Ampas Tapioka Pengaruh Penggilingan Ampas Tapioka Dengan Ukuran Partikel Berbeda Dan Frekuensi Pencucian Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Ampas Tapioka Yang Dihasilkan

Serat pangan sering digunakan sebagai bahan baku atau bahan tambahan pada produk olahan pangan karena memiliki sifat fungsional, seperti meningkatkan daya ikat air, daya ikat minyak, emulsifikasi danatau pembentuk strukstur gel Chaplin 2003; Chau dan Huang 2003. Bahkan, menurut Elleuch et al. 2010 penggunaan serat pangan dalam produk pangan produk bakery, olahan susu, selai, daging, sup dapat memodifikasi tekstur, mencegah sineresis, menstabilkan pangan tinggi lemak dan sebagai emulsi, dan meningkatkan daya tahan simpan. Berikut ini adalah beberapa sifat fisikokimia dan fungsional serat pangan. a. Kelarutan serat pangan solubility Berdasarkan jenis kelarutannya, serat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu serat tidak larut air insoluble fiber dan serat yang larut air soluble fiber. Sifat kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi. Selulosa, lignin, dan beberapa fraksi hemiselulosa digolongkan sebagai serat tidak larut air suhu 90 o C, sedangkan pektin, gum, musilase, dan beberapa hemiselulosa digolongkan sebagai serat larut air suhu 90 o C Schneeman, 1987. Beberapa ahli pangan telah mengungkapkan manfaat penggunaan serat pangan. Serat pangan yang larut air cocok digunakan dalam makanan cair seperti sup, minuman, dan puding. Sedangkan serat pangan tidak larut air biasanya digunakan dalam makanan padat dan produk panggang atau bakery Andon 1987. Tudoric et al. 2002 melaporkan bahwa penambahan serat pangan larut air dan tidak larut air mempengaruhi keseluruhan kualitas komposisi biokimia, sifat pemasakan, dan karakteristik tekstur pasta. Pelepasan glukosa juga secara signifikan menurun dengan penambahan serat larut air. Pada produk pasta, sifat anti lengket yang berasal dari serat dari oat, barley, kedelai, bekatul membantu memudahkan proses ekstruksi dan juga berperan untuk kekuatan adonan atau memperbaiki umur penyajian pada pasta yang dimasak. b. Daya serap air water absorption Serat makanan memiliki daya serap air yang tinggi, namun tergantung pada jenis polisakaridanya. Selulosa memiliki mkapasitas yang terbatas dalam menyerap air, sedangkan arabinoxylan mempunyai kapasitas penyerapan yang sangat besar. Sifat-sifat daya serap air selain tergantung pada tipe polisakarida juga tergantung kepada komponen makanan lainnya, seperti pektin sangat tergantung pada protein ion-ion Trowell et al. 1985. Serat pangan dapat digunakan untuk meningkatkan tekstur produk olahan daging, seperti sosis, daging asap dan salami. Di samping itu serat juga memiliki kemampuan meningkatkan kapasitas retensi air yang berperan pada matriks daging dalam mempertahankan sifat “juiceness” yang secara tidak langsung berperan dalam mempertahankan flavor. Pada pembuatan roti, penggunaan serat pangan sebagai bahan baku dilaporkan dapat meningkatkan daya serap air tepung. Toma et al. 1979 melaporkan bahwa roti yang ditambahkan serat dari kulit kentang memiliki kadar total serat pangan, kapasitas pengikatan air yang lebih baik dibandingkan roti yang tidak ditambahkan serat dari kulit kentang. Cake yang ditambahkan 25 serat kulit apel memiliki kualitas yang lebih baik. Penambahan serat kulit apel juga menghindari penggunaan flavour lain karena secara alami sudah terdapat flavour buah Sudha et al. 2007. Kemampuan serat pangan dalam mengikat air juga berfungsi dalam peningkatkan kandungan air dalam usus besar sehingga dapat mencegah penyakit kanker. Selain itu serat pangan memberi bentuk lebih lunak dan besar pada feses sehingga dapat mencegah penyakit divertikular Muchtadi, 2000. c. Kekentalan serat pangan viscosity Sifat umum senyawa-senyawa serat pangan antara lain adalah molekulnya berbentuk polimer dengan ukuran besar, strukturnya kompleks, banyak mengandung gugus hidroksil, dan kapasitas pengikatan airnya besar Brown 2000. Senyawa pektin, musilase, dan beberapa hemiselulosa mempunyai kapasitas pengikatan air yang tinggi karena mengandung banyak residu gula dengan gugus hidroksil bebas Southgate 1976. Dalam pembuatan produk minuman, penambahan serat pangan meningkatkan viskositas dan kekentalannya, serat larut air lebih sering digunakan karena lebih terdispersi dalam air daripada serat tidak larut air. Banyaknya gugus hidroksil bebas yang bersifat polar serta struktur matriks yang berlipat-lipat memberi peluang besar bagi terjadinya pengikatan air melalui ikatan hidrogen. Sifat mengikat air dari serat makanan ini penting dalam mempertahankan air dalam lambung, meningkatkan viskositas makanan dalam usus kecil, dan berhubungan dengan peranan serat pangan dalam metabolisme tubuh Brown, 2000. d. Daya ikat minyak oil holding capasity Kemampuan serat untuk mengikat minyak sangat penting dalam aplikasi pangan, seperti pencegahan kehilangan lemak saat pemasakan Anderson dan Berry 2001a, 2001b. Serat pangan larut air seperti pektin, inulin, guar gum, dan CMC digunakan sebagai ingredient fungsional pada produk susu. Penambahan guar gum, inulin, dan pektin selama proses pembuatan keju mampu menurunkan kandungan lemaknya tanpa menghilangkan karakteristik organoleptik, seperti tekstur dan flavor. Selain itu, penambahan serat pangan pada pembuatan yogurt dan es krim meningkatkan stabilitas emulsinya. Penambahan serat pangan pada produk bakery meningkatkan kualitas nilai gizinya karena serat pangan dapat menurunkan kandungan lemak, dengan penggunaan serat pangan substitusi lemak tanpa menurunkan kualitasnya Byrne 1997; Martin 1999. Selain itu, kemampuan serat dalam pengikatan minyak erat kaitannya dengan kemampuan untuk menyerap atau mengikat asam empedu dan meningkatkan eksresinya bersamaan dengan reduksi kolesterol plasma.

