Margin Tata Niaga Kelayakan Finansial Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat

sarana prasarana yang mendukung. Secara lengkap nilai margin dan persentase margin penjualan per kilogram cup lump karet pada masing-masing pelaku pasar dan saluran pemasaran cup lump karet rakyat pada tahun 2010 di Kabupaten Mandailing Natal disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Nilai margin dan persentase margin penjualan per kilogram cup lump karet pada masing-masing pelaku pasar dan saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, tahun 2010 No 1 Petani Rp Rp Rp Biaya-biaya - - 810 3,24 - - Harga Jual 13.000 52,00 15.000 60,00 13.000 52,00 2 a. Harga beli 13.000 52,00 - - 13.000 52,00 b. Biaya-biaya 810 3,24 - - 6.760 27,04 - Upah Tenaga Kerja muat, bongkar, jemur, menimbang 60 0,24 - - 160 0,64 - Transportasi 100 0,40 - - 700 2,80 - Penyusutan 650 2,60 - - 5.900 23,60 c. Keuntungan 1.190 4,76 - - 5.240 20,96 d. Harga Jual 15.000 60,00 - - 25.000 100,00 3 a. Harga beli 15.000 60,00 15.000 60,00 - - b. Biaya-biaya 5.970 23,88 5.970 23,88 - - - Upah Tenaga Kerja muat, bongkar, jemur, menimbang 100 0,40 100 0,40 - - - Ongkos lapangan 20 0,08 20 0,08 - - - Transportasi 600 2,40 600 2,40 - - - Penyusutan 5.250 21,00 5.250 21,00 - - c. Keuntungan 4.030 16,12 4.030 16,12 - - d. Harga Jual 25.000 100,00 25.000 100,00 - - 4 Pabrik a. Harga beli 25.000 100,00 25.000 100,00 25.000 100,00 Pedagang Pengumpul II Pengumpul Tk. Kecataman di pasar mingguan Saluran Pemasaran III Pedagang Pengumpul I Pengumpul Tk. Desa Pelaku Pasar Saluran Pemasaran I Saluran Pemasaran II Sumber : Data primer diolah

