Gambar 4 Distribusi ukuran partikel ampas tapioka hasil penggilingan dengan ukuran partikel berbeda sebelum pencucian a hasil penggilingan
tanpa pengayakan, b 450 – 250 µm, c 250 -177 µm, d 177 – 149
µm, dan e 149 µm a
b
c
d
e 18
ukuran partikel ampas tapioka hasil penggilingan dengan ukuran partikel berbeda sebelum pencucian dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4.
Tabel 3 Distribusi ukuran partikel ampas tapioka hasil penggilingan dengan ukuran partikel berbeda
Perlakuan D
10
µm D
50
µm D
90
µm D
[3,2]
µm D
[4,3]
µm Hasil Penggilingan Tanpa pengayakan
450 – 250 µm
250 – 177 µm
177 – 149 µm
149 µm 22.6
312 214
124
12.5 332
453 314
196 103
764 660
460 293
230 79.3
435 301
108
37.4 375
472 328
199 111
Keterangan : nilai merupakan rata-rata dari dua kali pengukuran
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa ampas tapioka hasil penggilingan tanpa pengayakan menunjukkan pola distribusi partikel bimodal dua puncak
dengan rentang yang lebar Gambar 4a. Pola distribusi ini menggambarkan bahwa tepung hasil penggilingan tanpa pengayakan memiliki sebaran ukuran
partikel yang beragam dan rentang ukurannya luas yang berkisar dari 22.6 µm sampai 764 µm dengan nilai D
50
yaitu 332 µm. Distribusi partikel monomodal satu puncak diperoleh pada ampas tapioka
berukuran 450 – 250 µm, 250 – 177 µm, dan 177 – 149 µm Gambar 4b, 4c, dan
4d dimana secara berurut-turut berkisar dari 312 µm sampai 660 µm, 214 µm sampai 460 µm, dan 124 µm sampai 293 µm. Grafik ketiga ampas tapioka
tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu puncaknya lancip dengan sebaran yang normal dan rentang ukuran partikel yang lebih sempit dibandingkan
tepung hasil peggilingan tanpa pengayakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ampas tapioka hasil penggilingan yang diayak memiliki ukuran partikel yang
lebih seragam dan lebih kecil dimana nilai D
50
secara berturut-turut yaitu 453 µm, 314 µm, dan 196 µm.
Ampas tapioka hasil penggilingan yang telah diayak memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan lebih seragam. Tabel 3 menunjukkan bahwa setelah
proses pengayakan hasil penggilingan ampas tapioka memiliki nilai D
50
atau nilai median yang semakin mendekati nilai rata-rata D
4,3
. Hal tersebut menunjukkan bahwa partikel ampas tapioka hasil penggilingan setelah pengayakan memiliki
ukuran yang lebih seragam dibandingkan dengan tepung hasil penggilingan tanpa diayak.
Pada ampas tapioka berukuran partikel paling kecil yaitu 149 µm Gambar 4e, distribusi ukuran partikelnya kembali memiliki rentang yang lebih luas
dibandingkan dengan ketiga tepung yang telah diayak. Ukuran partikelnya lebih kecil dan beragam yang ditunjukkan dengan grafik yang terdiri dari dua puncak
bimodal dengan rentang yang lebih lebar. Distribusi partikel ampas tapioka berukuran 149 µm berkisar dari 12.5 µm sampai 230 µm dengan diameter rata-
rata 111 µm D
4,3
. 19
4.2 Rendemen
Pada penelitian ini tepung ampas tapioka disiapkan dengan proses penggilingan ampas tapioka kering menggunakan disc mill dengan kecepatan
putaran 1425 rpm sehingga diperoleh ampas tapioka hasil penggilingan. Rendemen ampas tapioka hasil penggilingan diperoleh sebesar 84.92.
