Serat Pangan Pengaruh Penggilingan Ampas Tapioka Dengan Ukuran Partikel Berbeda Dan Frekuensi Pencucian Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Ampas Tapioka Yang Dihasilkan

menyatakan bahwa penambahan 1 enzim alpha-amylase pada ampas tapioka segar selama 4 jam menghasilkan ampas tapioka dengan kadar serat pangan sebesar 74.7 dalam berat kering dan memiliki nilai viskositas sebesar 350 BU. Proses tersebut mampu menghasilkan tepung ampas tapioaka dengan kadar serat pangan 39.7 lebih tinggi dari tepung ampas tapioka tanpa perlakuan. Proses hidrolisis parsial secara enzimatik pada ampas tapioka menggunakan dua jenis enzim komersial yaitu enzim termamyl dan amyloglucosidase AMG mampu menghasilkan tepung ampas tapioka dengan kadar serat pangan yang lebih tinggi yaitu dari 43.10 menjadi 60.90 Raupp et al. 2004. Pemberian tepung ampas tapioka hasil proses hidrolisis parsial terhadap tikus contoh mampu meningkatkan fungsi pencernaan yaitu meningkatkan padatan feses, berat feses, dan frekuensi defekasi pada tikus contoh. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tepung ampas tapioka hasil hidrolisis parsial dapat digunakan sebagai sumber serat pangan dalam formulasi pangan fungsional untuk nutrisi manusia. Pada penelitian yang dilakukan Raupp et al. 2004, diketahui juga bahwa tepung ampas tapioka hasil hidrolisis parsial yang diuji tanpa pengadukan memiliki kemampuan hidrasi sebesar 1.7 kali volume awal sampel sedangkan dengan pengadukan kemampuan hidrasinya sebesar 4.3 kali volume awal sampel. Selain itu, dilakukan juga pengujian kemampuan hidrasi berdasarkan ukuran partikelnya. Kemampuan hidrasinya semakin besar dengan semakin kecilnya ukuran partikel sampel. Namun peningkatan tersebut terjadi hingga ukuran partikel tertentu, kemampuan hidrasi sampel semakin berkurang jika pengecilan ukuran partikel sampel dilanjutkan menjadi ukuran yang lebih kecil. Beberapa penelitian mengenai pemanfaatan ampas tapioka sebagai ingredient pangan telah dilakukan. Penggunaan ampas tapioka sebagai bahan baku pengolahan pangan dapat menghasilkan produk pangan tinggi serat sehingga meningkatkan nilai produk tersebut Sriroth et al. 2000; Shittu et al. 2008. Selain itu, penggunaan ampas tapioka sebagai serat pangan juga akan mempengaruhi karakteristik produk pangan yang dihasilkan. Serat pada bahan pangan dapat merubah konsistensi, tekstur, sifat reologi dan karakteristik sensori pada produk akhir Guillon dan Champ 2000. Dischsen et al. 2013 melaporkan bahwa penggunaan ampas tapioka sebagai bahan baku pada formulasi pembuatan breakfast cereal produk ekstruder meningkatkan kandungan total serat pangannya. Penambahan 20 ampas tapioka pada formulasi pembuatan breakfast cereal menghasilkan produk dengan kandungan total serat pangan sebesar 17.09 dengan penerimaan sensori yang disukai atau tidak jauh berbeda dengan breakfast cereal yang terbuat dari jagung. Penambahan ampas tapioka pada pada formulasi pembuatan breakfast cereal juga menghasilkan produk dengan tekstur yang lebih renyah setelah diseduh dengan susu dibandingkan dengan breakfast cereal tanpa penambahan ampas tapioka. Hal tersebut diduga karena serat pada produk menghambat daya kembang produk sehingga meningkatkan densitasnya. Peningkatan kadar total serat pangan menurunkan kadar pati pada produk sehingga mempengaruhi daya kembang produk. Serat dapat meningkatkan kerusakan dinding sel pati dan mencegah udara untuk mengembang secara maksimum, sehingga dihasilkan produk yang padat dan keras dengan daya kembang yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Fiorda et al. 2013 menunjukkan bahwa ampas tapioka dapat digunakan sebagai bahan baku pada formulasi pasta bebas gluten dan dapat meningkatkan kandungan total serat pangan produk. Penambahan ampas tapioka dapat meningkatkan kekerasan produk karena kandungan serat yang tinggi mengakibatkan tingginya retensi air. LaCourse et al. 1993 melaporkan bahwa serat pangan yang berasal dari ampas tapioka hasil dari proses penghilangan pati destarched danatau proses bleaching dapat digunakan untuk aplikasi pangan sekitar 1-43 dari berat produk. Jumlah penambahan serat pangan dari ampas tapioka tersebut efektif untuk meningkatkan kadar serat pangan. Jumlah serat ampas tapioka yang digunakan akan menentukan tingkat penerimaan pada evaluasi sensori produk pangan. Serat ampas tapioka dapat digunakan untuk bahan baku produk pangan dalam jumlah yang cukup tinggi dibandingkan serat pangan dari sumber lainnya karena memiliki karakteristik yang unik. Pada produk sereal, seperti flakes, cereal puff atau sereal siap masak, serat ampas tapioka yang dapat digunakan berkisar dari 5 hingga 43 dari berat produk kering. Pada produk pangan yang dipanggang, serat ampas tapioka hasil dari proses pemurnian, penghilangan pati, dan bleaching secara umum dapat digunakan sekitar 2 hingga 7 dari berat produk pangan panggang. Flakes dengan penambahan serat ampas tapioka memiliki tekstur yang lebih disukai daripada flakes kontrol tanpa penambahan ampas tapioka setelah ditambahkan susu. Penggunaan serat ampas tapioka sebagai bahan baku roti menghasilkan roti dengan daya pengembangan yang sama dengan roti yang menggunakan serat pangan dari sumber yang lain. Selain itu roti yang dihasilkan juga dapat diterima secara organoleptik. Pada produk coating atau penyalut, serat ampas tapioka dapat digunakan sebanyak 5 hingga 15 dari berat kering produk yang disalut. Serat dapat dicampur dengan bahan penyalut lainnya dan dapat digunakan sebagai campuran atau digabungkan terlebih dahulu dengan adonan roti. Pada produk yang digoreng, seperti makanan ringan, donat dan roti goreng, serat ampas tapioka dapat digunakan sebanyak 1 hingga 5 dari berat produk yang digoreng. Serat ampas tapioka mengurangi penyerapan minyak pada tepung, pati, dan bahan lainnya yang umum digunakan pada formulasi produk yang digoreng. Serat ampas tapioka akan menyerap dan menahan air dan minyak atau lemak untuk menghasilkan produk pangan yang diterima secara organoleptik. Donut yang menggunakan serat ampas tapioka memiliki berat yang lebih tinggi setelah digoreng, penyerapan minyak yang jauh lebih rendah dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan donat yang tidak menggunakan serat ampas tapioka.

