Penentuan Lokasi Berpotensi untuk Pengembangan Karet secara Fisik

- Kemiringan lahanlereng. Kemiringan lahanlereng merupakan salah satu masalah serius di sebagian lokasi. terutama pada areal dengan kemiringan lereng lebih dari 40. Faktor kemiringan lereng lebih sebagai kendala dalam teknis pengelolaan kebun, seperti pengangkutan hasil atau panen, tanah dengan kemiringan lereng lebih dari 40 juga beresiko besar mengalami erosi permukaan cukup berat. Penanaman tanaman penutup tanah cover crop sebaiknya tidak terlambat dilaksanakan pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng di atas 15. 3.4.2 Analisis Kelayakan Finansial Untuk melihat tingkat kelayakan pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap tingkat kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Mandailing Natal maka dilakukan analisis kelayakan finansial pengusahaan kebun karet. Data didapatkan dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuisoner dengan petani pada desa- desa yang ditentukan. Desa yang menjadi lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan kriteria : desa-desa yang penduduknya dominan mengusahakan tanaman karet, tanaman karet yang diusahakan telah berproduksi, dan desa tersebut merupakan pewakil kelas kesesuaian lahan. Enam desa digunakan sebagai lokasi pengambilan data untuk analisis ini, dimana masing-masing kelas kesesuaian lahan diwakili oleh dua desa. Berdasarkan peta kesesuaian lahan yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Mandailing Natal, enam desa yang dijadikan lokasi pengambilan data adalah: S1 : Desa Sihepeng Kecamatan Siabu dan Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang S2 : Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Merapi Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan S3 : Desa Tambangan Pasoman Kecamatan Tambangan Desa Hutarimbaru SM Kecamatan Kotanopan Pemilihan petani dilakukan secara purposive sengaja 25 orang per desa sampel dimana jumlah petani karet tiap desa sampel yakni: Desa Sihepeng Kecamatan Siabu sebanyak: 1.560 orang Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang: 780 orang Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Merapi: 250 orang Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan: 430 orang Desa Tambangan Pasoman Kecamatan Tambangan: 146 orang Desa Hutarimbaru SM Kecamatan Kotanopan: 320 orang Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial, dapat digunakan beberapa kriteria alat analisis yaitu: a Net Present Value NPV, b Net Benefit Cost Ratio Net BCR, c Internal Rate of Return IRR, a. Net Present Value NPV Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. NPV adalah selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present Value dari arus Cost Soekartawi, 1996. Proyek yang memberikan keuntungan adalah proyek yang memberikan nilai positif atau NPV 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total yang dikeluarkan. Jika NPV = 0, berarti manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan keadaan BEP atau TC=TB. NPV 0, berarti rugi, biaya total yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Secara matematis NPV dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : t n t i Ct Bt NPV 1 1 Dimana : Bt = Benefit pada tahun ke-t t = lamanya waktu investasi Ct = Biaya pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga b. Net Benefit Cost Ratio Net BCR, Net Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif Soekartawi, 1996. Suatu proyek layak dan efisien untuk dilaksanakan jika nilai Net BC 1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan berlaku sebaliknya. Secara matematis Net BCR dapat dihitung dengan rumus : n i t n i t i Ct i Bt C B 1 1 1 1 Dimana : Bt = Benefit pada tahun ke-t Ct = Biaya pada tahun ke-t i = tingkat bunga yang berlaku t = jangka waktu proyekusahatani n = umur proyekusahatani Net BC 1 satu berarti proyek usaha layak dikerjakan Net BC 1 satu berarti proyek tidak layak dikerjakan Net BC = 1 satu berarti cash in flows = cash out flows BEP atau TR=TC c. Internal Rate of Return IRR, Untuk mengetahui sejauh mana proyek memberikan keuntungan, digunakan analisis IRR. IRR dinyatakan dengan persen yang merupakan tolok ukur dari keberhasilan proyek Soekartawi, 1996. Penggunaan investasi akan layak jika diperoleh IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, karena proyek berada dalam keadaan yang menguntungkan. Demikian juga sebaliknya, jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, berarti proyek merugi dan tidak layak untuk dilaksanakan. 