Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah pada Pra dan Era

Jawa Timur dan nasional selalu tinggi bahkan selalu memiliki nilai paling tinggi di antara sektor-sektor lainnya. Sektor keuangan, perbankan dan jasa perusahaan ini memang banyak diminati banyak angkatan kerja. Selain memiliki banyak peminat, sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja. Membanjirnya lembaga keuangan di berbagai daerah baik di Jawa Timur maupun di Indonesia menjadi salah satu faktor pendukung dalam memperluas kesempatan kerja.

5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah pada Pra dan Era

Otonomi Daerah 1996 dan 2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007 Besarnya nilai komponen pertumbuhan nasional PN memperlihatkan seberapa besar pengaruh kesempatan kerja nasional terhadap peningkatan kesempatan kerja di Jawa Timur. Pengaruh pertumbuhan nasional menjelaskan seberapa besar peningkatan kesempatan kerja di Jawa Timur bila jumlah kesempatan kerja Jawa Timur tiap sektor dan jumlah kesempatan kerja nasional tiap sektor bertambah dengan laju yang sama dengan laju pertumbuhan nasional. Hal ini lah yang menyebabkan persentase komponen PN sama dengan laju pertumbuhan nasional. Perubahan pertumbuhan nasional ini dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan kebijakan nasional menyangkut ketenagakerjaaan. Salah satunya adalah kebijakan mengenai upah minimum. Berdasarkan Tabel 5.6. dapat diketahui bahwa persentase pertumbuhan nasional yang bernilai negatif terjadi pada periode tiga tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah era otonomi daerah I. Walaupun bernilai negatif, perubahan pertumbuhannya sangat lah kecil. Dengan kata lain, besarnya pengaruh pertumbuhan negatif kesempatan kerja nasional terhadap penyerapan kesempatan kerja di Jawa Timur sebesar negatif 4.204 jiwa -0,03 persen. Tabel 5.6. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Jawa Timur Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Nasional Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007 Lapangan Usaha Pra Otonomi Daerah Era Otonomi Daerah I Era Otonomi Daerah II PN iJawa Timur PN iJawa Timur PN iJawa Timur Jiwa Persen Jiwa Persen Jiwa Persen 1 338.650 4,82 -2.016 -0,03 507.619 6,62 3 105.038 4,82 -532 -0,03 150.046 6,62 5 34.335 4,82 -166 -0,03 61.672 6,62 6 155.057 4,82 -771 -0,03 233.937 6,62 7 40.720 4,82 -208 -0,03 57.824 6,62 8 4.575 4,82 -46 -0,03 6.964 6,62 9 105.498 4,82 -427 -0,03 119.741 6,62 24 7.462 4,82 -34 -0,03 13.116 6,62 TOTAL 791.338 4,82 -4.204 -0,03 1.150.923 6,62 Sumber : BPS Data diolah, contoh perhitungan pada Lampiran 4. Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi, dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan Pada periode pra otonomi daerah dan pasca tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah, besarnya pengaruh pertumbuhan positif kesempatan kerja nasional terhadap penyerapan kesempatan kerja di Jawa Timur masing-masing sebesar 791.338 jiwa 4,82 persen dan 1.150.923 jiwa 6,62 persen. Pada periode pra otonomi daerah serta periode era otonomi daerah I dan II, sektor keuangan, perbankan dan jasa keuangan memiliki nilai PN yang rendah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa setiap terjadi perubahan pertumbuhan nasional, maka sektor tersebut mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemampuannya menyerap tenaga kerja. Kondisi tersebut berbeda dengan sektor pertanian yang memiliki nilai PN tertinggi selama tiga periode tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian sangat mudah terpengaruh pada perubahan pertumbuhan nasional. Kebijakan pemerintah yang bersifat nasional seperti kebijakan penetapan harga gabah sangat berpengaruh terhadap kondisi sektor pertanian. Penetapan harga gabah yang sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan para petani sangat mempengaruhi kelangsungan hidup para petani ditengah kenaikan harga. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa harga barang-barang kebutuhan hidup yang semakin tinggi disertai tingginya biaya produksi membuat sektor pertanian ini sempat mengalami pertumbuhan yang lambat. Instruksi Presiden No. 9 tahun 2002 mengenai penetapan harga gabah yang semakin meningkat membuat pertumbuhan tenaga kerja pada sektor pertanian di tahun-tahun berikutnya semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan nasional akibat perubahan kebijakan sangat mempengaruhi kondisi sektor pertanian. Selain komponen pertumbuhan nasional, ada pula komponen pertumbuhan proporsional PP yang akan menggambarkan pengaruh dari pertumbuhan kesempatan kerja nasional. PP menjelaskan perbedaan kenaikan kesempatan kerja nasional dan kenaikan kesempatan kerja sektor usaha secara keseluruhan. PP yang bernilai negatiif mengidentifikasikan bahwa pertumbuhan lapangan usaha tersebut di Jawa Timur tergolong lambat. Begitu pula sebaliknya jika PP bernilai positif maka pertumbuhan sektor usaha tersebut tergolong cepat. Secara keseluruhan, pertumbuhan proporsional kesempatan kerja sektor usaha nasional mengakibatkan pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Timur pada saat pra otonomi daerah sebesar semua sektor usaha Jawa Timur pada periode pra otonomi daerah sebesar 41.059 jiwa 0,25 persen, pasca otonomi daerah I sebesar 104.608 jiwa 0,62 persen, dan pasca otonomi daerah II sebesar negatif 15.181 jiwa 0,09. Tabel 5.7. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Jawa Timur Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007 Lapangan Usaha Pra Otonomi Daerah Era Otonomi Daerah I Era Otonomi Daerah II PP iJawa Timur PP iJawa Timur PP iJawa Timur Jiwa Persen Jiwa Persen Jiwa Persen 1 211.915 3,02 464.292 5,70 -394.683 -5,15 3 70.652 3,24 -203.850 -9,56 115.590 5,10 5 -90.429 -12,70 46.944 7,04 84.436 9,07 6 321.603 10,00 -109.311 -3,54 31.224 0,88 7 90.183 10,68 99.379 11,91 18.358 2,10 8 21.964 23,14 27.561 14,83 18.683 17,77 9 -507.481 -23,19 -194.868 -11,40 139.362 7,71 24 -77.348 -49,97 -26.079 -18,83 -28.150 -14,22 TOTAL 41.059 0,25 104.068 0,62 -15.181 -0,09 Sumber : BPS Data diolah, contoh perhitungan pada Lampiran 5. Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi, dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan Sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan dan sektor transportasi dan komunikasi memiliki nilai PP yang positif di semua periode baik pra otonomi daerah, era otonomi daerah I maupun era otonomi daerah II. Namun persentase pertumbuhan tertinggi dimiliki oleh sektor keuangan, perbankan, jasa perusahaan dengan nilai persentase PP berturut-turut sebesar 23,14 persen, 14,83 persen, 17,77 persen. Seperti yang telah diketahui bahwa sektor keuangan, perbankan dan jasa perusahaan ini semakin banyak membuka cabang di berbagai daerah. Saat ini saja salah satu bank di Indonesia memiliki 829 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia dan 6 enam cabang yang terdapat di luar negeri. Tidak mengherankan jika semakin lama sektor perbankan semakin mampu untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak. Sedangkan nilai PP yang selalu positif pada sektor transportasi dan komunikasi dapat disebabkan semakin maraknya penggunaan telepon seluler yang menumbuhkembangkan banyak provider telepon seluler dan semakin maraknya penggunaan kendaraan bermotor. Gabungan sektor pertambangan dan galian dengan sektor listrik, gas, dan air bersih selalu memiliki laju pertumbuhan yang lambat dalam tiga periode pra otonomi daerah, era otonomi daerah I, era otonomi daerah II dengan nilai PP berturut-turut sebesar negatif 77.348 jiwa -49.97 persen, negatif 194.868 -18.83 persen, negatif 28.150 jiwa -14.22 persen. Sektor pertambangan Indonesia kurang menarik para investor. Sektor pertambangan Jawa Timur rentan terhadap bencana alam. Sektor listrik memiliki masalah dalam hal penyediaan energi ditengah kenaikan harga dan terbatasnya anggaran untuk membeli bahan bakar energi. Ketiga hal tersebut yang membuat sektor pertambangan dan sektor listrik memiliki laju pertumbuhan yang lambat dalam menyerap tenga kerja. Selain mengukur pertumbuhan nasional dan pertumbuhan proporsional, untu mengetahui perubahan kesempatan kerja di Jawa Timur perlu juga mengukur pertumbuhan pangsa wilayah PPW. PPW menunjukkan kemampuan daya saing suatu lapangan usaha dibandingkan dengan lapangan usaha di wilayah lain. Apabila PPW bernilai positif maka dapat dikatakan bahwa lapangan usaha tersebut berdaya saing baik. Namun, apabila PPW bernilai negatif berarti lapangan usaha tersebut tidak dapat berdaya saing dengan baik. Pengaruh besarnya daya saing yang dimiliki masing-masing sektor di Jawa Timur menyebabkan secara keseluruhan kesempatan kerja di Jawa Timur menurun sebesar 341.919 jiwa -2,08 persen pada periode pra otonomi daerah dan sebesar 465.793 jiwa -2,76 persen pada periode pasca otonomi daerah I. Sedangkan pada periode pasca otonomi daerah II pengaruh daya saing tersebut dapat meningkatkan kesempatan kerja sebesar 240.724 jiwa 1,39 persen. Tabel 5.8. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Jawa Timur Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007 Lapangan Usaha Pra Otonomi Daerah Era Otonomi Daerah I Era Otonomi Daerah II PPW iJawa Timur PPW iJawa Timur PPW iJawa Timur Jiwa Persen Jiwa Persen Jiwa Persen 1 35.525 0,51 -818.548 -10,06 615.419 8,03 3 -79.069 -3,63 56.160 2,63 -72.418 -3,20 5 31.917 4,48 14.944 2,24 -122.076 -13,11 6 -276.466 -8,60 119.243 3,86 -78.430 -2,22 7 -81.290 -9,62 -57.359 -6,87 -83.478 -9,56 8 57.741 60,84 -10.900 -5,87 57.741 57,31 9 -60.332 -2,76 218.830 12,80 -43.147 -2,39 24 30.055 19,42 11.837 8,55 -35.403 -17,88 TOTAL -341.919 -2,08 -465.793 -2,76 240.724 1,39 Sumber : BPS Data diolah, contoh perhitungan pada Lampiran 6. Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi, dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan Daya saing yang paling baik ditunjukkan oleh sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan selama dua periode yaitu periode pra otonomi daerah dan periode pasca otonomi daerah II yang memiliki nilai PPW berturut- turut sebesar 57.741 jiwa 60,84 persen dan 57.741 jiwa 57,31 persen. Namun, pada periode pasca otonomi daerah I tiga tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah sektor ini sempat mengalami penurunan pada daya saingnya dengan nilai PPW sebesar negatif 10.900 jiwa -5,87 persen. Jadi, dari hasil perhitungan PP dan PPW, otonomi daerah dapat dikatakan menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini dapat diindikasikan dari jumlah pertumbuhan kesempatan kerja yang secara keseluruhan mengalami peningkatan dari kondisi awal pelaksanaan otonomi daerah yang mengalami penurunan pertumbuhan kesempatan kerja.

5.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Jawa