Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang

(1)

PEMAHAMAN AGAMA NARAPIDANA TERORISME DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LP) CIPINANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Sos)

Oleh:

SITI NURMALITA SARI

1111053000022

KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Penanggulangan Terorisme (Bnpt) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman

Agama Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (Lp) Cipinang di

bawah bimbingan Drs. HasanudinIbnu Hibban, MA

Maraknya tindak pidana terorisme mengatasnamakan Islam di penjuru dunia, menuntut berbagai pihak berpendapat sekaligus mengambil peran untuk mengatasinya. Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi HAM, pasca dikoyak dengan bom Bali l dan beberapa ledakan lain, pemerintah Indonesia segera membentuk BNPT sebagai lembaga nonkementrian sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan terorisme di Indonesia. Islam sebagai ajaran yang sejak awal mendeklarasikan diri menjadi rahmatan lil a’lamin sekaligus menjadi agama mayotitas Indonesia, tentu bisa dijadikan sudut pandang terhadap program deradikalisasi. Dalam hal ini, penulis ingin menganalisis startegi program deradikalisasi BNPT terhadap pelaku kejahatan terorisme khususnya di LP Cipinang.

Untuk penelitian ini, penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan menggunakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan. Dengan memilih metode kualitatif ini, penulis dapat memperoleh data yang akurat. Ditinjau dari sifat penyajian datanya, metode deskriptif merupakan penelitian yang tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau prediksi.

Hasil penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa melalui kebijakannya BNPT menekankan strategi soft approach dalam konsep deradikalisasi untuk menanggulangi terorisme di Indonesia. yakni pendekatan yang mengutamakan dialog secara komprehensif, persuasive, penuh kelembutan dan kasih sayang.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb

Puji syukur saya ucapkan hanya kepada Allah SWT yang telah member taufik, hidayah dan berbagai pertolongan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Semoga kita semua mendapat syafaatnya kelak di hari kiamat nanti.

Alhamdulillahhirabbil’alamin, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (Lp) Cipinang”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Starata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama masa penelitian, penyusunan, penulisan, dan sampai masa penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari keluarga, sahabat, teman, maupun dari berbagai pihak lainnya yang telah banyak berjasa dan mendukung bagi penulis. Dengan selesainya skripsi ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed. Ph.D selaku Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan II, Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III.

2. Drs. CecepCastrawijaya, MA selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah, dan Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah.


(7)

iii

ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Terima kasih banyak atas semuanya. 4. Tim penguji sidang skripsi pada tanggal 30 Agustus 2016. Drs. Cecep

Castrawijaya, MA sebagai Ketua Sidang, Drs. Sugiharto, MA., selaku Sekretaris Sidang, Dr. Sihabudin Noor, MA selaku Penguji I, Nasichah, MA, selaku Penguji II.

5. Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik, serta seluruh dosen pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan.

6. Keluarga dan staff jajaran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang telah memberikan izin, dukungan, bantuan, arahan, saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ayahanda Asep dan Ibunda Aas Askanayyah yang selalu memberikan kasih sayang tiada batas, dukungan, semangat, arahan, serta selalu percaya pada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amiin.

8. Sahabat tercinta, May Larafjani, Dini Nurani, Aliyah, Nourma Linda, Aretha Poetry, Kiki Dzikriyah, Irfa Ismatullah dan Melly Haryani, yang selalu menemani, memberi motivasi dan masukan selama empat tahun terakhir. 9. Teman-teman Jurusan Manajemen Dakwah 2011, khususnya Konsentrasi

Manajemen Ziswaf yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga silaturahmi tetap terjaga. Amiin.


(8)

iv

Akhirnya penulis berharap, semoga karya tulis ini merupakan sebuah refleksi studi S1 dan dapat memberikan sumbangan keilmuan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang berminat dengan tulisan ini. Dan dengan harapan karya tulis ini dapat dijadikan amal bagi penulis, Amin yarobbal‘alamin.

Jakarta, 2 Juli 2016


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Metodologi Penelitian ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : TINJAUAN TEORITIS ... 18

A. Strategi ... 18

1. Pengertian Strategi ... 18

2. Faktor-faktor Strategi ... 21

3. Tahapan-tahapan Strategi ... 25

B. Radikalisme ... 27

1. Pengertian Radikalisame dan Ciri Radikalisasi ... 27

2. Proses dan Faktor Radikalisai ... 32

C. Deradikalisasi ... 35

1. Pengertian Deradikalisasi ... 35

2. Proses dan Langkah Deradikalisasi Agama ... 36


(10)

vi

1. Pengertian Pemahman Agama ... 39

E. Narapidana ... 43

1. Pengertian Narapidana ... 43

2. Hak-Hak Narapidana ... 44

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTAN BNPT ... 46

A. Sejarah BNPT ... 46

B. Tugas Pokok dan Fungsi BNPT ... 48

C. Sasaran Strategis BNPT ... 49

D. Tujuan, Visi dan Misi BNPT ... 50

E. Satuan Tugas BNPT ... 51

F. Struktur Kelembagaan BNPT... 52

G. Tugas Pokok dan Fungsi Unit Kerja BNPT ... 52

BAB IV : STRATEGI BNPT DALAM UPAYA DERADIKALISASI PAHAM KEAGAMAAN NARAPIDANA LP CIPINANG 68 A. Pelaksanaan Strategi BNPT Dalam Upaya Deradikalisasi di LP Cipinang ... 68

B. Analisis Pelaksanaan Strategi Deradikalisasi BNPT di LP Cipinang ... 80

BAB V : PENUTUP ... 87

A. Kesimpulan... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN ...


(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini banyak sekali kekacauan-kekacauan di sekitar kita yang mengatasnamakan pembelaan terhadap agama, baik yang dilakukan oleh perorangan, kelompok kecil hingga kelompok besar. Padahal sejatinya semua agama mengajarkan kebaikan kepada setiap pemeluknya. Setiap agama mengajarkan kedamaian baik selama pemeluk agama maupun terhadap pemeluk agama lain. Namun terdapat pihak-pihak tertentu yang menyalahartikan terhadap ajaran suatu agama, seperti memahami agama secara tekstual saja, memahami secara berlebihan atau bahkan membenarkan sesuatu yang menurutnya benar.

Maraknya aksi teror yang terjadi dengan jatuhnya banyak korban telah mengidentifikasikan bahwa terorisme adalah sebuah kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Teror telah menunjukkan gerakan nyata sebagai tragedi atas hak asasi manusia. Pada dasarnya, tindak pidana terorisme adalah kejahatan

yang tergolong luar biasa (extraordinary crime). Derajat “keluar

-biasaan” ini pula yang menjadi salah satu alasan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Anti terorisme dan pemberlakuannya secara retroaktif (asas berlaku surut) untuk kasus bom Bali.


(12)

2

Pasca tumbangnya rezim Orde Baru gerakan radikalisme Islam tumbuh subur dan bergentayangan menghantui kehidupan umat beragama di Indonesia. Terror tersebar di mana-mana atas nama Islam dan ia juga menjadi entitas misterius yang menakutkan bagi siapapun. Kekerasan dan segenap aktivitas anarkis – destruktif yang diyakini dan dilakukan kaum radikalis – fundamentalis menjadikan Islam lekat dengan predikat sebagai agama kekerasan. Padahal Islam sejatinya adalah agama yang santun dan cinta perdamaian. Sebagai sebuah paham, radikalisme Islam tidak dapat dipisahkan dari gerakan fundamentalisme Islam Karena keduanya merupakan gerakan keislaman yang seirama dan beriringan satu sama lainnya.

Konsep dan bentuk radikalisme Islam bukan berasal dari rahim Islam sendiri, akan tetapi merupakan produk yang diimpor dari Negara Barat dalam hal ini adalah Amerika Serikat. Berawal dari serangan terhadap World Trade Center (WTC) pada September 2011, Islam muncul sebagai fokus perhatian dunia. Disusul dengan serentetan aksi Bom bunuh diri di seantero Nusantara semakin memperkuat kenyataan bahwa radikalisme Islam kembali tumbuh subur dan menyita perhatian dari berbagai kalangan di Indonesia.

Terorisme seringkali ditudingkan kepada umat Islam, terutama golongan Wahabi. Sebagian orang mengira bahwa tudingan itu hanya sekedar propaganda barat untuk menjatuhkan


(13)

harga diri kaum muslimin di mata dunia internasional. Sehingga mereka senantiasa menuduh barat sebagai dalang di balik munculnya fenomena radikal semacam itu. Sebagian lagi sebaliknya, mengira bahwa terorisme dengan melakukan pengeboman di tempat-tempat umum- merupakan bagian dari jihad

fi sabilillah dan tergolong amal salih yang paling utama. Sehingga mereka beranggapan bahwa pelaku bom bunuh diri adalah sosok mujahid dan mati syahid.

Terlepas dari apa yang mereka sangka, sebenarnya kita bisa melihat dengan kaca mata yang adil dan objektif bahwa di samping adanya makar musuh-musuh Islam dari luar, sebenarnya kita juga menghadapi musuh-musuh dalam selimut yang berupaya meruntuhkan kekuatan umat dari dalam. Salah satu di antara mereka adalah sekte Khawarij di masa silam dan para penganut pemikiran sekte tersebut di masa kini yang gemar melakukan aksi teror dengan mengatasnamakan jihad. Mereka menampakkan diri sebagai kaum muslimin yang punya komitmen terhadap agama, berpenampilan seperti layaknya orang-orang salih dan taat, dan bersikap seakan-akan membela ajaran Islam, namun sebenarnya mereka sedang melakukan upaya penghancuran Islam dari dalam, disadari ataupun tidak.

