Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Jawa

Daya saing yang paling baik ditunjukkan oleh sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan selama dua periode yaitu periode pra otonomi daerah dan periode pasca otonomi daerah II yang memiliki nilai PPW berturut- turut sebesar 57.741 jiwa 60,84 persen dan 57.741 jiwa 57,31 persen. Namun, pada periode pasca otonomi daerah I tiga tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah sektor ini sempat mengalami penurunan pada daya saingnya dengan nilai PPW sebesar negatif 10.900 jiwa -5,87 persen. Jadi, dari hasil perhitungan PP dan PPW, otonomi daerah dapat dikatakan menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini dapat diindikasikan dari jumlah pertumbuhan kesempatan kerja yang secara keseluruhan mengalami peningkatan dari kondisi awal pelaksanaan otonomi daerah yang mengalami penurunan pertumbuhan kesempatan kerja.

5.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Jawa

Timur pada Pra dan Era Otonomi Daerah I dan II Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007 Nilai pergeseran bersih PB merupakan penjumlahan antara PP dan PPW. Jika PB bernilai positif maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan lapangan usaha Jawa Timur tergolong ke dalam kelompok progresif maju. Sedangkan nilai PB yang negatif menunjukkan bahwa pertumbuhan lapangan usaha di Jawa Timur tergolong lamban. Pertumbuhan yang progresif sektor-sektor usaha Jawa Timur secara keseluruhan hanya terjadi pada era otonomi daerah II pasca tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah dengan nilai PB sebesar 225.543 jiwa 1,30 persen. Sedangkan pada periode pra otonomi daerah dan era otonomi daerah I nilai PB negatif yang masing-masing bernilai sebesar negatif 300.861 jiwa -1,83 persen dan negatif 361.725 jiwa -2,14 persen. Berdasarkan Tabel 5.8. sektor yang mengalami pergeseran bersih paling signifikan pada saat peralihan dari periode pra otonomi daerah ke periode pasca otonomi daerah I adalah sektor jasa-jasa dengan nilai PB dari negatif 567.813 jiwa menjadi 23.962 jiwa. Pergeseran nilai PB tersebut menunjukkan bahwa sektor jasa-jasa bergeser dari sektor usaha yang pertumbuhannya lamban pada pra otonomi daerah menjadi sektor usaha yang progresif pada era otonomi daerah I tiga tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah. Tabel 5.9. Pergeseran Bersih Propinsi Jawa Timur Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007 Lapangan Usaha Pra Otonomi Daerah Era Otonomi Daerah I Era Otonomi Daerah II PB iJawa Timur PB iJawa Timur PB iJawa Timur Jiwa Persen Jiwa Persen Jiwa Persen 1 247.439 3,52 -354.255 -4,35 220.736 2,88 3 -8.417 -0,39 -147.690 -6,93 43.173 1,91 5 -58.512 -8,22 61.888 9,28 -37.640 -4,04 6 45.137 1,40 9.932 0,32 -47.206 -1,34 7 8.893 1,05 42.020 5,04 -65.120 -7,46 8 79.704 83,98 16.660 8,97 78.939 75,08 9 -567.813 -25,95 23.962 1,40 96.215 5,32 24 -47.292 -30,55 -14.241 -10,28 -63.553 -32,10 TOTAL -300.861 -1,83 -361.725 -2,14 225.543 1,30 Sumber : BPS Data diolah, contoh perhitungan pada Lampiran 7. Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi, dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan Sektor usaha jasa-jasa banyak dilakukan pihak swasta berupa jasa sosial kemasyrakatan, jasa hiburan, rekreasi, jasa perorangan dan rumah tangga. Nilai PB sektor jasa yang sangat menurun pada periode pra otonomi daerah dikarenakan pada periode tersebut terjadi krisis ekonomi di mana pada saat itu banyak orang yang mengurangi penggunaan atas sektor jasa. Kondisi inilah yang membuat pendapatan yang diperoleh sektor jasa menurun. Dengan demikian, biaya produksinya pun harus diturunkan yang salah satu caranya adalah dengan mengurangi penyerapan tenaga kerja. Sektor keuangan, perbankan dan jasa perusahaan merupakan satu-satunya sektor yang menjadi sektor usaha yang progresif selama tiga periode pra otonomi daerah, pasca otonomi daerah I, dan pasca otonomi daerah II dengan nilai PB berturut-turut sebesar 79.704 jiwa, 16.660 jiwa, dan 78.939 jiwa. Hal ini dikarenakan pendapatan yang dimiliki sektor tersebut sangat besar mengingat semakin banyaknya masyarakat yang menjadi nasabah dan menggunakan jasa perbankan untuk keberlangsungan usahanya. Peningkatan pengguna jasa perbankan ini membuat sektor ini membutuhkan banyak tenaga kerja. Adapun sektor yang pertumbuhannya tergolong lamban selama tiga periode pra otonomi daerah, era otonomi daerah I dan II adalah gabungan sektor pertambangan dan penggalian dengan sektor listrik, gas, air bersih dengan nilai PB berturut-turut sebesar negatif 300.861 jiwa, negatif 361.725 jiwa, negatif 63.553 jiwa. Nilai PB yang dimiliki sektor ini menunjukkan bahwa sektor ini memang kurang kompetitif dalam menyerap tenaga kerja. Gambar 5.1. merupakan gambar profil pertumbuhan lapangan usaha di Propinsi Jawa Timur yang terbagi menjadi empat kuadran yaitu Kuadran I, II, III, IV. Sektor usaha yang berada pada Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut mempunyai pertumbuhan yang cepat dengan daya saing yang baik pula sektor progresif. Adapun sektor yang terdapat pada Kuadran II menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki perumbuhan yang cepat