Kehilangan berat terjadi disebabkan oleh tepung yang dihasilkan menempel pada alat penggiling dan tempat penampungan tepung. Selain itu, tepung yang
berukuran sangat halus terhembus keluar oleh udara saat penggilingan. Tabel 4 Pengaruh ukuran partikel dan frekuensi pencucian terhadap rendemen
tepung ampas tapioka yang dihasilkan
Frekuensi pencucian
Rendemen Hasil
penggilingan tanpa
pengayakan 450-250
µm 250-177
µm 177-149
µm 149 µm
Sebelumtanpa pencucian
84.92±0.75 20.60±0.45
12.59±0.36 3.69±0.15
45.21±1.46 Setelah pencucian
Pencucian 1 x 97.41±0.27
96.30±0.14 96.40±0.57
88.40±0.57 75.72±0.40
Pencucian 2 x 94.34±0.09
86.56±0.16 89.22±1.11
84.31±0.44 72.10±0.14
Pencucian 3 x 86.65±0.52
76.86±0.11 83.24±0.13
79.80±1.37 69.77±0.25
Pencucian 4 x 72.88±0.51
67.39±0.26 72.97±0.08
68.45±0.29 63.98±0.52
Pencucian 5 x 56.21±0.28
56.38±0.54 64.92±0.15
59.03±0.26 31.90±0.39
Pencucian 6 x 49.24±0.57
33.48±0.23 29.98±0.09
19.32±0.42 16.02±0.09
Rendemen tepung ampas tapioka sebelum pencucian merupakan rendemen yang diperoleh dari hasil pengayakan ampas tapioka hasil penggilingan dengan
ukuran partikel yang berbeda menggunakan ayakan bergoyang pada berbagai ukuran yaitu 40, 60, 80, dan 100 mesh. Variasi ukuran partikel yang diperoleh
yaitu tepung berukuran 420-250 µm lolos ayakan 40 mesh, tertahan oleh ayakan 60 mesh, 250-177 µm
lolos ayakan 60 mesh, tertahan oleh ayakan 80 mesh, 177-149 µm lolos ayakan 80 mesh, tertahan oleh ayakan 100 mesh, dan 149
µm lolos ayakan 100 mesh. Sedangkan, Rendemen tepung ampas tapioka setelah pencucian adalah tepung ampas tapioka yang diperoleh dari hasil pencucian
ampas tapioka hasil penggilingan dengan ukuran partikel yang berbeda kemudian dilakukan proses pengeringan menggunakan cabinet dryer.
Ukuran partikel dan frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rendemen tepung ampas tapioka p0.05 Lampiran 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa rendemen tertinggi diperoleh pada ampas tapioka hasil penggilingan dengan ukuran partikel 149 µm sedangkan rendemen
terendah diperoleh pada ukuran partikel 177-149 µm. Setelah proses pencucian, frekuensi pencucian yang semakin banyak menghasilkan rendemen tepung ampas
tapioka yang semakin rendah. Rendemen tepung ampas tapioka hasil pencucian sebanyak 6 kali merupakan rendemen yang paling rendah.
Interaksi antara ukuran partikel ampas tapioka hasil penggilingan dan frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
rendemen tepung ampas tapioka. Setelah proses pencucian, penurunan rendemen
tepung ampas tapioka paling rendah diperoleh pada ampas tapioka hasil penggilingan tanpa pengayakan sedangkan penurunan paling tinggi diperoleh
pada ampas tapioka berukuran 149 µm. Sebelum proses pencucian, ampas tapioka hasil penggilingan berukuran 149 µm memiliki rendemen yang paling
tinggi, sedangkan setelah proses pencucian menghasilkan tepung ampas tapioka dengan rendemen yang paling rendah dibandingkan tepung yang lain yaitu sebesar
16.02. Rendemen tepung ampas tapioka yang paling tinggi diperoleh dari hasil pencucian ampas tapioka hasil penggilingan tanpa pengayakan yaitu sebesar
49.24.
Rendemen tepung ampas tapioka yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang menggunakan metode berbeda,
seperti proses fermentasi dan proses hidrolisis. Proses fermentasi pada ampas tapioka menghasilkan rendemen tepung serat ampas tapioka sebesar 12.74
Rosida 1994 sedangkan proses hidrolisis menggunakan asam klorida menghasilkan rendemen tepung serat pangan sebesar 3.66 Iman 2006.
4.3 Kadar Air
Pengaruh kombinasi perlakuan ukuran partikel ampas tapioka dan frekuensi pencucian terhadap kadar air tepung ampas tapioka yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa ukuran partikel ampas tapioka mempengaruhi kadar air tepung ampas tapioka sedangkan frekuensi
pencucian dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air tepung ampas tapioka p0.05 Lampiran 1.
Gambar 5 Grafik kadar air tepung ampas tapioka yang dihasilkan pada kombinasi perlakuan ukuran partikel ampas tapioka hasil penggilingan dan
frekuensi pencucian Tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan
berukuran partikel 149 µm memiliki kadar air yang paling rendah dibandingkan dengan tepung ampas tapioka lainnya. Menurut Hossen et al. 2011 semakin
kecil ukuran partikel akan memperbesar luas permukaan bahan yang terpapar dengan panas sehingga semakin banyak air yang teruapkan pada proses
pengeringan dan menurunkan kadar air bahan. Secara keseluruhan kadar air tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka dengan ukuran partikel