Apabila kita melihat dari sudut pandang sejarah kemunculan gerakan radikalisme Islam di Indonesia bukanlah suatu fenomena yang baru. Bermula dari kekecewaan umat Islam


(14)

4

di Indonesia waktu itu terkait penentuan dasar Negara. Ketika itu usulan dari tokoh-tokoh Islam seperti Wahid Hasyim dan Teuku Muhammad Hasan mengenai pengakuan Islam sebagai agama resmi Negara, hingga kewajiban untuk menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluknya (yang dikenal dengan Piagam Jakarta) ditolak oleh sebagian besar anggota sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Meskipun penolakan tersebut akhirnya dapat diterima dengan beberapa pertimbangan dan alasan, umat Islam pada waktu itu memandang hal tersebut sebagai tindakan penipuan dan pengkerdilan cita-cita umat Islam.1

Kekecewaan tersebut berbuntut kepada pemberontakan yang terjadi di Indonesia pada saat itu, salah satunya yang paling dikenal adalah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Dan meskipun pemberontakan tersebut sudah berhasil diatasi oleh pemerintah pada saat itu namun pengaruh ideologis DI/TII tidak dapat dihilangkan begitu saja. Hal ini terbukti dengan munculnya organisasi Islam radikal lain pasca tumbangnya orde baru, seperti Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam (FPI), Forum Betawi Rembug (FBR) dan organisasi Islam Radikal lain. 2

1

Akhmad Elang Muttaqin, “Mengakrabi Radikalisme Islam” dalam Erlangga

Husada, dkk. Kajian Islam Kontemporer, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h.5.

2

Akhmad Elang Muttaqin, “Mengakrabi Radikalisme Islam” dalam Erlangga


(15)

Di Indonesia radikalisme cenderung dikaitkan dengan tindakan atau gerakan militan, anti barat, dan jika melakukan demonstrasi selalu ricuh. Padahal radikalisme mempunyai sisi positif yaitu sebagai pembaharu (tajdid) dan perbaikan (islah)

terhadap hal-hal yang dianggap melanggar syariat islam. Hanya

saja terkadang dalam penyampaiannya terkesan “preman” seperti

merusak beberapa tempat-tempat yang dianggap maksiat. Sehingga opini publik menjudge organisasi-organisasi radikal sebagai organisasi yang merusak.

Tujuan organisasi-organisasi radikal di Indonesia adalah menegakkan syariat islam sebagai ideologi bangsa. Organisasi radikal di Indonesia yang lantang mengumandangkan berdirinya syariat Islam salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang lebih kuat berorientasi pada politik dengan cita-cita membentuk kekhalifahan Islam. Apabila dilakukan suatu analisis yang lebih mendalam dapat berakibat buruk bagi stabilitas nasional. Mengingat salah satu dari empat pilar bangsa Indonesia adalah NKRI maka dapat dipastikan dengan pertumbuhan organisasi radikal semacam ini dapat mengganggu stabilitas keamanan suatu Negara.3

Namun saat ini terjadi banyak sekali kekacauan-kekacauan di sekitar kita dengan dalih pembelaaan terhadap agama, baik yang dilakukan oleh perseorangan, keompok kecil hingga kelompok

3

Jamhari dan Jajang Jahroni, “Gerakan Salafi Radikal di Indonesia”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 43


(16)

6

besar yang berafiliasi di beberapa negara konflik di timur tengah. Padahal, sejatinya semua agama mengajarkan kebaikan kepada setiap pemeluknya. Setiap agama mengajarkan kedamaian baik sesama pemeluknya maupun kepada pemeluk agama lainnya. Namun terdapat pihak-pihak tertentu yang menyalah artikan terhadap ajaran suatu agama, seperti pemahaman sesuatu secara tekstual saja, memahami sesuatu secara berlebihan atau bahkan membenarkan sesuatu yang menurutnya benar. Inilah yang sering kita sebut pemahaman yang radikal.

Radikal disini tidak akan berbahaya jika hanya sebatas pemikiran ataupun pendapat. Tetapi ketika radikal sudah menyangkut perilaku ataupun perbuatan maka dari sinilah akan muncul tindakan-tindakan yang dapat merugikan bahkan membayakan banyak pihak dan masyarakat pada umunya, seperti klaim kebenaran dan pengkafiran terhadap pihak lain/orang lain, hingga aksi pengeboman yang dapat membahayakan banyak orang. Hal tersebut kini sering kita temui di lingkungan sekitar kita. Salah satunya seperti pada peristiwa berikut: Nama Bahrun Naim disebut-sebut sebagai orang yang berada di balik serangan teror di Sarinah, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis(14/1/2016) siang. Ia pernah ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror pada 9 November 2010 di Solo atas tuduhan kepemilikan senjata api dan bahan peledak ilegal.Hakim menjatuhkan vonis dua tahun enam bulan penjara kepada Bachrum.Selepas dari bui, ia hijrah ke


(17)

Suriah untuk bergabung dengan Islam State of Iraq and Syria(ISIS).4

Kasus diatas merupakan akibat dari paham radikal yang telah meningkat menjadi sebuah tindakan yang sangat merugikan bahkan membahayakan banyak pihak dan masyarakat umumnya yang menjadi korban. Apabila paham radikalisme ini dibiarkan terus tumbuh, tentu akan membawa dampak negatif yang lebih besar dari kehidupan beragama. Sehingga untuk memangkas pertumbuhan radikalisme ini perlu adanya deradikalisasi, dimana dalam pemahaman agama diajarkan keterampilan, pemecahan masalah tanpa kekerasan, berfikir kritis, toleransi, dan pemahaman agama secara intergratif sehingga tidak menimbulkan bias.

Selanjutnya, jika pemerintah menggunakan strategi perang

(represif) dalam menghadapi teroris, yang terjadi justru perlawanan secara sengit sehingga penimbulkan peperangan. Bukan tanpa fakta, bahwa selama ini pemerintah lebih menekankan tindakan represif dalam menghadapi teroris, bahkan cenderung mengabaikan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM).5Gerakan mereka semakin masif dan terbuka. Bahkan, mereka dengan berani dan terbuka mengebom Pos Polisi di Jalan Sarinah Thamrin pada

4

Fabian Januarius Kuwado,

http://nasional.kompas.com/read/2016/01/15/07230891/Bachrum.Naim.Bom.Sarinah.dan.Konser.y ang.Tertunda, Jumat, 15 Januari 2016, diakses Sabtu, 25 April 2016, pukul. 14.29 WIB.

5

Mufti Makaarim dan Wendy Andika (eds),Almanak Hak Asasi Manusia di Sektor Keamanan Indonesia 2009, (Jakarta: institut For Defence Security and Peace Studies (IDSPS), 2009) hal. 14-15.


(18)

8

pukul 10.00 WIB bahkan terjadi tembak menembak kepada aparat hukum yang menyebabkan tewasnya warga sipil.

Terdapat suatu teori yang diutarakan oleh Thomas More (1478-1535), bahwa memberantas kejahatan dengan tindakan kekerasan tidak akan membuat kejahatan itu berhenti6 begitu juga dalam konteks pemeberantasan terorisme, strategi represif kuranglah tepat.

Karena gerakan teroris tersebut didasari atas dasar faham radikal, maka deradikalisasi adalah jawabannya. Deradikalisasi merupakan suatu upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi paham radikal dan/atau pro kekerasan. Proses deradikalisasi lebih mengutamakan dialog dari pada tindakan fisik sehingga lebih mengena dan aman dari pelanggaran HAM.

Deradikalisasi juga di terapkan oleh negara-negara lain seperti Arab Saudi, Yaman, Mesir, Singapura, Malaysia, Colombia, Al Jazair dan Tajikistan. Di Indonesia sendiri pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam membuat kebijakan dan strategi nasional penanggulangan terosrisme.

Para narapidana terorisme yang saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang juga diantisipasi mendapatkan

6

Dikutip oleh Hendrojono, Kriminologi, pengaruh Perubahan Masyrakat dan Hukum, (Surabaya: PT. Dieta Persada, 2005), hal. 13


(19)

deradikalisasi pemahan agama yang dilakukan oleh BNPT itu sendiri sehingga mencegah adanya penyebaran paham radikal di kalangan narapidana itu sendiri juga pasca bebas dari lembaga tersebut agar tidak melakukan hal serupa bahkan dapat bekerjasama dalam upaya deradikalisasi di kalangan masyarakat luas.

Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia. Menekankan kepada perdamaian dan mendeklarasikan diri sebagai ajaran Rahmatan Lil A’lamin tentu dapat menjadi sudut pandang tersendiri terhadap strategi deradikalisasi yang menekankan soft aprroach rancangan BNPT. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil tema, “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Pada Narapidana Terorisme Di Lembaga

Pemasyarakatan (LP) Cipinang”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian yang penulis lakukan lebih terarah dan terperinci, penulis membatasi permaslahan yang akan dibahas pada

“Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang”.


(20)

10

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana stategi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam upaya deradikalisasi narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui strategi yang dilakukan Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam upaya

deradekalisasi paham keagamaan pada narapidana terorisme di Lemaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.

2. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian yang penulis lakukan ini dapat dilihat dari dua aspek, yakni:

a. Segi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi Khazanah ilmu pengetahuan kepada mahasiswa/i terutama jurusan Manajemen Dakwah agar dapat mengetahui Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengenai radikalisme dan deradikalisasi paham keagamaan.