namun tidak dapat berdaya saing dengan baik. Untuk sektor yang terdapat pada Kuadran III menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor tersebut lamban dan tidak dapat berdaya saing dengan baik. Sektor yang terdapat pada Kuadran IV menujukkan bahwa sektor tersebut memiliki daya saing yang baik namun pertumbuhannya lamban. Garis diagonal 45 membagi Kuadran II dan IV menjadi dua bagian. Tiap lapangan usaha yang berada di atas garis termasuk ke dalam sektor usaha progresif dan yang berada di bawah garis tersebut menunjukkan bahwa sektor tersebut tergolong lamban. Sumber : BPS Data diolah Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha Jawa Timur pada Pra Otonomi Daerah 1996 dan 2000 Berdasarkan Gambar 5.1. dapat diketahui bahwa pada masa pra otonomi daerah sektor pertanian dan sektor keuangan, perusahaan, dan perbankan berada Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Pertambangan dan Galian ; Listrik, Gas, dan Air Bersih -20 -10 10 20 30 40 50 60 70 -60 -40 -20 20 40 PP PPW Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha Jawa Timur pada Pra Otonomi Daerah 1996 dan 2000 Kuadran I Kuadran II Kuadran IV Kuadran III pada Kuadran I. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat dan dapat berdaya saing dengan baik. Namun, selain kedua sektor tersebut, sektor-sektor lainnya yang juga termasuk ke dalam sektor progressif adalah sektor perdagangan hotel dan restoran; sektor transportasi dan komunikasi. Berdasarkan Gambar 5.2. yang termasuk kelompok sektor usaha yang progresif maju pada periode tiga tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah era otonomi daerah I adalah sektor usaha bangunan; sektor transportasi dan komunikasi; sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan; sektor jasa-jasa; sektor perdagangan, hotel dan restoran. Adapun sektor yang pertumbuhannya tergolong lamban adalah sektor pertanian; industri pengolahan; sektor pertambangan dan galian; sektor listrik, gas, dan air bersih. Sumber : BPS Data Diolah. Gambar 5.2. Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha Jawa Timur pada Era Otonomi Daerah I 2001 dan 2003 Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Pertambangan dan Galian ; Listrik, Gas, dan Air Bersih -15 -10 -5 5 10 15 -30 -20 -10 10 20 PP PPW Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha Jawa Timur pada Era Otonomi Daerah I 2001 dan 2003 Kuadran I Kuadran IV Kuadran III Kuadran II Sumber : BPS Data diolah Jika Gambar 5.1. dan 5.2. dibandingkan, maka akan didapatkan pergeseran yang cukup signifikan yang terjadi hampir pada semua sektor usaha. Perubahan yang paling signifikan terjadi pada sektor bangunan, sektor jasa-jasa, dan sektor pertanian. Sektor bangunan dan jasa-jasa bergeser dari yang semula lamban menjadi progresif. Adapun sektor pertanian justru menurun dari sektor yang progresif menjadi sektor yang pertumbuhannya lamban. Adapun sektor keuangan hanya sedikit mengalami penurunan pada daya saingnya namun tetap menjadi sektor usaha yang progresif. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tetap menjadi sektor progresif walaupun mengalami penurunan pada pertumbuhannya. Sektor transportasi dan komunikasi mengalami kemajuan dalam hal daya saing dan menjadikannya sektor progresif. Gambar 5.3. Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha Jawa Timur pada Era Otonomi Daerah II 2004 dan 2007 Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Pertambangan dan Galian ; Listrik, Gas, dan Air Bersih -30 -20 -10 10 20 30 40 50 60 70 -20 20 PP PPW Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha Jawa Timur pada Era Otonomi Daerah II 2004 dan 2007 Kuadran I Kuadran II Kuadran IV Kuadran III Berdasarkan Gambar 5.3. dapat diketahui bahwa pada periode era otonomi daerah II sektor pertanian kembali menjadi sektor yang progresif walaupun pertumbuhannya masih lambat. Adapun sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan dapat berdaya saing kembali dengan baik pada periode tersebut. Lain halnya dengan sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Pada periode era otonomi daerah II kedua sektor tersebut justru mengalami penurunan pertumbuhan yang cukup besar sehingga membuat mereka menjadi sektor yang tidak progresif. Dari hasil analisis di atas, dapat dikatakan bahwa pada awal pelaksanaan otonomi daerah pertumbuhan kesempatan kerja Jawa Timur justru mengalami penurunan. Beberapa peneliti meyakini bahwa masa transisi masih berlangsung hingga sekarang. Selain itu pula, otonomi daerah masih terlihat seperti peralihan kekuasaan, bukan peralihan tanggung jawab. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang pun banyak terjadi pada kubu pemerintah daerah. Program-program pembangunan belum dilaksanakan secara optimal. Walaupun demikian, pelaksanaan otonomi daerah setelah tiga tahun kemudian telah mengalami peningkatan dalam hal ketenagakerjaan. Pembatasan wewenang pemerintah daerah melalui revisi undang-undang otonomi daerah UU No.322004 ternyata cukup memberi pengaruh yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan pertumbuhan kesempatan kerja yang terlihat pada era otonomi daerah II.

5.5. Peran Pertumbuhan Kesempatan Kerja dalam Mengurangi Jumlah