Kadar Total Serat Pangan Karakteristik Pasting

a b c d e Gambar 9 Amilograf pasting tepung ampas patioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan dengan ukuran partikel berbeda a hasil penggilingan tanpa pengayakan b 450 – 250 µm, c 250 – 177 µm, d 177 – 149 µm, dan e 149 µm pada frekuensi pencucian berbeda Tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan tanpa pengayakan setelah dicuci sebanyak satu hingga enam kali pencucian mengalami penurunan viskositas Gambar 9a. Tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari pencucian sebanyak satu hingga enam kali memiliki karakteristik pasting yang hampir sama Lampiran 1. Hal ini diduga karena tepung tepung tersebut memiliki kadar serat dan pati yang hampir sama sehingga karakteristik pasting yang dihasilkan tidak berbeda. Tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan berukuran partikel 450-250 µm pada frekuensi pencucian sebanyak satu hingga enam kali menghasilkan tepung dengan viskositas yang hampir sama Gambar 9b. Namun, semakin banyak frekuensi pencucian menghasilkan viskositas breakdown relatif yang semakin menurun Lampiran 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa tepung tersebut semakin mampu mempertahankan viskositasnya selama pemasakan karena kadar serat yang terkandung pada tepung ampas tapioka 450-250 µm setelah pencucian yang semakin tinggi. Amilograf pasting tepung ampas patioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan berukuran partikel 250-177 µm dan 177-149 µm pada frekuensi pencucian yang berbeda Gambar 9c dan 9d menunjukkan bahwa frekuensi pencucian yang semakin banyak menyebabkan viskositas, viskositas breakdown relatif, dan suhu pasting yang semakin menurun sedangkan viskositas setback relatif semakin meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa frekuensi pencucian yang semakin banyak menghasilkan tepung ampas tapioka yang lebih tahan selama pemanasan dan kecenderungan terhadap retrogradasi yang semakin rendah. Pengaruh frekuensi pencucian terhadap karakteristik pasting tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan berukuran 149 µm dapat dilihat pada Gambar 9e. Viskositas, suhu pasting, viskositas breakdown relatif dan viskositas setback relatif tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan berukuran 149 µm semakin menurun dengan semakin banyaknya frekuensi pencucian. Hal tersebut menunjukkan bahwa frekuensi pencucian yang semakin banyak menghasilkan tepung ampas tapioka yang lebih tahan selama pemanasan tapi cenderung lebih mudah retrogradasi. Karakteristik pasting tepung ampas tapioka yang dihasilkan tersebut disebabkan karena kadar serat pangan tepung ampas tapioka yang dihasilkan mengalami peningkatan. 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Ukuran partikel ampas tapioka hasil penggilingan dan frekuensi pencucian serta interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar pati, kadar total serat pangan dan karakteristik pasting. Pengecilan ukuran ampas tapioka dan frekuensi pencucian yang semakin banyak menghasilkan tepung ampas tapioka dengan kadar pati yang semakin rendah dan kadar serat pangan yang semakin tinggi. Pengecilan ukuran ampas tapioka menghasilkan tepung ampas tapioka dengan viskositas yang semakin rendah sedangkan ketahanan terhadap pemanasan, kecenderungan terhadap retrogradasi dan suhu pasting yang semakin meningkat, namun kecenderungan terhadap retrogradasi paling rendah diperoleh pada tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari penggilingan ampas tapioka berukuran 177-149 µm sedangkan suhu pasting paling rendah diperoleh dari penggilingan ampas tapioka berukuran 450-250 µm. Frekuensi pencucian yang semakin banyak menghasilkan tepung ampas tapioka dengan viskositas dan suhu pasting yang semakin menurun sedangkan ketahanan terhadap panas dan kecenderungan terhadap retrogradasi semakin meningkat. Namun, frekuensi pencucian yang semakin banyak terhadap ampas tapioka hasil penggilingan tanpa pengayakan dan berukuran 450-250 µm menghasilkan tepung ampas tapioka dengan suhu pasting yang semakin meningkat. Selain itu, tepung ampas tapioka yang dihasilkan dari ampas tapioka hasil penggilingan berukuran 149 µm kecenderungan terhadap retrogradasinya semakin rendah dengan semakin banyak frekuensi pencucian. Berdasarkan hasil penelitian, ampas tapioka berukuran partikel 177-149 µm dengan pencucian sebanyak 6 kali merupakan perlakuan yang dapat menghasilkan tepung ampas tapioka dengan kadar serat pangan yang paling tinggi 51.92, dan kadar pati 21.77, viskositas 1860 cP, serta kecenderungan retrogradasi yang paling rendah 43.25. Selain itu, dihasilkan juga ketahanan terhadap pemanasan yang tinggi 20.32 dan suhu pasting yang rendah 62.4 o C. Namun, berdasarkan pertimbangan rendemen dan jumlah air yang digunakan maka ampas tapioka berukuran partikel 450-250 µm dengan pencucian sebanyak 4 kali telah mampu menghasilkan tepung ampas tapioka dengan kadar serat pangan yang tinggi 38.34, kadar pati yang rendah 30.11, viskositas yang lebih tinggi 2496 cP, tahan terhadap pemanasan 22.20, kecenderungan untuk retrogradasi yang rendah 53.96, dan suhu pasting yang tinggi 81.65 o C .

