116 Lampiran 3 lanjutan
Kode Sektor
9 10
11 12
13 14
15 16
1 0,0583
0,0084 0,0029 0,0089 0,0032 0,0026 0,0012 0,0024 2
0,0303 0,0100 0,0014 0,0185 0,0014 0,0012 0,0006 0,0008
3 0,0009
0,0041 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 4
0,0002 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001
5 0,4942
0,1536 0,1181 0,2110 0,1773 0,1084 0,0675 0,1106 6
0,0231 0,0189 0,0160 0,0285 0,0228 0,0289 0,0099 0,0157
7 0,0113
0,0151 0,0105 0,0218 0,0440 0,0643 0,0425 0,0072 8
0,1929 0,0562 0,0321 0,0642 0,0505 0,0437 0,0237 0,0403
9 1,0032
0,0154 0,0197 0,0030 0,0096 0,0201 0,0038 0,0026 10
0,0006 1,0009 0,0014 0,0013 0,0042 0,0010 0,0009 0,0004
11 0,0309
0,0097 1,0670 0,0159 0,0240 0,0103 0,0191 0,0064 12
0,0039 0,0025 0,0107 1,0294 0,0046 0,0018 0,0024 0,0017
13 0,0059
0,0387 0,0602 0,1789 1,0934 0,0047 0,0044 0,0050 14
0,0107 0,0310 0,0207 0,0391 0,0752 1,0430 0,0088 0,0039
15 0,0336
0,0243 0,0468 0,0531 0,0458 0,0312 1,0750 0,0162 16
0,0168 0,0354 0,1897 0,0312 0,0504 0,0222 0,0197 1,0264
Total 1,9167
1,4240 1,5973 1,7050 1,6065 1,3837 1,2797 1,2398
117
Lampiran 4 Kuesioner untuk menganalisa pendapatpersepsi stakeholder
KUESIONER PENELITIAN
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS AHP
Judul Penelitian :
PEMBANGUNAN SUBSEKTOR PERIKANAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KOTA SIBOLGA
IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ..........................................................
Tingkat Pendidikan : .......................................................... PekerjaanJabatan
: .......................................................... Tandatangan
: ..........................................................
MUHAMMAD ASPAN PANGGABEAN NRP A156110244
Komisi Pembimbing: Dr. Ir. BABA BARUS, MSc. Ketua
Dr. Ir. SETIA HADI, MS. Anggota
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2012
118
PENGANTAR
Untuk menyelesaikan studi ilmu perencanaan wilayah di sekolah pascasarjana institiut pertanian Bogor dan memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Magister, dengan ini saya : Nama
: Muhammad Aspan Panggabean NRP
: A156110224 Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah
Melakukan penelitian dengan berjudul: Studi Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah di Kota Sibolga
. Sehubungan dengan tugas akhir tersebut, saya menyusun kuisioner yang
berkaitan dengan upaya perencanaan pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga, maka dari itukami mohon kepada BapakIbu untuk menjawab seluruh
pertanyaan yang ada dalam kuisioner ini dengan jawaban yang benar dan akurat sesuai dengan pengalaman dan pengamatan BapakIbu selama ini, agar data
tersebut dapat diolahdianalisadan menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Atas perhatian dan bantuan BapakIbu serta kesediaan dalam meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner ini, kami ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Muhammad Aspan Panggabean
119
BAGIAN I
Diberi tanda [X] pada kotak pilihan yang tersedia. 1. Apakah BapakIbu mengetahui tentang istilah-istilah berikut :
Sektor Unggulan a. Ya
b. Tidak Potensi Lokal
a. Ya b. Tidak
Sektor Perikanan a. Ya
b. Tidak Pengembangan Wilayah
a. Ya b. Tidak
Sumberdaya Perikanan a. Ya
b. Tidak Sumberdaya Perikanan
a. Ya b. Tidak
Sumberdaya Manusia a. Ya
b. Tidak Sarana dan Prasarana Perikanan
a. Ya b. Tidak
Perikanan Tangkap a. Ya
b. Tidak Perikanan Budidaya
a. Ya b. Tidak
Pengolahan Hasil Perikanan a. Ya
b. Tidak PasarKonsumen
a. Ya b. Tidak
2. Apakah BapakIbu mengetahui sektor unggulan Kota Sibolga ? a. Tidak Tahu
b. Tahu Mohon BapakIbu memberikan pejelasan singkat.
3. Apakah BapakIbu mengetahui potensi perikanan di kota Sibolga? a. Tidak Tahu
b. Tahu Mohon BapakIbu memberikan pejelasan singkat.
120 4. Apakah BapakIbu mengetahui tentang strategi kebijakan pembangunan di
kota Sibolga? a. Tidak Tahu
b. Tahu Mohon BapakIbu memberikan pejelasan singkat.
5. Apakah BapakIbu mengetahui tentang strategi kebijakan pembangunan sektor perikanan di kota Sibolga?
a. Tidak Tahu b. Tahu
6. jika pertanyaan No. 12 dijawab tahu Dalam perumusan kebijakan pembangunan sektor perikanan apakah memperhatikan potensi lokal yang
ada? a. Tidak Tahu
b. Tahu Mohon BapakIbu memberikan pejelasan singkat.
7. Apakah BapakIbu mengetahui prioritas pembangunan sektor perikanan di kota Sibolga ?
a. Tidak Tahu b. Tahu
Mohon BapakIbu memberikan pejelasan singkat.
8. Apakah menurut BapakIbu kebijakan pembangunan perikanan sudah cukup baik dan kondusif untuk mendukung perkembangan wilayah di kota Sibolga?
a. Sudah b. Belum
121 9. jika pertanyaan No. 15 dijawab belum Kebijakan apa saja yang dibutuhkan
untuk mendorong peranan sektor perikanan, dan bagaimana prioritasnya ?
10. Menurut BapakIbu apa saja kelemahan kebijakan pembangunan perikanan di Kota Sibolga dan bagaimana cara mengatasinya?
122
BAGIAN II
Cara Menjawab Kuisioner :
Responden hanya menentukan nilai antara 1-9. Mohon diberi tanda silang X pada nilai yang dipilih. Ketentuan pembobotan masing-masing nilai seperti
pada tabel di bawah ini :
Nilai Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain
5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
7 Elemen yang satu jelas lebih pentingdari elemen yang lain
9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan dengan
nilai sebelum dan setelahnya
Contoh : Jika faktor A mutlak lebih penting dari faktor B, maka diisi
Faktor A
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Faktor B
Atau,
Faktor B lebih penting dari Faktor A, maka diisi :
Faktor A
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Faktor B
Selanjutnya dilakukan pemilihan skala prioritas seperti contoh diatas.
