BENTUK – BENTUK SAKSI HUKUM PEMBUKTIAN DALAM BERACARA PIDANA, PERDATA DAN KORUPSI DI INDONESIA

40 ─ keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim Pasal 161 ayat 2 KUHAP yaitu dalam hal tenggang waktu penyandraan tersebut telah lampau daa saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka keteranagan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim. ─ dapat dipakai sebagai petunjuk penjelasan Pasal 171 KUHAP yaitu anak yang belum cukup umur dan orang yang sakit ingatan g. Bila ketentuan tersebut dikaitkan dengan Pasal 185 ayat 7 KUHAP dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: ─ tidak merupakan alat bukti, meskipun sesuai satu dengan yang lain; ─ jika keterangan tersebut sesuai dengan keterangan saksi yang disumpah, “dapat”, dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sudah ada, yakni:  menguatkan keyakinan hakim;  dapat dipakai sebagai petunjuk. Karena kata “dapat”, maka hakim tidak terikat untuk mempergunakannya, jadi sifatnya bisa dipakai atau dikesampingkan jika bertentangan dengan keyakinan hakim.

C. BENTUK – BENTUK SAKSI

 Saksi adercharge: saksi yang memberikan keterangan menguatkan pihak terdakwa.  Saksi acharge: saksi-saksi yang memberikan keterangan yang menguatkan pihak jaksa melemahkan pihak terdakwa  Saksi mahkota: dimana salah seorang diantara terdakwa dapat menjadi saksi kehormatan berupa perlakuan istimewa yaitu tidak dituntut atas tindak pidana dimana ia sebenarnya merupakan salah satu pelakunya atau ia dapat dimaafkan atas kesalahannya. - Dalam praktek, antara seorang terdakwa dengan terdakwa lain yang bersama-sama melakukan tindakan pidana, bisa dijadikan saksi antara yang satu dengan yang lain. - Saksi yang diajukan seperti tersebut diatas, disebut saksi mahkota kroongetuige, pada saat yang lain ia dijadikan terdakwa. - Berkas pemeriksaan terhadap para tersangka dipisah, atau disebut pemisahan berkas perkara splitsing. Splitsing dilakukan karena kurangnya saksi untuk menguatkan dakwaan penuntut umum, sehingga ditempu cara mengajukan sesama tersangka sebagai saksi atas tersangka yang lain. - Pemeriksaan seperti ini dibenarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan keputusan nomor 66 KKr1967, tanggal 25 Oktober 1967. 41 - Namun demikian kelemahan dari pemeriksaan seperti ini sering mengakibatkan terjadinya keterangan saksi palsu, sehingga ada kemungkinan saksi tersebut diancam atau dikenakan Pasal 224 KUHP. - Kemungkinan yang timbul, para terdakwa yang diperiksa seperti ini akan saling memberatkan atau saling meringankan. - Salah satu penyebab bebasnya para terdakwa dalam kasus Marsinah yang menggemparkan adalah praktek Splitsing. - Doktrin hukum yang menyatakan prinsip saksi mahkota itu tidak boleh digunakan, karena melanggar hak asasi manusia. Terdakwa tidak bisa menggunakan hak mungkir, karena terikat sumpahnya ketika menjadi saksi. Penggunaan saksi mahkota di Pengadilan menurut Adi Andojo Soetjipto sudah salah kaprah. Mahkamah Agung bermaksud meluruskan hal ini. - Di dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1174KPid1994 tanggal 29 April 1995 dengan terdakwa Ny. Mutiari, SH dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1952 KPid1994 tanggal 29 April 1995 dengan terdakwa Bambang Wuryangtoyo, Widayat dan Ahmad Sutiyono Prayogi dengan ketua majelis hakim agung Adi Andojo Soetjipto, SH telah memberi pertimbangan sebagai berikut: “Oleh karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum pembuktian, di mana saksi adalah para terdakwa dalam perkara dengan dakwaan yang sama yang dipecah- pecah adalah bertentangan dengan hukum acara pidana yang menjunjung hak asasi manusia, lagipula para terdakwa telah mencabut keterangannya didepan penyidik dan pencabutan tersebut beralasan karena adanya tekanan phisik maupun psikis dapat dibuktikan secara nyata, disamping itu keterangan saksi-saksi lain yang diajukan ada persesuaian satu sama lain. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka terdakwa dibebaskan.” - Dengan adanya yurisprudensi Nomor 1174 KPid1994 dan Nomor 1592 KPid1994 tersebut, praktek saksi mahkota seharusnya diakhiri. - Menurut penulis, seharusnya penyidik sebelum melakukan penyidikan hendaknya mengfungsikan secara maksimal penyidikan sehingga mendapatkan saksi yang cukup dan tidak perlu menggunakan saksi mahkota. saksi korban saksi utama yang melapor atau yang mengadu. Yaitu antara seorang terdakwa dengan terdakwa lain yang bersama-sama melakukan tindakan pidana, bisa dijadikan saksi antara yang satu dengan yang lain  Saksi relatif enbevoegd: 42 mereka yang tidak mampu secara nisbirelatif, mereka ini didengar tetapi tidak sebagai saksi, anak yang belum mencapai lima belas tahun, orang gila.  Saksi absolud anbevoegd: Hakim dilarang untuk mendenar mereka sebagai saksi keluarga sedarah, semenda, suamiistri salah satu pihak Pasal 186 KUHAP  Saksi de auditu: saksi yang tidak perlu didengar kesaksiannya karena mendengar dari pihak ketiga.  Saksi verbalisan Penyidik: 1. Apabila dalam persidangan, terdakwa mencabut keterangannya pada waktu pemeriksaan penyidikan berita acara penyidikan atau mungkir, seringkali penyidik yang memeriksa perkara tersebut dipanggil jadi saksi. 2. Alasan yang paling sering dipergunakan adalah terdakwa ketika diperiksa dalam penyidikan ditekan atau dipaksa atau diancam atau dipukul atau disiksa. 3. jika alasan yang dipergunakan dipukul atau disiksa, seringkali hakim bertanya mana bekas pukulan atau siksaan penyidik? Tentu saja pertanyaan seperti ini sangat lucu. Karena pukulan atau siksaan kadang-kadang sudah hilang, kecuali jika berkas perkara tersebut cepat-cepat dilimpahkan atau siksaan tersebut mengakibatkan luka. 4. disamping pertanyaan seperti tersebut diatas pada kesempatan sidang berikutnya, penyidik yang memeriksa terdakwa dipanggil dalam sidang dan dijadikan saksi. 5. secara formal majelis hakim akan bertanya kepada penyidik yang pada garis besarnya sebagai berikut: ─ apakah benar saudara yang memeriksa terdakwa pada waktu penyidikan? ─ apakah dahulu dalam memeriksa, saudara mempergunakan cara-cara menekan atau memaksa atau mengancam atau memukul atau menyiksa? ─ apakah berkas perkara penyidikan berita acara penyidikan sebelum ditanda tangani oleh terdakwa sudah saudara bacakan terlebih dahulu? ─ apakah saudara di waktu menyuruh menandatangani berita acara penyidikan kepada terdakwa dengan cara menekan atau memaksa atau mengancam atau memukul atau menyiksa? 6. Tentu saja penyidik akan memberi jawaban sebagai berikut: ─ benar yang memeriksa diri terdakwa adalah saksi ─ saksi dalam memeriksa tidak memaksa atau menekan atau memaksa atau mengancam atau memukul atau menyiksa terdakwa ─ waktu terdakwa menandatangani berita acara pemeriksaan penyidikan tidak dipaksa 43 ─ waktu terdakwa akan menandatangani berita acara terlebih dahulu dibacakan dan tidak menekan atau memaksa atau mengancam. Jawaban seperti tersebut diatas sudah pasti akan keluar dari penyidik. Karena secara rasio setiap orang akan mempunyai kecenderungan untuk membenarkan apa yang dilakukan. Juga tidak kalah pentingnya setiap orang akan mempunyai kecenderungan menjaga nama korps-nya. 7. Namun demikian seorang hakim tentu saja tidak langsung percaya terhadap keterangan saksi verbalisan atau menolak keterangan yang diberikan tersebut. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi: ─ mungkin benar penyidik tidak melakukan penekanan atau memaksa atau mengancam atau memukul atau menyiksa diri terdakwa ─ mungkin benar penyidik melakukannya ─ atau mungkin penyidik tidak melakukan, tetapi anggota lain yang melakukan perbuatan tersebut. 