Keterkaitan Sektoral Peranan Subsektor Perikanan dalam Ekonomi Regional

80 Nilai Tambah Bruto NTB atau PDRB adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Dalam tabel I-O diasumsikan NTB atau PDRB berhubungan dengan output secara linier. Artinya peningkatan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan atau penurunan NTB. Nilai multiplier effect NTB sektor-sektor perekonomian di kota Sibolga dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar 24 Nilai multiplier effect NTB sektor-sektor perekonomian. Berdasarkan Gambar 24 terlihat bahwa perikanan budidaya memberikan peranan lebih tinggi dari pada perikanan tangkap terhadap kelipatan peningkatan nilai tambah brutoPDRB dengan nilai 2,3445 atau berada pada peringkat ke-2, yang berarti bahwa apabila permintaan akhir perikanan budidaya meningkat satu kali, maka dampak peningkatan nilai tambah brutoPDBR kota Sibolga akan naik sebesar 2,3445 kali lipat. Peningkatan permintaan akhir satu kali dari perikanan tangkap, hanya menghasilkan peningkatan nilai tambah brutoPDRB sebesar 1,0771 saja.

5.2.6.1 Multiplier Effect Pendapatan

Nilai dari multiplier effect Pendapatan menunjukkan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah. Nilai multiplier effect pendapatan sektor-sektor perekonomian nilainya dapat dilihat pada Gambar 25. 1,5930 1,0771 2,3445 1,2621 1,9517 2,3917 2,1470 1,2745 2,1665 1,3283 1,6621 1,7893 1,5757 1,2719 1,2043 1,1530 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 Peternakan dan Hasil-hasil Lainnya Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pertambangan dan Penggalian Industri Bukan Migas Listrik, Gas dan Air Bersih KonstruksiBangunan Perdagangan Perhotelan Restoran Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau dan… Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta 81 Hasil analisis, empat sektor tertinggi yang memberikan multiplier effect pendapatan tertinggi adalah sebagai berikut: perikanan budidaya bernilai 14,4339 lalu sektor industri bukan migas bernilai 2,4141 diikuti angkutan jalan raya bernilai 2,0686 dan yang ke-4 ada pada sektor listrik, gas dan air bersih dengan nilai 2,0207. Untuk perikanan tangkap nilai multiplier effect yang dihasilkan sebesar 1,0807 yang berada pada posisi ke-15. Dari nilai multiplier effect tersebut berarti dengan peningkatan permintaan akhir perikanan budidaya sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan total pendapatan dari seluruh akumulasi pendapatan sektor-sektor ekonomi di kota Sibolga sebesar Rp 14,4339 satuan. Dapat diilustrasikan bahwa jika kegiatan perikanan budidaya diberikan injeksi anggaran untuk meningkatkan total outputnya sebesar Rp 1 miliyar dengan ketentuan bahwa sektor-sektor lain tetap pada posisi anggarannya, maka pendapatan yang dihasilkan dari seluruh kegiatan sektoral perekonomian kota Sibolga secara total akan naik sebesar Rp 14,43 miliyar. Pendapatan yang dihasilkan dari perikanan tangkap dengan kenaikan yang sama hanya mencapai kelipatan Rp 1,08 miliyar. Dari hasil ini terlihat bahwa fakta penyumbang pembentukan peningkatan nilai penggandaan pendapatan secara total seluruh sektor ada pada perikanan budidaya. Gambar 25 Nilai multiplier effect pendapatan sektor-sektor perekonomian. 1,4689 1,0807 14,4339 1,3290 2,4141 2,0207 1,4902 1,3603 1,9411 1,3306 2,0686 1,6633 1,7111 1,2480 1,2996 1,0646 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 Peternakan dan Hasil-hasil Lainnya Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pertambangan dan Penggalian Industri Bukan Migas Listrik, Gas dan Air Bersih KonstruksiBangunan Perdagangan Perhotelan Restoran Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau dan… Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta 82 Berdasarkan seluruh indikator keterkaitan dan multiplier effect melalui analisis I-O di atas diketahui bahwa secara umum subsektor perikanan khususnya perikanan budidaya memiliki peluang untuk meningkatkan perekonomian wilayah kota Sibolga khususnya peningkatan pendapatan. Untuk itu pengembangan kegiatan perikanan budidaya perlu menjadi bahan pertimbangan pemerintah daerah. Disamping itu terlihat bahwa masih relatif rendahnya jumlah sektor-sektor yang terkait langsung dengan subsektor perikanan ini pada sistem perekonomian wilayah di kota Sibolga. Untuk pengembangan subsektor perikanan di kota Sibolga perlu dilakukan peningkatan keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah kota Sibolga, untuk itu perlu diciptakan sektor-sektor ekonomi baru yang terkait langsung maupun tidak langsung kedepan maupun kebelakang menggunakan output subsektor perikanan untuk meningkatkan perekonomian wilayah di kota Sibolga.