(21)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, masukan, pedoman dan pengetahuan tentang disiplin ilmu dakwah terutama informasi mengenai bagaimana pandangan pemahaman keagamaan radikal dan Strategi yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini dalam upaya deradikalisasi paham keagamaan. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan wawasan konsep strategi Deradikalisasi yang lebih nyata dalam tatanan hidup serta menjadi dapat dikembangkan dan dilakukan oleh lembaga pendidikan lainnya khususnya kalangan lebaga keagamaan lainnya.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, yaitu dengan cara memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan.7

Menurut M. Nazir dalam buku metodologi penelitian menyatakan. Bahwa metode penelitian deskriptif merupakan proses pencarian fakta, gambaran atau lukisan secara sistematis,

7

Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2007), Cet. Ke-24, h. 26.


(22)

12

faktual dan akurat mengenai sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti. 8

Untuk melengkapi data yang sudah ada, penulis menggunakan cara sebagai berikut:

a. Data Primer (Primary Data), merupakan data utama yang diperoleh langsung dari responden barupa catatan tertulis dari hasil wawancara, serta dokumentasi.

b. Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan untuk mencari konsep dari teori-teori yang berhubungan dengan masalah dalam penulisan skripsi ini, seperti buku-buku, diktat dan literatur terkait.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data, penulis mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

a. Observasi

Dalam observasi ini penulis melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian dengan maksud memperoleh data yang konkrit tentang hal-hal yang menjadi obyek penelitian.

b. Wawancara

Penulis mengadakan komunikasi langsung dan mengajukan beberapa pertanyaan ke beberapa pihak yang bersangkutan baik secara lisan maupun tulisan dan mendengarkan langsung

8


(23)

keterangan-keterangan atau informasi dari jajaran pimpinan BNPT selaku narasumber juga kepada narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.9

c. Dokumentasi

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data seputar kegiatan yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan para narapidana terorisme di lembaga pemasyarakatan (LP) Cipinang, foto-foto yang berhubungan dengan kegiatan dan strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam deradikalisasi paham keagamaan pada para narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.

3. Teknik Pengelolaan Data

Setelah data diperoleh, maka penulis selanjutnya mengelola data dengan cara editing, yaitu kegiatan mempelajari berkas-berkas data telah terkumpul, sehingga keseluruhan berkas itu dapat diketahui dan dapat dinyatakan baik.

4. Lokasi dan waktu penelitian

Adapun waktu yang di tentukan dalam penelitian ini dimulai dari Februari 2016 s/d Juni 2016. Penelitian ini di laksanakan di kantor pusat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Kompleks IPSC Jl. Anyar Desa Tangkil Sentul - Kabupaten Bogor - Provinsi Jawa Barat 16180. Emai

9

Jaaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. 11,h. 24.


(24)

14

:humas@bnpt.go.id dan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang yang beralamat Jalan Raya Bekasi Timur No. 170 C Cipinang, Jakarta Telepon : 021-8612005 / 021-8615061. Email :rutancipinang.dki@gmail.com

5. Analisis Data

Dalam hal ini penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu penulis berusaha menggambarkan objek penelitian (StrategiBadan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradekalisasi Paham Keagamaan pada narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang dengan apa adanya yaitu sesuai dengan kenyataan.

Adapun pedoman yang digunakan dalam teknik penulisan skripsi ini adalah buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi Tesis, dan Desertasi)” yang diterbitkan oleh Center For Quality Development and Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 cetakan pertama.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian ini penulis mengadakan tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi yang memiliki kemiripan judul untuk menghindari bentuk pelagiat, diantaranya:

1. Judul Skripsi : “Strategi Dakwah Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) dalam meningkatkan ibadah anggota”.


(25)

Jurusan : Manajemen Dakwah tahun 2008.

Isi pokok pembahasan : skripsi ini berisi tentang bagaimana strategi dakwah PITI, respon anggota dan pengaruh strattegi dakwah PITI kepada anggota. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Instrument yang digunakan adalah wawancara dengan para pengurus PITI dan angket untuk anggota PITI

2. Judul skripsi : “Strategi Dakwah Sanggar Budaya Betawi si Pitung Dalam Pembinaan Pemuda Si Wilayah Rawa Belong Jakarta

Barat”

Nama : Ahmad Rifqi, Nim : 106053001989 Jurusan : Manajemen Dawah tahun 2011

Isi pokok pembahasan : skripsi ini berisi tentang strategi Dakwah Sanggay Budaya si Pitung melalui pendekatan budaya lokal dan langkah-langkah serta pengaruh melalui metode wawancara dan observasi kepada pengurus dan dan anggota sanggar.

Berbeda dengan karya ilmiah di atas bahwa penelitian yang penulis lakukan berjudul “Strategi Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di

Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang”.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka penulis membagi atas lima rinci, sebagai berikut :


(26)

16

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini mengurainkan Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG STRATEGI,

DERADIKALISASI, PEMAHAMAN AGAMA DAN

NARAPIDANA.

Tinjauan teoritis terdiri dari beberapa hal diantaranya Pengertian Strategi, faktor-faktor, tahapan-tahapan strategi. Selain itu juga akan membahas mengenai pengertian deradikalisasi, proses deradikalisasi, langkah dalam deradikalisasi agama, pengertian pehaman agama, hal-hal yang mempengaruhi paham keagamaan, pengertian narapidana dan macam-macam narapidana.

BAB III TINJAUAN UMUM BADAN NASIONAL

PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT)

Pada bab ini dijelaskan profil dan sejarah latar belakang berdirinya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Struktur ogranisasi, tugas pokok dan fungsi BNPT, sasaran strategis BNPT, tujuan, serta visi dan misi, satuan tugas BNPT, struktur kelelmbagaan dan fungsi unit kerja selain itu juga akan di bahas mengenai data statistik napi terorisme di lp cipinang.


(27)

BAB IV STRATEGI BNPT DALAM UPAYA DERADIKALISASI PAHAM KEAGAMAAN

Bab ini berisi tentang pelaksanaan strategi program deradikalisasi BNPT, analisis implementasi strategi deradikalisasi BNPT di LP Cipinang

BAB V PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh pembahasan sebelumnya den sekaligus menjawab permasalahan pokok yang ditemukan sebelumnya.


(28)

18

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Strategi

1. Pengertian Strategi

Pengertian Stategi Secara bahasa (Etimologi) strategi berasal dari bahasa yunani, yaitu “Strattegeia” atau sering disebut

stratos yang berarti militer. Dalam konteks awalnya strategi diartikan sebagai generalsshift atau suatu yang dilakukan oleh para jendral dalam membuat rencana untuk menaklukan musuh dan memenangkan perang.1

Menurut istilah, strategi adalah proses penentuan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan Strategi adalah seni atau ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan tertentu.3

Dalam pengertian diatas, strategi juga dapat dipahami sebagai suatu seni para jendral dalam menjalankan taktiknya dimedan

1

Troton PB, Marketing Strategic Meningkatkan Pangsa Pasar dan Daya Saing, (Yogyakarta: Tugu Publisher, 2008), h. 12.

2Geoge A. Steiner, Kebijakan dan Strategi Manajemen

, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1997), h.41 (Terjemahan)

3

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hal.199


(29)

pertempuran. Dari sudut etiologis strategi dalam sebuah organisasi dapat diartikan yaitu sebagai suatu kiat, cara dan taktik yang dirancang, secara sistematis dan terarah dalam melaksanakan fungsi-fungsi organisasi.4

Pada buku Erinie Tisnawati yang berjudul pengantar manajemen menurut Griffin (2000) strategi sebgaai rencana komprehensif untuk mencapai tujuan organisasi. (Startegy is a

Comprehensig plan for accomplishing an organization’s goals). Tidak hanya sekedar mencapai, akan tetapi strategi juga di maksudkan untuk mempertahankan keberlangsungan organisasi di lingkungan dimana organisasi tersebut menjalankan aktivitasnya.5 Konsep tentang strategi ternyata dewasa ini tidak hanya dipergunakan oleh kalangan militer, akan tetapi oleh organisasi non militer. Dalam hal ini startegi yaitu bersinggungan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan efektivitas dan efisien. Dengan demikian strategi dalam sebuah organisasi hasruslah memanfaatkan kemampuan organisasi dengan sedikian rupa, dengan memperhitungkan kesempatan dan resiko, sehingga pemanfaatan kemampuan organisasi tersebut mendatangkan efektivitas dan efisien yang akan dicapai dalam waktu tertentu. Ciri-ciri yang tercipta dalam

4

Hadari Nawawi, Manajemen Strategi : Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan Dengan Ilustrasi Di Bidang Pendidikan, (Yogyakarta: Gajamada University Press, 2005), hal. 147.

5

Erinie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 132


(30)

20

pemanfaatan dana, daya dan tenaga yang sesuai dengan perubahan lingkunganlah yang dimaksud dengan strategi.6

Menurut Syarif Usman strategi adalah kebijaksanaan dalam upaya menggerakan dan membimbing seluruh potensi kekuatan, daya dan kemampuan bangsa untuk mencapai kemakmuran dan kebahagiaan.7

Sedangkan menurut Din Syamsudin mengandung arti antara lain:

a. Rencana dan cara yang seksama untuk mencapai tujuan.

b. Seni dalam menyiasati pelaksanaan rencana atau program untuk mencapai tujuan.

c. Sebuah penyesuaian terhadap lingkungan untuk menampilkan fungsi dan peran penting dalam mencapai keberhasilan bertahap.8

Menurut Fuad Amsyari Strategi adalah metode atau taktik untuk memenangkan suatu persaingan. Persaingan yang berbentuk pertempuran fisik untuk merebut suatu wilayah dengan memakai senjata atau tenaga manusia. Sedangkan dalam istilah dibidang non militer, strategi dan taktik adalah suatu cara atau

6

Sondang P. Siagian, Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Struktur Organisasi,

(Jakarta: CV Haji Masagung, 1994), hal. 16-17

7

Syarif Usman, Strategi pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam,

(Jakarta: Firma Jakarta, 1998), h. 60

8

Din Syamsudin, Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta: Logos 2000), Cet ke1, h. 127


(31)

teknik untuk memengkan suatu persaingan antara kelompok yang berbeda orientasi hidupnya.9

Dari beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan strategi adalah rencana yang akan dilakukan oleh suatu organisasi dengan melalui beberapa tahap dalam penentuan strategi tersebut sehingga strategi dapat dilakukan secara sistematis atau merupakan proses tingkah laku yang sudah direncanakan, di tentukan dan diarahkan kepada suatu program jangka panjang atau jangka pendek yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh suatu organisasi tersebut.

