Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

di Indonesia waktu itu terkait penentuan dasar Negara. Ketika itu usulan dari tokoh-tokoh Islam seperti Wahid Hasyim dan Teuku Muhammad Hasan mengenai pengakuan Islam sebagai agama resmi Negara, hingga kewajiban untuk menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluknya yang dikenal dengan Piagam Jakarta ditolak oleh sebagian besar anggota sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI. Meskipun penolakan tersebut akhirnya dapat diterima dengan beberapa pertimbangan dan alasan, umat Islam pada waktu itu memandang hal tersebut sebagai tindakan penipuan dan pengkerdilan cita-cita umat Islam. 1 Kekecewaan tersebut berbuntut kepada pemberontakan yang terjadi di Indonesia pada saat itu, salah satunya yang paling dikenal adalah pemberontakan Darul IslamTentara Islam Indonesia DITII di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Dan meskipun pemberontakan tersebut sudah berhasil diatasi oleh pemerintah pada saat itu namun pengaruh ideologis DITII tidak dapat dihilangkan begitu saja. Hal ini terbukti dengan munculnya organisasi Islam radikal lain pasca tumbangnya orde baru, seperti Hisbut Tahrir Indonesia HTI, Majelis Mujahidin Indonesia MMI, Front Pembela Islam FPI, Forum Betawi Rembug FBR dan organisasi Islam Radikal lain. 2 1 Akhmad Elang Muttaqin, “Mengakrabi Radikalisme Islam” dalam Erlangga Husada, dkk. Kajian Islam Kontemporer, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h.5. 2 Akhmad Elang Muttaqin, “Mengakrabi Radikalisme Islam” dalam Erlangga Husada…, h. 6. Di Indonesia radikalisme cenderung dikaitkan dengan tindakan atau gerakan militan, anti barat, dan jika melakukan demonstrasi selalu ricuh. Padahal radikalisme mempunyai sisi positif yaitu sebagai pembaharu tajdid dan perbaikan islah terhadap hal-hal yang dianggap melanggar syariat islam. Hanya saja terkadang dalam penyampaiannya terkesan “preman” seperti merusak beberapa tempat-tempat yang dianggap maksiat. Sehingga opini publik menjudge organisasi-organisasi radikal sebagai organisasi yang merusak. Tujuan organisasi-organisasi radikal di Indonesia adalah menegakkan syariat islam sebagai ideologi bangsa. Organisasi radikal di Indonesia yang lantang mengumandangkan berdirinya syariat Islam salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia HTI yang lebih kuat berorientasi pada politik dengan cita-cita membentuk kekhalifahan Islam. Apabila dilakukan suatu analisis yang lebih mendalam dapat berakibat buruk bagi stabilitas nasional. Mengingat salah satu dari empat pilar bangsa Indonesia adalah NKRI maka dapat dipastikan dengan pertumbuhan organisasi radikal semacam ini dapat mengganggu stabilitas keamanan suatu Negara. 3 Namun saat ini terjadi banyak sekali kekacauan-kekacauan di sekitar kita dengan dalih pembelaaan terhadap agama, baik yang dilakukan oleh perseorangan, keompok kecil hingga kelompok 3 Jamhari dan Jajang Jahroni, “Gerakan Salafi Radikal di Indonesia”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010, h. 43 besar yang berafiliasi di beberapa negara konflik di timur tengah. Padahal, sejatinya semua agama mengajarkan kebaikan kepada setiap pemeluknya. Setiap agama mengajarkan kedamaian baik sesama pemeluknya maupun kepada pemeluk agama lainnya. Namun terdapat pihak-pihak tertentu yang menyalah artikan terhadap ajaran suatu agama, seperti pemahaman sesuatu secara tekstual saja, memahami sesuatu secara berlebihan atau bahkan membenarkan sesuatu yang menurutnya benar. Inilah yang sering kita sebut pemahaman yang radikal. Radikal disini tidak akan berbahaya jika hanya sebatas pemikiran ataupun pendapat. Tetapi ketika radikal sudah menyangkut perilaku ataupun perbuatan maka dari sinilah akan muncul tindakan-tindakan yang dapat merugikan bahkan membayakan banyak pihak dan masyarakat pada umunya, seperti klaim kebenaran dan pengkafiran terhadap pihak lainorang lain, hingga aksi pengeboman yang dapat membahayakan banyak orang. Hal tersebut kini sering kita temui di lingkungan sekitar kita. Salah satunya seperti pada peristiwa berikut: Nama Bahrun Naim disebut-sebut sebagai orang yang berada di balik serangan teror di Sarinah, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis1412016 siang. Ia pernah ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror pada 9 November 2010 di Solo atas tuduhan kepemilikan senjata api dan bahan peledak ilegal.Hakim menjatuhkan vonis dua tahun enam bulan penjara kepada Bachrum.Selepas dari bui, ia hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan Islam State of Iraq and SyriaISIS. 4 Kasus diatas merupakan akibat dari paham radikal yang telah meningkat menjadi sebuah tindakan yang sangat merugikan bahkan membahayakan banyak pihak dan masyarakat umumnya yang menjadi korban. Apabila paham radikalisme ini dibiarkan terus tumbuh, tentu akan membawa dampak negatif yang lebih besar dari kehidupan beragama. Sehingga untuk memangkas pertumbuhan radikalisme ini perlu adanya deradikalisasi, dimana dalam pemahaman agama diajarkan keterampilan, pemecahan masalah tanpa kekerasan, berfikir kritis, toleransi, dan pemahaman agama secara intergratif sehingga tidak menimbulkan bias. Selanjutnya, jika pemerintah menggunakan strategi perang represif dalam menghadapi teroris, yang terjadi justru perlawanan secara sengit sehingga penimbulkan peperangan. Bukan tanpa fakta, bahwa selama ini pemerintah lebih menekankan tindakan represif dalam menghadapi teroris, bahkan cenderung mengabaikan nilai-nilai Hak Asasi Manusia HAM. 5 Gerakan mereka semakin masif dan terbuka. Bahkan, mereka dengan berani dan terbuka mengebom Pos Polisi di Jalan Sarinah Thamrin pada 4 Fabian Januarius Kuwado, http:nasional.kompas.comread2016011507230891Bachrum.Naim.Bom.Sarinah.dan.Konser.y ang.Tertunda , Jumat, 15 Januari 2016, diakses Sabtu, 25 April 2016, pukul. 