Metoda Manakah Yang Lebih Baik ?
7
METODA PENEMUAN FAKTA SECARA INKUISITOIR DAN AKUISITOIR
A. Metoda Manakah Yang Lebih Baik ?
Suatu kenyataan bahwa upaya untuk mencari dan menemukan fakta yang digarap oleh peradilan pidana dilakukan dengan berbagai sistem dan metoda yang dilakukan berbeda
antara negara satu dengan yang lain. Merupakan masalah penting adalah usaha menjawab metoda manakah yang lebih baik?
Sistem peradilan pidana Anglo-Amerika dan Eropa-kontinental menunjukan dua cara pendekatan untuk menemukan fakta yang pada dasarnya berbeda: metoda akuisitoir
berlawanan dan metoda inkuisitoir. Kedua metoda tadi seperti yang masih ditemukan masa kini lebih merupakan akibat pertumbuhan sejarah dan merupakan akibat pertanyaan dan
penelitian ilmiah mengenai apa yang merupakan cara terbaik untuk menemukan fakta. Dengan kata lain masing-masing metoda dan sistem memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing yang tumbuh dalam sejarah penerapan hukum acara pidana dalam kurun waktu yang lama dan mapan pada masyarakat yang bersangkutan. Jadi sistem akuisitoir yang
cocok di Amerika belum tentu di Eropa, demikian pula sistem inkuisitoir dan sebaliknya yang tumbuh dengan berbagai faktor pengaruh yang berbeda.
Di Amerika Serikat, Wigmore menyebut “pemeriksaan ulangan untuk mengetahui
kebenaran pemeriksaan sebelumnya” sebagai alat penggerak hukum terbesar yang pernah ditemukan untuk mencari kebenaran hakiki. Sebagian besar sarjana Jerman menganggap
metoda inkuisitoir untuk menanggapi barang bukti sebagai prosedur terbaik untuk menemukan fakta. Namun kedua pendapat tadi didasarkan pada keyakinan yang bersifat
umum dan bukan didasarkan pada penelitian ilmiah yang empiris. Masalah penerapan sistem, apakah pemeriksaan secara inkuisitoir yang merupakan metoda yang lebih baik untuk
menemukan kebenaran hakiki tidak dapat dijawab oleh para ahli hukum. Mereka harus berpaling kepada para ilmuwan sosial.
BAB
1
8 Beberapa tahun yang silam di Amerika Serikat, Thibaut dan Walker Psikoloog dan
seorang ahli hukum telah mengadakan serangkaian eksperimen mengenai pendekatan secara akuisitoir ataukah pendekatan secara inkuisitoir yang merupakan metoda terbaik untuk
menemukan fakta. Berdasarkan eksperimen-eksperimen ini mereka tiba pada kesimpulan- kesimpulan yang sangat menyolok. Mereka menyatakan
bahwa “untuk proses pengadilan perkara pidana prosedur yang biasa disebut secara akuisitoir
jelas berada di paling atas”. Berdasarkan eksperimen tadi prosedur akuisitoir mengakibatkan ditemukannya lebih
banyak fakta yang dengan demikian memberikan perlindungan yang lebih baik dalam menghindari bahaya adanya keputusan yang keliru. Disamping itu diharap dapat
menghindarkan kemungkinan timbulnya prasangka para hakim secara lebih baik dibandingkan dengan prosedur tipe lain. Partisipan maupun para pengamat telah merasakan
bahwa metoda secara akuisitoir lebih adil dibandingkan dengan prosedur secara inkuisitoir. Penjelasan secara mendetail mengenai eksperimen dimana kesimpulan-kesimpulan ini
didasarkan tidak akan diuraikan disini, karena akan banyak sekali hasil penelitian tersebut dan tidak efektif untuk artikel ini. Jelaslah bahwa eksperimen-eksperimen tadi dipikirkan dengan
mahir dan dilaksanakan dengan cara sempurna menurut metoda penelitian ilmiah yang representatif. Betapapun bisa ditemukan adanya kesangsian yang kuat yang sangat erat
hubungannya dengan penghidupan yang sesungguhnya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan yang sah mengenai acara yang bersifat inkuisitoir.
