Frekuensi pencucian yang semakin banyak mengakibatkan kadar total serat pangan tepung ampas tapioka yang dihasikan signifikan lebih tinggi p0.05
Lampiran 1. Hal ini dikarenakan semakin banyak frekuensi pencucian maka semakin banyak air yang mendorong granula pati keluar sehingga serat yang
tertinggal menjadi lebih banyak. Semakin banyak pati yang dikeluarkan maka kadar serat tepung ampas tapioka yang dihasilkan semakin tinggi.
Interaksi perlakuan ukuran partikel ampas tapioka hasil penggilingan dan frekuensi pencucian berpengaruh nyata p0.05 terhadap kadar total serat pangan
tepung ampas tapioka yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran partikel ampas tapioka hasil penggilingan maka semakin besar peningkatan kadar serat pangan
tepung ampas tapioka yang dihasilkan setelah proses pencucian Gambar 6b. Pengecilan ukuran partikel menyebabkan dinding sel mengalami kerusakan dan
mengakibatkan semakin banyak jumlah granula pati yang terlepas dari jaringan serat Dubat 2004 sehingga pada proses pencucian granula pati lebih mudah
terdorong keluar dari jaringan serat.
Pada penelitian ini diperoleh kadar total serat pangan tepung ampas tapioka tertinggi yaitu sebesar 51.92. Kadar serat pangan yang dihasilkan tersebut
nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat pangan tepung serat pangan yang dihasilkan melalui proses fermentasi Rosida 1994 yaitu sebesar 35.95.
Namun, kadar serat pangan pada tepung ampas tapioka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tepung ampas tapioka yang diberi perlakuan hidrolisis
parsial menggunakan enzim amilolitik Raupp et al. 2004, hirolisis menggunakan enzim amilolitik yang disertai dengan pemanasan LaCourse et al. 1993 dan
hirolisis menggunakan asam klorida Iman 2006. Kadar serat pangan yang dihasilkan dari kedua proses tersebut secara berturut-turut yaitu 60.9, 74.7 dan
88.00.
4.6 Karakteristik Pasting
Profil pasta merupakan salah satu cara untuk memprediksi sifat fungsional pati dan pengembangan aplikasinya di dalam produk secara optimal Chen,
2003. Berdasarkan kurva amilograf pasting tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan dengan ukuran partikel berbeda
tanpa pencucian Gambar 8 diketahui bahwa pengecilan ukuran partikel ampas tapioka menghasilkan viskositas tepung ampas tapioka yang semakin rendah. Hal
tersebut diduga karena granula pati pada tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan berukuran partikel kecil memiliki
kemampuan mengembang yang rendah sehingga viskositasnya rendah Singh et al. 2010.
Tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan berukuran 450-250 µm memiliki viskositas yang paling tinggi dan
suhu pasting yang paling rendah dibandingkan dengan tepung lainnya. Hal ini diduga karena tepung tersebut memiliki populasi partikel yang berukuran besar
lebih banyak dibandingkan tepung lainnya Tabel 3. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hossen et al. 2011 yaitu tepung
singkong berukuran partikel lebih besar memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung singkong berukuran partikel lebih kecil. Yildiz et al.
2013 mengungkapkan bahwa granula pati yang berukuran besar mampu
mengikat air lebih banyak dan mempertahankan pembengkakan selama pemanasan sehingga viskositasnya lebih tinggi. Selain itu, viskositas yang tinggi
pada tepung ampas tapioka berukuran partikel besar diduga karena serat pada ampas tapioka yang berukuran lebih besar. Hasil penelitian Sun et al. 2015
menunjukkan bahwa pati gandum yang ditambahkan serat gandum dan serat kacang hijau berukuran partikel lebih besar viskositasnya lebih tinggi daripada
partikel serat gandum dan serat kacang hijau yang lebih kecil. Hal tersebut disebabkan karena partikel serat yang lebih besar menyerap air lebih banyak
selama proses pemanasan sehingga air yang diserap oleh pati menurun sehingga pembengkakan granula pati dapat dipertahankan Sun et al. 2015.
Gambar 8 Amilograf pasting tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan dengan ukuran partikel berbeda tanpa
pencucian
Perbedaan nilai viskositas puncak dan viskositas panas dari masing-masing pati menyebabkan parameter viskositas breakdown dan viskositas balik tidak bisa
digunakan untuk membandingkan kerentanan terhadap panas dan kecenderungan retrogradasi antar sampel. Agar bisa dilakukan pembandingan antar sampel, maka
viskositas breakdown dinyatakan dalam bentuk relatif terhadap viskositas puncak dan viskositas setback dinyatakan dalam bentuk relatif terhadap
viskositas panas. Viskositas panas merupakan indikator dari kerentanan granula terhadap pemanasan, sementara viskositas balik mengindikasikan potensi
pembentukan gel dan kecenderungan retrogradasi Syamsir 2012.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pengecilan ukuran ampas tapioka hingga 177- 149 µm menghasilkan tepung ampas tapioka dengan kestabilan viskositas selama
pemanasan yang semakin tinggi namun pada tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan berukuran 149 µm
kestabilannya menurun. Hal tersebut berkaitan dengan kandungan serat yang terdapat pada tepung ampas tapioka. Pengecilan ukuran ampas tapioka hingga
177-149 µm menghasilkan kadar serat pangan tepung ampas tapioka yang semakin tinggi, namun pada tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas
tapioka hasil penggilingan berukuran 149 µm kadar seratnya mengalami penurunan. Serat pangan memiliki struktur yang kompleks, banyak mengandung