14.29 WIB. 5 Mufti Makaarim dan Wendy Andika eds,Almanak Hak Asasi Manusia di Sektor Keamanan Indonesia 2009, Jakarta: institut For Defence Security and Peace Studies IDSPS, 2009 hal. 14-15. pukul 10.00 WIB bahkan terjadi tembak menembak kepada aparat hukum yang menyebabkan tewasnya warga sipil. Terdapat suatu teori yang diutarakan oleh Thomas More 1478-1535, bahwa memberantas kejahatan dengan tindakan kekerasan tidak akan membuat kejahatan itu berhenti 6 begitu juga dalam konteks pemeberantasan terorisme, strategi represif kuranglah tepat. Karena gerakan teroris tersebut didasari atas dasar faham radikal, maka deradikalisasi adalah jawabannya. Deradikalisasi merupakan suatu upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi paham radikal danatau pro kekerasan. Proses deradikalisasi lebih mengutamakan dialog dari pada tindakan fisik sehingga lebih mengena dan aman dari pelanggaran HAM. Deradikalisasi juga di terapkan oleh negara-negara lain seperti Arab Saudi, Yaman, Mesir, Singapura, Malaysia, Colombia, Al Jazair dan Tajikistan. Di Indonesia sendiri pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam membuat kebijakan dan strategi nasional penanggulangan terosrisme. Para narapidana terorisme yang saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan LP Cipinang juga diantisipasi mendapatkan 6 Dikutip oleh Hendrojono, Kriminologi, pengaruh Perubahan Masyrakat dan Hukum, Surabaya: PT. Dieta Persada, 2005, hal. 13 deradikalisasi pemahan agama yang dilakukan oleh BNPT itu sendiri sehingga mencegah adanya penyebaran paham radikal di kalangan narapidana itu sendiri juga pasca bebas dari lembaga tersebut agar tidak melakukan hal serupa bahkan dapat bekerjasama dalam upaya deradikalisasi di kalangan masyarakat luas. Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia. Menekankan kepada perdamaian dan mendeklarasikan diri sebagai ajaran Rahmatan Lil A’lamin tentu dapat menjadi sudut pandang tersendiri terhadap strategi deradikalisasi yang menekankan soft aprroach rancangan BNPT. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil tema, “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Pada Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan LP Cipinang”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian yang penulis lakukan lebih terarah dan terperinci, penulis membatasi permaslahan yang akan dibahas pada “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di Lemb aga Pemasyarakatan LP Cipinang”.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana stategi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT dalam upaya deradikalisasi narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan LP Cipinang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui strategi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT dalam upaya deradekalisasi paham keagamaan pada narapidana terorisme di Lemaga Pemasyarakatan LP Cipinang.

2. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian yang penulis lakukan ini dapat dilihat dari dua aspek, yakni: a. Segi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi Khazanah ilmu pengetahuan kepada mahasiswai terutama jurusan Manajemen Dakwah agar dapat mengetahui Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT mengenai radikalisme dan deradikalisasi paham keagamaan. b. Segi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, masukan, pedoman dan pengetahuan tentang disiplin ilmu dakwah terutama informasi mengenai bagaimana pandangan pemahaman keagamaan radikal dan Strategi yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT ini dalam upaya deradikalisasi paham keagamaan. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan wawasan konsep strategi Deradikalisasi yang lebih nyata dalam tatanan hidup serta menjadi dapat dikembangkan dan dilakukan oleh lembaga pendidikan lainnya khususnya kalangan lebaga keagamaan lainnya.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, yaitu dengan cara memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan. 7 Menurut M. Nazir dalam buku metodologi penelitian menyatakan. Bahwa metode penelitian deskriptif merupakan proses pencarian fakta, gambaran atau lukisan secara sistematis, 7 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2007, Cet. Ke-24, h. 26. faktual dan akurat mengenai sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti. 8 Untuk melengkapi data yang sudah ada, penulis menggunakan cara sebagai berikut: a. Data Primer Primary Data, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari responden barupa catatan tertulis dari hasil wawancara, serta dokumentasi. b. Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan untuk mencari konsep dari teori-teori yang berhubungan dengan masalah dalam penulisan skripsi ini, seperti buku-buku, diktat dan literatur terkait. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data, penulis mengambil langkah-langkah sebagai berikut: a. Observasi Dalam observasi ini penulis melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian dengan maksud memperoleh data yang konkrit tentang hal-hal yang menjadi obyek penelitian. b. Wawancara Penulis mengadakan komunikasi langsung dan mengajukan beberapa pertanyaan ke beberapa pihak yang bersangkutan baik secara lisan maupun tulisan dan mendengarkan langsung 8 M. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia, 1998, Cet ke-3, h. 63.