2. Faktor-faktor strategi

Setiap organisasi yang berdiri sudah pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Hal ini sesuai dengan defini organisasi itu sendiri yaitu, sekelompok orang yang terdiri dari 2 atau lebih yang berhimpun dalam sebuah tujuan sama yang akan dicapainya. Dalam merealisasikan tujuan tersebut biasanya beberapa organisasi memiliki sebuah cara tersendiri yang akan dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses realisasi dan tujuan tersebut dengan berbagai cara yang akan dilakukan, walaupun cara itu buruk untuk organisasi lainnya yang biasa disebut strategi.

9

Fuad Amsyari, Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1990), h. 40


(32)

22

Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya akan cenderung di tentukan oleh dinamika organisasi yang bersangkutan. Dinamika yang tercipta dalam sebuah organisasi tersebut sejatinya disebabkan oleh adanya interaksi baik antara organisasi dengan lingkungannya, maupun satuan kerja dalam organisasi tersebut. Pada gilirannya interaksi yang terjadi merupakan suatu akibat dan bukan merupakan tuntutan dari interdepedensi yang terdapat dari organisasi dan lingkungannya dan antara berbagai sub sistem dalam organisasi.

Bila kita cermati terdapat beberapa faktor yang turut berpengaruh dalam penyusunan strategi sebuah organisasi. Diantara faktor-faktor yang turut andil dalam mempengaruhi penentuan strategi adalah faktor lingkungan, baik itu yang berasal dari dalam organisasi (internal factor) ataupun faktor lain yang berasal dari lingkungan luar organisasi itu sendiri (eksternal factor).

Dalam bukunya Prof. Sondang, P siagian mensinyalir setidaknya terdapat empat faktor dalam menetukan strategi yaitu:10

a) Faktor ekonomi

Tidak hanya dalam organisasi profit, organisasi non ptofitpun dalam menentukan dan menerapkan strateginya pastilah

10

Sondang P. Siagian, Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Struktur Organisasi, ,,,,.,,,,hal. 107-108).


(33)

bergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Manusia (SDA) yang dimilikinya. Hal tersebut dikarenakan program-program yang telah tersusun dalam suatu organisasi pastilah tidak akan bisa berjalan tanpa adanya SDM dan SDA yang mendukungnya.

Dalam hal ini faktor ekonomi menjadi hal yang paling berpengaruh dalam penerapan strategi sutu organisasi dalam menentukan langkahnya pastilah akan berorientasi pada sumber daya yang ada, baik itu sumber daya yang bersifat material maupun immaterial. Meskipun target yang akan dicapai tinggi akan tetapi tanpa ada dukungan dari sisi materi maka dapat dipastikan target tersebut akan sulit terealisasi. b) Faktor politik

Politik yang sedang hangat terjadi baik dalam lingkungan internal organisasi maupun di luar organisasi turut pula berpengaruh pada strategi yang diterapkan pada suatu organisasi.Politik yang mempengaruhi penetapan strategi dalam suatu organisasi ketika tidak disikapi dalam kemashlahatan bersama dalam pencapaian tujuan organisasi dapat membawa dampak buruk terhadap organisasi yang bersangkutan.

Organisasi bisa jadi dimanfaatkan oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab demi mencapai tujuan


(34)

24

pribadinya.Sebagai suatu contoh “gap” yang terjadi antara

personal anggota dalam suatu organisasi dikarenakan perbedaan politik, maka sudah pasti strategi yang sudah dirancangkan kurang bisa terlaksana seperti apa yang menjadi tujuan organisasi tersebut.

c) Faktor dari implikasi kebijakan pemerintah

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang berlaku bagi suatu negara tentunya berimbas pula pada semua lini kehidupan tak terkecuali sebuah organisasi.Hal demikian dikarenakan peraturan yang ditetapkan oleh suatu pemerintah wajib dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat, dan hal inilah yang turut pula mewarnai dalam strategi yang diterapkan pada suatu organisasi.

d) Faktor teknologi

Teknologi sebagai sebuah sarana yang dimiliki oleh sebuah organisasi, tentunya akan mendukung penetapan strategi yang lebih baik dibandingkan dengan organisasi yang masih menggunakan data manual. Begitupula berlaku bagi suatu organisasi yang masih menggunakan peralatan seadanya, tentunya target dari strategi yang dihasilkan akan bergantung dari sarana dan prasarana yang mendukungnya. Organisasi yang telah memiliki seperangkat teknologi yang telah maju,


(35)

memungkinkan menerapkan strategi dengan teknologi yang telah ada.

Dari faktor-faktor yang tersebut diatas, tentunya kita mengetahui bahwa strategi yang diterapkan pada suatu organisasi adalah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, baik itu lingkungan dalam maupun lingkungan luar organisasi.

3. Tahapan-tahapan strategi

Dalam menentukan suatu strategi maka di butuhkan proses dan tahapan-tahapan yang jelas sehingga dalam penentuan strategi di tidak salah dalam menentuakan langkah yang tepat pada penentuannya.

Strategi juga melalui tiga tahap dalam prosesnya, secara garis besar strategi melalui tiga tahapan, yaitu:11

a) Perumusan strategi

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan strategi yang akan dilakukan. Sudah termasuk didalamnya adalah pengembangan tujuan, mengenai peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan secara internal, menetapkan suatu objektifitas, menghasilkan strategi alternatif, dan memilih strategi untuk dilaksanakan. Dalam perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk

11

Stainer, George dan Johm Miller, Manajemen Strategi, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 65.


(36)

26

memutuskan. Memperluas, menghindari, atau melakukan suatu keputusan dalam proses kegiatan.12

b) Implementasi strategi

Setelah kita memutuskan dan memilih strategi yang telah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan strategi yang telah ditetapkan tersebut.Dalam tahap pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat membutuhkan komitmen dan kerjasama dari seluruh unit, tingkat dan anggota organisasi.

c) Evaluasi strategi

Tahap akhi dari strategi adalah evaluasi, strategi ini diperlukan karena keberhasilan yang telah dicapai dapat diukur kembali untuk menetapkan tujuan berikutnya.Evaluasi menjadi tolak ukur untuk strategi yang dilaksanakan kembali untuk sebuah organisasi dan evaluasi sangat diperlukan untuk memastikan sasaran yang dinyatakan telah dicapai.

Penerapan strategi suatu organisasi merupakan suatu proses yang dinamis, agar terjadinya keberlangsungan dalam organisasi. Tahapan tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:

d) Analisis lingkungan

12

Fred R David, Strategic Management Concept and Cases, (New Jersey: Prentice Hall, 2001), h. 5


(37)

Analisis lingkunngan merupakan proses awal menetapkan strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi sesuatu yang mempengaruhi kinerja lingkungan organisasi.

Secara garis besar analisis suatu organisasi mencakup dua komponen pokok yatiu analisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal. Adapun proses ini dikenal dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, Thteats).

B. Radikalisme

1. Pengertian dan Ciri Radikalisasi

Secara epitimologi radikalisasi merupakan serapan dari bahasa latin yaitu “radix”yang berarti akar. Dalam kamus politik radikal di artikan amat keras menuntut perubahan yang menyangkut undang-undang dan ketentuan pemerintah. 13

Eko Endrarmoko dalam bukunya menjelaskan arti radikal sinonim dengan fundamental, mendasar, primer, esensial, ekstrim, fanatik, keras, reaksioner, revolusioner, progresif, liberal, reformis dan seterusnya.14

Pada awalnya istilah radikalisme justru diintrodusi dari tradisi Barat, terutama yaitu dikalangan keagamaan. Kristen

13

B.N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 462

14


(38)

28

protestan AS pada tahu 1960-an. Dalam perkembangannya, seperti yang telah disampaikan oleh Roger Graudy yang merupakan filosof dari Prancis menyatakan, bahwa radikalisme tidak berkisar hanya pada paham keagamaan, akan tetapi istilah tersebut telah menjelma dalam kehidupan sosial, politik dan budaya. Dengan demikian berarti, setiap idelogi atau pemikiran yang mempunyai dampak negatif (side effect) yang dapat membawa seseorang menjadi militan dan fanatik maka hal tersebut dapat dikategorikan dalam radikalisme.15

Radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki adanya perubahan, pergantian dan penjebolan suatu sistem di masyarakat sampai keakarnya. Radikalisme menginginkan adanya perubahan secara total terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat.

Dengan demikian cakupan dari istilah radikalisme ini tergantung dari mana kita melihat dan mengkajinya, yang dalam penelitian ini yaitu penulis membatasi radikalisme dalam bentuk agama yang dalam hal ini yang dimaksud adalah agama Islam.