8. Terlepas dari praktek-praktek demikian, dengan kehadiran seorang penyidik dalam persidangan, hakim dapat mengorek latar belakang suatu perkara secara kronologis. Apakah sebelumnya sudah mencukupi alat-alat bukti permulaan, sebelum dilakukan penyidikan terhadap seseorang. Pada pokoknya dengan bertanya kepada penyidik, bisa diketahui secara lengkap, mulai dari laporan atau pengaduan tentang adanya tindak pidana. 9. Untuk mengetahui lebih banyak proses penyidikan, misalnya dapat diajukan pertanyaan sebagai berikut: ─ adanya kasus ini diperiksa oleh penyidik, atas laporan atau pengaduan siapa? ─ sesudah menerima laporan atau pengaduan tersebut apakah yang dilakukan oleh penyidik? ─ apakah penyidik memeriksa terlebih dahulu, atau mencari saksi-saksi yang lain, selain saksi pelapor ─ siapa dulu yang diperiksa, terdakwa atau saksi-saksi, sambil dikontrol tanggal pemeriksaan terhadap diri terdakwa atau saksi ─ dengan alat-alat bukti apa saja sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap diri terdakwa 10. hakim perlu mengingat bahwa dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh kepolisian ada 2 dua tahap, yakni: ─ penyelidikan ─ penyidikan 44 Penyidikan baru bisa dilakukan, sesudah dilakukan terlebih dahulu penyelidikan. Jika alat-alat bukti belum cukup sudah melakukan pemeriksaan terhadap diri terdakwa, maka jelas bahwa fungsi penyelidikan tidak difungsikan secara maksimal. 11. Dari fakta-fakta tersebut maka bisa dipertimbangkan, apakah terdakwa didalam mencabut keterangan yang diberikan dalam berita acara penyidikan beralasan atau tidak. 12. Perlu diingat pula, bahwa keterangan terdakwa bukan keterangan tersangka dalam urutan-urutan penyebutan alat-alat bukti terletak paling akhir, sehingga seharusnya pemeriksaan tersangka dalam penyidikan juga paling akhir. apabila dalam persidangan, terdakwa mencabut keterangannya pada waktu pemeriksaan penyidikan BAP Mungkir, seringkali penyidik yang memeriksa perkara tersebut dipanggil untuk menjadi saksi.  Saksi bersuara: saksi yang ditemukan Hakim dan jaksa, seperti surat- surat segel, ursum dari dokter.  Saksi diam: Sidik jari, darah yang menempel didinding atau dilantai, sperma.  Saksi beriri sendiri. Dapat tidaknya seorang saksi dipercayai, tergantung dari banyak hal yang harus diperhatikan oleh hakim. Dalam Pasal 185 ayat 6, dikatakan, dalam menilai keterangan saksi, hakim harus sungguh-sungguh memperhatikan beberapa hal, yakni: a persesuaian antara keterangan saksi satu dengan saksi yang lain b persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain. c alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi memberikan keterangan tertentu. d Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapattidaknya keterangan saksi itu dipercaya. Jika hakim harus berpegang pada ketentuan tersebut, maka setiap saksi harus dinilai mengenai cara hidup serta sesuatu yang pada umumnya dapat berpengaruh pada cara hidup dan kesusilaan. Seperti adat istiadat, kebiasaan, pergaulan dan lain-lain, dapatlah dibayangkan hal itu diberikan kebebasan kepada hakim untuk memberi penilaiannya. Keterangan saksi yang dinyatakan dimuka sidang harus mengenai apa yang ia lihat dalam mata kepala sendiri, ia dengar dengan telinganya sendiri, ia alami dengan panca inderanya sendiri, adalah keterangan saksi sebagai alat bukti, yang disebut dalam Pasal 185 ayat 1 KUHAP. Keterangan saksi yang diperoleh dari pihak ketiga orang lain, misalnya pihak ketiga menceritakan tentang suatu kejadian tabrakan mobil. Maka kesaksian demikian disebut testimonium de auditu. Keterangan saksi yang