5.2 Saran

Untuk mendukung hasil penelitian ini, perlu dilakukan analisis lebih lanjut terhadap sifat fungsional tepung ampas tapioka yang dihasilkan. Disamping itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi tepung ampas tapioka yang dihasilkan terhadap produk pangan. DAFTAR PUSTAKA [AACC] American Association of Cereal Chemists International. 1983. Approved Methods of Analysis11th Ed. Method 61-02.01. Determination of the Pasting Properties of Rice with the Rapid Visco Analyzer. [AACC] American Assosiation of Cereal Chemist. 2001. The definition of dietary fiber. Report of the Dietary Fiber Definition Committee to the Board of the AACC. Cer Foods World 46 3, 112-126. Abdul-hamid, Luan YS. 2000. Functional properties of dietary fiber prepared from defatted rice bran. J. Food Chem 681 :15 –19. Ahmed J, Taher A, Mulla MZ, Al-Hazza A, Luciano G. 2016. Effect of sieve particle size on functional, thermal, rheological and pasting properties of Indian and Turkish lentil flour. J. Food Eng 186 : 34-41. Anderson ET, Berry BW. 2001a. Identification of non meat ingredients for increasing fat holding capacity during heating of ground beef. J of Food Qual 24: 291 –299. Anderson ET, Berry BW. 2001b. Effects of inner pea fiber on fat retention and cooking yield in high fat ground beef. Food Res Int 34: 689 –694. Andon SA. 1987. Application of soluble dietary fiber. J Food Tech 411: 74-75. Anita FP, Abraham P. 1997. Clinical dietetics and nutrition. Delhi Oxford University Press, Calcutta, pp 73 –77. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International, 18th ed. AOAC International: Gaithersburg, MD, USA. [AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 2012. Official Methods of analysis of AOAC international. Volume II.19th edition. Aro SO, Aletor V A, Tewe OO, Agbede JO. 2010. Nutritional potentials of cassava tuber wastes: A case study of a cassava starch processing factory in south-western Nigeria. Livest Res Rural Dev, 22 11 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Industri Manufaktur Indonesia 2011. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Brown A. 2000. Understanding Food Principles and Preparation. Wadsworth, USA. Byrne M. 1997. Low-fat with taste. Food Eng Int 22:36 –41 Camargo KF, Leonel M, Mischan MM. 2008. Produção de biscoitos extrusados de polvilho azedo com fibras: efeito de parâmetros operacionais sobre as propriedades físicas. Ciência e Tecnol de Aliment, v. 28, n. 3, p. 586-591. Cereda MP, Takahashi M. 1996. Cassava wastes: their characterization and uses and treatment in Brazil. Di dalam: Dufour D, OBrien GM, Best R. Eds., Cassava Flour and Starch. Cali: CIAT, p. 222. Chaplin MF. 2003. Fiber and water binding. Proseeding of the Nutrition Society. 62, 223-227. Chau CF, Huang. 2003. Composition of the chemical composition and physicochemical properties of different fibers prepare from the peel of Citrus sinensis L. cv. Liucheng. J Agr and Food Chem. 51, 26615-2618. Chen Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet Potato Starches and Their Application in Noodle Products. Ph.D. Thesis Wageningen University. Cheng JJ, Timilsina GR.. 2011. Status and barriers of advanced biofuel technologies A review. Renew Energy 36 : 3541-3549. Da G, Ferret E, Marechal PA, Thanh ML, Marouze C, Dufour D. 2010. Modeling small-scale cassava starch extraction. Simulation of the reduction of water consumption through a recycling process. Process Biochem 45 1837 –1842 De Mello Andrade JM, De