Pada hakikatnya paham radikalisme pada suatu agama adalah tidak merupakan suatumasalah yang menjadi momok dan menakutkan, selama masih dalam koridor pemikiran (ideologi)

15

A. Rubaidi, Radikalisme Islam, Nahdatul Ulama ; Masa Depan Moderatisme di Indonesia, (Jawa Timur: PWNU Jawa Timur, 2010), hal. 30-32


(39)

para pengikutnya.Akan tetapi ketika ideologi tersebut telah menggeser dan menjelma menjadi gerakan-gerakan yang menimbulkan keresahan, kekerasan dan masalah lain, yang dapat menggangu stabilitas masyarakat dan memporak porandakan tatanan yang sudah ada, maka disinilah radikalisasi agama yang timbul perlu mendapatkan perhatian bersama. Hal tersebut dikarenakan, fenomena-fenomena sebagaimana disebutkan akan dapat menyebabkan suatu konflik, dikarenakan perbedaan persepsi dan pemahaman terhadap nilai-nilai agama. Bahkan pada level yang lebih tinggi dapat memunculkan kekerasan antara dua kelompok yang berbeda paham tersebut.

Umat beragama islam, dalam kasus ini merupakan kelompok yang sering merespon globalisasi secara emosional dan reaksioner, sehingga menempatkan Islam seakan-akan bertabrakan dengan kondisi perkembangan yang selalu terjadi di tengah masyarakat. Respom reaksioner umat Islam sering kali

diperlihatkan dalam “wajah Islam” yang tidak santun, yakni

radikal dan penuh dengan kekerasan.16

Ketika agama telah memasuki ranah ideologi, maka ketika iyu agama telah menjadi bagian dari kebenaran yang harus dipertahankan dan diperjuangkan dengan berbagai cara termasuk cara-cara yang hakikatnya “melawan” teks agama itu sendiri.

16


(40)

30

Perusakan, pembakaran, penghancuran dan pengeboman atas nama agama yang dilakukan dengan mengucapkan takbir (Allahu Akbar) adalah sekelumit kisah tentang wajah agama dengan tafsirnya yang keras, radikal atau fundamental.17

Melihat pengertian radikalisme yang telah di deskripsikan diatas, Rubaidi yang mengadopsi istilah Martin E. Marty, mensinyalir radikalisme agama memiliki ciri sebagai berikut:18

Pertama, fundamentalisme, menurutnya hal ini dilakukan sebagai gerakan perlawanan yang banyak kasus biasanya dilakukan secara radikal, yang demikian merupakan respon dari ancaman yang mereka sinyalir dapat mengganggu eksistensi dari agama mereka, adalah seperti modernisasi, sekuralisasi, serta tatanan nilai barat lainnya. Adapun acuan yang digunaka oleh mereka adalah bersumber dari kitab suci mereka.

Dengan demikian, gerakan perlawanan yang dilakukan aktivis gerakan Islam fundamentalis sejatinya merupakan tindakan subjektif-individual, yang dibangun berdasarkan nilai-nilai kolektif yang berkembang dalam sebuah gerakan. Tindakan subjektif yang dimaksud dapat berupa tindakan nyata yang diarahkan kepada pihak tertentu atau agama lain maupun

17

Nur Syam, Tantangan Indonesia Dari Radikalisme Menuju kebangsaan, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 132

18


(41)

tindakan yang bersifat membatin dan sangat subjektif baik berupa pengetahuan, pemahaman, maupun persepsinya.19

Kedua, penolakan terhadap hermeutika.Hal ini dapat dipahami bahwa kaum radikal menolak terhadap sikap kritis teks agama dan segala bentuk interpretasinya. Teks-teks Al-Qur’an hanya dimaknai apa adanya. Kitab suci dimaknai adanya tanpa mempertimbangkan rasionalitas (nalar) dan sabab nuzul ayat, sehingga dalam implementasinya mereka hanya mengandalkan Al-Qur’an secara literal, sesuai dengan apa yang tertera tanpa adanya pertimbangan akal.

Ketiga, penolakan terhadap adanya pluralisme dan relativisme.Bagi kaum radikal plurisme merupakan pemahaman yang keliru terhadap teks-teks kitab suci.Intervensi nalar tehadap Al-Qur’an dan perkembangan sosial di masyarakat yang telah lepas dari kendali agama, serta pandangan yang tidak sejalan dengan kaum radikalis adalah potret dari bentuk relativisme

keagamaan yang ada.

Keempat, penolakan terhadap perkembangan historis dan

sosiologis.Perkembangan ini dinilai oleh kaum radikalis sebagai muara ketidaksesuaian dalam keberagamaan, mereka menilai bukan Al-Qur’an yang harus mengikuti nalar, tetapi akalah yang

19

Umi Simbullah, Konfigurasi Fundamentalisme Islam, ( Malang: UIN Malang Press, 2009), h. 22


(42)

32

seharusnya tunduk dan patuh terhadap semua nilai-nilai

Al-Qur’an dalam menginterpretasi nilai-nilai agama.

2. Proses dan Faktor Radikalisasi

Terbentuknya radikalisme dicapai melalui proses radikalisi dimana terdapat tiga aspek yang memiliki peranan penting selama proses tersebut berlangsung, yaitu:

a. Proses individu

Radikalisasi dipandang sebagai suatu proses pencarian identitas bagi individu (anak muda pada umumny). Bagi anak muda, pencarian identitas merupakan bagian dari proses mendefinisikan hubungan seseorang dengan dunia.

b. Dinamika interpersona

Radikalisasi memerlukam diamika interpersonal dengan aktor-aktor lain untuk merangsang dan mempengaruhi proses pemahaman atau pemikiran individu yang menjadi target radikalisme.


(43)

Narasi dan kosakata politik organisasi keagamaan yang memiliki pengaruh besar dilingkungan masyarakat dapat menjadi masukan narasi bagi kelompok-kelompok radikal.20

Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan munculnya radikalisme di kalangan kaum muda dalam beragama, diantaranya:

a. Kesehatan mental

Menurut Michael McCullough daqn Timothy Smith dalam Zuly Qodir, kesehatan mental yang ada pada diri kaum muda sebagai posisi yang sangat rentan, sehingga kaum muda mudah mengalami guncangan jiwa (depression) yang disebabkan oleh berbagai faktor dalam hidup.21

b. Ekonomi yang timpang

Kesenjangan ekonomi yang selama ini terjadi akan dengan mudah menciptakan kemarahan sosial. Jika keadilan ekonomi ini terus berlangsung dan menimpa sebagian masyarakat kecil, dan mereka mentransformasikan kepada generasi muda maka dengan mudah dapat digerakan untuk melakukan perlawanan atas ketidakadilan ekonomi yang sistematik.22

20

Ady Sutio, “Radikalisme Keagamaan dan Terorisma”, Academia edu Ferbuari 2014, https://www.academia.edu/7242507/Radikalisme_Keagamaan_dan_Terorisme diakses pada 25 April 2016, pukul 15.35 WIB

21

Zuly Qadir, Radikal Agama di Indonesia,…h. 91

22


(44)

34

c. Kondisi sosial politik yang berpengaruh pada adanya perubahan perilaku dan bentuk organisasi keagamaan.

Menurut Pieter Bayer dalam Zuly Qodir, memberikan penjelasan bahwa sekarang dan mendatang karena perubahan kebijakan politik dunia, sebagai bagian dari politik globalisasi akan menimbukan perubahan-perubahan dalam pola (bentuk) dari sikap keagamaan dan pengorganisasian keagamaan. Perubahan-perubahan masyarakat akan berpengaruh pada sikap dan pandangan keagamaan seseorang dan kelompok dalam menyikapi globalisasi yang kadang tidak menguntungkan kelompok yang lebih besar, tetapi menguntungkan kelompok kecil sebagai pemilik modal besar dan pembuat kebijakan global.23

Globalisasi politik kemudian menumbuhkan apa yang dinamakan situasi baru dalam masyarakat, menumbuhkan berbagai variasi dalam masyarakat yang kadang menjadi friksi (distinction) yang bersifat contensted antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Disinilah globalisasi politik kemudian secara nyata menumbuhkan religio-political movement, termasuk dikalangan kaum muda yang masih labil secara ekonomi dan emosi.

d. Religious commitment dari pemahaman keagamaan.

23


(45)

Kepastian-kepastian orang dan kelompok yang hidup menjadi tuntutan yang nyaris selalu hadir.Terdapat banyak alasan mengapa orang menhendaki kepastian-kepastian dalam

hidup.Ketidakpastian hidup kemudian diakhiri dengan „jalan pintas’ kepastian beragama yang dikenal dengan jihad.Disinilah

kaum muda sering kali menjadi sasaran kaum jihadis yang memaknai jihad adalah perlawanan dengan kekerasan dan perang fisik.Kaum muda dapat tergiur karna alasan religious commitment yang di kostruksika adalah sebagai pembela keadilan Tuhan dimuka bumi, dan yang membelanya adalah pahlawan agama yang mendapat tempat mulia di sisi Tuhan.24

C. Deradikalisasi

1. Pengertian Deradikalisasi

Deradikalisasi berasal dari bahasa inggris deradicalization

dengan dasar kata radical, mendapat awalan de yang memiliki arti

opposite, reverse, remove, reduce, get off, (kebalikan atau membalik). Mendapat imbuhan akhir –isasi- dari kata –ize, yang berarti cause to be of resemble adopt or spread the manner of activity or the teaching of (suatu sebab untuk menjadi atau menyerupai, memakai atau penyebaran cara atau mengajari).