123
DAFTAR PERTANYAAN
Diisi sesuai petunjuk dan skala prioritas kepentingan. 1. Dalam menentukan skala Prioritas Pembangunan Subsektor Perikanan di
kota Sibolga, ada lima faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu: 1 Sumber Daya Perikanan SDI; 2 Sumber Daya Manusia SDM; 3 Sarana dan
Prasarana Sarpras; 4 PasarKonsumen; dan 5 PembiayaanPermodalan Biaya.
Menurut BapakIbu bagaimana perbandingan prioritas kepentingan dari setiap faktor tersebut?
SDI 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SDM
SDI 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sarpras
SDI 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pasar
SDI 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Biaya
SDM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sarpras
SDM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pasar
SDM 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Biaya
Sarpras 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pasar
Sarpras 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Biaya
Pasar 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Biaya
2. Berdasarkan faktor Sumber Daya Perikanan terdapat tiga kemungkinan kegiatan pengembangan pembangunan perikanan yaitu : 1 Perikanan
Tangkap; 2 Perikanan Budidaya; dan 3 Pengolahan Hasil Perikanan. Menurut BapakIbu kegiatan mana yang lebih dipertimbangkan?
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Budidaya
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
Budidaya 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
3. Sesuai dengan ketersediaan Sumber Daya Manusia, juga terdapat tiga
kegiatan pembangunan perikanan yang dapat dikembangkan, yaitu: 1 Perikanan Tangkap; 2 Perikanan Budidaya; dan 3 Pengolahan Hasil
Perikanan. Menurut BapakIbu bagaimana perbandingan tiga kegiatan tersebut?
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Budidaya
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
Budidaya 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
124
4. Berhubungan dengan dukungan Sarana dan Prasarana yang tersedia, maka
kegiatan pembangunan perikanan yang berpeluang besar untuk dikembangkan dimasa yang akan datang adalah: 1 Perikanan Tangkap; 2 Perikanan
Budidaya; dan 3 Pengolahan Hasil Perikanan. Menurut BapakIbu bagaimana perbandingan kegiatan-kegiatan tersebut ?
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Budidaya
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
Budidaya 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
5. Faktor PasarKonsumen mempengaruhi kebijakan pembangunan sektor
perikanan, menjadi: 1 Perikanan Tangkap; 2 Perikanan Budidaya; dan 3 Pengolahan Hasil Perikanan. Menurut BapakIbu bagaimana perbandingan
kegiatan-kegiatan tersebut ?
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Budidaya
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
Budidaya 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
6. Faktor Biaya turut menentukan jenis kegiatan pembangunan perikanan
menjadi tiga sektor yaitu: 1 Perikanan Tangkap; 2 Perikanan Budidaya; dan 3 Pengolahan Hasil Perikanan. Menurut BapakIbu bagaimana
perbandingan kegiatan-kegiatan tersebut ?
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Budidaya
Tangkap 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
Budidaya 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengolahan
125
BAGIAN III
Pada bagian ini BapakIbu dimohon untuk memberikan pendapat berdasarkan pengalaman dan pengamatan di lapang berdasarkan aktivitas
subsektor perikanan untuk memilih lokasi yang tepat untuk pengembangan subsektor perikanan tersebut. Lokasi dimaksud disini adalah tempat untuk
pengembangan sarana dan prasarana pendukung subsektor perikanan serta kegiatan-kegitan perikanan lainnya.
DAFTAR PERTANYAAN
1. Apakah BapakIbu setuju jika kota Sibolga dijadikan sebagai kota perikanan seperti hal yang dicanangkan pemerintah daerah?
a. Ya b. Tidak
Jelaskan alasan singkatnya.
2. Apakah BapakIbu mengetahui lokasi-lokasi aktivitas perikanan di kota Sibolga?
a. Ya b. Tidak
Jika jawaban Ya, lanjut ke pertanyaan berikutnya. 3. Pilih kelurahan sebagai lokasi aktivitas perikanan di kota Sibolga yang
BapakIbu ketahui. pilih beberapa lokasi yang BapakIbu ketahui. 1. Sibolga Utara
2. Sibolga Kota a. Sibolga Ilir
a. Kota Baringin b. Simaremare
b. Pasar Baru c. Huta Tongatonga
c. Pasar Belakang d. Angin Nauli
d. Pancuran Gerobak e. Huta Barangan
3. Sibolga Sambas 4. Sibolga Selatan
a. Pancuran Dewa a. Aek Habil
b. Pancuran Bambau b. Aek Manis
c. Pancuran Kerambil c. Aek Parombunan
d. Pancuran Pinang d. Aek Muara Pinang
126 4. Dari beberapa kelurahan yang BapakIbu pilih, kegiatan perikanan apa saja
yang dilakukan di kelurahan tersebut dan sangat tepat untuk dilakukan pengembangan subsektor perikanan? bila perlu, pilih lebih dari satu jawaban,
coret jika lokasi tidak mendukung. Mohon ditandai pada peta yang ada pada nomor 6.
Kelurahan
Per ik
ana n
Tangkap Per
ik ana
n B
udi day
a Dar at
Per ik
ana n
B udi
day a
Per ai
ra n
Tem pa
t B
ong kar
Mua t
Ik an
da ri
K apa
l Pengol
aha n
H as
il Per ika
nan Indus
tr i
Per ik
ana n
Sibolga Ilir Simaremare
Huta Tongatonga Angin Nauli
Huta Barangan Kota Baringin
Pasar Baru Pasar Belakang
Pancuran Gerobak Pancuran Dewa
Pancuran Bambu Pancuran Kerambil
Pancuran Pinang Aek Habil
Aek Manis Aek Parombunan
Aek Muara Pinang
5. Menurut BapakIbu, apa saja infrastruktur subsektor perikanan yang perlu di benahi dan dikembangkan di kota Sibolga? berikan catatan pada kotak
tersedia.
127 6. Lanjutan dari pertanyaan 4, mohan BapakIbu sket pada peta yang ada dan
memberikan keterangannya pada kolom tersedia.
128 7. Dengan keterbatasan ruang yang ada, untuk mengembangkan sarana dan
prasarana khususnya di subsektor perikanan, menurut BapakIbu kebijakan apa yang tepat dilakukan pada masyarakat yang memiliki hak milik lahan
sebagai tempat pengembangan sarana dan prasarana tersebut agar program peningkatan subsektor perikanan ini dapat terwujud? berikan pendapat
BapakIbu pada kotak tersedia.
