Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

95 sumbangan terhadap pembentukan PDRB dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 memiliki nilai sebesar 23,69 persen Atas Dasar Harga Berlaku. Pada tahun 2010 sumbangan PDRB subsektor perikanan ini mencapai 22,86 persen, yang merupakan penyumbang tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Tetapi untuk peringkat pembentukan total output, kegiatan perikanan tangkap berada pada posisi ke-2 dan perikanan budidaya berada pada posisi ke-14 dari klasifikasi 16 sektor di kota Sibolga. Untuk posisi pembentukan output tertinggi ditempati oleh sektor perdagangan 18,37 persen. Artinya bahwa subsektor perikanan khususnya perikanan tangkap masih memberikan kontribusi terbesar ke-2 untuk pembentukan transaksi permintaan domestik maupun ekspor di kota Sibolga. Meskipun sumbangan PDRB ada pada subsektor perikanan cukup tinggi, tetapi secara total keterkaitan langsung ke depan DFL dan keterkaitan langsung ke belakang DBL subsektor perikanan ini dengan sektor-sektor lain masih rendah. Ini mengindikasikan bahwa subsektor perikanan secara keseluruhan masih memiliki hubungan keterkaitan penggunaan input maupun output yang rendah dengan sektor-sektor pembentuk ekonomi wilayah di kota Sibolga. Perikanan tangkap terkait dengan sektor-sektor hulu yang ada di kota Sibolga sebanyak tujuh sektor dengan total indeks keterkaitan sebesar 0,0718 Gambar 12, angka ini masih kecil penggunaannya bila dibandingkan dengan total pengunaan input primer. Untuk keterkaitan ke sektor hulu, perikanan tangkap terkait dengan lima sektor dengan total indeks keterkaitan sebesar 0,3937 Gambar 15. Begitu juga perikanan budidaya yang terkait dengan sektor-sektor hulu sebanyak tujuh sektor dengan nilai indeks keterkaitan sebesar 0,5770 Gambar 13 dan terkait dengan sektor hilir sebanyak tiga sektor dengan nilai indeks keterkaitan sebesar 0,05578 Gambar 16. Dalam proses pembentukan output sektoral selain penggunaan input antara, suatu sektor juga memerlukan input primer dalam proses produksi. Dari struktur tabel I-O khususnya pada kuadran I semakin banyak jumlah keterkaitan sektoral terhadap suatu sektor dan nilai keterkaitannya juga tinggi, maka dapat dikatakan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk menggerakkan sektor-sektor domestik dalam wilayah. Dengan semakin banyaknya keterkaitan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain akan berdapak positif terhadap 96 peningkatan keterkaitan sektor-sektor lain secara tidak langsung ke sektor hulu maupun hilir dengan sektor tersebut. Dengan nilai keterkaitan langsung DBL dan DFL yang rendah, tetapi subsektor perikanan memiliki pengaruh cukup tinggi terhadap dampak tidak langsung berkembangnya sektor-sektor lain. Ini terlihat dari nilai DIBL dan DIFL. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan mampu mendorong produktivitas sektor-sektor lainnya secara tidak langsung dalam sistem perekonomi wilayah. Jika jumlah sektoral yang terkait langsung dengan subsektor perikanan ini dapat ditingkatkan lagi maka dapat pastikan juga akan meningkatkan nilai indeks DIBL maupun DIFL seluruh sektor perekonomian wilayah di kota Sibolga. Dari sisi indeks penyebaran IDP kegiatan perikanan budidaya memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulu penyedia input yang terkait langsung maupun tidak langsung kebelakang secara total, dengan kata lain mampu meningkatkan output sektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh kegiatan tersebut. Kegiatan perikanan tangkap masih kurang mampu menarik sektor hulunya untuk meningkatkan produksinya dalam hal penyediaan input pada sektor-sektor lain secara total. Sektor yang strategis dari hasil analisis I-O ini adalah sektor industri bukan migas Gambar 21. Sektor industri bukan migas memiliki kemampuan menggerakkan kinerja sektoral dari sisi hulu maupun hilir. Sektor industri bukan migas ini juga jika dilihat struktur I-O memiliki keterkaitan langsung dengan subsektor perikanan, artinya jika jumlah subsektor yang ada pada sektor industri bukan migas ditingkatkan maka akan mampu memberikan added value yang lebih besar lagi dalam perekonomian wilayah di kota Sibolga. Lebih lanjut dari hasil analisis menunjukkan bahwa untuk indeks kepekaan IDK, kegiatan perikanan tangkap maupun perikanan budidaya masih memiliki kemampuan yang masih rendah untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilir yang menggunakan input subsektor perikanan. Dengan kata lain subsektor perikanan ini masih kurang memiliki kemampuan untuk mendorong sektor-sektor hilir yang menggunakan output subsektor perikanan sebagai input produksinya. Keterkaitan ke depan subsektor perikanan dengan sektor industri bukan migas khususnya industri pengolahan baru mencapai nilai indeks sebesar 0,0060 97 dan hanya terkait pada perikanan tangkap saja. Industri bukan migas khususnya pengolahan hasil perikanan masih kecil di kota Sibolga dan hanya ada pada kegiatan pemindangan dan pengasinan. Output subsektor perikanan sangat besar digunakan di luar daerah dilihat dari nilai ekspor. Hal ini merupakan salah satu indikasi terjadinya kebocoran wilayah. Dimungkinkan apabila kegiatan pengolahan dapat lebih berkembang dalam daerah, tentu saja akan lebih bermanfaat bagi masyarakat di dalam wilayah dan juga bagi wilayah itu sendiri. Oleh sebab itu industri yang dikembangkan dapat berupa industri skala kecil maupun menengah yang dapat dikelola oleh kelompok-kelompok masyarakat, bahkan industri dengan skala besar yang nantinya mampu meningkatkan pendapatan serta menampung tenaga kerja. Peranan pemerintah daerah untuk meningkatkan keterpaduan sektoral ini masih rendah yang mengakibatkan lemahnya keterkaitan subsektor perikanan di kota Sibolga dengan sektor-sektor lainnya. Penelitian Jonny et al. 2011 yang menyatakan bahwa kota Sibolga merupakan salah satu kota yang memiliki usaha perikanan yang relatif besar bila dibandingkan dengan kota-kota lainnya di pantai barat Sumatera masih belum sepenuhnya disadari oleh pemerintah daerah untuk mengembangan subsektor ini lebih optimal lagi, khususnya peningkatan keterkaitan sektoralnya. Tugas dari pemerintah daerah saat ini adalah bagaimana upaya untuk menciptakan sektor-sektor yang mampu terhubung secara langsung sebagai pengguna output maupun penyedia input kepada subsektor perikanan dengan sektor-sektor lain, sehingga potensi yang dimiliki daerah dapat lebih dioptimalkan. Seperti halnya pendapat Reis dan Rua 2006 bahwa suatu sektor dengan keterkaitan ke depan dan ke belakang yang besar terhadap sektor-sektor lain, akan memiliki potensi kobocoran wilayah yang relatif kecil bila dibandingkan dengan sektor yang memiliki nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang lebih kecil dengan sektor-sektor lainnya. Meningkatkan maupun memunculkan keterkaitan langsung ke depan maupun ke belakang yang baru pada akhirnya akan lebih meningkatkan keterkaitan secara tidak langsung sektor-sektor ekonomi di kota Sibolga. Untuk itu perlu adanya kebijakan pemerintah daerah untuk memikirkan perencanaan