2.3 Penggunaan Serat Ampas Tapioka sebagai Ingredient Pangan

Ampas tapioka berpotensi untuk digunakan sebagai sumber serat pangan Camargo et al. 2008. Pemanfaatan ampas tapioka dapat dioptimalkan dengan membuat kandungan serat pangannya lebih tinggi. Beberapa penelitian mengenai teknologi proses untuk menghasilkan tepung ampas tapioka dengan kadar serat pangan yang lebih tinggi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rosida 1994 diketahui bahwa proses fermentasi ampas tapioka selama tiga hari mampu menghasilkan tepung ampas tapioka dengan kadar pati yang lebih rendah 52.08 menjadi 45.98 dan kadar serat pangan yang lebih tinggi 35.95 menjadi 39.75. LaCourse et al. 1993 menyatakan bahwa penambahan 1 enzim alpha-amylase pada ampas tapioka segar selama 4 jam menghasilkan ampas tapioka dengan kadar serat pangan sebesar 74.7 dalam berat kering dan memiliki nilai viskositas sebesar 350 BU. Proses tersebut mampu menghasilkan tepung ampas tapioaka dengan kadar serat pangan 39.7 lebih tinggi dari tepung ampas tapioka tanpa perlakuan. Proses hidrolisis parsial secara enzimatik pada ampas tapioka menggunakan dua jenis enzim komersial yaitu enzim termamyl dan amyloglucosidase AMG mampu menghasilkan tepung ampas tapioka dengan kadar serat pangan yang lebih tinggi yaitu dari 43.10 menjadi 60.90 Raupp et al. 2004. Pemberian tepung ampas tapioka hasil proses hidrolisis parsial terhadap tikus contoh mampu meningkatkan fungsi pencernaan yaitu meningkatkan padatan feses, berat feses, dan frekuensi defekasi pada tikus contoh. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tepung ampas tapioka hasil hidrolisis parsial dapat digunakan sebagai sumber serat pangan dalam formulasi pangan fungsional untuk nutrisi manusia. Pada penelitian yang dilakukan Raupp et al. 2004, diketahui juga bahwa tepung ampas tapioka hasil hidrolisis parsial yang diuji tanpa pengadukan memiliki kemampuan hidrasi sebesar 1.7 kali volume awal sampel sedangkan dengan pengadukan kemampuan hidrasinya sebesar 4.3 kali volume awal sampel. Selain itu, dilakukan juga pengujian kemampuan hidrasi berdasarkan ukuran partikelnya. Kemampuan hidrasinya semakin besar dengan semakin kecilnya ukuran partikel sampel. Namun peningkatan tersebut terjadi hingga ukuran partikel tertentu, kemampuan hidrasi sampel semakin berkurang jika pengecilan ukuran partikel sampel dilanjutkan menjadi ukuran yang lebih kecil. Beberapa penelitian mengenai pemanfaatan ampas tapioka sebagai ingredient pangan telah dilakukan. Penggunaan ampas tapioka sebagai bahan baku pengolahan pangan dapat menghasilkan produk pangan tinggi serat sehingga meningkatkan nilai produk tersebut Sriroth et al. 2000; Shittu et al. 2008. Selain itu, penggunaan ampas tapioka sebagai serat pangan juga akan mempengaruhi karakteristik produk pangan yang dihasilkan. Serat pada bahan pangan dapat merubah konsistensi, tekstur, sifat reologi dan karakteristik sensori pada produk akhir Guillon dan Champ 2000. Dischsen et al. 2013 melaporkan bahwa penggunaan ampas tapioka sebagai bahan baku pada formulasi pembuatan breakfast cereal produk ekstruder meningkatkan kandungan total serat pangannya. Penambahan 20 ampas tapioka pada formulasi pembuatan breakfast cereal menghasilkan produk dengan kandungan total serat pangan sebesar 17.09 dengan penerimaan sensori yang disukai atau tidak jauh berbeda dengan breakfast cereal yang terbuat dari jagung. Penambahan ampas tapioka pada pada formulasi pembuatan breakfast cereal juga menghasilkan produk dengan tekstur yang lebih renyah setelah diseduh dengan susu dibandingkan dengan breakfast cereal tanpa penambahan ampas tapioka. Hal tersebut diduga karena serat pada produk menghambat daya kembang produk sehingga meningkatkan densitasnya. Peningkatan kadar total serat pangan menurunkan kadar pati pada produk sehingga mempengaruhi daya kembang produk. Serat dapat meningkatkan kerusakan dinding sel pati dan mencegah udara untuk mengembang secara maksimum, sehingga dihasilkan produk yang padat dan keras dengan daya kembang yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Fiorda et al. 2013 menunjukkan bahwa ampas tapioka dapat digunakan sebagai bahan baku pada formulasi pasta bebas