V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Persebaran Lahan Potensial Secara Fisik untuk Tanaman Karet
Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal telah dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Mandailing Natal
termasuk untuk tanaman karet. Peta kesesuaian lahan ini bersumber pada peta sistem lahan RePPProT skala 1:250.000 yang disesuaikan dengan informasi pada
peta rupa bumi informasi kemiringan lahan dan iklim dan peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50.000. Dalam penelitian ini akan digunakan
peta kesesuaian lahan yang telah dibuat oleh Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Mandailing Natal tersebut Peta kesesuaian
lahan untuk tanaman karet tersebut akan menggambarkan persebaran lahan yang potensial secara fisik untuk pengembangan tanaman karet di Kabupaten
Mandailing Natal. Dari peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet tersebut diperoleh informasi
bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha 70,41. Lahan yang tidak sesuai N mencapai
luasan 193.693 ha 29,59. Secara aktual sebagian besar masuk dalam kelas Sesuai Marginal S3 yaitu seluas 421.387 ha 64,38, sedangkan yang masuk
dalam kelas Cukup Sesuai S2 seluas 23.031 ha 3,52 dan lahan yang termasuk kelas kesesuaian Sangat Sesuai S1 seluas 16.430 ha 2,51 untuk
tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal. Secara spasial lokasi lahan dengan kelas kesesuaian aktual disajikan pada Gambar 9
. Lahan dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 pada setiap kecamatan di
Kabupaten Mandailing Natal dengan luasan yang bervariasi Tabel 11. Kecamatan dengan kelas kesesuaian S1 yang terbesar adalah kecamatan Siabu
yaitu 5.915 ha. Lahan dengan kelas kesesuaian S2 adalah kecamatan Batahan yaitu seluas 5.326 ha. Kecamatan yang memiliki kelas kesesuaian lahan karet S3
ada di semua kecamatan dan yang terluas terluas adalah Kecamatan Muara Batang gadis yaitu seluas 153.857 ha.
Gambar 9 Peta Kesesuaian Lahan Karet di Kabupaten Mandailing Natal.
Tabel 11 Luasan kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman karet pada masing- masing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman karet di Kabupaten
Mandailing Natal
No Kecamatan
Kelas Kesesuaian Ha
N1l S1
S2l S3d
S3l S3t
1 Batahan
1.865 2.250
5.326 19.045
5.903 -
2
Batang Natal 51.464
- -
- 27.006
-
3
Bukit Malintang 1.916
439 337
- 1.875
1.141
4
Huta Bargot 1.337
61 648
- 7.410
854
5 Kotanopan
9.746 -
118 -
18.864 510
6
Lembah S. Marapi 54
- 2.142
- 145
852
7 Lingga Bayu
11.711 545
710 3
10.348 -
8
M. Batang Gadis 18.024
1.254 2.481
53.830 100.026 -
9 Muarasipongi
4.871 -
- -
8.250 -
10
Naga Juang 1.698
521 187
- 1.846
527
11
Natal 23.512
4.292 1.097
14.790 35.614
-
12
Pakantan 473
- 350
- 9.863
-
13
Panyabungan 9.398
- 2.601
1.066 7.264
3.861
14
Panyabungan Barat 1.401
- 647
- 3.947
1.720
15
Panyabungan Selatan 534
- 315
- 5.139
475
16 Panyabungan Timur
22.868 -
276 481
11.503 -
17
Panyabungan Utara 1.809
670 1.034
- 452
1.683
18
Puncak S. Marapi -
- 113
- 4.534
279
19
Ranto Baek 14.711
- 255
- 3.397
-
20
Siabu 10.103
5.915 1.484
- 8.548
3.030
21
Sinunukan -
480 177
6.340 7.107
-
22
Tambangan 5
- 733
892 12.645
31
23
Ulu Pungkut 6.184
- 1.991
- 18.269
-
Total 193.693
16.430 23.031
96.451 309.968 14.967
Kelas S2, S3, dan N memiliki faktor pembatas. Faktor pembatas pada kelas kesesuaian S2 adalah kelerengan. Pada kelas kesesuaian S3 faktor pembatas
adalah drainase, lereng dan tekstur tanah. Kelas kesesuaian lahan N tidak sesuai dibatasi oleh kemiringan lereng. Faktor-faktor pembatas pada kelas S2 dan S3
beberapa diantaranya dapat diatasi, sedangkan faktor pembatas pada kelas N cukup sulit untuk diatasi.
Faktor pembatas drainase dapat diatasi dengan pemberian pupuk dan pembuatan saluran drainase. Faktor pembatas yang lain yaitu kemiringan lereng
dan tekstur tanah relatif sulit untuk diatasi, sekalipun bisa namun membutuhkan biaya yang tinggi. Diperkirakan dengan dilakukan usaha perbaikan, akan
memperbesar biaya usaha yang akan dilakukan petani dan dikhawatirkan usaha tersebut akan memberikan keuntungan yang kecil bagi petani atau bahkan merugi.