1 2 2 1 1 1 i i NPV NPV NPV i IRR Dimana : i 1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 1 i 2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 2 Kelayakan usaha ditentukan dengan mempertimbangkan ketiga alat analisis tersebut dimana usaha tersebut layak apabila: NPV 0 , artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total yang dikeluarkan. Net BC 1 , yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan. Pada penelitian ini juga akan dihitung seberapa cepat waktu yang dibutuhkan proyek untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam dengan rumus : Dimana : T p-1 : jumlah tahun pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif TC icp-1 : jumlah total biaya pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif B icp-1 : jumlah total benefit pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif B p : jumlah benefit pada tahun awal nilai Net Benefit Kumulatif positif Analisis sensitivitas sensitivity analysis dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan biaya-manfaat. Analisis kepekaan sensitivitas adalah suatu teknik analisis yang menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Hal ini dibutuhkan dalam analisis proyek, biasanya didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang, proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan utama yaitu: 1. Perubahan harga jual produk. 2. Keterlambatan pelaksanaan proyek 3. Kenaikan biaya. 4. Perubahan volume produksi. Jadi, analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai seberapa besar persen penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak p n i icp n i icp p B B TC T period Payback 1 1 1 1 1 dilaksanakan Gittinger, 1986. Analisis sensitivitas pada penelitian ini dihitung dengan skenario : 1. Menghitung Break Event Point BEP harga jual cup lump karet petani. 2. Menghitung Break Event Point BEP volume produksi cup lump karet petani. 3. Meningkatkan biaya-biaya Input 4. Meningkatkan tingkat suku bunga Analisis Break Event Point BEP digunakan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal atau investasi suatu kegiatan usaha atau sebagai penentu batas. Produksi minimal suatu kegiatan usaha harus menghasilkan atau menjual produknya agar tidak megalami kerugian. BEP adalah suatu keadaan dimana usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian, dapat dilihat pada Gambar 2. Titik BEP dicapai pada saat total penerimaan sama dengan total biaya, yaitu TP=TB, karena TP = TBT + BC.Q Rustiadi et al., 2009 Gambar 2 Grafik Break Event Point BEP. Break Event Point BEP harga jual dihitung untuk mengetahui sampai seberapa besar batas rata-rata harga jual cup lump karet petani selama periode analisis pengusahaan 25 tahun yang masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila harga rata-rata penjualan cup lump karet petani selama periode pengusahaan 25 tahun di bawah harga tersebut maka petani akan rugi. Break Event Point BEP volume produksi dihitung untuk mengetahui sampai seberapa besar batas rata-rata volume produksi cup lump karet yang dihasilkan petani selama periode analisis pengusahaan 25 tahun yang masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila rata- BV Q TB=TBT+BV TP BEP Keterangan : TP : Total Penerimaan TB : Total Biaya TBT : Total Biaya Tetap TBV : Total Biaya Variabe l Q : Volume penjaualan BV : Biaya Variabel per unit rata volume produksi penjualan cup lump karet petani selama periode pengusahaan 25 tahun di bawah nilai tersebut maka petani akan rugi. Skenario meningkatkan biaya-biaya input dan meningkatkan tingkat suku bunga dihitung dengan mencari sampai seberapa persen peningkatan biaya-biaya input atau tingkat suku bunga dalam kegiatan pengusahaan karet tersebut yang menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak layak dengan asumsi ceteris paribus . Perhitungan Break Event Point dapat dilakukan dengan cara Trial and Error yaitu dengan menghitung keuntungan operasi suatu volume produksipenjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualanproduksi yang lebih rendah, dan sebaliknya. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan produksi dimana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total TR=TC. 3.4.3 Analisis Margin Tata Niaga dan KeterpaduanIntegrasi Pasar 3.4.3.1 Analisis Margin Tata Niaga Margin tata niaga digunakan untuk mengetahui siapa yang menikmati keuntungan terbesar dari rantai pemasaran yang ada. Semakin besar nilai proporsi margin keuntungan yang diterima petani, berarti bargaining position petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari rantai-rantai pemasaran yang terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka rantai pemasaran yang terefisien akan diketahui. Masukan tersebut marupakan hal yang terpenting dalam pengembangan perkebunan Karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Analisis ini dilakukan menggunakan data dari hasil wawancara dengan pedangang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang besar pabrik. Margin tata niaga diketahui dengan menghitung perbedaan harga di tingkat petani dan di tingkat pabrik. Secara matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut : m j n i m j m j Pj Cij Mi M 1 1 1 1 Dimana : M = Margin tataniaga RpKg Mj = Margin tataniaga RpKg lembaga tataniaga ke-j j=1,2,..,m dan m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat Cij = Biaya tataniaga ke-i RpKg pada lembaga tataniaga ke-j i=1,2 ,…n dan n adalah jumlah jenis pembiayaan Pj = Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j RpKg