5.3 Isu Sentral Pembangunan Sektor Perikanan

Untuk menentukan prioritas pembangunan pada subsektor perikanan di kota Sibolga diketahui dengan cara melakukan penilaian dengan penentuan skoring atas jawaban yang didapatkan melalui Analytic Hierarchy Process AHP. Semakin tinggi nilai yang diperoleh menandakan bahwa faktor tersebut lebih diprioritas dibandingkan dengan faktor lain yang memiliki nilai lebih rendah. Stakeholders yang diminta persepsinya terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, pihak swasta, Badan perencanaan pembangunan daerah Bappeda, Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan DKKP, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, dan masyarakat perikanan nelayan. Stakeholders tersebut dianggap cukup mewakili karena mengerti terhadap permasalahan, sebagai pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki informasi dan memahami permasalahan perikanan.

5.3.1 Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Persepsi anggota DPRD dianggap sebagai cerminan perwakilan persepsi masyarakat secara umum di kota Sibolga Gambar 26. Dari lima faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan sektor perikanan, yaitu; sumber daya perikanan SDI, sumber daya manusia SDM, sarana dan prasarana Sarpras, 83 pemasaran Pasar dan pembiayaan modal, anggota DPRD lebih memprioritaskan faktor SDM sebagai faktor yang paling mempengaruhi pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga dengan skor 0,515, kemudian Sarpras dengan nilai 0,247, Modal dengan skor 0,123, SDI dengan skor 0,073 dan terakhir faktor Pasar dengan skor 0,041. Pada alternatif kegiatan yang dapat dilakukan dalam pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu; kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan pengolahan hasil perikanan. Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan semua faktor penentu kebijakan pembangunan subsektor perikanan, perikanan budidaya menjadi prioritas kegiatan untuk dikembangkan dengan persentase rata-rata sebesar 72,35 diikuti oleh perikanan tangkap dengan angka 19,32 dan terakhir pengolahan hasil perikanan dengan nilai rata-rata 8,33. a b Gambar 26 a Pemilihan alternatif pembangunan subsektor perikanan menurut persepsi anggota DPRD kota Sibolga. b Hasil AHP penentuan prioritas pengembangan subsektor perikanan menurut persepsi anggota DPRD kota Sibolga. Untuk faktor SDI, pengembangan perikanan budidaya lebih dipilih dengan persentase 72,35, diikuti oleh perikanan tangkap 19,32 dan pengolahan hasil perikanan 8,33. Menurut anggota DPRD bahwa untuk mengantisipasi ketergantungan akan hasil tangkap yang ketersediaannya sepenuhnya tergantung kepada iklim, maka pengembangan perikanan budidaya merupakan alternatif penyediaan sumber daya ikan di kota Sibolga disaat produksi ikan tangkap menurun. 0,073 0,515 0,247 0,041 0,123 0,0 0,2 0,4 0,6 SDI SDM SARPRAS PASAR MODAL Tangkap Budidaya Pengolahan Pemb. Sektor Perikanan Sarpras 0,247 SDM 0,515 SDI 0,073 Pasar 0,041 Modal 0,123 Pengolahan 0,083 Budidaya 0,724 Tangkap 0,193 84