5.3.2 Integrasi Pasar

Model acuan yang digunakan untuk menduga keterpaduan pasar dalam hal keterkaitan kenaikan penurunan harga cup lump karet ditingkat petani dengan pabrik adalah model yang dikembangkan oleh Ravallion 1986, Heytens 1986, dan Timer 1987. Data harga cup lump karet yang digunakan adalah data time series per bulan dari tahun 2008-2010 yang didapat dari berbagai sumber Lampiran 36 . Hasil analisis yang dilakukan seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil dugaan parameter keterpaduan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Peubah β Standar error of Beta P-level Bedakala satu bulan harga riel cup lump karet tingkat petani P ft-1 0,733 0,125 0,000002 Perubahan harga riel cup lump karet tingkat pabrik P et – P et-1 0,197 0,122 0,127 Bedakala satu bulan harga riel cup lump karet tingkat pabrik P et-1 0,191 0,047 0,0003 R = 0,971 R 2 = 0,944 Adjusted R 2 = 0,938 Dari Tabel 18 di atas, dihasilkan persamaan regresi harga cup lump karet tingkat petani P ft yang digunakan untuk analisis keterpaduan pasar sebagai berikut : P ft = 1+b 1 P ft-1 + b 2 P et – P et-1 + b 3 – b 1 P et-1 menjadi P ft = 0,733 P ft-1 + 0,197 P et – P et-1 + 0,191 P et-1 Dengan acuan persamaan 2 pada Bab III, maka persamaan regresi diatas dapat diinterprestasikan bahwa koefisien b2 yang pada persamaan regresi diatas bernilai 0,197 merupakan nilai elastisitas transmisi harga. Elastisitas transmisi harga ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan harga ditingkat pabrik karet sebesar 1 persen maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat petani karet sebesar 0,197 persen, ceteris paribus. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perubahan harga pada tingkat pabrik tidak ditransmisikan secara sempurna kepada petani. Dari persamaan regresi diatas juga dapat diinterprestasikan bahwa pengaruh harga cup lump karet tingkat petani bulan sebelumnya terhadap pembentukan harga cup lump karet bulan berjalan lebih besar dibandingkan pengaruh harga di tingkat pabrik tahun sebelumnya. Hal itu terlihat dari nilai kontribusi harga pada periode sebelumnya terhadap harga petani sekarang pada pasar lokal sebesar 0,733 sekaligus sebagai nilai koefisien: 1+b1. Nilai kontribusi harga pabrik tahun sebelumnya terhadap harga petani tahun berjalan sebesar 0,191 sekaligus sebagai nilai koefisien: b3 –b1. Untuk mengetahui tinggi rendahnya keterpaduan pasar antara harga pasar lokal atau harga tingkat petani dengan harga pasar acuan atau harga tingkat pabrik maka harus diketahui nilai Index of Marketing Connection IMC dimana IMC=1+b1b3 –b1 merupakan indeks hubungan kedua pasar tersebut. IMC yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa terjadi keterpaduan harga pasar dalam jangka panjang antara pasar lokal dengan pasar acuan. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai IMC untuk harga cup lump karet tingkat petani di Kabupaten Mandailing Natal dengan harga cup lump karet tingkat pabrik di Propinsi Sumatera Utara sebesar 3,83. Nilai IMC tersebut menunjukkan bahwa belum terjadi keterpaduan antara kedua tingkat harga pasar tersebut. Hal ini diduga terjadi karena adanya senjang informasi di tingkat petani. Petani umumnya menerima informasi harga hanya dari pedagang pengumpul yang ada. Pedagang pengumpul dengan dalih mutu cup lump karet petani yang rendah dapat menekan harga beli dari petani, akibatnya petani menjadi pihak yang dirugikan. Dari dua analisis yang dilakukan di atas menunjukkan bahwa belum terjadi keefisienan dalam kinerja pemasaran cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh panjangnya rantai pemasaran yang ada dan adanya senjang informasi harga yang terjadi. Di samping itu rendahnya kualitas cup lump karet juga merupakan hal yang menyebabkan rendahnya nilai jual produk dari petani. Ketidakefisienan rantai pemasaran yang ada yang cenderung merugikan petani dapat diatasi dengan dibentuknya kelembagaan pemasaran bersama di kalangan petani. Kelembagaan seperti koperasi ataupun kelompok tani perlu diaktifkan dan diberdayakan dalam proses pemasaran. Setidaknya dalam memperpendek rantai pemasaran yang telah ada sehingga cup lump karet petani dapat langsung dijual ke pedagang besar pabrik. Peningkatan mutu produk cup lump karet rakyat merupakan solusi agar produk ini memiliki keunggulan kompetitif, karena aspek mutu merupakan sesuatu yang perlu terus ditingkatkan dan dijaga, sehingga menjadi keunggulan kompetitif bagi daerah dan tentunya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal konkrit yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan informasi rutin yang akurat tentang perkembangan harga cup lump karet melalui media komunikasi berupa radio, surat kabar, televisi ataupun lewat tenaga-tenaga lapangan seperti penyuluh-penyuluh pertanian yang mempunyai intensitas pertemuan yang tinggi dengan petani serta perlunya pembentukan kelompok- kelompok tani bahkan KUD petani untuk meningkatkan posisi tawar bargaining position petani dalam pemasaran karet. Perlunya membangun pabrik karet untuk memperpendek jalur pemasaran cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal sudah layak untuk direalisasikan, mengingat bahan baku sudah cukup tersedia. Hal ini terlihat dari produktivitas karet rakyat Mandailing Natal cukup banyak dan pada saat ini menduduki peringkat pertama penghasil karet terbanyak di Sumatera Utara. Produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 sebesar 34.615 ton atau 95 tonhari, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik crumb rubber dengan kapasitas 70 tonhari masih terdapat surplus bahan baku. Pada tahun 2009 usulan pendirian pabrik Crumb Rubber di daerah penelitian telah direncanakan dan disetujui oleh pemerintah kabupaten Mandailing Natal, namun sampai dengan saat ini belum terealisasi. Menurut Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal terdapat banyak kendala dalam mencari investor dan menentukan lokasi pabrik. Perlu adanya usaha yang lebih keras lagi dari Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal untuk realisasi pembangunan pabrik karet di Kabupaten Mandailing Natal dengan kerjasama dengan pihak investor dan masyarakat.

