Korelasi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja

dibandingkan daerah asal. Penelitian tersebut tidak mengelompokkan migran menurut kelompok umur.

2.1.5. Korelasi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja

Kebijakan sentralisasi dirasa kurang cocok diterapkan di Indonesia. Indonesia yang memiliki masyarakat dan kondisi alam yang berbeda-beda tiap daerahnya, membutuhkan kebijakan yang berbeda pula untuk membangun berbagai daerah di Indonesia. Kebijakan sentralisasi juga hanya akan membuat pemerintah pusat lebih terfokus pada perekonomian domestik dan kurang fokus terhadap perekonomian dunia. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat tersebar merata sampai ke pelosok daerah, pemerintah memberlakukan kebijakan otonomi daerah. Pengalihan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah ini dikarenakan pemerintah daerah lebih mengenal kondisi wilayah dan masyarakatnya masing-masing. Sistem yang desentralistik ini mengindikasikan bahwa daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pengelolaan sumber daya alam, dan peningkatan penerimaan daerah. Hal ini dimaksudkan agar daerah otonom lebih mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial dan kesempatan kerja. Selain itu pula dengan adanya otonomi daerah dapat lahir berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi. Adapun alasan diprioritaskannya pertumbuhan kesempatan kerja pada program otonomi daerah adalah agar pertumbuhan ekonomi daerah bisa berkelanjutan. Hal ini dapat dijelaskan dengan model Solow di mana untuk dapat menjelaskan pertumbuhan yang berkelanjutan perlu menganalisis pertumbuhan populasi penduduk. Peningkatan populasi penduduk menandakan angkatan kerja yang semakin meningkat. Peningkatan angkatan kerja ini akan mengurangi persediaan tingkat modal per pekerja. Gambar 2.2. menunjukkan bahwa kenaikan tingkat pertumbuhan populasi dari n 1 ke n 2 mengurangi tingkat modal per pekerja pada kondisi mapan dari k 1 ke k 2 . Karena k lebih rendah, dan karena y = fk maka tingkat output per pekerja y juga lebih rendah. Jadi peningkatan pertumbuhan populasi akan menurunkan GDP per kapita dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Sumber : Mankiw, 2000 Gambar 2.2. Dampak Pertumbuhan Populasi pada Tingkat Modal Per Pekerja k 2 k 1 Modal per pekerja, k δ+ n 2 k investasi pulang δ+ n 1 k pokok sfk investasi Kenaikan pertumbuhan populasi n Persediaan modal pada kondisi mapan turun Investasi, investasi pulang – pokok Pertumbuhan populasi yang semakin meningkat menyebabkan modal per pekerja dan output per pekerja turun. Namun, dengan teknologi yang semakin maju, output per pekerja dapat ditingkatkan. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dapat meningkatkan efektivitas para pekerja. Walaupun demikian, pertumbuhan populasi akan terus meningkat. Jika penambahan output hanya dikarenakan kemajuan teknologi tanpa menyerap angkatan kerja yang terus meningkat, maka pengangguran akan bertambah. Peningkatan pengangguran akan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat. Permintaan domestik yang menurun akan menurunkan pula total produksi. Penurunan output nasional akan menurunkan GDP dan dengan demikian pertumbuhan ekonomi pun melambat. Jadi dapat disimpulkan bahwa masalah pertumbuhan kesempatan kerja ini sangat penting. Hal ini dikarenakan pertumbuhan kesempatan kerja inilah yang akan membuat pertumbuhan ekonomi dapat terus tumbuh berkelanjutan. Dengan demikian semakin jelas terlihat bahwa program otonomi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan meningkatkan pertumbuhan kesempatan kerja.

2.1.6. Korelasi Otonomi Daerah dan Migrasi Keluar