5.3.2 Persepsi Pihak Swasta

Persepsi dari pihak swasta di kota Sibolga dari hasil analisa AHP, pembangunan subsektor perikanan memprioritaskan faktor Modal sebagai faktor paling berpengaruh dengan skor 0,441; diikuti faktor SDI dengan skor 0,285; SDM dengan skor 0,130; Sarpras 0,095; dan yang terakhir faktor Pasar dengan skor 0,049 Gambar 27. Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan kebijakan pembangunan sektor tersebut, kegiatan perikanan tangkap dipilih sebagai prioritas untuk dikembangkan dengan skor rata-rata sebesar 72,35; diikuti oleh kegiatan pengolahan hasil perikanan dengan skor 19,32; dan kegiatan perikanan budidaya dengan nilai rata-rata 8,33. a b Gambar 27 a Pemilihan alternatif pembangunan subsektor perikanan menurut persepsi pihak swasta. b Hasil AHP penentuan prioritas pengembangan subsektor perikanan menurut persepsi pihak swasta.

5.3.3 Persepsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda

Persepsi unsur Bappeda dalam pencapaian tujuan pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga lebih memprioritaskan faktor SDM dengan nilai 0,518 diikuti oleh faktor sarana dan prasarana pendukung, faktor sumber daya ikan, faktor pasar dan terakhir faktor Modal dengan nilai berturut-turut 0,236; 0,132; 0,079; dan 0,035. Berdasarkan angka tersebut pihak Bappeda berpendapat bahwa peningkatan sumber daya manusia yang perlu di tingkatkan terlebih dahulu, dengan modal keahlian diharapkan dapat meningkatkan produktivitas masyarakat nelayan itu sendiri maupun pihak-pihak yang terlibat langsung pada kegiatan ini. Berdasarkan lima faktor-faktor pengembangan pembangunan subsektor perikanan di atas, kegiatan pengolahan hasil perikanan menjadi prioritas untuk 0,285 0,130 0,095 0,049 0,441 0,0 0,2 0,4 0,6 SDI SDM SARPRAS PASAR MODAL Tangkap Budidaya Pengolahan Pemb. Sektor Perikanan Sarpras 0,095 SDM 0,130 SDI 0,285 Pasar 0,049 Modal 0,441 Pengolahan 0,1932 Budidaya 0,0833 Tangkap 0,7235 85 dikembangkan dengan skor 0,602 atau 1,8 kali lebih prioritas dibandingkan dengan kegiatan perikanan budidaya yang memiki skor 0,332 serta 9,1 kali lebih prioritas dari kegiatan perikanan tangkap dengan 0,066. Gambar 28 memperlihatkan hasil AHP pihak Bappeda yang menunjukkan skala prioritas pembangunan. Bappeda berpendapat bahwa untuk meningkatkan nilai tambah hasil perikanan, peningkatan kegiatan pengolahan hasil perikanan harus menjadi prioritas pembangunan pada subsektor perikanan di kota Sibolga. Dengan cara ini, secara langsung maupun tidak langsung kegiatan sektor-sektor ekonomi lainnya akan turut berkembang, dan akhirnya peningkatan penyerapan tenaga kerja juga akan meningkat. a b Gambar 28 a Pemilihan alternatif pembangunan subsektor perikanan menurut persepsi Bappeda. b Hasil AHP penentuan prioritas pengembangan subsektor perikanan menurut persepsi Bappeda.