24


(46)

36

Secara sederhana deradikalisasi dapat dimaknai suatu proses atau upaya untuk menghilangkan radikalisme.25

Secara lebih luas, deradikalisasi merupakan segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama dan sosial budaya bagi merekayang dipengaruhi paham radikal dan/atau pro kekerasan. Sedangkan dalam konteks terorisme yang muncul akibat paham keberagamaan radikal, deradikalisasi dimaknai sebagai proses untuk meluruskan pemahaman keagamaan yang sempit mendasar, menjadi moderat, luas dan komprehensif. 26

2. Proses dan langkah dalam deradikalisasi agama

Radikalisasi agama yang kian menggejala saat ini, adalah

tidak bisa terlepas dari apa yang dinamakan dengan “politik identitas”. Adanya eksistensi dan gejala imprealisme global

melalui sikap Barat, khususnya kebijakan politik Amerika dalam merancang bangun perpolitkan dunia dengan memperlakukan dunia Islam secara hegemonik.

Mengutik tulisan Afandi Muchtar dalam judul

“Deradikalisasi Lunak” yang di muat di harian REPUBLIKA, 16

November 2011, Ahmad Shidqi mengungkapkan, proses

25

Petrus Reindard Golose, Deradikalisasi Terorisme, Soul Approach Dan Menyentuh Akar Rumput, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Ilmu Kepolisian, 2009), h. 62

26

Amirsyah, Meluruskan Salah Paham Terhadap Deradikalisasipemikiran, Konsep Dan Strategi Pelaksanaan, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012), h. 35-36.


(47)

deradikalisasi hendaknya dilakukan tidak hanya melibatkan aparat saja, akan tetapi juga harus melibatkan tokoh masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Menurut strategi deradikalisasi agama yang diterapkan harus mengacu pada tiga langkah strategi yaitu: langkah Prevention (pencegahan), rehabilitation (rehabilitasi), dan

aftercare (pembinaan pasca pelepasan). Dalam tulisannya

“Deradikalisasi Melalui Pesantren” ia menyebutkan langkah

tersebut dapat diaplikasikan sebagai berikut:27

Pertama, pencegahan. Hal tersebut dapat dilakukan antara aparat bekerjasama dengan para Ulama atau pengasuh pesantren. Hal tersebut mengingat jumlah pesantren yang banyak di Indonesia.

Kedua, rehabilitasi dan pasca pembinaan (aftercare), kyai dengan pesantren yang dimilikinya dinilai sebagai tempat yang cukup strategis bagi rehabilitasi dan pembinaan bagi rehabilitasi muda untuk menuntut ilmu dan mengarahkan mereka dari praktik keagamaan yang menyimpang.

Perlu kita fahami bahwa deradikalisasi merupakan strategi penanganan kontra radikal, konsep pribumisasi Islam yang digagas oleh KH. Abdurahman Wahid yang mempunyai nilai-nilai deradikalisasi yang dimaksud, menurutnya gagasan

27

Ahmad Shidqi, dalam “Deradikalisasi melalui Pesantren” diakses dari http://budisansblog.blogspot.com/2011/11/deradikalisasi-berbasis-pesantren.html pada 14 Mei 2016, pukul. 16.35 WIB


(48)

38

pribumisasi Islam adalah dimaksudkan untuk mencairkan pola dan karakter Islam sebagai prilaku normatif, praktik keagamaan yang kontekstual dan akomodasi ajaran agama Islam kedalam nilai-nilai

budaya.28 Oleh Imdadun Rahmat dalam “Islam

PribumiMendialogkan Agama Membaca Realitas”, Syarif mengemukakan lima gagasan dalam pribumisasi Islam yaitu:29

Pertama, Kontekstual, yaitu Islam dipahami sebagai ajaran yang terkait zaman dan tempat. Ini berarti Islam adalah suatu agama yang dinamis, terus memperbaharui diri, dan respon terhadap perubahan zaman, serta lentur dan mampu berdialog dengan kondisi masyarakat yang berbeda untuk melakukan

adaptasi kritis, sehingga Islam bisa dinilai sebagai ajaran yang

shahih li kulli zaman wa al makan (relevan dengan perkembangan zaman dan tempat).

Kedua, Toleran, sikap toleran dalam beragama dan toleran terhadap perbedaan penafsiran dapat menumbuhkan kesadaran untuk bersikap. Hal tersebut dikarenakn konteks dan kultur keindonesiaan yang plural, menuntut pula pengakuan tulus bagi kesedrajatan terhadap agama-agama lain.

Ketiga, Menghargai tradisi, disini suatu etika hendaknya mengacu pada zaman Rasul. Islam dibangun diatas penghargaan

28

Syarif Hidayatullah, Islam Isme-Isme, Aliran dan Paham Islam di indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 50

29


(49)

pada tradisi lama yang baik, karena sesungguhnya Islam tidak memusuhi tradisi lokal melainkan tradisi tersebut dijadikan sebagai sarana dakwah Islam.

Keempat, Progresif, dengan perubahan terhadap praktik keagamaan dimana ia berada. Islam berarti harus siap dan lapang dada menerima tradisi pemikiran orang lain kendatipun berasal dari Barat.

Kelima, Membebaskan, disini Islam sebagai suatu agama yang dapat menjawab problematika kemanusiaan yang ada secara universal tanpa membedakan agama dan etnik. Dengan semangat pembebasan tersebut, sebagai agama yang rahmatan lil a’lamin Islam harus siap melawan penindasan, kemiskinan, keterbelakangan anarki sosial, dan lain sebagainya.

D. Pemahaman agama

1. Pengertian pemahaman agama

Pemahaman menurut Sadiman adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatau dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah di terimanya. 30

30

Arif Sukadi Sadiman, Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar, (Jakarta: Mediatama Sarana Perkasa, 1946), cet ke-l, h. 109.


(50)

40

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia pemahaman adalah suatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar.31 Suharsimi menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduka (estimate), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menulis kembali dan memperkirakan.32 Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan diantara fakta-fakta atau konsep.

Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan33 mendefinisiikan agama sebagai seperangkat kepercayaan atau aturan yang pasti untuk membimbing manusia dalam tindakannya terhaap Tuhan, orang lain, dan terhadap dirinya sendiri.

Defini tersebut memberikan pemahaman adanya hubungan manusia dengan tuhan dan juga hubungan antara manusia dengan sesamanya yang secara umum meliputi berbagai aspek kehidupan. Fungsi paling mendasar dan universal dari semua agama adalah bahwa agama memberikan orientasi dan motivasi serta membantu

31

Amran Ys Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), Cet V, h. 427-428.

32

Suharsimi Arkunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi aksara, 2009), h. 118.

33

Mozer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam Penerjemah Machnun Husein, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1995), H. 21.


(51)

manusia mengenal sesuatu yang bersifat sakral. Lewat pengalaman beragama (religious experience) yakni penghayatan terhadap tuhan atau agama yang diyakininya.

Agama merupakan sistem yang mencakup cara bertingkah laku dan berperasaan yang bercorak khusus dan merupakan sistem kepercayaan yang juga bercorak khusus. Agama berkeyakinan bahwa ada sejenis dunia spiritual yang mengajukan tuntutan terhadap perilaku, cara berfikir, dan perasaan kita.

Agama dapat mempengaruhi sikap praktis manusia terhadap berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari.34 Ia dipandang sebagai jalan hidup yang dipegang dan di warisi secara turun menurun oleh masyarakat manusia. Agar hidup mereka menjadi damai, tertib dan tidak kacau, yang menjadi unsur agama ialah:

1) Pengakuan bahwa adanya alam gaib yang menguasai dan mempengaruhi kehidupan manusia.

2) Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya hubungan baik antara manusia dan kekuatan gaib.

3) Sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan gaib, seperti sikap takut, hormat, cinta, harap, pasrah dan lain-lain.

34

Thomas E Odea, Sosiologi Agamasuatu Pengenalan Awal, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), H. 21.


(52)

42

4) Tingkah laku tertentu yang dapat diamati seperti sholat, doa, puasa, zakat, suka menolong, tidak korupsi dan lain sebagainya.

Unsur-unsur ini sejalan dengan pandangan Nur Cholis Madjid yang mengatakan bahwa orang yang beragama harus memiliki tiga hal yang dikenal dengan trilogy ajaran ilahi yakni iman, Islam dan Ihsan. Islam (Al Islam) tidak absah tanpa Iman (Al Iman), dan Iman tidak sempurna tanpa Ihsan (Al Ihsan).

Sebaliknya, Ihsan akan mustahil tanpa iman dan Iman juga tidak mungkin tanpa tanpa ada inisial Islam. Iman, Islam, Ihsan merupakan pilar/pokok (rukun dalam beragama dan dipahami sebagai sebuah sistem ajaran demi tegaknya ajaran Islam.35

Antara Iman, Islam dan Ihsan ketiganya tidak bisa dipisahkan oleh manusia di dunia ini, kalau diibaratkan hubungan antara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dengan sisi lainnya berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan anatara Iman, Islam dan Ihsan.36

35

Nur Cholis Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, (Jakarta: Penerbit Yayasan Paramadina, 2005), hal. 23

36

Marhamah,H., Lc., MA., Kuliah Ibadah dan Syahadah,http://marhamahsaleh.wordpress.com diakses pada tanggal 25 Mei 2016, pukul. 15.37 WIB


(53)

E. Narapidana

1. Pengertian Narapidana

Berdasarkan ketentuan pasal 1 nomor 7 UU

Pemasyarakatan menentukan bahwa narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Narapidana adalah orang-orang yang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman) karena tindak pidana.37

Dengan demikian pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan, telah di vonis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan yang disebut penjara.