2.4 Ukuran Partikel

Ukuran partikel dapat didefinisikan dengan bantuan sejumlah dimensi seperti bulat atau kubus, silinder dan lonjong, prisma, dan sebagainya. Akan tetapi, bahan baku atau produk jarang yang memiliki bentuk yang teratur sehingga ukuran partikel ditetapkan menggunakan diameter yang setara. Ukuran partikel pada pengukuran dan pengujian sering disetarakan dengan diameter bola. Bahan pangan tersusun oleh partikel – partikel dengan ukuran yang berbeda. Untuk mengkarakterisasi partikel bahan, maka perlu diketahui distribusi ukuran partikel dan rata-rata ukuran partikel. Distribusi ukuran partikel merupakan proporsi partikel pada rentang ukuran tertentu dalam populasi partikel dan juga salah satu sifat penting dalam evaluasi kualitas dan proses pengolahan pangan Servais et al. 2002. Metode untuk menentukan distribusi ukuran partikel terdiri dari pengayakan, pengujian secara mikroskopik, teknik difraksi sinar laser, dan sebagainya. a. Metode pengayakan Pengayakan merupakan teknik yang paling sederhana dan digunakan secara luas untuk mengklasifikasi ukuran partikel. Metode ini hanya didasarkan pada ukuran partikel dan sifat partikel yang berdiri sendiri. Ukuran pada lubang ayakan memiliki standar, saat ini terdapat dua standar yang berbeda yaitu standar Tyler dan standar ASTM U.S. yang digunakan di Amerika Serikat. Penomoran mesh pada ayakan umumnya didefinisikan sebagai jumlah lubah per unit area inch persegi. Semakin besar nomor mesh semakin kecil ukuran lubang. b. Metode mikroskopik Pengujian ukuran partikel secara mikroskopik biasanya ditujukan untuk menentukan ukuran dan distibusi ukuran pada partikel berukuran kecil karena menunjukan visualisasi secara langsung dan ukuran pada masing – masing partikel. Terdapat tiga jenis mikroskop yang umum digunakan yaitu mikroskop optik, mikroskop transmisi elektron atau transmission electron microscopy TEM, dan mikroskop scanning elektron atau scanning electron microscopy SEM. c. Metode difraksi sinar laser Teknik pengujian ukuran partikel menggunakan difraksi sinar laser memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan metode pengayakan, tidak membutuhkan media penghantar atau gaya geser yang besar. Dalam pengukuran difraksi sinar laser, sinar laser dilewatkan pada partikel sampel yang terdispersi dan intensitas perbedaan sudut cahaya yang menyebar diukur. Partikel berukuran besar menyebarkan cahaya dengan sudut yang relatif kecil dan partikel berukuran kecil menyebarkan cahaya dengan sudut yang besar. Data intensitas penyebaran sudut dianalisis untuk menghitung ukuran partikel yang membentuk pola penyebaran menggunakan teori penyebaran cahaya Mie. Ukuran partikel dilaporkan sebagai volume setara diameter bola. Ukuran partikel bahan sangat penting dalam menentukan sifat fisikokimia pada proses produksi industri pangan Wang dan Flores 2000. Penelitian yang dilakukan Ezeh et al. 2015 menunjukkan bahwa pengecilan ukuran pada Cyperus esculentus atau polong rumput teki menghasilkan ekstrak minyak lebih banyak. Pengecilan ukuran kacang lentil turki menghasilkan tepung dengan kadar serat pangan yang semakin tinggi Ahmed et al. 2016 sedangkan bekatul dengan ukuran partikel yang lebih kecil memiliki kadar serat pangan yang lebih rendah dibandingkan dengan ukuran partikel yang lebih besar tetapi kadar pati dan proteinnya lebih tinggi Wang 2016. Saengchan et al. 2015 melaporkan bahwa pengecilan ukuran pada singkong yang dikeringkan dapat meningkatkan efisiensi pemisahan granula pati. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak dinding sel yang mengalami kerusakan sehingga jumlah granula pati yang bebas dari jaringan berserabut semakin meningkat. Abdul-hamid dan Luan 2000 melaporkan bahwa sifat fungsional serat pangan pada bekatul dipengaruhi oleh ukuran partikelnya. Pengecilan ukuran semakin meningkatkan water holding capasity, swelling water capasity, dan adsorption capasity ampas jintan Ma et al. 2016. Menurut Savlak et al. 2016 ukuran partikel mempengaruhi kualitas tepung pisang seperti daya ikat air, daya ikat minyak, kelarutan air, dispersi tepung, kemampuan menjadi basah, bulk density, dan tapped density. Tepung pisang berukuran partikel paling kecil memiliki kemampuan menjadi basah lebih besar dan daya ikat air yang paling rendah dibandingkan tepung berukuran partikel lebih besar. 3 METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Seafast Center dan laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari 2015 sampai April 2016.

3.2 Bahan

Ampas tapioka yang digunakan berasal dari industri kecil tapioka di Kelurahan Ciluar Bogor. Bahan kimia yang digunakan yaitu akuades, glukosa murni, fenol 5, H 2 SO 4 , etanol 95, enzim termamyl Sigma A3403, Sigma- Aldrich, USA, protease Sigma P-4630, Sigma-Aldrich, USA, amyloglucosidase Sigma A-9913, Sigma-Aldrich, USA, NaOH, HCl, kertas saring, dan kertas saring Whatman 42.

3.3 Alat

Alat yang digunakan untuk proses pengolahan tepung yaitu disc mill Teco 3-Phase Induction Motor, Singapore, ayakan bergoyang Dalal Engineering PVT.LTD. Model EGCMS Type Dry dengan ukuran 40, 60, 80, dan 100 mesh, kain saring dengan ukuran 40 mesh, alat tekan ulir, grinder, dan cabinet dryer. Alat yang digunakan untuk analisis rapid visco analyser RVA Tec Master Newport Scientific Pty.Ltd, Warriewood-Australia, particle size analyzer Mastersizer 3000 Aero S, Malvern UK, spektrofotometer UV-Vis Shimadzu UVmini-1240, Japan, oven, desikator, saringan vakum, shaking waterbath Burgwedel GFL 1083, Germany, pH meter Eutech pH700, Singapore, neraca analitik Precisa XT 220A, Switzerland, dan alat-alat gelas.

3.4 Metodologi Penelitian

Ampas tapioka segar dikeringkan menggunakan cabinet dryer pada suhu 50±5 o C selama 24 jam. Tepung ampas tapioka disiapkan dengan proses penggilingan ampas tapioka kering menggunakan disc mill. Untuk mengelompokkan partikel ampas tapioka hasil penggilingan berdasarkan ukuran partikelnya dilakukan pengayakan menggunakan ayakan bergoyang berukuran 40, 60, 80, dan 100 mesh sehingga diperoleh variasi ukuran partikel tepung ampas tapioka yaitu tepung hasil penggilingan tanpa pengayakan, tepung berukuran 420- 250 µm lolos ayakan 40 mesh, tertahan oleh ayakan 60 mesh, 250-177 µm lolos