8. Jika industri perikanan di kembangkan, apakah masyarakat telah siap untuk menerimanya? Bagaimana kesiapan SDM masyarakat dan jika pekerja
disektor industry ini menyerap tenaga kerja dari luar daerah dikarenakan persaingan kualitas SDM, bagaimana menurut BapakIbu akan hal ini?
berikan pendapat BapakIbu pada kotak tersedia.
ABSTRACT
MUHAMMAD ASPAN PANGGABEAN. Study Of Fisheries Subsector in Supporting Regional Development in Sibolga. Under direction of BABA BARUS
and SETIA HADI
Fisheries subsector is expected to be a strategic sector for future regional development in Sibolga, because this sector based on local resources that can be
renewable. The purposes of this study are to: 1 to identify the fisheries subsector development in Sibolga, 2 to analyze the backward and forward linkages of the
fisheries subsector economy in Sibolga, 3 to explore the perceptions of stakeholders about fisheries subsector development in Sibolga and 4 to
formulate the direction of fisheries subsector development priorities in Sibolga. The data analysis used are descriptive analysis, Hierarcy Analytical Process
AHP, and Input-Output I-O. The results showed that the fisheries subsector contributes the highest gross regional domestic product up to 22.86 and
contributes to the total output up to 17.70. Fisheries still have a potential to explore 123,63 thousand tons in WPP-572 zones, in addition to the exploitation
outside the exclusive economic zone. The aquaculture activities KJA still have space 1,276.97 Ha to be used, located in the district of North Sibolga and Sibolga
City. Fishieries subsector in total still has small backward and forward linkage. The low linkages fisheries subsector provide a low impact on increasing the
output of other sectors directly and indirect linkages to other sectors. The perception of all stakeholders says human resources from fishing activities is a top
priority in developing the fisheries subsector, but from analysis human resource aquaculture should be a priority development in fisheries subsector in Sibolga.
Keywords: fisheries subsector, regional development, linkages, Sibolga
RINGKASAN
MUHAMMAD ASPAN PANGGABEAN. Studi Peran Subsektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah di Kota Sibolga. Dibimbing oleh BABA BARUS
and SETIA HADI
Subsektor perikanan merupakan sektor dengan potensi dan diversitas yang besar yang sifatnya dapat diperbaharui. Subsektor ini diharapkan akan terus
berkembang menjadi sektor strategis dalam pembangunan wilayah kota Sibolga pada masa yang akan datang. Tujuan penelitian ini adalah: 1 mengidentifikasi
pengembangan subsektor perikanan di kota Sibolga; 2 menganalisis peran subsektor perikanan dan keterkaitannya ke belakang dan ke depan backward and
forward linkage dalam perekonomian kota Sibolga; 3 menggali persepsi stakeholder terhadap pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga dan; 4
merumuskan arah pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga.
Potensi sumber daya ikan tahun 2010 di WPP-572 mencapai 565,30 ribu ton. Pemanfaatan potensi ini baru mencapai 441,67 ribu ton dihitung dari jumlah
ikan yang didaratkan di pantai barat sumatera. Artinya masih ada peluang pemanfaatan pengelolan sumber daya ikan sebesar 123,63 ribu ton lagi disamping
pemanfaatan perairan lepas di luar Zona Ekonomi Ekslusif pantai barat Sumatera.
Kegiatan perikanan budidaya yang dilakukan, terdiri dari budidaya air laut kegiatan kerambah jaring apung dan budidaya air tawar kolam. Untuk
perikanan budidaya KJA, nilai ekonomis ikan yang di budidayakan memiliki nilai yang tinggi bila dibandingkan dengan ikan konsumsi lokal. Bila dilihat dari sisi
pemanfaatan ruang, perairan laut masih digunakan oleh empat masyarakat pembudidaya dengan pemanfaatan baru sekitar 0,0159 Ha sedangkan potensi
pemanfaatan ruang sekitar 1.626,997 Ha hal ini yang mengakibatkan produktivitas KJA masih sangat rendah. Sedangkan perikanan air tawar juga memiliki peluang
ekonomi, ini terlihat masih dibutuhkannya impor ikan dari luar daerah untuk memenuhi permintaan pasar di kota Sibolga.
Subsektor perikanan memberikan kontribusi peringkat tertinggi PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2010 sebesar Rp 352.873,43 juta atau 22,86 dari total
PDRB kota Sibolga. Berdasarkan output total seluruh sektor, perikanan tangkap memberikan kontribusi sebesar 16,20 yang menempati peringkat ke-2 setelah
sektor perdagangan 18,37 dan perikanan budidaya memberikan kontribusi sebesar 1,50. Namun dari output total perikanan tangkap tersebut 4,33 dan
perikanan budidaya 5,73 saja yang digunakan untuk memenuhi permintaan antara, sedangkan sisanya digunakan untuk memenuhi permintaan akhir.
Hasil analisis direct forward linkage dan direct backrward linkage, subsektor perikanan secara total memiliki keterkaitan sektoral yang masih rendah.
Meskipun keterkaitan langsung subsektor perikanan rendah, pengaruh tidak langsung subsektor perikanan ini terhadap sektor-sektor cukup besar. Nilai daya
sebar ke belakang backward linkages effect ratio perikanan tangkap memiliki kekuatan sebesar 0,7116 dan perikanan budidaya sebesar 1,1086. Sedangkan nilai
derajat kepekaan forward linkages effect ratio, perikanan tangkap memiliki nilai kekuatan sebesar 0,9296 dan perikanan budidaya sebesar 0,6857.
Hasil multiplier effect output perikanan tangkap adalah 1,1013 peringkat ke-16 sedangkan perikanan budidaya sebesar 1,7158 peringkat ke-4; multiplier
effect nilai tambah bruto perikanan tangkap sebesar 1,0771 peringkat ke-16 dan perikanan budidaya sebesar 2,3445 peringkat ke-2; multiplier effect pendapatan
perikanan tangkap sebesar 1,0807 peringkat ke-15 sedangkan perikanan budidaya sebesar 14,4339 peringkat ke-1. Mengacu pada semua parameter
multiplier effect tersebut, pengaruh penggandaan yang signifikan subsektor perikanan terhadap sektor-sektor lain di kota Sibolga yang paling tinggi adalah
perikanan budidaya.
Hasil analisis terhadap lima faktor yang berpengaruh dalam penentuan kegiatan pembangunan perikanan berdasarkan persepsi stakeholders subsektor
perikanan di kota Sibolga, mendapatkan prioritas: 1 Sumber daya manusia dengan skor penilaian 0,270; 2 Sarana dan prasarana dengan skor 0,226; 3
Modal dengan skor 0,214; 4 Sumber daya ikan dengan skor 0,208; dan 5 Pasar skor 0,081. Untuk prioritas kegiatan pengembangan di Kota Sibolga adalah
perikanan tangkap skor 0,431, pengolahan hasil perikanan skor 0,352, dan budidaya perikanan skor 0,217. Menurut stakeholder skala prioritas
pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga adalah pengembangan kegiatan perikanan tangkap dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusianya.