Narapidana secara umum adalah orang yang kurang mendapat perhatian, baik dari masyarakat maupun dari keluarganya. Sebab itu ia memerlukan perhatian yang cukup dari petugas Rutan, untuk dapat memulihkan rasa percaya diri.

37

Marini Mansyur, Peranan Rumah Tahanan Nagara Dalam Pembinaan Narapidana, (Makasar: UNHAS Skripsi, 2011), h. 14.


(54)

44

Perhatian dalam pembinaan, akan membawa banyak perubahan dalam diri narapidana, sehingga akan sangat berpengaruh dalam merealisasikan perubahan diri sendiri.

2. Hak-hak Narapidana

Mengenai hak-hak narapidana diatur dalam ketentuan pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan, yang menyebutkan bahwa: Narapidana berhak:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan Agama atau kepercayaannya.

b. Mendapat perawat, baik perawat jasmani maupun rohani. c. Mendapat pendidikan dan pengajaran.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.

e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya dan tidak di larang.

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.

h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau orang tertentu lainnya.


(55)

j. Mendapatkan kesempatan berasimilisasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat. l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.

m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(56)

46

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG BNPT

A. Sejarah BNPT

Badan Nasional penanggulangan terorisme selanjutnya disebut BNPT, merupakan lembaga pemerintah nonkementrian (LPNK) di Indonesia yang mempunyai tugas dari pemerintah untuk melakukan penanggulangan terorisme.1

Berdirinya BNPT tidak bisa dilepaskan dari peristiwa bom Bali I pada 12 Oktober 2002. Selaku orang nomor saru di negeri ini, Megawati segera mengeluarkan instruksi presiden nomor 4 tahun 2002 pasca terjadinya peledakan bom yang menewaskan lebih kurang 200 orang tersebut. Presiden tersebut memberikan mandat kepada Menkopolkam (Mentri Koordinator Bidang Politik dan keamanan) yang saat itu dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membuat kajian dan strategi nasional penanggulangan terorisme.2

Segera setelah memperoleh mandat Menkopolkam membentuk Desk Koordinasi Pemberantas Terorisme (DKPT) berdasarkan keputusan Menteri Nomor : Kep-26/Menko/Polkam/11/2002. DKPT mempunyai tugas untuk membantu Menkopolkam dalam merumusakan kebijakan bagi pemberantasan tidak pidana terorisme, meliputi aspek penangkalan, pencegahan, penanggulangan, penghentian penyelesaian dan segala

1

Tugas tersebut berdasarkan pasal 2 dalam peraturan presiden nomor 46 tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

2

Diakses dari http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 20 Mei 2016 pada pukul 11.02 WIB.


(57)

tindakan hukum yang diperlukan.Serta menunjuk Dirj. Pol Drs. Ansyaad Mbai, MM sebagai ketua DKPT.

Pada tanggal 21 Agustus 2009, dalam rapat kerja komisi I DPR dengan Menkopolkam, DPR merumuskan beberapa keputusan dan rekomendasi, yakni :

a. Mendukung upaya pemerintah dalam penanggulangan dan memberantas terorisme.

b. Terorisme adalah kejahatan manusia luar biasa yang harus dijadikan musuh bersama.

c. Upaya meningkatkan kapasitas dan keterpaduan penanggulangan terorisme, agar meningkatkan peran masyarakat.

d. Merekomendasi kepada pemerintah untuk membentuk suatu “badan”

yang berwenang secara operasional melakukan tugas

pemberantasan/penanggulangan terorisme.

e. Menerbitkan regulasi sebagai elaborasi UU No. 34/2004 tentang TNI dan UU No. 2/2002 tentang Polri, untuk mengatur ketentuan lebih rinci tentang “Rule Of Engagment” (aturan perlibatan) TNI, terkait tugas Operasi Militer selain perang, termasuk aturan perlibatan TNI dalam mentgatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI terhadap Polri.

Berdasarkan rekomendasi Komisi I DPR tersebut dan assesment terhadap dinamika terorisme, maka pada tanggal 16 Juli 2010 Presiden Republk Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor. 46 tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan


(58)

48

mengangkat Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai, MM sebagai kepala BNPT berdasarkan keputusan Presiden Nomor 121/M Tahun 2010.

B. Tugas Pokok dan Fungsi BNPT

Sesuai peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010, BNPT mempunyai beberapa tugas, yakni:

a. Menyusun kebijakan, strategi dan program Nasional di bidang penanggulangan terorisme.

b. Mengkoordinasikan Instansi pemerintah terkait dalam melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme. c. Membentuk satuan tugas-tugas yang terdiri dari unsur instansi

pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.

Selain mempunyai beberapa tugas pokok diatas, BNPT juga mempunyai beberapa fungsi, yakni:

1. Menyusun kebijakan, strategi dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme.

2. Monitoring, analisa, dan evaluasi dibidang penanggulangan terorisme.

3. Koordinasi dalam pencegahan dan pelaksanaan kegiatan melawan propaganda ideologi radikal.

4. Pelaksanaan deradikalisasi.

5. Perlindungan terhadap objek-objek yang potensial menjadi target serangan terorisme.


(59)

6. Pelaksanaan penindakan, pembinaan kemampuan dan kesiap-siagaan Nasional.

7. Pelaksanaan kerjasama internasional di bidang penanggulangan terorisme.

8. Perencanaan, pembinaan dan pengendalian terdhadap program, administrasi dan sumber daya serta kerjasama antar instansi.

9. Pengoprasionalan saatuan tugas- satuan tugas pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan dan penyiapan kesiapsiagaan nasional dibidang penanggulangan terorisme.

C. Sasaran strategis BNPT

a. Meningkatnyadayatangkalmasyarakatdaripengaruhradikalterorisme; b. Terlindunginyasecaraefektifobyek vital, wilayahpemukiman,

wilayahpublikdanaset Indonesia di luarnegeridariseranganteroris; c. Meningkatnyakapasitasdanprofesionalitasaparatpemerintahpelaksanap

enanggulanganterorisme;

d. Tercapainyakepentingandanpengakuanperan Indonesia

dalampenanggulanganterorismemelaluikerjasamainternasional; dan e. Tercapainyaefektivitaspelaksanaantugaslembagadalampenanggulangan

terorismemelaluipengelolaanmanajemen internal yang profesional.3

D. Tujuan, Visi, dan Misi

a. Tujuan

3

Diakses dari http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 14 Mei 2016 Pukul. 20.34 WIB


(60)

50

Pemberantasan terorisme bertujuan melindungi warga negara dan kepentingan nasional serta menciptakan lingkungan nasional dan internasional yang aman dan damai dengan tidak menyuburkan radikalisasi dan menghentikan terorisme.

b. Visi

Terorisme adalah anacaman nyata dan aktif, apabila tidak dilakukan upaya penanganan secara komprehensif di tingkat nasional dan kewilayahan, dapat membahayakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.Upaya komprehensif tersebut, mencakup upaya-upaya penindakan secara operasional, proteksi (perlindungan), pencegahan dan penangkalan, penanganan dan permasalahan hulu (akar masalah) dan upaya deradikalisasi.

c. Misi

Untuk melakukan pemberantasan terorisme perlu diupayakn langkah-langkah4 :

1) Menangkal dan mencegah terorisme dengan menghilangkan faktor-faktor korelatif penyebab yang dapat dieksploitasi menjadi alasan pembenar aksi terorisme.

2) Memberantas terorisme dengan mengalahkan organisasi terorisme dengan menghancurkan persembunyiannya, kepemimpinan, komando, control, komunikasi, dukungan materiil dan keuangan.

4

Di aakses dari http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 30 Mei 2016.Pukul. 17.15


(61)

3) Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan terhadap ancaman serangan terorisme.

4) Melindungi prasarana vital dari ancarman serangan terorisme.

E. Satuan Tugas BNPT

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi BNPT dibentuklah satuan tugas-satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur terkait, juga dapat melibatkan masyarakat. Penugasan TNI dan Polri dalam Satgas BNPT

bersifat “disiapkan” atau Bawah Kendali Operasi (BKO). Satuan tugas BNPT dalam rangka penindakan harus tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), terutama didalam penggunaan kekerasan dan senjata api dengan memegang teguh pada prinsip-prinsip dasar:

a. Setiap anggota satgas melakukan tugas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Penggunaan senjata api adalah perupakan upaya terakhir setelah upaya-upaya lain non kekerasan tidak efektif lagai (Last Resort). c. Penggunaan senjata api hanya dalam keadaan terpaksa atau dalam

pembelaan darurat sesuai dengan pasal 48 KUHP (Overmacth) dan pasal 49 (Noodweer).

d. Penggunaan kekerasan dengan senjata harus seimbang (prosuderal) dengan ancaman yang dihadapi.

e. Setiap tindakan yang diambil harus dipertanggung jawabkan secara hukum (Accountable).


(62)

52

F. Struktur kelembagaan BNPT

G. Tugas pokok dan funsi unit kerja

a. Kepala BNPT

Kepala mempunyai tugas memimpin BNPT dalammenjalankan tugas dan fungsi BNPT.

b. Sekretariat Utama

Mempunyai tugas melaksanakan dan mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya serta kerja sama.

Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi :

1. Pengkoordinasian dan sinkronisasi penyusunan kebijakan dan perencanaan di lingkungan BNPT;


(63)

2. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, hukum, dan peraturan perundang-undangan, organisasi, tata laksana, kepegawaian, keuangan, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga BNPT;

3. Pembinaan dan pelaksanaan hubungan kelembagaan dan protokol;

4. Fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi kelompok ahli di lingkungan BNPT;

5. Pengkoordinasian dalam penyusunan laporan BNPT.

c. Biro Perencanaan dan Hubungan Antar Lembaga

Melaksanakan perencanaan program dan anggaran, evaluasi, melaksanakan persidangan dan hubungan antar lembaga.

