Keterkaitan Sektor TINJAUAN PUSTAKA

27 Ei : ekspor barang dan jasa sektor i, output sektor i yang diekspordijual ke luar wilayah, permintaan wilayah eksternal terhadap output sektor i Yi : total permintaan akhir terhadap output sektor i Yi=Ci+Gi+Ii+Ei Wj : pendapatan upah dan gaji rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j Tj : pendapatan pemerintah Pajak Tak Langsung dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j Sj : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha Mj : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperolehdibeli dari luar wilayah Analisis yang dilakukan terhadap Tabel I-O adalah analisis keterkaitan dan angka pengganda sektoral. Hasil perhitungan ini menghasilkan koefisien teknis matriks A dan invers matriks Leontief matriks B yang selanjutnya diolah kembali sehingga diperoleh data mengenai keterkaitan sektoral dan angka pengganda multiplier. Koefisien teknologi sebagai parameter yang paling utama dalam analisis I-O secara matematis diformulasikan sebagai rumus berikut: di mana : : rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j atau disebut pula sebagai koefisien input. Beberapa parameter teknis yang dapat diperoleh melalui analisis I-O adalah: 1. Keterkaitan langsung ke belakang direct backward linkage yang menunjukkan efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung. ∑ untuk mengukur secara relatif perbandingan dengan sektor lainnya terdapat ukuran normalized yang merupakan rasio antara kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya. 28 ∑ ∑ Nilai 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam memenuhi turunan permintaan yang ditimbulkan oleh sektor ini. 2. Keterkaitan langsung ke depan direct forward linkage yang menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor-sektor lain. ∑ ∑ Normalized atau dirumuskan sebagai berikut : ∑ ∑ Nilai 1 menunjukkan bahwa sektor i memiliki keterkaitan ke depan yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam suatu wilayah. 3. Keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung indirect backward linkage yang menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor tertentu yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian. ∑ di mana adalah elemen-elemen matriks B atau yang merupakan matriks Leontief. 4. Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung indirect forward linkage , yaitu peranan suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian. ∑ 5. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran backward linkages effect ratio yang menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu 29 sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian. ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ Besaran nilai dapat mempunyai nilai sama dengan 1; lebih besar dari 1 atau lebih kecil dari 1. Bila =1, hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Nilai 1 menunjukkan bahwa daya penyebaran sektor j berada di atas rata- rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi; dan sebaliknya 1 menunjukkan daya penyebaran sektor j lebih rendah dari rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. 6. Indeks derajat kepekaan atau sering disebut derajat kepekaan saja forward linkages effect ratio menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian. Ukuran ini digunakan untuk melihat keterkaitan kedepan forward linkage. ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ Nilai 1 menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor i lebih tinggi dari rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi, dan sebaliknya 1 menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah dari rata-rata seluruh sektor ekonomi. 7. Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. a. Output multiplier, merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah. b. Total value added multiplier atau PDRB multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB. Diasumsikan Nilai Tambah Bruto NTB atau PDRB berhubungan dengan output secara linier. 30 ̂ dimana : matriks NTB ̂ : matriks diagonal koefisien NTB :matriks output, X = I-A -1 .F d c. Income multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah secara keseluruhan. ̂ dimana : matriks income ̂ : matriks diagonal koefisien income :matriks output, X = I-A -1 .F d

3.4.3 Analytical Hierarcy Process AHP

Analytical Hierarcy Process AHP, yang artinya dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah Proses Hierarki Analitik PHA atau Jenjang Keputusan AJK. Kebijakan merupakan dasar pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan dengan maksud membangun landasan yang jelas dalam mengambil keputusan dan langkah yang akan diambil. Analisis ini akan menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Model AHP digunakan pada pengambilan keputusan dengan banyak kriteria perencanaan, alokasi sumber daya dan penentuan prioritas strategi yang dimiliki pengambil keputusan. Dalam perkembangannya metode ini tidak saja digunakan untuk penentuan prioritas pilihan dengan banyak kriteria multikriteria tetapi dalam penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. Hal ini dimungkinkan karena metode AHP dapat digunakan dengan cukup mengandalkan intuisi atau persepsi sebagai masukan utamanya, namun intuisi atau persepsi tersebut harus datang dari orang yang mengerti permasalahan, pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi. Metode sampling yang dipakai adalah purposive sampling dengan respondennya yang merupakan stakeholder terkait kegiatan perikanan. 31 Respondennya terdiri atas unsur-unsur pemerintah daerah, tokoh masyarakat nelayan, anggota legislatif, pengurus organisasi nelayan LSM, dan pihak swasta. Pemilihan responden dilakukan sedemikian rupa terhadap pihak-pihak yang memiliki pemahaman baik terkait dengan pembangunan perikanan di kota Sibolga. Langkah awal proses AHP ini adalah merinci tujuan atau permasalahan kedalam komponen-komponen, kemudian diatur kedalam tingkatan-tingkatan hirarki. Hirarki yang paling atas diturunkan kedalam beberapa set kriteria atau elemen, sehingga diperoleh elemen-elemen spesifik yang mempengaruhi alternatif pengambilan keputusan. Setelah hirarki tersusun, langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas elemen-elemen pada masing-masing tingkatan. Kemudian dibangun set matriks- matriks perbandingan dari semua elemen pada suatu tingkat hirarki dan pengaruhnya terhadap elemen pada tingkatan yang lebih tinggi untuk menentukan prioritas serta mengkonversi penilaian komparatif individu ke dalam pengukuran skala rasio. Penentuan tingkat kepentingan pada tiap hirarki dilakukan dengan teknik perbandingan berpasangan pairwise comparison yang menghasilkan suatu matriks peringkat relatif untuk masing-masing tingkat hirarki. Pembangunan Perikanan Kota Sibolga Sarana dan Prasarana Sumber Daya Manusia Sumber Daya Ikan Modal Pasar Budidaya Pengolahan Penangkapan Tujuan Faktor Kegiatan Level-1 Level-2 Level-3 Gambar 4 Struktur AHP untuk penentuan kebijakan diadopsi dan dimodifikasi dari Saaty 2008. Struktur hirarki dari permasalahan yang ingin diteliti yaitu pemilihan prioritas pembangunan perikanan di kota Sibolga didasarkan atas lima faktor, yaitu potensi sumber daya perikanan SDI, sumber daya manusia SDM, sarana