Hasil analisis dari penelitian ini maka, arahan kebijakan pengembangan subsektor perikanan menuju sektor yang strategis berdasarkan kondisi, potensi,
peranan dan keterkaitan antar sektor, bahwa prioritas pembangunan subsektor perikanan, kegiatan perikanan budidaya terlebih dahulu menjadi perhatian khusus
untuk dikembangkan mengingat nilai multiplier effect yang dihasilkannya dari sistem perekonomian wilayah di kota Sibolga yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perikanan tangkap, lalu dilanjutkan dengan pengembangan sektor-sektor baru yang dapat memberikan dampak keterkaitan langsung sektoral untuk
pertumbuhan perekonomian wilayah di kota Sibolga, baik dari sektor hulu maupun sektor hilir. Untuk mengembangkan prioritas pengembangan ini,
diperlukan alokasi ruang yang nantinya diharapkan dituangkan dalam rencana tata ruang daerah.
Kata kunci: subsektor perikanan, pengembangan wilayah, kota sibolga
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan. Pembangunan ekonomi membutuhkan suatu perencanaan pembangunan ekonomi yang baik.
Kegiatan ekonomi rakyat yang berbasis potensi lokal yang berkembang di suatu wilayah akan berperan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
dan menjadi motor penggerak pengembangan wilayah. Keberlangsungan sektor ekonomi tersebut perlu didukung dengan perencanaan wilayah yang efektif dan
efisien. Dalam upaya pengembangan ekonomi lokal harus menjadi perhatian dan penting dilaksanakan oleh daerah. Untuk mengembangkan ekonomi lokal perlu
adanya keterlibatan pemerintah daerah dan kelompok-kelompok masyarakat setempat dalam mengelola sumberdaya yang ada. Konsep pokok dari
pengembangan ekonomi lokal merupakan kegiatan pembangunan yang bertumpu kepada kekuatan endogen dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada.
Sumber daya perikanan merupakan sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama prime
mover ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas
maupun diversitas. Kedua, industri di subsektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, industri perikanan berbasis sumber daya
nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan comparative advantage yang tinggi di
subsektor perikanan sebagaimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada. Undang Undang No. 25 Tahun 1999 jelas menyatakan bahwa daerah
otonom memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakannya sendiri untuk pembiayaan
pembangunan daerah. Permasalahan yang muncul di daerah adalah, ketika mulai merencanakan anggaran pembangunan sektoral harus memahami potensi-potensi
2 sektoral yang ada di daerah terutama sektor-sektor yang memiliki efek sebar
diffusion effect untuk menggerakkan sektor-sektor ekonomi lain. Sibolga merupakan tempat yang paling sibuk di pantai barat Sumatera.
Status Sibolga saat ini tidak terlepas dari sejarah panjangnya sebagai pusat pengembangan perikanan sejak kolonial Belanda, sesudah kemerdekaan, dan orde
baru. Berbicara tentang armada perikanan kelas menengah dan besar di pantai barat Sumatera adalah berbicara tentang nelayan Sibolga. Dengan alat tangkap
utamanya purse seine dan long line, nelayan Sibolga menaklukkan perairan pantai barat Sumatera, bahkan sampai ke selatan Jawa Timur Indonesia Nikijuluw,
2005. Jonny et al. 2011 dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa kota
Sibolga merupakan salah satu kota yang memiliki usaha perikanan yang relatif besar dibanding kota-kota lainnya di pantai barat Sumatera. Di kota ini
pengusaha-pengusaha perikanan telah berperan aktif dalam memajukan produksi perikanan lokal, regional bahkan nasional. Hasil tangkap ikan yang dibongkar dan
ditampung di tangkahan-tangkahan atau tempat pendaratan ikan, disamping dipasarkan di pasar lokal, hasil produksi ikan ini juga diekspor keluar daerah.
Dengan letaknya yang berada pada wilayah pesisir pantai barat Sumatera Utara, produksi perikanan yang utamanya terbesar berada pada perikanan tangkap.
Hal ini dapat dilihat dari produksi hasil penangkapan ikan laut di kota Sibolga dari data BPS mengalami peningkatan sebesar 28,67 persen pada periode 2008 hingga
2010, dari produksi sebesar 40.956,06 ton di tahun 2008 menjadi 52.693,3 ton pada tahun 2010.
BPS kota Sibolga 2011b juga mencatat nilai PDRB tahun 2010 berdasarkan harga berlaku berada pada nilai Rp 1,544 trilyun sedangkan jika
dilihat berdasarkan harga konstan 2000 berada pada nilai Rp 740 milyar dengan laju pertumbuhan PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar 6,04
persen. Peranan sektoral atas dasar harga berlaku, terlihat bahwa sektor pertanian subsektor
perikanan menjadi
kontributor terbesar
ekonomi regional
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 23,87 persen. Namun demikian dari data statistik tenaga kerja BPS kota Sibolga dari lima jenis lapangan
usaha yang tercatat, dengan jumlah angkatan kerja yang berusia di atas 15 tahun
3 ke atas sebesar 59.474 jiwa atau 70,40 persen dari jumlah penduduk, subsektor
perikanan yang merupakan bagian dari sektor pertanian peternakan dan perikanan hanya menampung tenaga kerja sebesar 10,57 persen atau menduduki
peringkat keempat tertinggi dari lima jenis lapangan usaha yang ada. Sektor lain seperti lapangan usaha lainnya yang meliputi pertambangan dan penggalian,
listrik, gas dan air, konstruksibangunan, angkutan, pergudangan dan komunikasi, keuangan asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan
menampung tenaga kerja sebesar 27,43 persen, industri pengolahan menampung sebesar 5 persen dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 11,89 persen. Sedangkan
sektor perdagangan, rumah makan dan hotel menampung tenaga kerja dengan angka tertinggi yaitu sebesar 45,11 persen. Dari data ini, peranan subsektor
perikanan belum memberikan kontribusi penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Pada tahun 2010 BPS mencatat bahwa dengan garis kemiskinan sebesar Rp
286.825 per kapita per bulan jumlah penduduk yang dikategorikan miskin mencapai angka 13.910 jiwa atau sebesar 11,71 persen dari jumlah penduduk kota
Sibolga yang ada. Disamping itu juga kota Sibolga yang merupakan daerah penghasil ikan, masih membutuhkan impor ikan untuk memenuhi permintaan
pasar. Daryanto dan Hafizrianda 2010 mengatakan bahwa dampak pembangunan
suatu sektor ekonomi wilayah tidak dapat dilihat sebatas pada kemampuannya menciptakan PDRB semata, hal yang lebih penting adalah bagaimana sektor
tersebut mampu menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah, dengan kata lain bagaimana sektor tersebut mampu memberikan efek lanjut terhadap aktivitas
pembangunan sektor lain. Peraturan Presiden No. 13 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Sumatera bahwa kota Sibolga telah ditetapkan sebagai salah satu pusat kegiatan wilayah PKW industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan dan juga
sebagai kawasan andalan Tapanuli dan sekitarnya yang yang terhubung dengan akses ke dan dari pelabuhan Sibolga. Dengan ketetapan dan dukungan dari
pemerintah pusat, kota Sibolga dapat menjadi pusat pertumbuhan yang potensial di wilayah barat Sumatera, khususnya sebagai pendukung perkembangan wilayah
Tapanuli dan sekitarnya dengan dukungan pemerintah pusat.