Biro Perencanaan dan Hubungan Antar Lembaga

menyelenggarakan fungsi :

1. Penyusunan rencana dan evaluasi program anggaran; 2. Penyelenggaraan persidangan dan hubungan antar lembaga; 3. Penyusunan laporan anggaran.

d. Biro Umum

Mempunyai tugas melaksanakan urusan rumah tangga, penatausahaan, pengelolaan kepegawaian dan organisasi, keuangan dan pelaksanaan tata usaha pimpinan.

Biro Umum menyelenggarakan fungsi :


(64)

54

2. Pengelolaan kepegawaian dan organisasi; 3. Pengelolaan administrasi keuangan; 4. Pelaksanaan urusan tata usaha pimpinan.

e. Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi

Mempunyai tugas merumuskan, mengkoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi.

Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi menyelenggarakan fungsi :

1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai ancaman terorisme di bidang pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi;

2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi;

3. Koordinasi pelaksanaan penanggulangan terorisme di bidang pencegahan ideologi radikal;

4. Pelaksanaan kegiatan melawan propaganda ideologi radikal;

5. Pelaksanaan sosialisasi penanggulangan terorisme di bidang pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi;

6. Koordinasi pelaksanaan program-program edukasi dan re-sosialisasi dalam rangka deradikalisasi;

7. Koordinasi pelaksanaan program-program pemulihan terhadap korban aksi terorisme.


(65)

f. Direktorat Pencegahan

Mempunyai tugas menyiapkan perumusan, pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan serta strategi di bidang pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan terhadap ancaman terorisme.

Direktorat Pencegahan menyelenggarakan fungsi :

1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai ancaman terorisme di bidang pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan;

2. Penyiapan penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan;

3. Penyiapan koordinasi pelaksanaan penanggulangan terorisme di bidang pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan;

4. Pelaksanaan penanggulangan terorisme di bidang pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan;

5. Pemantauan penanggulangan terorisme di bidang pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan;

6. Pengendalian program-program pencegahan bagi korban aksi terorisme.

g. Direktorat Perlindungan

Mempunyai tugas menyiapkan perumusan, pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP dan pengamanan lingkungan dalam rangka pencegahan.


(66)

56

Direktorat Perlindungan menyelenggarakan fungsi :

1. Monitoring, analisa, dan evaluasi di bidang pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP serta pengamanan lingkungan; 2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional di

bidang pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP serta pengamanan lingkungan;

3. Pelaksanaan pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP serta pengamanan lingkungan;

4. Pemantauan pelaksanaan pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP serta pengamanan lingkungan;

5. Pengendalian pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP serta pengamanan lingkungan.

h. Direktorat Deradikalisasi

Mempunyai tugas menyiapkan perumusan, pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang penangkalan, re-sosialisasi dan rehabilitasi.

Direktorat Deradikalisasi menyelenggarakan fungsi:

1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai kegiatan kelompok-kelompok radikal dan aktivitas radikalisme serta terorisme;


(67)

2. Penyusunan rancangan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan radikalisme dan terorisme;

3. Penyiapan koordinasi pelaksanaan penanggulangan terorisme di bidang deradikalisasi;

4. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan penanggulangan radikalisme;

5. Pemantauan dan pengendalian program-program

penanggulangan radikalisme.

i. Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan

Mempunyai tugas merumuskan, mengkoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang penindakan dan pembinaan kemampuan.

Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan menyelenggarakan fungsi :

1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai ancaman terorisme di bidang penindakan, pembinaan kemampuan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional;

2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang penindakan, pembinaan kemampuan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional;


(68)

58

3. Koordinasi dalam penentuan tingkat ancaman dan upaya persiapan penindakan;

4. Koordinasi pelaksanaan perlindungan korban, saksi, dan aparat penegak hukum terkait ancaman terorisme;

5. Koordinasi pelaksanaan pembinaan kemampuan organisasi dan penyiapan kesiapsiagaan nasional dalam penanggulangan terorisme;

6. Pelaksanaan sosialisasi penanggulangan terorisme di bidang penindakan, pembinaan kemampuan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional;

j. Direktorat Penindakan

Mempunyai tugas mendukung perumusan, pengkoordinasian dan pelaksanaan dukungan operasional (intelijen), kesiapsiagaan, dan penanganan krisis dalam rangka penindakan aksi terorisme.

Direktorat Penindakan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyelidikan, monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai ancaman terorisme;

2. Penyiapan rancangan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang penindakan meliputi dukungan operasional (intelijen), kesiapsiagaan dan penanganan krisis;


(69)

3. Koordinasi dalam penentuan tingkat ancaman dan upaya persiapan penindakan;

4. Penyiapan standar prosedur operasi (SOP) dan aturan pelibatan satuan-satuan dalam penindakan terorisme

5. Koordinasi pelaksanaan perlindungan korban, saksi, dan aparat penegak hukum terkait ancaman terorisme;

6. Pelaksanaan penanggulangan terorisme di bidang operasional (intelijen), kesiapsiagaan dan penanganan krisis.

7. Pemantauan dan pengendalian penindakan meliputi dukungan operasional (intelijen), kesiapsiagaan dan penanganan krisis.

k. Direktorat Pembinaan Kemampuan

Mempunyai tugas mendukung perumusan, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pemantauan di bidang pelatihan, dan pengembangan sistem operasi dalam rangka penanggulangan terorisme.

Direktorat Pembinaan Kemampuan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan rancangan kebijakan dan program pembinaan kemampuan meliputi pelatihan, dan pengembangan sistem operasi dalam rangka penanggulangan terorisme;

2. Penyiapan koordinasi program-program pelatihan dan pengembangan sistem operasi dalam rangka penanggulangan terorisme;


(70)

60

3. Pelaksanaan program pelatihan, dan pengembangan sistem operasi dalam rangka penanggulangan terorisme;

4. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pelatihan, dan pengembangan sistem operasi.

l. Direktorat Penegakan Hukum

Mempunyaitugasmendukungperumusan, pengkoordinasian,

pelaksanaan, danpemantauan, evaluasi, analisa di

bidangkerjasamaaparatpenegakhukum, danperlindunganhukum.

DirektoratPenegakanHukummenyelenggarakanfungsi :

1. Penyiapan rancangan kebijakan, strategi dan program kerjasama aparat penegak hukum, dan perlidungan hukum dalam rangka penindakan dan pembinaan kemampuan;

2. Pelaksanaan dan koordinasi program-program kerjasama aparat penegak hukum, dan perlidungan hukum dalam rangka penindakan dan pembinaan kemampuan;

3. Pelaksanaan kerjasama bidang hukum dan penelaahan perundang-undangan dengan kementerian/lembaga terkait; 4. Pemantauan, evaluasi dan analisa pelaksanaan program

kerjasama aparat penegak hukum, dan perlidungan hukum dalam rangka penindakan dan pembinaan kemampuan.


(71)

m. Deputi Bidang Kerjasama Internasional

Mempunyaitugasmerumuskan,

mengkoordinasikandanmelaksanakankebijakan, strategi, dan program

nasional di

bidangkerjasamainternasionaldalamrangkapenanggulanganterorisme.

DeputiBidangKerjasamaInternasionalmenyelenggarakanfungsi :

1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai ancaman terorisme internasional dan kerjasama internasional dalam menanggulangi terorisme;

2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program kerjasama internasional di bidang penanggulangan terorisme;

3. Pelaksanaan dan pengembangan kerjasama internasional di bidang penanggulangan terorisme;

4. Koordinasi pelaksanaan perlindungan warga negara Indonesia dan kepentingan nasional di luar negeri dari ancaman terorisme.


(1)

merancang starategi untuk mengahadapi terorisme khususnya di wilayah Surakarta dan sekitarnya.

13.Dalam hal deradikalisasi apakah BNPT berkerja sama dengan beberapa lembaga? Jawaban :

Selalu, kita selalu bersinergi dengan beberapa lembaga khususnya lembaga Islam seperti Nahdatul Ulama, karena kemarin kita baru menjalin kerja sama dengan lembaga tersebut dan NU termasuk lembaga yang berkomitmen penuh untuk melawan aksi terorisme.

14.Bagaimana bentuk kerjasama tersebut khususnya pada narapidana di LP Cipinang? Jawaban:

Ya itu dengan dialog, karenakan banyak para narapidana terorisme yang salah kaprah terhadap pemahaman agama dan tafsir ayat jadi Kyai NU yang memberikan pemahaman yang benar dan berdialog dengan para narapidana tersebut. Karenakan ustadz-ustadz NU pun lebih paham terhadap agama, jadi jika terdapat dialog-dialog dalam hal pemahaman maka berdialog dengan ustadz-ustadz dari NU.

Jakarta, 04 Agustus 2015

Interviewer Interviewe


(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran

DOKUMENTASI PENELITIAN SKRIPSI

Gambar 1. Kantor BNPT tampak dari depan Gambar 2. pengajian seluruh narapidana di LP Cipinang

Gambar 3.Terpidana Tindak pidana terorisme LP Cipinang Gambar 4. pemebakalan kepada para petugas lapas dalam upaya deradikalisasi oleh BNPT


(6)

Lampiran

Gambar 6. Berfoto bersama kepala BNPT dan jajaran staff BNPT

Gambar 7. berdialog dengan para narapidana terorisme LP Cipinang dalam upaya deradikalisasi