Jong EV, Henriques AT. 2014. Byproducts of orange extraction: influence of different treatments in fiber composition and physical and chemical parameters. Brazilian J Pharm Sci vol. 50, n. 3. Dhingra D, Michael M, Rajput H. 2011. Dietary fibre in foods : a review. J Food Sci Technol 493:255 –266 Dischsen AE, Monteiro ARG, Fukuda GT, Marques DR. 2013. Development of a breakfast cereal using waste from cassava processing industry. Acta Scient Tech 35 1 : 157-161 Dubat, A. 2004. The importance and impact of starch damage and evolution of measuring methods. Sdmatic, New York. Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smith F. 1956. Calorimetric Method for Determination of Sugars and Related Substance. Anal Chem 28 : 350-356. Elleuch M, Bedigian D, Roiseux O, Besbes S, Blecker C, Attia H. 2010. Dietary fibre and fibre-rich by-products of food processing: Characterisation, technological functionality and commercial applications: A review. J FoodChem 124 411 –421 Ezeh O, Gordon MH, Niranjan K. 2015. Enhancing the recovery of tiger nut Cyperus esculentus oil by mechanical pressing: moisture content, particle size, high pressure and enzymatic pre-treatment effects. J Food Chem 07 : 151 Fiorda F, Junior M, da Silva F, Souto L, Grosmann M. 2013. Amaranth flour, cassava starch and cassava bagasse in the production of gluten free pasta : technological and sensory aspects. Int J Food Sci Tech 48 : 1977-1984. Food and Nutrition Board, Institute of Medicine. 2001. Dietary reference intakes. Proposed definition of dietary fiber. A report of the panel on the definition of dietary fiber and the standing committee on the scientific evaluation of dietary reference intakes. Washington, DC: National Academy Press. Fungsin BS, Akaracharany A, dan Srinorakutara T. 2009. Conversion of cassava waste into sugar using Aspergillus niger and Trichoderma reesei for ethanol production. Poster of Thailand Institut of Scientific and Technology Research TISTR [internet]. [diunduh 2009 Sep 30]. Tersedia pada:http:www.biomassasia-workshop.jpbiomassws04workshopposter _pdf Poster09.pdf Guillon F, Champ M. 2000. Structural and physical properties of dietary fibres, and consequences of processing on human physiology. Food Res Int 33:233-245. Hermiati E, Azuma J, Mangunwidjaja D, Sunarti TC, Suparno O, Prasetya B. 2011. Hydrolisis of carbohydrates in cassava pulp and tapioca flour under microwave irradiation. Indo J Chemistry, 2011, 11 3 , 238-245 Hossen MD, Sotome I, Takenaka M, Isobe S, Nakajima M, Okadome H. 2011. Effect particle size of different crop starches and their flours on pasting properties. Jpn J Food Eng 12 1 : 29-36 Iman, Agus Nurul. 2006. Produksi hidrolisat pati dan serat pangan dari singkong dengan hidrolisis asam klorida. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Infante B, García O, Rivera C. 2013. Characterization of dietary fiber and pectin of cassava bread obtained from different regions of Venezuela. Rev Chil Nutrition 40 2 : 169-173 LaCourse NL, Chicalo K, Marlton, Zallie JP, Hillsborough, Altieri PA, Mead B. 1993. Dietary fiber derived from tapioca and process therefor. Nation Starch and Chem App. No : 157,489. Lee YJ, Yoon WB. 2015. Flow behaviour and hopper design for black soybean powders by particle size. J Food Eng 144 : 10-19 Lopez G, Ros G, Rincon F, Periago MJ, Martinez MC, Ortun J. 1996. Relationship between Physical and Hydration Properties of Soluble and Insoluble Fiber of Artichoke. J Agric Food Chem 44 : 2773-2778 Ma M, Mu T. 2015. Effects of extraction methods and particle size distribution on the structural, physicochemical, and functional properties of dietary fiber from deoiled cumin. Food Chem 194 : 237 –246 Marliyati SA, A Sulaeman, dan F Anwar. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB. Martin K. 1999. Replacing fat, retaining taste. Food Eng Int 24:57 –59 Muchtadi D. 2000. Sayur-sayuran : Sumber Serat dan Antioksidan Mencegah Penyakit Degeneratif. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Nurdjanah S dan Elfira W. 2009. Profil komposisi dan sifat fungsional serat pangan dari ampas ekstraksi pati beberapa jenis umbi. J Teknol Ind dan Hasil Pert 14 1 Pandey A, Soccol CR, Nigam P, Soccol VT, Vandenberghe LPS, Mohan R. 2000. Biotechnological potential of agro-industrial residues : cassava bagasse. Bioresource Technol 74 : 81-87. Park IM, Ibanez AM, Zhong F, Shoemaker CF. 2007. Gelatinization and pasting properties of waxy and non-waxyrice starches. Starch 598:388-396. Purnawati R. 2007. Pengembangan produksi bioinsektisida oleh Bacillus thuringiensis subsp. Israelensis secara curah menggunakan substrat onggok [tesis]. Bogor: Program pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Purwantana B, Purwadi T, Fauzi M. Kajian kinerja mesin pengaduk pada proses pembuatan pati aren Arenga pinnata Merr.. Prosiding Seminar nasional Fakultas Teknologi Pertanian 2008; Yogyakarta. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Raghavendra SN, Swamy SRR, Rastogi NK, Raghavarao KSMS, Kumar S, Tharanathan RN. 2006. Grinding characteristics and hydration properties of coconut residue: a source of dietary fibre. J Food Eng 72:281 –286 Rattanachomsri U, Tanapongpipat S, Eurwilaichitr L, Champreda V. 2009. Simultaneous non-thermal saccharification of cassava pulp by multi-enzyme activity and ethanol fermentation by Candida tropicalis. J Biosci Bioengineering 107 : 488-493. Raupp DS, Rosa DA, Marques SHP, Banzatto DA. 2004. Digestive and functional properties of a partially hydrolyzed cassava solid waste with high insoluble fiber concentration. Science Agric 613: 286-291. Raupp DS, Marques SHP, Rosa DA, Caldi CM, Cremasco, ACV, Banzatto DA. 2002. Arraste via fecal de nutrientes da ingestão produzido por bagaço de mandioca hidrolisado. Scientia Agr 59 : 235-242 Raupp DS, Moreira SS, Banzatto DA, Sgarbieri VC. 1999. Composição e propriedades fisiológico-nutritivas de uma farinha rica em fibra insolúvel obtida do resíduo fibroso de fécula de mandioca. Ciência e Tecnol de Aliment 19 : 205-210. Rosida. 1994. Pembuatan Tepung Serat Makanan Dietary Fiber dari Ampas Pembuatan Tapioka. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Saengchan K, Nopharatana M, Lerdlattaporn R, Songkasiri W. 2015. Enhancement of starch-pulp separation incentrifugal-filtration process: Effects of particle sizeand variety of cassava root on free starch granuleseparation. Food Bioprod Process 95 : 208 –217 Savlak N, Türker B, Yes-ilkanat N. 2016. Effects of particle size distribution on some physical, chemical and functional properties of unripe banana flour. J Food Chem 213 : 180 –186 Schacht C, Zetzl C, Brunner G. 2008. From plant materials to ethanol by means of supercritical fluid technology. J Supercritic Fluids 46 : 299-321. Schneeman BO. 1987. Soluble vs. Insoluble – Different Physiological responses. Food Tech 412: 81-82. Servais C, Jones R, Robert I. 2002. The Influence of particle size distribution on processing of food. J Food Eng 51 : 201-208.