4 Jika dilihat dari fungsi kota yang merupakan tempat pasar dan rantai
perdagangan produk dari pedesaan dan wilayah sekitarnya, peningkatan pembangunan ekonomi di perkotaan akan memberikan peluang lapangan
pekerjaan, termasuk bagi para migran dari wilayah sekitarnya. Dalam konteks ini pembangunan kota berdampak positif bagi penduduk sekitar kota dalam
memperoleh pekerjaan Sadyohutomo, 2008. Sibolga yang fungsi administrasi fungsionalnya berupa kota dan telah ditetapkannya sebagai salah satu pusat
kegiatan wilayah di pantai barat Sumatera menjadi tantangan kedepan bagi perencana wilayah daerah untuk menata dan merencanakan pengembangan
sektor-sektor penumbuh perekononian agar tercipta tujuan pembangunan nasional. Letak Sibolga yang berada di posisi teluk Tapian Nauli, dimana lautan di
teluk ini sangat tenang, aman serta terlindung dari gelombang laut, juga berada di pertengahan kawasan pantai barat Sumatera, memberikan keuntungan untuk
dijadikan sebagai pelabuhan pendaratan ikan. Dengan kata lain sangat potensial untuk dijadikan sebagai kota perikanan. Statusnya sebagai kota perikanan bukan
sebagai tempat menangkap ikan, tetapi adalah sebagai tempat pendaratan ikan serta penyedia logistik yang dibutuhkan untuk mendukung sektor perikanan
tersebut Bappeda Kota Sibolga, 2010. Dengan demikian untuk menjadikan subsektor perikanan sebagai motor
penggerak sektor riil dalam pengembangan wilayah harus memperhatikan kaidah ekonomi dengan memperhatikan keterkaitan dengan berbagai sektor lain. Untuk
pengembangan subsektor
perikanan diperlukan
upaya-upaya yang
berkesinambungan, sistematis dan terencana dalam perencanaan wilayah. Sehingga diharapkan terciptanya pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latarbelakang yang telah diuraikan sebelumnya, subsektor perikanan perlu dianalisa peranannya terhadap pengembangan wilayah di kota Sibolga
dikarenakan subsektor perikanan merupakan sektor dengan peluang yang berpotensi, beragam, serta bersifat dapat diperbaharui renewable resources.
Sehingga pada akhirnya dengan memanfaatkan peluang yang ada, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menumbuhkan perekonomian
wilayah.
5 Dari sejarah Sibolga yang sejak dahulu dijadikan sebagai sentra alir aktivitas
barang dan jasa perikanan serta tempat bongkar ikan yang sangat aktif di wilayah pantai barat Sumatera, aktivitas membongkar hasil tangkapan ikan dan memuat
kebutuhan nelayan untuk melaut kembali sangat aktif, baik kapal yang berasal dari kota Sibolga maupun kapal-kapal yang hanya menjual hasil tangkapannya di
pelabuhan perikanan. Bagi pihak perencana daerah posisi ini menjadi tantangan dalam
menentukan skala
prioritas pembangunan.
Diharapkan dengan
mengembangkan subsektor perikanan, kedepannya sektor ini dapat menjadi sektor strategis daerah untuk meningkatkan pengembangan perekonomian kota Sibolga
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk menjadikan subsektor perikanan sebagai sektor yang strategis bagi perekonomian kota Sibolga, selain
melalui peningkatan peranan dan sumbangannya dalam perekonomian, juga harus dilakukan dengan meningkatkan keterkaitan dengan sektor-sektor lain dalam
internal wilayah. Keterkaitan subsektor perikanan harus ditingkatkan agar mampu menarik sektor-sektor di hulunya sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang
dan mendorong sektor-sektor di hilirnya sektor yang memiliki keterkaitan ke depan. Semakin kuat keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor-sektor lain,
akan makin besar pula pengaruhnya dalam perkembangan wilayah kota Sibolga. Oleh karena itu, untuk mengetahui peranan dan sumbangan subsektor perikanan
dalam perekonomian wilayah serta keterkaitannya dengan sektor lain dan prospek serta potensi pengembangan pembangunan wilayah, perlu dilakukan identifikasi
sehingga dapat disusun arahan pembangunan yang tepat dan akurat. Untuk mendukung salah satu misi pemerintahan kota Sibolga yaitu
“Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sibolga melalui pertumbuhan ekonomi yang lebih merata, mengurangi pengangguran serta penataan ruang
yang berwawasan lingkungan ” diperlukan optimalisasi pembangunan kearah
peningkatan kesejahteraan masyarakat di kota Sibolga, peran partisipasi aktif masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasannya telah menjadi sasaran utama dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan. Pelibatan masyarakat dan stakeholders pembangunan akan
menjadikan pembangunan berjalan dengan lebih baik dan lebih aspiratif. Dalam kaitannya dengan subsektor perikanan, stakeholders yang dimaksud adalah
6 masyarakat nelayan, pihak swasta, pemerintah daerah dan lembaga swadaya
masyarakat. Oleh karena itu dalam menyusun rencana pembangunan subsektor perikanan, pendapat dan persepsi seluruh stakeholders yang terlibat harus dapat
diketahui. Dari hasil identifikasi terhadap kondisi dan peluang subsektor perikanan, peranan dan keterkaitannya dengan sektor-sektor perekonomian lain
serta persepsi stakeholders perikanan serta lokasi yang tepat dalam pengembangan sarana dan prasarana perikanan maka disusun arahan pengembangan subsektor
perikanan di kota Sibolga. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, penelitian ini diharapkan
akan menjawab dan merumuskan permasalahan dan solusi perencanaan wilayah di kota Sibolga dalam meningkatkan perekonomian wilayah dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk itu perlu dicarikan solusi dari pertanyaan- pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan subsektor perikanan di kota Sibolga? 2. Bagaimana peran subsektor perikanan dan keterkaitan sektoralnya ke
belakang dan ke depan backward and forward linkage dalam perekonomian kota Sibolga?
3. Bagaimana persepsi stakeholders terhadap pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga?
4. Bagaimana rencana pembangunan dan pengembangan subsektor perikanan, dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi subsektor perikanan di kota
Sibolga?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi pengembangan subsektor perikanan di kota Sibolga. 2. Menganalisis peran subsektor perikanan dan keterkaitannya ke belakang dan
ke depan backward and forward linkage dalam perekonomian kota Sibolga. 3. Menggali persepsi stakeholders terhadap pembangunan subsektor perikanan
di kota Sibolga. 4. Merumuskan arahan pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan hasil analisis keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi regional kota Sibolga dengan menggunakan analisis tabel Input-Output Tahun 2010 kota
Sibolga yang di turunkan dari tabel I-O Provinsi Sumatera Utara 2010 yang merupakan hasil update dengan metode semi survei dan potensi-potensi prospek
dimasa yang akan datang dalam pengembangan subsektor perikanan di kota Sibolga, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan strategi pengembangan pembangunan di kota Sibolga.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengembangan Wilayah
Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa yang akan
datang. Sebagai proses yang bersifat terpadu, pembangunan dilaksanakan berdasarkan potensi lokal yang dimiliki, baik potensi sumber daya alam, manusia,
buatan, maupun sumber daya sosial. Pembangunan juga merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat
menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Tujuan akhir pembangunan adalah tercapainya
kesejahteraan bagi masyarakat Rustiadi et al., 2011. Perencanaan pembangunan menurut Riyadi dan Bratakusumah 2004
merupakan upaya untuk memilih dan menghubungkan fakta-fakta serta menggunakan asumsi-asumsi tentang masa yang akan datang dengan jalan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pada umumnya suatu perencanaan mengandung
beberapa hal pokok yang meliputi: 1 Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta yang ada, 2 Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan
sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan, 3 Adanya tujuan yang dicapai sebagai sarana atau alat untuk mencapai tujuan tersebut, 4 Bersifat
memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan, 5 Adanya kebijaksanaan
sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan. Perencanaan dapat dilakukan dengan pendekatan sektoral dan pendekatan
regional. Pendekatan sektoral memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada diwilayah tersebut, sedangkan pendekatan regional memperhatikan
penggunaan ruang untuk kegiatan produksi barang dan jasa, memprediksi arah konsentrasi kegiatan, memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing
konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien. Pendekatan pembangunan
10 wilayah harus tergabung antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional
Tarigan, 2005. Pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan perikanan harus dijadikan
sebagai arus utama pembangunan nasional baik secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Hal ini dikarenakan beberapa alasan yaitu: 1 melimpahnya sumber
daya yang kita miliki, dengan sejumlah keunggulan komparatif sekaligus kompetitif yang sangat tinggi; 2 keterkaitan yang kuat backward dan forward
linkage antara industri berbasis kelautan dan perikanan dengan industri dan aktivitas ekonomi lainnya; 3 merupakan sumber daya yang senantiasa dapat
diperbaharui sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif ini dapat bertahan lama asal diikuti dengan pengelolaan yang arif; 4 dari aspek politik, stabilitas
politik dalam dan luar negeri dapat dicapai jika kita memiliki jaminan keamanan dan pertahanan dalam menjaga kedaulatan perairan; dan 5 dari sisi sosial dan
budaya, merupakan penemuan kembali reinventing aspek kehidupan yang pernah dominan dalam budaya dan tradisi kita sebagai bangsa maritim Dahuri,
2002. Pengembangan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia
untuk meningkatkan produksi dibidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik Bahari, 1989
diacu dalam Pulu, 2011. Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral,
spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar
sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan
sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis
Rustiadi et al., 2011. Menurut Rustiadi et al. 2011, skala prioritas diperlukan dalam suatu
perencanaan pembangunan karena keterbatasan sumber daya yang tersedia. Dari
11 dimensi pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas pemahaman bahwa:
1 setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan penyerapan tenaga kerja, pendapatan
wilayah, dan lain-lain; 2 setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor- sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan 3 aktivitas sektoral
tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya.
Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah seharusnya mengarahkan pengeluarannya kepada sektor-sektor unggulan karena mempunyai
nilai keterkaitan dan multiplier effect yang besar. Selain pemerintah, peran yang sangat diharapkan adalah dari investasi. Investasi yang mengarah kepada sektor
unggulan juga akan meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian daerah. Kinerja pembangunan daerah dapat tercapai apabila penganggaran telah sesuai
dengan tujuan daerah itu sendiri, diantaranya adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan wilayah, dan meningkatkan daya beli
masyarakat Suryawardana, 2006. Sebaran Nilai Tambah Bruto tiap sektoral yang mencerminkan tingkat
berkembangnya struktur perekonomian wilayah, dari struktur ini dapat menjadi dasar untuk penetapan perencanaan pengembangan wilayah suatu daerah.
Berdasarkan kontribusi sektoral ini dapat dilihat apakah dominasi struktur ekonomi suatu daerah berbasis SDA primer, berbasis pada kegiatan ekonomi
produktif dan industrialisasi sekunder, dan atau jasa pelayanan dan perbankan tersier. Indikator-indikator ekonomi ini penting bagi investor untuk mengetahui
kegiatan ekonomi yang berkembang di suatu daerah Jusuf, 2012. Sebagai penciri struktur ekonomi perkotaan, Jusuf 2012 juga mengatakan
bahwa sektor basis yang berkembang di suatu wilayah dengan penyumbang struktur pembentukan ekonomi wilayah terbesar terlihat dari berkembanganya
sektor-sektor dengan basis kegiatan yang bergerak pada sektor sekunder dan sektor tersier. Sektor sekunder ini berupa sektor lanjutan dari penunjang sektor
primer manufactur yang cenderung berkaitan pada sumber daya manusia, modal, teknologi dan bahan baku yang berasal dari sektor primer. Sektor ini meliputi
lapangan usaha industri pengolahan, gas, listrik, air minum dan konstruksi.