5.3.4 Persepsi Dinas Kelautan dan Perikanan

Persepsi Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan sebagai instansi teknis yang langsung terkait dengan kebijakan pembangunan subsektor perikanan menganggap alternatif pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga sangat dipengaruhi oleh faktor SDI dengan skor sebesar 0,391 diikuti oleh faktor Modal 0,286; Pasar 0,202; dilanjutkan dengan faktor SDM dengan skor 0,074; dan terakhir faktor Sarana dan Prasarana dengan skor 0,048. Gambar 29 memperlihatkan distribusi skor faktor prioritas yang berpengaruh terhadap pemilihan kegiatan pada subsektor perikanan yang akan dikembangkan. 0,132 0,518 0,236 0,079 0,035 0,0 0,2 0,4 0,6 SDI SDM SARPRAS PASAR MODAL Tangkap Budidaya Pengolahan Pemb. Sektor Perikanan Sarpras 0,236 SDM 0,518 SDI 0,132 Pasar 0,079 Modal 0,035 Pengolahan 0,602 Budidaya 0,332 Tangkap 0,066 86 Dari lima kriteria di atas, maka alternatif pembangunan perikanan tangkap lebih mendapat prioritas dibandingkan dengan perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan. Skor masing-masing alternatif terpilih adalah 0,661 untuk perikanan tangkap, 0,134 untuk perikanan budidaya, dan 0,205 untuk pengolahan hasil perikanan. a b Gambar 29 a Pemilihan alternatif pembangunan subsektor perikanan menurut persepsi Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan. b Hasil AHP penentuan prioritas pengembangan subsektor perikanan menurut persepsi Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan.

5.3.5 Persepsi Pihak Lembaga Swadaya Masyarakat LSM

Gambar 30 menunjukkan persepsi dari pihak LSM sebagai mitra pemerintah yang diwakili oleh HNSI Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia kota Sibolga menekankan prioritas pembangunan subsektor perikanan ada pada pilihan peningkatan sarana dan prasarana pendukung perikanan dengan nilai 0,521 diikuti faktor SDM 0,125, faktor SDI 0,125, faktor modal dengan skor 0,080 dan faktor pasar sebesar 0,040. Untuk alternatif kegiatan yang menjadi prioritas, kegiatan pengolahan dipilih dengan skor sebesar 0,724 diikuti kegiatan perikanan tangkap sebesar 0,193 dan selanjutnya kegiatan perikanan budidaya sebesar 0,083. Menurut persepsi LSM, kegiatan budidaya perikanan menjadi pilihan terakhir untuk dikembangkan, dikarenakan ruang wilayah administrasi kota Sibolga yang cukup terbatas. Kegiatan pengolahan hasil perikanan menjadi prioritas yang perlu dikembangkan, hal ini disamping meningkatkan nilai tambah dari hasil perikanan 0,391 0,074 0,236 0,202 0,286 0,0 0,2 0,4 0,6 SDI SDM SARPRAS PASAR MODAL Tangkap Budidaya Pengolahan Pemb. Sektor Perikanan Sarpras 0,236 SDM 0,074 SDI 0,391 Pasar 0,202 Modal 0,286 Pengolahan 0,205 Budidaya 0,134 Tangkap 0,661 87 tersebut juga dapat meningkatkan lapangan kerja. Menurut persepsi LSM tersebut perlu dikembangkannya industri-industri pengolahan hasil perikanan di kota Sibolga. a b Gambar 30 a Pemilihan alternatif pembangunan subsektor perikanan menurut persepsi LSM. b Hasil AHP penentuan prioritas pengembangan subsektor perikanan menurut persepsi LSM. 5.3.6 Persepsi Masyarakat Masyarakat merupakan pihak yang langsung terjun di lapangan dan selalu terkait terhadap akibat kebijakan pembangunan subsektor perikanan. Masyarakat dalam penelitian ini diwakili oleh nelayan penangkap ikan yang menggantungkan hidupnya dari hasil perikanan di kota Sibolga. Gambar 31 menunjukkan persepsi masyarakat dalam pembangunan subsektor perikanan menganggap modal sebagai faktor yang paling penting untuk di tingkatkan dengan skor 0,479. Faktor berikutnya adalah sarpras 0,192, faktor SDI merupakan faktor selanjutnya dengan skor 0,144 lalu faktor SDM dengan skor 0,134 dan yang terakhir yaitu faktor pasar sebesar 0,051. Dari sisi pasar, nelayan berpendapat bahwa pemasaran ikan segar yang menjadi hasil tangkapan dan budidaya di kota Sibolga ini hingga saat ini tidak pernah menjadi kendala. Faktor pasar tidak berpengaruh signifikan dikarenakan pasar selama ini telah terbentuk dan berjalan dengan baik, justru hasil produktivitas perikananlah yang perlu ditingkatkan dengan bantuan modal usaha, sehingga masyarakat nelayan menempatkan faktor modal sebagai faktor prioritas utama dikarenakan biaya atau modal usaha menjadi faktor utama yang perperan 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0,0 0,2 0,4 0,6 SDI SDM SARPRAS PASAR MODAL Tangkap Budidaya Pengolahan Pemb. Sektor Perikanan Sarpras 0,521 SDM 0,234 SDI 0,125 Pasar 0,040 Modal 0,080 Pengolahan 0,708 Budidaya 0,093 Tangkap 0,199 88 dalan meningkatkan hasil produksi hasil perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. a b Gambar 31 a Pemilihan alternatif pembangunan subsektor perikanan menurut persepsi masyarakat. b Hasil AHP penentuan prioritas pengembangan subsektor perikanan menurut persepsi masyarakat. Menurut kriteria yang telah ditetapkan di atas, alternatif pembangunan perikanan tangkap lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan. Skor masing-masing alternatif terpilih adalah 0,724 untuk perikanan tangkap, 0,083 untuk perikanan budidaya, dan 0,193 untuk pengolahan hasil perikanan. Pembangunan kegiatan pengolahan perikanan sudah harus menjadi pertimbangan menurut persepsi masyarakat mengingat tidak stabilnya harga hasil produksi ikan di kota Sibolga, dimana pada saat produksi ikan meningkat, harga ikan cenderung akan turun, hal inilah yang membuat nelayan mengalami kerugian. Jika industri pengolahan perikanan berkembang di kota Sibolga, alternatif penjualan ikan bukan hanya sepenuhnya tergantung kepada pedagang maupun diekspor keluar kota, hasil perikanan juga dapat ditampung oleh industri-industri perikanan yang ada di kota Sibolga nantinya.

