positif. Pada kuadran I ini menunjukkan bahwa wilayah atau sektor tersebut merupakan wilayah atau sektor yang maju.
2 Kuadran II menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di
wilayah tersebut cepat PP bernilai positif, namun daya saing yang dimiliki kurang baik dibandingkan wilayah lainnya PPW bernilai negatif.
3 Kuadran III menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di
wilayah tersebut lambat PP bernilai negatif dan daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya PPW bernilai negatif.
4 Kuadran IV menunjukkan bahwa pertumbuhan wilayah atau sektor tersebut
lambat PP bernilai negatif, namun daya saing sektor-sektornya baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya PPW bernilai positif.
5 Pada Kuadran II dan Kuadran IV terdapat garis miring yang membentuk sudut
45 dan memotong kedua kuadran tersebut. Bagian atas tersebut menunjukkan
bahwa sektor atau wilayah yang bersangkutan termasuk sektor atau wilayah yang maju sedangkan yang berada di bawah garis menunjukkan sektor atau
wilayah yang lamban.
2.2. Kerangka Pemikiran
Kebijakan sentralistik yang telah berjalan selama 32 tahun ternyata mendatangkan masalah bagi perekonomian nasional maupun Jawa Timur. Jawa
Timur sebagai kawasan penting pertumbuhan industri dan perdagangan bisnis di Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan pada sektor sekunder dan
tersiernya pasca saat krisis ekonomi tahun 1997. Penurunan tersebut terjadi karena pemerintah daerah juga sudah lama kehilangan kreativitas sehingga mereka tidak
bisa langsung tanggap untuk menangani krisis moneter. Dari kejadian tersebut dapat diketahui bahwa pemerintah gagal memahami dan mengantisipasi gejala
krisis ekonomi dan keuangan global. Hal ini disebabkan, dalam waktu yang cukup lama pemerintah pusat telah menggunakan terlalu banyak waktu untuk mengurus
masalah-masalah domestik. Oleh karena itu, kebijakan yang sentralistik diubah menjadi otonomi daerah yang desentralistik.
Alasan lainnya pemerintah memberlakukan otonomi daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam menilai kondisi daerah dan masyarakatnya
masing-masing dapat mempercepat laju pembangunan daerah. Dengan kata lain, dengan adanya otonomi daerah kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
Besarnya perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat ini yang akan menjadi tolok ukur efektif tidaknya pelaksanaan otonomi daerah. Kesejahteraan
masyarakat dapat diwujudkan dengan meningkatkan pertumbuhan kesempatan kerja. besarnya pertumbuhan kesempatan kerja merupakan salah satu faktor yang
menentukan seseorang melakukan migrasi atau tidak. Kondisi pertumbuhan kesempatan kerja dan arus migrasi yang terjadi pada
saat kebijakan otonomi daerah diberlakukan akan dibandingkan dengan kondisi pada saat otonomi daerah belum diberlakukan. Dengan demikian akan diketahui
apakah otonomi daerah dapat meningkatkan kesempatan kerja serta mengurangi migrasi atau tidak. Selain itu juga, hasil perbandingan antara kondisi pra dan
pasca otonomi daerah dapat menunjukkan apakah pelaksanaan otonomi daerah dapat memberikan hasil yang lebih baik dari pelaksanaan kebijakan yang
sentralistik atau tidak. Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan efektivitas otonomi daerah pun dihasilkan.
Keterangan : : menunjukkan alur yang berkesinambungan dan berurutan
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Kondisi Jawa Timur sebelum otonomi daerah
Kebijakan sentralistik diubah menjadi kebijakan otonomi daerah yang desentralistik
Perlu ada tolok ukur keberhasilan yang menunjukkan efektivitas otonomi daerah
Besarnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang dicapai pada era pelaksanaan otonomi daerah dan dibandingkan dengan sebelum
otonomi daerah diberlakukan
Pertumbuhan Kesempatan Kerja
Migrasi Keluar Pertumbuhan
kesempatan kerja yang meningkat
seharusnya dapat mengurangi
migrasi keluar Rekomendasi
Kebijakan untuk
Meningkatkan Efektivitas
Otonomi Daerah
III. METODE PENELITIAN 3.1.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan berupa data sekunder. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS serta Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Depnakertrans. Selain itu penulis juga melakukan studi pustaka dengan membaca jurnal, artikel internet serta literatur-literatur yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Referensi tersebut diperoleh dari instansi terkait seperti : Lembaga Sumberdaya Informasi Institut Pertanian Bogor LSI IPB,
perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, perpustakaan BPS pusat, media cetak, media elektronik dan melalui download dari website internet.
Adapun kurun waktu penelitian adalah 1996- 2007 di mana kurun waktu tersebut dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama adalah periode sebelum
otonomi daerah 1996-2000. Periode kedua adalah periode era otonomi daerah I yaitu tahun 2001-2003. Sedangkan periode ketiga adalah periode era otonomi
daerah II yaitu tahun 2004-2007. Periode era otonomi daerah dibagi menjadi dua periode bertujuan agar hasil analisisnya efektif. Hal ini dikarenakan analisis Shift
Share akan memiliki hasil yang efektif jika periode yang digunakan tidak lebih dari 5 lima tahun.
3.2. Metode Analisis Data
Untuk mendukung penelitian ini, maka digunakan metode analisis Shift Share dengan bantuan software Microsoft Excel 2007. Shift Share digunakan
sebagai alata analisis dalam mengidentifikasikan pertumbuhan sektor