Perkembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing

250 kg dan penggunaan herbisida Round up sebanyak 2 liter, sedangkan penggunaan input tenaga rata-rata sebanyak 230 Hari Orang Kerja HOK. Dengan demikian usahatani karet di Kabupaten Mandailing Natal secara garis besar belum mengenal teknologi budidaya yang baik. Penyadapan dilakukan petani dengan menyayat atau mengiris kulit batang. Tujuan penyadapan adalah untuk membuka pembuluh lateks sehingga lateks mengalir keluar dengan cepat pada awal, kemudian menjadi lambat secara perlahan-lahan. Umur tanaman mulai dapat disadap umumnya adalah berkisar 6-7 tahun. Penyadapan yang dilakukan di daerah penelitian adalah dengan sistim 4 hari sadap atau 3 hari sadap dan 1 hari untuk mengumpulkan hasil. Jadi penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu pada hari normalnya. Tetapi ada juga yang tidak sampai 4 hari dalam seminggu, bisa saja 2 atau 3 hari penyadapan dalam seminggu, ini disebabkan oleh faktor cuaca misalnya musim penghujan atau hari kurang cerah, sehingga petani tidak bisa atau sulit mengadakan penyadapan. Penyadapan dilakukan dengan mengiris kulit batang tanaman karet dengan dalam irisan ±2 mm . Penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu dan biasanya petani menyadap pada pagi hari dengan waktu penyadapan sekitar 3-4 jam, dan setelah 4 hari melakukan penyadapan dalam ukuran normalnya selanjutnya 1 hari untuk pengumpulan hasil cup lump. Pengumpulan hasil dilakukan jika mangkuk penampung getah telah terisi penuh dan getah cup lump dalam keadaan menggumpal. Biasanya petani mengumpulkan hasil cup lump nya setiap hari sebelum hari pasar pekan karena pada hari pasar pekan akan diadakan pasar getah. Penunjang budidaya berupa keberadaan kelompok tani belum dibentuk di Kabupaten Mandailing Natal dan penyuluh pertanian secara intensif juga belum dibentuk di daerah sentra karet di Kabupaten Mandailing Natal.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Persebaran Lahan Potensial Secara Fisik untuk Tanaman Karet

Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal telah dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Mandailing Natal termasuk untuk tanaman karet. Peta kesesuaian lahan ini bersumber pada peta sistem lahan RePPProT skala 1:250.000 yang disesuaikan dengan informasi pada peta rupa bumi informasi kemiringan lahan dan iklim dan peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50.000. Dalam penelitian ini akan digunakan peta kesesuaian lahan yang telah dibuat oleh Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Mandailing Natal tersebut Peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet tersebut akan menggambarkan persebaran lahan yang potensial secara fisik untuk pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal. Dari peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet tersebut diperoleh informasi bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha 70,41. Lahan yang tidak sesuai N mencapai luasan 193.693 ha 29,59. Secara aktual sebagian besar masuk dalam kelas Sesuai Marginal S3 yaitu seluas 421.387 ha 64,38, sedangkan yang masuk dalam kelas Cukup Sesuai S2 seluas 23.031 ha 3,52 dan lahan yang termasuk kelas kesesuaian Sangat Sesuai S1 seluas 16.430 ha 2,51 untuk tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal. Secara spasial lokasi lahan dengan kelas kesesuaian aktual disajikan pada Gambar 9 . Lahan dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 pada setiap kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal dengan luasan yang bervariasi Tabel 11. Kecamatan dengan kelas kesesuaian S1 yang terbesar adalah kecamatan Siabu yaitu 5.915 ha. Lahan dengan kelas kesesuaian S2 adalah kecamatan Batahan yaitu seluas 5.326 ha. Kecamatan yang memiliki kelas kesesuaian lahan karet S3 ada di semua kecamatan dan yang terluas terluas adalah Kecamatan Muara Batang gadis yaitu seluas 153.857 ha.