12 Sedangkan untuk sektor tersier merupakan sektor ekonomi yang berkaitan dengan
nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan informasi, daya cipta, organisasi dan koordinasi antar manusia sehingga tidak memproduksi dalam
bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa. Sektor ini meliputi lapangan usaha perdagangan, restoran, hotel, angkutan, keuangan, komunikasi, dan jasa-jasa.
2.2 Peranan Subsektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah
Tujuan pokok dari pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom adalah untuk mempercepat perkembangan ekonomi daerah. Cara yang
efektif dan efisien untuk membangun ekonomi daerah adalah melalui pendayagunaan berbagai sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini
sumber daya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya agribisnis seperti sumber daya alam.
Perikanan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah peradaban manusia dari sejak zaman prasejarah, zaman batu tone age, hingga
zaman modern sekarang ini. Bahkan sejak sejak zaman manusia purba Homo Erectus dan Australophiticus ikan telah menjadi menu makanan manusia purba
tersebut Zuggarrmudi et al., 1995 diacu dalam Fauzi, 2010. Perikanan di zaman modern tidak meninggalkan peranan utamanya sebagai
pemenuhan kebutuhan pangan, khususnya protein hewani sebagaimana telah dilakukan sejak zaman prasejarah. Subsektor perikanan menyediakan rata-rata
paling tidak 15 persen protein hewani per kapita kepada lebih dari 2,9 miliar penduduk dunia Fauzi, 2010.
Acherson diacu dalam Fauzi 2010 mengatakan bahwa 200 juta ternak dibutuhkan untuk mensubsidi kebutuhan protein dari ikan tersebut. Serta data
FAO menunjukkan hampir 1 milyar penduduk dunia yang umumnya tinggal di negara berkembang sangat menggantungkan protein hewaninya dari hasil
perikanan laut. Peranan ekonomi pada subsektor perikanan juga dapat dilihat dari
kontribusinya terhadap lapangan pekerjaan. Perikanan baik secara langsung maupun tidak langsung memainkan peranan penting bagi jutaan orang yang
13 bergantung hidupnya pada subsektor perikanan. Data FAO tahun 2009
diperkirakan 43,5 juta orang tahun 2006 secara langsung terlibat dalam kegiatan perikanan baik sebagai pekerja penuh maupun paruh waktu. Perikanan telah
menjadi “mesin pertumbuhan” ekonomi regional dibeberapa negara yang secara “budaya” sudah menjadikan ikan sebagai bagian hidup mereka Fauzi, 2010.
2.3 Permasalahan Pembangunan Perikanan
Secara umum sumber daya dapat dikelompokkan sebagai sumber daya alam natural resources, sumber daya manusia human resources, sumber daya
buatan man made resources, dan sumber daya sosial social recources. Dalam pengelompokan ini, sumber daya perikanan tergolong sebagai sumber daya alam
yang lebih khusus lagi diklasifikasikan sebagai sumber daya alam flow alir, dimana jumlah kuantitas fisiknya berubah sepanjang waktu. Dengan kata lain,
disebut sumber daya yang dapat diperbaharui renewable tergantung pada proses reproduksinya. Berdasarkan sifat persaingan untuk memanfaatkan dan
kemungkinan penguasaannya, maka sumber daya perikanan digolongkan sebagai barang publik public goods
1
karena memiliki dua sifat dominan yaitu non- rivalry dan non-excludable Fauzi, 2006.
Menurut Widodo dan Suadi 2006, beberapa ciri yang dapat menjadi patokan perikanan sedang menuju kondisi overfishing adalah: 1 waktu melaut
menjadi lebih panjang dari biasanya; 2 lokasi melaut menjadi lebih jauh dari biasanya; 3 ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya; 4
produktivitas hasil tangkapan per satuan upaya atau trip, CPUE yang menurun; 5 ukuran ikan sasaran yang semakin kecil; dan 6 biaya operasional
penangkapan yang semakin meningkat. Fauzi dan Anna 2005 menyatakan bahwa penyebab utama krisis perikanan
global adalah buruknya pengelolaan perikanan dilihat dari dua fenomena menonjol, yaitu overcapacity dan destruksi habitat. Dari kedua fenomena itu
kemudian muncul berbagai penyebab lain, misalnya subsidi yang massive,
1
Public goods memiliki dua kata kunci. Pertama, dia adalah non-rival yang berarti pemakaian oleh seseorang pengguna tidak mengurangi pasokan yang tersedia bagi yang lainnya. Kedua, dia
adalah non-excludable, artinya para pengguna public goods tidak dapat dikecualikan dari penggunaan public goods tersebut.
14 kemiskinan, overfishing dan berbagai turunannya. Overcapacity di subsektor
perikanan akan menimbulkan berbagai masalah, yaitu: 1 tidak sehatnya kinerja subsektor perikanan sehingga permasalahan kemiskinan dan degradasi sumber
daya dan lingkungan menjadi lebih persisten; 2 menimbulkan tekanan yang intens untuk mengeksploitasi sumber daya ikan melewati titik lestarinya; 3
menimbulkan inefisiensi dan memicu economic waste sumber daya yang ada, di samping menimbulkan komplikasi dalam pengelolaan perikanan, terutama dalam
kondisi akses yang terbuka open acces. Penyusutan sumber daya perikanan di Indonesia makin diperparah oleh adanya otonomi daerah, dimana setiap daerah
terus memacu pendapatan setinggi-tingginya melalui eksploitasi sumber daya perikanan tanpa memperhitungkan daya dukungnya.
Menurut Fauzi dan Anna 2005, permasalahan perikanan dan penyelesaiannya akan sangat tergantung pada bagaimana kita mengambil
pelajaran dari kegagalan-kegagalan yang terjadi di masa lalu path dependency. Dengan demikian maka pembangunan perikanan akan lebih banyak dilaksanakan
oleh segenap masyarakat yang didukung oleh pemerintah melalui instansi terkait sebagai penyedia prasarana dan sarana yang bersifat non komersial dan bersifat
pembinaan. Sependapat dengan hal tersebut, Widodo dan Suadi 2006 menyatakan bahwa pengelolaan perikanan merupakan proses yang terintegrasi
dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya, dan implementasi dari aturan-aturan main di
bidang perikanan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumber daya dan pencapaian tujuan perikanan lainnya.