5.3.7 Persepsi Seluruh Stakeholders

Dalam pengembangan subsektor perikanan di kota Sibolga, persepsi seluruh stakeholders yang didasarkan pada lima faktor yang berpengaruh dalam penentuan kegiatan pembangunan perikanan bahwa seluruh faktor kecuali faktor pasar selayaknya menjadi prioritas untuk dikembangkan di kota Sibolga. Skor yang ditunjukkan dari hasil analisis, ketiga faktor tersebut tidak jauh berbeda. 0,014 0,134 0,192 0,051 0,479 0,0 0,2 0,4 0,6 SDI SDM SARPRAS PASAR MODAL Tangkap Budidaya Pengolahan Pemb. Sektor Perikanan Sarpras 0,192 SDM 0,134 SDI 0,144 Pasar 0,051 Modal 0,479 Pengolahan 0,193 Budidaya 0,083 Tangkap 0,724 89 Tetapi secara kumulatif bahwa faktor SDM merupakan faktor prioritas yang perlu dikembangan terlebih dahulu dengan skor sebesar 0,2697 diikuti oleh faktor sarana prasarana dengan skor 0,226, lalu faktor biaya dengan skor 0,2147, kemudian faktor sumber daya ikan dan yang terakhir adalah faktor pasar. Hal ini memiliki arti bahwa peningkatan SDM sebagai subjek dalam pembangunan subsektor perikanan akan mempengaruhi pengelolaan dan memanfaatkan sumber daya perikanan serta penguasaan teknologi penangkapan. Kualitas SDM dapat ditingkatkan antara lain melalui pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang inovasi teknologi penangkapan. Analisis persepsi seluruh stakeholders dapat dilihat pada Gambar 23. a b Gambar 32 a Pemilihan alternatif pembangunan subsektor perikanan menurut persepsi seluruh stakeholders. b Hasil AHP penentuan prioritas pengembangan subsektor perikanan menurut persepsi seluruh stakeholders. Kegiatan perikanan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan pembangunanya di kota Sibolga berdasarkan hasil analisis AHP dari seluruh persepsi stakeholder adalah perikanan tangkap dengan skor 0,431 lalu prioritas kedua kegiatan pengolahan dengan skor sebesar 0,352 dan yang terakhir adalah kegiatan budidaya dengan skor 0,217. Bila dianalisis, bahwa persepsi stakeholder secara rata-rata pendapat menyatakan bahwa prioritas pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga pada kegiatan perikanan tangkap dengan aspek peningkatan SDM nelayan. Hasil analisis persepsi ini berbeda dengan fakta analisis tabel I-O. Dari hasil analisis terlihat bahwa yang memiliki peluang dan berpotensi meningkatkan perekonomian masyarakat maupun perekonomian regional ada pada perikanan budidaya. Kendala tidak berkembangnya usaha perikanan budidaya ini dari sisi 0,208 0,270 0226 0,081 0,215 0,0 0,2 0,4 0,6 SDI SDM SARPRAS PASAR MODAL Tangkap Budidaya Pengolahan Pemb. Sektor Perikanan Sarpras 0,226 SDM 0,270 SDI 0,208 Pasar 0,081 Modal 0,214 Pengolahan 0,352 Budidaya 0,217 Tangkap 0,431 90 kecakapan SDMnya dan kendala modal usaha perlu menjadi perhatian. Kegiatan perikanan budidaya khusus KJA masih belum berkembang mengingat potensi ruang yang masih cukup besar. Secara keruangan potensi yang masih berpeluang di wilayah perairan kecamatan Sibolga Utara dan kecamatan Sibolga Kota ada sebesar 1.626,99 Ha dengan pemanfaatan ruang baru sekitar 0,25 persen saja.