demikian tidak dapat diartikan sebagai saksi, 45 menurut Pasal 185 ayat 1, tetapi dapat dianggap sebagai tambahan alat bukti, asal dipenuhi Pasal 185 ayat 7. Dalam setiap kesaksian harus disebutkan alasan saksi mengapa memberikan keterangan ini, atau dengan kata lain segala sebab tentang pengetahuan saksi. Jadi, saksi harus memberikan keterangan tentang sebab musababnya tentang suatu kasus yang sedang diperiksa. Misalnya: saksi memberikan keterangan tentang jual-beli itu. Keterangan demikian kurang cukup, dan perlu diperdalam lagi, dengan keterangan mengapa ia melihat jual-beli itu; misalnya karena perjanjian jual beli itu dilakukan dirumahnya dan saksi membuatkan perjanjian itu. Suatu keterangan saksi disertai alasan sebab musababnya atau alasan pengetahuannya, harus dianggap sebagai alat bukti kurang sempurna Pasal 185 ayat 6, huruf c KUHAP Kemudian ditegaskan dalam Pasal 185 ayat 5, bahwa pendapat atau rekaan rekayasa yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi. Jadi, rekayasa pendapat dari hasil akal ratio concludendi tidak dianggap sebagai keterangan saksi. Dalam memberikan keterangan saksi diharuskan bersumpah atau berjanji menurut agama atau kepercayaan masing-masing, sehingga memiliki nilai kesaksian sebagai alat bukti. Apabila keterangan saksi tidak disertai dengan penyumpahan, maka meskipun keterangan itu sesuai dengan satu dan lainnya, tidak merupakan alat bukti, sebagaimana saksi yang disumpah. Keterangan demikian hanya dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah. Pasal 185 ayat 7. Akhirnya, hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa hanya didasarkan kepada satu saksi saja, oleh karena satu saksi kurang mencukupi asan minimum alat bukti, dan dianggap sebagai alat bukti yang kurang cukup Pasal 185 ayat 2. Artinya kekuatan pembuktian dengan satu saksi saja tidak dianggap sempurna oleh hakim. Ketentuan Pasal 185 ayat 2 ini dianggap tidak berlaku, apabila disertai dengan suatu alat bukti sah lainnya Pasal 185 ayat 3. Sering terjadi dalam praktek, dalam suatu peristiwa dibutuhkan beberapa orang saksi dalam arti bahwa seorang saksi dengan saksi lain pengetahuannya berbeda atau seorang saksi hanya mengetahui satu faset dari keseluruhan kejadian, hingga perlu adanya beberapa saksi untuk didengar keterangannya. Jadi, penilaian terhadap beberapa saksi itu masing-masing berdiri sendiri-sendiri dan terpisah satu sama lain tentang pelbagai peristiwa untuk membuktikan satu peristiwa di serahkan kepada kebijaksanaan hakim. Dalam KUHAP tidak diatur mengenai kejadian bilamana seorang saksi didengar keterangannya oleh penyidik kemudian meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat hadir dalam persidangan, hingga berita acara itu dibacakan saja. Biasanya dalam 46 praktek, dalam saksi memberikan keterangan dimuka penyidik tidak disumpah. Karena demikian, maka pertimbangan mengenai nilai kesaksian diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Agar suatu kesaksian mempunyai kekuatan sebagai alat bukti, maka harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Syarat obyektif: b. Tidak boleh bersama-sama sebagai terdakwa; c. Tidak boleh ada hubungan keluarga; d. Mampu bertanggungjawab, yakni sudah berumur 15 lima belas tahun atau sudah pernah kawin dan tidak sakit ingatan. 2. Syarat formal: a. Kesaksian harus diucapkan dalam sidang; b. Kesaksian tersebut harus diucapkan dibawah sumpah Tidak dikenai asas unus testis nullus testis. 3. Syarat subyektifinternal: a. Saksi menerangkan apa yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sendiri; b. Dasar-dasar atau alasan mengapa saksi tersebut melihat, mendengar dan mengalami sesuatu yang diterangkan tersebut. ALAT BUKTI KETERANGAN AHLI

A. PENGERTIAN