Fauzi dan Anna 2005 juga menyatakan bahwa kebijakan pengelolaan perikanan tradisional didominasi oleh penentuan tingkat produksi lestari
maksimum Maximum Sustainable Yield, MSY. Pendekatan ini lebih diarahkan pada sisi biologi semata tanpa mempertimbangkan aspek lain dalam pengelolaan
perikanan. Dalam kenyataannya, pendekatan MSY sering mengalami kegagalan karena bersifat umum dan abstrak serta didasarkan pada indikator yang tidak jelas
measuring unmeasurable. Oleh karena itu disarankan agar kebijakan pengelolaan perikanan lebih didasarkan pada kapasitas perikanan dibandingkan
dengan yang berbasis MSY. Kebijakan berbasis kapasitas ini dikenal dengan
15 istilah CuCme yang merupakan kependekan dari Capacity Utilization dan
Capacity Measurement. Kapasitas perikanan dapat diartikan sebagai: 1 kemampuan input kapital untuk menghasilkan produksi perikanan; 2 kapasitas
optimum hanya bisa dicapai dengan biaya pengelolaan yang minimum; dan 3 jumlah stok ikan maksimum yang dapat dihasilkan jika input yang digunakan
dalam kondisi biologi, ekonomi, dan teknologi yang optimum. Pendekatan CuCme bekerja dengan mendeteksi terlebih dahulu penyakit inefisiensi baik dari
sisi teknis, ekonomis, maupun biofisik yang menjadi penyebab buruknya kinerja perikanan. Hal ini dilakukan dengan mengukur kapasitas perikanan pada suatu
wilayah terlebih dahulu.
2.4 Keterkaitan Sektor
Perkembangan perekonomian suatu daerah sangat tergantung pada besar atau kecilnya aliran investasi ke daerah bersangkutan. Semakin besar investasi ke
suatu daerah maka akan semakin pesat pula perkembangan perkembangan perekonomiannya, sebaliknya semakin kecil aliran investasi ke suatu daerah maka
akan semakin lambat pula perkembangan perekonomiannya. Artinya terdapat hubungan positif antara besarnya realisasi investasi dengan tingkat perkembangan
perekonomian suatu daerah Jusuf, 2012. Untuk melihat suatu wilayah yang berkembang adalah dengan adanya
keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dimana terjadi transfer input dan output barang maupun jasa secara dinamis dan terbuka. Untuk melihat transfer input dan
output barang dan jasa antar sektor dapat dipakai tabel input-output I-O. Melalui model I-O dapat ditunjukkan seberapa besar aliran keterkaitan antar sektor dalam
suatu ekonomi. Dari hubungan ekonomi yang sederhana ini jelaslah kelihatan pengaruh yang bersifat timbal balik antara sektor tersebut. Suatu wilayah dapat
berkembang melalui berkembangnya sektor-sektor unggulan di wilayah tersebut yang pada akhirnya akan mendorong berkembangnya sektor-sektor lainnya yang
selanjutnya sektor sektor tersebut akan turut berkembang dan mendorong sektor- sektor terkait sehingga membentuk keterkaitan antar sektor.
Menurut Hirschman, 1958 diacu dalam Muflikhati et al., 1996 bahwa keterkaitan linkage merupakan aplikasi dari Model Input-Output I-O yang
penting dalam pembangunan perekonomian. Industri sektor yang satu terkait
16 dengan sektor lain dalam dua kaitan, yaitu kaitan ke depan forward linkage dan
kaitan ke belakang backward linkage. Kaitan ke depan menunjukkan besarnya output yang dijual kepada sektor lain terhadap total output sektor tersebut.
Sedangkan kaitan ke belakang menunjukkan hubungan antara banyaknya pembelian dari sektor lain terhadap keseluruhan input sektor tersebut
Bagi perencana daerah penggunaan model I-O menurut Daryanto dan Hafizrianda 2010 dapat mendatangkan keuntungan dalam beberapa hal antara
lain: 1 dapat memberikan deskripsi lebih rinci mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antar
sektor dan asal sumber dari ekspor dan impor; 2 untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan
kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya; 3 dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun
pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci; dan 4 perubahan- perubahan permintaan terhadap harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model
melalui perubahan koefisien teknik. Model I-O dapat juga dijadikan sebagai alat pengambil keputusan dalam
merencanakan pembangunan sektoral. Dari hasil analisis I-O dapat diputuskan sektor-sektor yang dijadikan sebagai leading sector atau sektor pemimpin dalam
pembangunan ekonomi. Dengan memfokuskan pembangunan pada sektor-sektor yang menjadi pemimpin maka target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan
dapat dicapai dengan lebih baik. Suatu sektor yang terindikasi sebagai pemimpin dianggap memiliki kemampuan daya sebar dan kepekaan yang sangat tinggi
dalam suatu perekonomian, sehingga efek yang diberikan bersifat ganda Daryanto dan Hafizrianda 2010.
Menurut Setiono 2010, model analisa Input-Output mampu menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi dan hubungan antar sektor dalam
perekonomian wilayah pada suatu waktu tertentu. Dengan menggunakan model Input-Output, perencana ekonomi dapat menerapkan beberapa kemungkinan
skenario pembangunan dan menilai berbagai dampak yang akan terjadi untuk masing-masing skenario.
17 Secara metodologi tabel I-O mempunyai beberapa keterbatasan hal ini
dikarenakan model I-O yang dilandasi oleh asumsi-asumsi dasar sebagai berikut: Rustiadi et al., 2009
1 Asumsi homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya memproduksi suatu jenis output yang seragam homogenity dengan sruktur
input tunggal dan antar sektor tidak dapat saling mensubstitusi. 2 Asumsi linieritasproporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses
produksi, hubungan antara input dan output merupakan fungsi linier atau berbanding lurus proporsionality, yang berarti perubahan tingkat output
tertentu akan selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang sebanding.
3 Asumsi aditivitas, yaitu efek keseluruhan dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan additivity dari proses produksi masing-
masing sektor secara terpisah. Dengan kata lain, di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan.
Jika dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang memiliki kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan
menggunakan sendiri pembiayaan pembangunan daerah, model I-O penting sebagai landasan analisis perencanaan pembangunan daerah. Dengan analisis I-O,
keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi dapat dilihat, sehingga pada saat penetapan alokasi anggaran pembangunan sektoral, pada akhirnya dapat
membangkitkan efek sebar yang tinggi dalam mewujudkan pembangunan. Dalam hal kontribusi PDRB, suatu sektor yang memiliki kontribusi
ekonomi sangat besar, belum tentu memiliki efek sebar yang besar pula dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi wilayah. Padahal dampak pembangunan
ekonomi suatu sektor tidak cukup hanya dilihat dari kemampuannya menciptakan PDRB, namun yang lebih penting adalah bagaimana sektor tersebut mampu
menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah. Maka model I-O sangat diperlukan untuk memotret fenomena semacam ini Daryanto dan Hafizrianda,
2010.