Eksperimen tadi diselenggarakan bersama mahasiswa dari fakultas hukum dan sekolah tinggi hukum dilengkapi dengan laboratoriumnya. Proses penemuan fakta dilakukan dengan
mengumpulkan beberapa informasi berdasarkan fakta baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan bagi satu pihak atau lainnya yang harus dianggap benar.
Eksperimen tadi menyampingkan problem-problem khas dalam menanggapi dan menilai bukti yang berkaitan dengan keterangan-keterangan saksi yang samar-samar, tidak
tegas dan berlawanan. Mereka juga tidak mempermasalahkan dilemma bahwa tersangka harus menghadapi alat-alat perlengkapan yeng kuat dari para penuntut umum kejaksaan.
Masalah-masalah seperti ini terdapat dalam acara yang bersifat akuisitoir maupun inkuisitoir. Selanjutnya, Thibault dan Walker mengemukakan fakta bahwa dalam acara pidana
sering timbul kesulitan bagi tersangka untuk menemukan bukti yang menguntungkan bagi dirinya sebelum persidangan. Mereka menyebutkan bagian dari masalah ketika mereka
menyarankan “bahwa sumber-sumber yang memadai harus tersedia bagi penggugat. Namun, tidak difokuskan pada pertanyaan seperti apa yang harus dilakukan oleh seorang tersangka
yang tidak mempunyai dana untuk mencari bukti atau membayar seorang tenaga ahli hukum yang oleh pihak penuntut umum maupun hakim dianggap tidak perlu. Inipun merupakan
masalah, tidak hanya bag akuisitoir.
9 Sebegitu jauh sampai kini, pertanyaan mengenai yang mana sebenarnya metoda
pencarian fakta yang lebih baik belum terjawab secara memuaskan melalui riset yang empiris. Oleh sebab itulah pada kesempatan ini hanya dapat disampaikan komentar yang bersifat
sementara. Kita dapat mempertentangkan demi kemanfaatan sistem inkuisitoir yaitu, bahwa hakim yang harus memutus perkara benar-benar mengetahui informasi apa yang ia butuhkan
dan pertanyaan apa yang akan diajukan kepada tersangka dan kepada para saksi. Dengan melakukan interogasi terhadap tersangka dan saksi hakim akan memperoleh
informasi ini, jadi berbicara pada sumber dimana hakim dalam persidangan akuisitoir harus menunggu dan melihat apa yang akan disajikan kepadanya oleh para pihak. Hakim yang
mengajukan sendiri sebagian besar pertanyaan tidak boleh memikul resiko yang sama yakni memperoleh informasi yang berat sebelah, seperti halnya hakim dalam persidangan
inkuisitoir. Sebaliknya, kita harus selalu perhatikan, bahwa pada sistem inkuisitoir hakim harus melakukan tiga macam pekerjaan sekaligus; ia harus mengadakan pemeriksaan
pendahuluan, harus mengadakan pemeriksaan untuk memperbaiki pemeriksaan sebelumnya, dan ia harus menilai barang bukti.
Dalam menilai barang bukti mungkin hakim diharuskan menilai berdasarkan efisiensi pertanyaan sendiri. Terdapat resiko di mana hakim secara psikologis terlampau dibebani
dengan tugas-tugas yang berlainan. Sudah barang tentu menarik sekali untuk mendengar dari para psikolog mengenai sejauh mana pertimbangan-pertimbangan tentang pelbagai cara
menanggapi barang bukti dapat diterima atau disangkal berdasarkan data yang empiris. Interogasi terhadap para saksi dan tersangka dapat dihubungkan dengan
menyelenggarakan suatu wawancara. Masalah wawancara macam apa yang mirip dengan interogasi ini tidak dijelaskan. Riset terhadap masalah-masalah tehnis suatu tanya jawab telah
mengungkapkan bahwa betapapun yang mewawancarai mengharapkan agar tidak memihak, ia dapat mempengaruhi orang yang diinterogasi melalui kepribadiannya, melalui peranan
sosial dan profesional yang dimainkan dan melalui susunan pertanyaan-pertanyaan serta melalui ungkapan-ungkapan dalam pertanyaannya, sedemikian rupa sehingga hasil
wawancara akan merupakan bahan yang bermanfaat bagi hakim dalam rangka mencari data yang dapat menunjang keyakinannya.