Pertimbangan tersebut sesuai dengan pendapat Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001 bahwa usaha perbaikan faktor pembatas yang dilakukan harus
memperhatikan aspek ekonomi. Artinya, apabila lahan tersebut diatasi kendala- kendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat
memberikan keuntungan dalam usaha tani tersebut. Secara spasial lokasi lahan dengan kelas kesesuaian lahan dengan faktor-faktor pembatas dapat dilihat pada
Gambar 10 .
Di Kabupaten Mandailing Natal produksi karet terpusat di Kecamatan Panyabungan yang tahun 2008 menghasilkan karet sebesar 6.749 ton yang berarti
memberi kontribusi produksi karet sebesar 19,7 disusul Kecamatan Muara Batang Gadis yang memproduksi 4.231 ton atau 12,3 dari produksi karet di
Kabupaten Mandailing Natal. Saat ini sentra produksi karet terdapat di Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Batang Natal dan Kecamatan Muara Batang Gadis
dengan produktivitas saat ini masing-masing mencapai 600-1.000 tonhatahun karet kering.
Mencermati hasil evaluasi lahan yang telah dilakukan, secara umum kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut memang memiliki lahan-lahan dengan
kelas kesesuaian lahan S1, S2 dan S3 untuk tanaman karet. Apabila dilakukan usaha mengatasi faktor pembatas kesesuaian lahan yang ada, maka lahan-lahan di
kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut dapat menjadi lahan yang sangat sesuai S1 untuk budidaya karet. Artinya dengan produktifitas yang ada saat ini
yang hanya mencapai rata-rata 800 kgha karet kering Tahun 2009, dengan mengatasi faktor pembatas yang ada maka produksi dapat ditingkatkan lagi
menjadi lebih optimal. Menurut Indraty 2005 produksi optimal yang dapat dicapai tanaman karet
bisa mencapai 2 tonha. Menurut FAO 1983, perkiraan produksi pertanian pada lahan-lahan kelas kesesuaian S2 dapat mencapai 60-80, sedangkan pada lahan-
lahan S3 dapat mencapai 40-60 dari produksi optimum. Dengan dasar
pernyataan tersebut, maka perkiraan produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal pada kelas S2 dapat mencapai 1,2-1,6 tonha, sedangkan pada lahan S3
perkiraan produksi dapat mencapai 0,8 –1,2 tonha. Dari angka-angka tersebut
terlihat bahwa produktifitas kebun karet di Kabupaten Mandailing Natal baru sebatas produksi untuk lahan kelas S3, artinya potensi peningkatan produksi
masih cukup besar. Usaha peningkatan produksi yang dapat dilakukan petani diantaranya
dengan peningkatan kualitas lahan, yaitu dengan melakukan usaha mengatasi faktor pembatas yang layak dilakukan, seperti pemupukan dan pembuatan saluran
drainase. Selain itu, usaha pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, dan pengendalian hama terpadu merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan. Tapi
itu semua kembali ke kualitas bahan tanam. Apabila kualitas bahan tanam yang digunakan merupakan produk unggulan maka usaha di atas akan signifikan
meningkatkan produksi, tentunya sampai taraf tertentu optimum dan berlaku dalam umur produktif tanaman tersebut.
5.2 Kelayakan Finansial Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat
Analisis kelayakan finansial yang dilakukan meliputi perhitungan Net Present Value
NPV, Benefit Cost Ratio BCR, dan Internal Rate of Return IRR yang merefleksikan tingkat kelayakan usaha perkebunan karet rakyat
setelah dikoreksi dengan tingkat suku bunga bank 12 Discount factor. Analisis ini dilakukan dalam skala pengusahaan kebun seluas satu hektar, selama umur
produktif tanaman karet yaitu enam sampai tiga puluh tahun. Sampel desa yang diambil merupakan pewakil kelas kesesuaian lahan yang layak untuk
pengembangan tanaman karet yaitu kelas sangat sesuai S1, cukup sesuai S2 dan sesuai marginal S3. Di samping itu, tentu saja dipilih desa-desa yang
penduduknya sebagian besar membudidayakan tanaman karet. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini bahwa produksi tanaman karet
rakyat mengalami kenaikan hingga umur tanaman 14 tahun, dan akan menurun pada titik umur tersebut hingga umur dua puluh lima tahun. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian bahwa pola produksi tanaman karet menurut umur tanaman secara umum adalah sebagai berikut : a tahap I, produksi terus meningkat yang terjadi