5.4 Lokasi Pengembangan Sektor Perikanan

Dalam UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa didalam merancang tata ruang suatu wilayah, pihak perencana harus memaknai misi dari penataan ruang. Misi dari penataan ruang tersebut harus mengandung beberapa prinsip yaitu: 1 mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, 2 tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang, dan 3 tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Dengan misi undang-undang penataan ruang tersebut, masukan dari enam stakeholder yang diambil pendapatnya terkait lokasi untuk pengembangan kegiatan perikanan budidaya dan lokasi pengembangan sarana dan prasarana pendukung perikanan. Pendapat ini merupakan hasil dari pengalaman dan observasi lapang yang dimiliki masing-masing stakeholder. Untuk melihat gambaran umum peta tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 33. Dari pengumpulan masing-masing persepsi stakeholder yang ada, diambil rata-rata keterwakilan pendapatnya yang kemudian dituangkan kedalam arahan lokasi pengembangan subsektor perikanan sebagai masukan terhadap penataan ruang di kota Sibolga. Aspek pengembangan subsektor perikanan yang diambil terdiri dari lokasi budidaya baik itu budidaya perikanan laut maupun perikanan darat air tawar, lokasi pembangunan sarana dan prasarana pendukung di sektor perikanan dan lokasi penangkapan ikan. Hasil analisis persepsi untuk kegiatan budidaya air laut Gambar 34, enam stakeholder sepakat memilih wilayah laut di kecamatan Sibolga Utara dan kecamatan Sibolga Kota sebagai lokasi pengembangan kegiatan budidaya laut untuk dikembangkan. Sedangkan lokasi budiaya air tawar darat, 92 persen memilih kelurahan Angin Nauli, 68 persen kelurahan Huta Tongatonga, 67 persen kelurahan Aek Parombunan dan 17 persen di kelurahan Pancuran Dewa cocok sebagai lokasi untuk dikembangkan. Pendapat ini didasari dari kegiatan budidaya 91 yang berlangsung selama ini, menunjukkan produktivitas yang selalu meningkat di tiap-tiap tahunnya. Gambar 33 Peta tutupan lahan kota Sibolga. Dominasi budidaya seperti halnya kerambah jaring apung KJA yang berada di kecamatan Sibolga utara telah berlangsung cukup lama. Penelitian terkait kesesaian budidaya ikan air laut di lokasi tersebut memang masih belum