Secara tidak sadar ia cenderung mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mencari informasi yang mendukung hipotesanya. Sekaligus orang yang diwawancarai tadi secara tidak
sadar pula cenderung untuk menyesuaikan jawaban-jawaban pada apa yang menurut keyakinan di minta oleh si penanya dari orang itu. Pengaruh sponsor ini dikenal sekali di
kalangan psikolog sosial. Kesimpulan-kesimpulan apa saja yang bisa ditarik dari penemuan- penemuan seperti ini sepanjang yang menyangkut menemukan kebenaran hakiki dalam acara
yang akuisitoir maupun yang inkuisitorial.
10 Berkas yang ada pada hakim yang memeriksa dalam acara inkuisitorial sering menjadi
sasaran kecaman oleh pengacara dalam Common Law. Hakim harus mempelajari berkas perkara dengan hati-hati sekali sebelum disidangkan, demikian pula jaksa penuntut umum
yang mempersiapkan kasus dalam acara yang akuisitoir. Tanpa adanya berkas perkara, hakim tidak dapat memutuskan dalam susunan bagaimana barang bukti harus ditanggapinya,
demikian pula ia tidak dapat mempersiapkan bahan-bahan untuk menginterogasi tersangka dan para saksi.
Dengan mempelajari berkas perkara yang telah dipersiapkan oleh polisi dan jaksa secara kurang cermat dapat menimbulkan resiko yang mengurangi upaya pencarian kebenaran
hakiki, di mana hakim akan sangat dipengaruhi untuk memutus demi kepentingan mereka jaksa, polisi. Pada waktu persidangan ia mungkin mengalami kesukaran untuk mendengar
tentang barang bukti dengan pikiran yang terbuka. Pengaruh sampingan dari berkas yang dibuat polisi atau jaksa yang bisa mengurangi obyektivitas kebenaran dapat terjadi apabila
oknum-oknum penyidik dan penuntut tidak melaksanakan misinya dengan dedikasi seorang penegak hukum dan penegak kebenaran.
Suatu eksperimen empiris yang dilakukan oleh para kriminolog telah mengungkapkan beberapa pengaruh prasangka berkas perkara terhadap para hakim. Masih merupakan
pertanyaan yaitu apakah hasil yang telah diperoleh dalam situasi laboratorium ini dapat dianggap cukup representatif sebagai situasi persidangan yang sesungguhnya. Sebaliknya para
psikolog memberitahukan bahwa persepsi sebagian besar tergantung pada asumsi secara tidak sadar yang dibawa kepada suatu saat. Mereka mendefinisikan persepsi sebagai suatu
kompromi antara apa yang diharapkan untuk dilihat dan apa yang sesungguhnya dapat dilihat. Apa yang dapat “diramalkan” dari kemungkinan asas psikologis ini sepanjang yang
menyangkut kemampuan menemukan fakta oleh hakim? Hingga sejauh manakah terdapat resiko di mana berkas perkara mempengaruhi
pertimbangan yang dipengaruhi pengalaman profesi seorang hakim? Dapat orang bertanya lebih lanjut apakah dalam persidangan secara akuisitoir berkas
perkara tidak dapat membantu hakim dalam menemukan fakta? Sekali lagi riset yang bersifat empiris dapat membantu untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut diatas.