke tahun 2001. Namun demikian, permasalahan yang terjadi di sektor pertanian Jawa Timur tidak mengurangi pertumbuhan kesempatan kerja nasional di sektor pertanian. Adapun sektor keuangan pertumbuhannya selalu meningkat setiap tahunnya. Selama tiga tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah, sektor keuangan kembali menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbanyak dengan nilai pertumbuhannya sebesar 14,8 persen. Pertumbuhan kesempatan kerja yang positif pada sektor keuangan, perbankan dan jasa perusahaan di Jawa Timur dan di tingkat nasional ternyata tidak hanya terjadi pada era lima tahun sebelum otonomi daerah dan tiga tahun pertama setelah otonomi daerah. Pertumbuhan positif tersebut juga terjadi di era setelah tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah baik di tingkat Propinsi Jawa Timur maupun di tingkat nasional. Tabel 5.3. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Jawa Timur pada Era Otonomi Daerah I dan II Tahun 2001 dan 2003, 2004 dan 2007 Lapangan Usaha Pasca Otonomi Daerah I Era Otonomi Daerah II Kesempatan Kerja Jiwa Perubahan Jiwa Persen Kesempatan Kerja Jiwa Perubahan Jiwa Persen 2001 2003 2004 2007 1 8.138.385 7.782.113 -356.272 -4,38 7.663.299 8.391.655 728.356 9,50 3 2.131.722 1.983.499 -148.223 -6,95 2.265.182 2.458.401 193.219 8,53 5 667.217 728.938 61.721 9,25 931.040 955.072 24.032 2,58 6 3.086.099 3.095.259 9.160 0,30 3.531.652 3.718.384 186.732 5,29 7 834.462 876.273 41.811 5,01 872.948 865.652 -7.296 -0,84 8 185.806 202.420 16.614 8,94 105.143 191.047 85.904 81,70 9 1.709.432 1.732.967 23.535 1,38 1.807.678 2.023.634 215.956 11,95 24 138.505 124.229 -14.276 -10,31 198.013 147.576 -50.437 -25,47 TOTAL 16.891.628 16.525.698 -365.930 -2,17 17.374.955 18.603.845 1.426.903 8,21 Sumber : BPS Data diolah, contoh perhitungan pada Lampiran 1. Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi, dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan Seperti yang tertera pada Tabel 5.3. pada periode tiga tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah, pertumbuhan kesempatan kerja di Jawa Timur yang terjadi pada sektor keuangan mencapai 8,94 persen. Namun, jika kesempatan kerja pada tahun 2003 dibandingkan dengan tahun 2004 maka akan terlihat penurunan jumlah tenaga kerja pada sektor keuangan Jawa Timur. Jika dilihat dari Tabel 5.3. jumlah tenaga kerja di Jawa Timur yang paling banyak diserap pada tahun 2004 terjadi pada sektor perdagangan yaitu meningkat sebesar 436.393 jiwa dari tahun 2003 atau meningkat sebesar 14 persen. Hal ini dikarenakan pada tahun 2004 aktivitas ekspor dan impor Jawa Timur sebagai salah satu aktivitas sektor perdagangan meningkat. Nilai ekspor pada tahun 2004 meningkat 12,25 persen dari tahun 2003. Sedangkan nilai impor dari tahun 2003 ke tahun 2004 juga meningkat sebesar 35,04 persen BPS Jatim, 2009. Peningkatan penyerapan tenaga kerja dari tahun 2003 ke 2004 sebesar 14 persen di sektor perdagangan ternyata tidak sama pesatnya dengan penyerapan tenaga kerja dari tahun 2004 ke 2007 yang hanya meningkat sebesar 5,29 persen. Untuk peningkatan penyerapan tenaga kerja terbanyak pada tahun 2007 terjadi di sektor keuangan, perbankan, jasa perusahaan yang mencapai 81,70 persen dari tahun 2004. Secara keseluruhan, periode pasca tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah mengalami banyak peningkatan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor kecuali di sektor pertambangan dan penggalian; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor transportasi dan komunikasi. Total tenaga kerja yang diserap pada tahun 2007 meningkat sebesar 8,21 persen dari total tenaga kerja yang diserap pada tahun 2004. Peningkatan yang terjadi pada periode tersebut menandakan pelaksanaan otonomi daerah berangsur- angsur mengalami kemajuan, dalam hal ini adalah masalah penyerapan tenaga kerja. Walaupun pada periode tersebut Jawa Timur terjadi tragedi lumpur lapindo yang merugikan banyak pihak, perekonomian Jawa Timur tidak mengalami kemerosotan. Seperti yang telah diketahui bahwa tragedi lumpur lapindo ini penyelesaiannya masih belum rampung. Penggunaan jalan raya Porong yang biasa dijadikan sebagai jalur lalu lintas penjualan komoditi antar wilayah juga terganggu. Walaupun tidak mengalami kemerosotan, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tetap mengalami hambatan. Kemungkinan besar jika tragedi lumpur Lapindo tidak terjadi, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan kesempatan kerja yang dicapai bisa lebih tinggi lagi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dan besarnya pertumbuhan kesempatan kerja yang dicapai pada saat itu bersamaan dengan matinya beberapa industri di Sidoarjo, Probolinggo, dan Pasuruan akibat tragedi lumpur Lapindo Bappeprop Jatim, 2008. Tabel 5.4. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha di Indonesia pada Era Otonomi Daerah I dan II Tahun 2001 dan 2003, 2004 dan 2007 Lap. Usaha Pasca Otonomi Daerah I Era Otonomi Daerah II Kesempatan Kerja Jiwa Perubahan Jiwa Persen Kesempatan Kerja Jiwa Perubahan Jiwa Persen 2001 2003 2004 2007 1 39.743.908 42.001.437 2.257.529 5.,68 40.608.019 41.206.47.4 598.455 1,47 3 12.086.122 10,927.342 -1.158.780 -9,59 11.070.498 12.368.729 1298.231 11,73 5 3.837.554 4,106.597 269.043 7,01 4.540.102 5.252.581 712.479 15,69 6 17.469.129 16.845.995 -623.134 -3,57 19.119.156 20.554.650 1435.494 7,51 7 4.448.279 4.976.928 528.649 11,88 5.480.527 5.958.811 478.284 8,73 8 1.127.823 1.294.832 167.009 14,81 1.125.056 1.399.490 274.434 24,39 9 11.003.482 9.746.381 -1.257.101 -11,42 10.513.093 12.019.984 1506.891 14,33 24 1.091.120 885.405 -205.715 -18,85 1.265.585 1.169.498 -96.087 -7,59 TOTAL 90.807.417 90.784.917 -22.500 -0,03 93.722.036 99.930.217 6208.181 6,62 Sumber : BPS Data diolah, contoh perhitungan pada Lampiran 2. Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi, dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pertumbuhan kesempatan kerja nasional pada periode tiga tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah bernilai negatif. Jika mengacu pada Tabel 5.4. kesempatan kerja nasional tumbuh sangat signifikan pada periode pasca tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah yaitu mencapai 6,62 persen. Sama seperti Jawa Timur, sektor yang paling banyak memberikan kontribusi dalam pertumbuhan kesempatan kerja nasional adalah sektor keuangan, perbankan, jasa perusahaan yang meningkat sebesar 24,34 persen. Selama tiga periode pra otonomi daerah, era otonomi daerah I dan II sektor keuangan, perbankan dan jasa perusahaan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal penyerapan tenaga kerja baik di Jawa Timur sendiri maupun di tingkat nasional. Sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan akan terus maju selama kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa sektor tersebut masih ada dan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pertambahan modal sektor tersebut sebagian besar mengalir dari masyarakat pengguna jasa sektor itu sendiri. Semakin lama pengguna jasa sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan semakin meningkat karena kelancaran transaksi keuangan menjadi salah satu syarat penting kemajuan suatu usaha. Sektor usaha yang selama tiga periode kurang berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja baik di Jawa Timur maupun di tingkat nasional adalah gabungan sektor pertambangan dan galian dengan sektor listrik, gas, dan air bersih. Daya tarik pertambangan Indonesia berdasarkan minat investor ternyata masih sangat rendah, yakni berada pada urutan ke 62 dari 68 negara. Padahal potensi pertambangan Indonesia cukup besar karena kekayaan alamnya. Namun, arah hukum di Indonesia tidak jelas serta persetujuan ekonomi sosialnya masih banyak yang belum jelas. Kondisi politik dan keamanannya juga kurang kondusif di mata para investor Siregar, 2009. Sedangkan khusus Propinsi Jawa Timur, melihat kondisinya yang sangat rentan terhadap bencana alam membuat sektor pertambangan tidak cocok untuk dikembangkan. Jika dipaksakan, hal tersebut akan mengundang bencana ekologi yang sangat parah. Hal ini dikarenakan pertambangan mineral maupun minyak di Jawa Timur justru banyak dilakukan di kawasan hutan ataupun kawasan lindung. Salah satu akibat dari eksplorasi dan eksploitasi di Jawa Timur yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan adalah terjadinya semburan lumpur Lapindo yang secara ekonomi menimbulkan kerugian sebesar Rp. 33,27 trilyun Bachtiar, 2006.

5.2. Rasio Kesempatan Kerja Jawa Timur dan Nasional pada Pra dan Era