5.4 Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal

5.4 1. Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Tanaman Karet

Tujuan memetakan lokasi arahan untuk pengembangan tanaman karet adalah memberikan arahan agar masyarakat mendapatkan gambaran wilayah- wilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman karet berdasarkan aspek spasial dan aspek biofisik. Aspek spasial bermakna bahwa lahan yang akan diarahkan tersebut sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW. Aspek biofisik yang dimaksudkan adalah bahwa lahan yang akan diarahkan merupakan lahan yang sesuai berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan. Dalam rangka memetakan lokasi yang manjadi arahan pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal maka diperlukan peta arahan pengembangan yang merupakan hasil dari overlay peta kesesuaian lahan aktual, peta kawasan hutan Kabupaten Mandailing Natal dan peta penggunaan lahan. Dari peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal, arahan pengembangan ditujukan ke kawasan Areal Penggunaan Lain APL dan kawasan hutan produksi. Areal Penggunaan Lain adalah areal bukan kawasan hutan. Dalam penelitian ini pengembangan karet juga diarahkan pada kawasan hutan produksi. Hal ini untuk memanfaatkan peluang pemanfaatan hutan secara lestari dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor: 6 tahun 2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.37Menhut-II2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.49Menhut-II2008 jo nomor: P.14Menhut-II2010 tentang Hutan Desa. Dalam peraturan-peraturan tersebut disebutkan bahwa kawasan hutan produksi dan hutan lindung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk peningkatan kesejahteraannya namun harus sesuai dengan peraturan dan kaidah-kaidah pelestarian kehutanan. Tanaman karet secara tradisional dikenal sebagai tanaman perkebunan. Namun, kini tanaman karet juga dikenal sebagai tanaman hutan. Bahan tanaman yang digunakan untuk hutan karet ini berasal dari biji atau seedling. Perkebunan karet memiliki potensi untuk konservasi lingkungan, yaitu sebagai penambat CO2 yang efektif . Di samping itu, kayu karet memiliki corak dan kualitas yang baik sehingga dapat mensubstitusi beberapa jenis kayu yang dieksploitasi dari hutan. Selain itu, kayu karet mempunyai prospek yang cerah sebagai bahan baku industri untuk menyubstitusi kayu hutan alam meningkat ketersediaannya sangat besar dan diharapkan terus mengingat sejalan dengan adanya peremajaan tanaman karet tua. Kayu karet mempunyai sifat-sifat fisik, mekanis, dan kimia yang setara dengan kayu hutan alam, sehingga tanaman karet sangat cocok untuk dikembangkan di kawasan hutan produksi sebagai pelindung kawasan konservasi selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di sekitar hutan dengan klon- klon anjuran seperti BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112, DAN IRR 118 yang direkomendasikan untuk di kembangkan dalam skala luas sebagai penghasil lateks sekaligus kayu. Boerhendhy, 2006. Dari peta penggunaan lahan arahan pengembangan diarahkan kepada penggunaan lahan kebun rakyat, padang rumput, alang-alang, semak, dan tegalan. Pemilihan penggunaan lahan diatas dengan alasan masing-masing merupakan lahan yang belum termanfaatkan secara optimal kecuali penggunaan lahan kebun rakyat sehingga diharapkan dengan arahan ini pemanfaatan lahan tersebut dapat memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat. Penggunaan lahan kebun rakyat sengaja dimasukkan sebagai arahan karena diperkirakan banyak tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten Mandailing Natal yang sebagian besar kebun campuran sudah tidak produktif lagi. Tingginya minat masyarakat untuk mengembangkan tanaman karet dan prospek pengembangan tanaman karet yang cerah serta pertimbangan economic scale, sangat dimungkinkan adanya masyarakat yang menginginkan mengganti tanaman perkebunannya dengan tanaman karet. Untuk mengakomodir minat masyarakat yang tinggi tersebut, maka arahan pengembangan tanaman karet dilakukan dengan memasukkan penggunaan lahan kebun rakyat sebagai salah satu arahan pengembangan. Pembuatan peta lokasi arahan pengembangan tanaman karet ini baru sebatas mengarahkan masyarakat bahwa lokasi-lokasi tersebut sesuai secara fisik dan spasial untuk pengembangan tanaman karet, belum mempertimbangkan keberadaan tanaman perkebunan lain di lokasi tersebut atau bukan merupakan