3.4.3.2 KeterpaduanIntegrasi Pasar

Analisis keterpaduan pasar pada penelitian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ravallion 1986 dan Heytens 1986. Harga pasar setempat diidentifikasi sebagai harga Karet yang dihasilkan petani Pf, sedangkan harga pasar acuan adalah harga Karet yang berlaku di tingkat eksportir Pe, hubungan kedua harga tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : P ft - P ft-1 = b 1 P ft-1 – P et-1 + b 2 P et-1 – P et-1 + b 3 P et-1 + b 4 X + µ t……………….. 1 dan dapat disusun kembali menjadi persamaan : P ft = 1+b 1 P ft-1 + b 2 P et – P et-1 + b 3 – b 1 P et-1 + b 4 X + µ t……………….. 2 Dimana : P ft = Harga Karet tingkat petani pada tahun t P ft-1 = Harga Karet tingkat petani pada tahun sebelumnya P et = Harga Karet tingkat pabrik pada tahun t P et-1 = Harga Karet tingkat pabrik pada tahun sebelumnya X = vektor musiman peubah lain yang relevan di pasar setempat waktu t t = Periode waktu µ t = Galat Koefisien b 2 pada persamaan 2 di atas menunjukkan seberapa jauh perubahan harga di tingkat eksportir ditransmisikan ke tingkat petani. Koefisin b 2 disebut juga sebagai parameter keterpaduan jangka pendek antara pasar yang diamati. Keterpaduan pasar jangka pendek tercapai bila koefisien b 2 =1. Apabila nilai parameter dugaan koefisien b 2 bernilai 1, maka perubahan harga 1 persen pada suatu tingkat pasar akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu, semakin dekat nilai parameter b 2 dengan satu maka akan semakin baik keterpaduan pasarnya. Koefisien 1+ b 1 dan b 3 - b 1 masing-masing mencerminkan seberapa jauh kontribusi relatif harga periode sebelumnya baik di tingkat petani maupun pabrik terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di tingkat petani. Rasio antara kedua koefisien tersebut menunjukkan indeks hubungan pasar Index of Marketing Connection yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang bersangkutan. Indeks hubungan pasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Dimana : IMC = Indeks hubungan pasar Index of Marketing Connection b1 = koefisien harga di tingkat petani b3 = koefisien harga di tingkat pabrik Nilai IMC semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar jangka panjang yang cukup kuat antara harga pasar di tingkat petani dengan harga di tingkat pabrik. 3.4.4 Menyusun Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Penyusunan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dilakukan secara spasial dan deskriptif. Peta arahan pengembangan perkebunan rakyat dibuat dengan mengoverlay peta kesesuaian lahan tanaman karet dengan peta penggunaan lahan sekarang present land use, peta kawasan hutan Kabupaten Mandailing Natal Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI nomor : SK.44Menhut-II2005 tanggal 16 Februari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas ±3.742.120 ha, peta cadangan Hutan Tanaman RakyatHTR Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI nomor SK.113Menhut-II2008 tanggal 21 April 2008 tentang Pencadangan Areal Hutan untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat HTR seluas ±9.815 ha di Kabupaten Mandailing Natal dan disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Mandailing Natal belum disahkan serta mempertimbangkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan IMC = 1+b1 b3-b1 Nomor P.37Menhut-II2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49Menhut-II2008 jo nomor P.14Menhut-II2010 tentang Hutan Desa serta Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Semua peta yang dioverlay skala 1:50.000. Kriteria penentuan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan kelas kesesuaian lahan aktual dan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penentuan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal RT R W SK Menhut No.44Menhut- II2005 Penggunaan lahan sekarang Kelas Kesesuai an Lahan Kategori KB Areal Penggunaan Lain Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Terbatas Kebun karet rakyat tua dan tidak produktif, padang rumput, alang- alang, semak, kebun rakyat ladang, kebun campuran S1, S2, S3 Arahan N1,N2 Bukan arahan Sawah, areal terbangun pemukiman, perkebunan besar. S1, S2, S3, N1,N2 Bukan arahan KL Kawasan Suaka Alam Hutan Lindung Apapun jenis penggunaan lahan S1, S2, S3, N1,N2 Bukan arahan Ket : KB = Kawasan Budidaya, KL = Kawasan Lindung. Penentuan arahan potensi pengembangan perkebunan karet rakyat di Kaupaten Mandailing Natal dalam penelitian ini akan mempertimbangkan status kawasan hutan. Kawasan yang dipertimbangkan adalah kawasan hutan produksi sebagai kawasan budidaya kehutanan, sedangkan kawasan hutan suaka alam dan hutan lindung yang tujuannya untuk melindungi kelestarian alam tidak diarahkan untuk pengembangan karet. Penentuan kawasan hutan produksi sebagai lokasi arahan pengembangan karet sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37Menhut-II2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan