50 Jika keterangan ahli tersebut sebelum diberikan didepan penyidik sudah
mengucapkan sumpah atau janji Pasal 120 ayat 2 KUHAP, maka nilainya sama dengan keterangan ahli yang dinyatakan dalam sidang.
Jika keterangan ahli tersebut diberikan didepan penyidik tidak mengucapkan sumpah atau janji, maka keterangan yang diberikan, merupakan keterangan saja
yang menguatkan keyakinan hakim Bandingkan dengan ahli yang menolak untuk bersumpah atau berjanji setelah disandera, tetap tidak mau bersumpah atau
berjanji. 7.
Penelitian ulang a.
Penelitian ulang dengan bahan baru dapat dilakukan terhadap keterangan ahli atau hasil keterangan ahli.
b. Penelitian ulang tersebut dapat dilakukan:
karena jabatan hakim ketua sidang untuk menjernihkan duduk persoalan; karena keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukum.
c. Apabila dilakukan penelitian ulang, dilakukan oleh instansi semula, dengan
komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu. Pasal 180 KUHAP.
d. Dengan demikian terdakwa atau penasehat hukum berhak menolak keterangan ahli
atau hasil keterangan ahli.
C. KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN AHLI
1. Dalam Pasal 186 KUHAP, disebutkan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang
ahli nyatakan didepan sidang pengadilan. 2.
Suatu keterangan ahli baru mempunyai nilai pembuktian, bila ahli tersebut dimuka hakim harus bersumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan. Dengan
bersumpah baru mempunyai nilai sebagai alat bukti. 3.
Jika ahli tidak bisa hadir, dan sebelumnya sudah mengucapkan sumpah dimuka penyidik maka nilainya sama dengan keterangan ahli yang diucapkan dalam sidang.
4. Bila keterangan ahli diberikan tanpa sumpah:
karena sudah disandera, dan tetap tidak mau bersumpah tidak hadir dan ketika pemeriksaan di depan penyidik tidak bersumpah terlebih
dahulu. maka keterangan ahli tersebut hanya bersifat menguatkan keyakinan hakim.
5. Dengan demikian selaku ahli, maka ia mempunyai kewajiban:
datang di persidangan mengucapkan sumpah
memberikan keterangan menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
51 6.
Apa yang diterangkan oleh seorang ahli adalah merupakan kesimpulan-kesimpulan dari suatu keadaan yang diketahui sesuai dengan keahliannya. Atau dengan kata lain
merupakan penilaian atau penghargaan terhadap suatu keadaan. Hal ini berbeda dengan keterangan seorang saksi yang justru dilarang untuk memberikan kesimpulan-
kesimpulan. Keterangan saksi hanyalah merupakan pengungkapan kembali fakta-fakta yang oleh saksi dilihat, didengar dan dialami sendiri. Lebih jelasnya disebutkan dalam
ketentuan Pasal 185 ayat 5 KUHAP, baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari pemikiran bukan merupakan keterangan saksi.
7. Kekuatan alat bukti keterangan ahli bersifat bebas, karena tidak mengikat seorang
hakim untuk memakainya apabila bertentangan dengan keyakinannya. Guna keterangan ahli dipersidangan merupakan alat bantu bagi hakim untuk menemukan
kebenaran, dan hakim bebas mempergunakan sebagai pendapatnya sendiri atau tidak. 8.
Apabila bersesuaian dengan kenyataan yang lain dipersidangan, keterangan ahli diambil sebagai pendapat hakim sendiri. Jika keterangan ahli tersebut bertentangan,
bisa saja di kesampingkan oleh hakim. Namun yang perlu diingat apabila keterangan ahli dikesampingkan harus berdasar alasan yang jelas, tidak bisa begitu saja
mengesampingkan tanpa alasan. Karena hakim masih mempunyai wewenang untuk meminta penelitian ulang bila memang diperlukan.
9. Apabila dibandingkan dengan ilmu manajemen, keterangan ahli adalah sama dengan
atau setara dengan pendapat seorang staf ahli, yang memberiikan masukan bagi manager
dalam pengambilan
keputusan. Manajer
bebas memakai
atau mengesampingkan pendapat seorang staf ahli dalam pengambilan keputusan. Hanya
saja keterangan ahli dalam persidangan diharuskan memenuhi tata cara tertentu sebelum memberikan pendapatnya.
Dari keterangan pihak ketiga untuk memperoleh kebenaran sejati, hakim dapat minta bantuan seorang ahli, dalam praktek sering disebut sebagai saksi ahli expertis, deskundigen.
Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus dan objektif dengan maksud membuat terang suatu perkara atau guna menambah
pengetahuan hakim sendiri dalam suatu hal. Sebagai asas dalam peradilan, hakim tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya sekalipun hukum atau undang-undang tidak
mengaturnya. Ia harus menemukan hukum itu. Hal itu bukan berarti hakim dianggap tahu segalanya atau dianggap sebagai manusia
serba tahu, karena itu ia membutuhkan dan menggunakan keterangan seorang ahli agar memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang suatu hal yang menyangkut perkara yang
ditanganinya. Misalnya mengenai kebakaran, hakim membutuhkan pengetahuan tentang kelistrikan maka dipanggilah saksi ahli listrik dan seterusnya. Contoh lain: sebuah waduk
pecah atau jembatan runtuh maka dalam kaitan ini dibutuhkan keterangan ahli beton bertulang.
52 Mengenai saksi ahli diatur dalam Pasal 160 ayat 4 yang menetapkan bilamana
pengadilan menganggap perlu, seorang ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah ahli itu selesai memberikan keterangan, dan dalam Pasal 161 ayat 2 ditentukan saksi ahli yang tidak
disumpah atau mengucapkan janji tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah tetapi hanya merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim. Siapa atau apa yang
disebut sebagai ahli tidak diberi penjelasan oleh KUHAP, sehingga dengan demikian tentang ahli atau tidaknya seseorang tidak ditentukan oleh pengetahuan atau keahliannya yang khusus
tetapi ditentukan oleh karena panggilan pengadilan yang wajib dipenuhi. Oleh karena itu, seorang ahli yang disidik oleh penyidik dalam rangka membuat terang suatu perkara, bila
merasa dirinya tidak mempunyai keahlian khusus wajib mengundurkan diri. Dalam praktek dinegara kita, pendidikan formal yang menjadi ukurannya. Seharusnya perlu ditambahkan
syarat pengalaman dalam salah satu bidang. Dalam Pasal 1 butir 28, diberi pengertian umum tentang keterangan ahli yang
menyebutkan bahwa keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan. Pasal 186 menyebutkan pengertian keterangan ahli dalam proses pemeriksaan sidang yaitu apa yang dinyatakan oleh seorang ahli dalam sidang.
Keterangan ahli dalam Pasal 1 butir 28 dan Pasal 186 menimbulkan persoalan, jika dihubungkan dengan penjelasan Pasal 133 ayat 2
yang berbunyi: “Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang
diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.” Menurut penulis, keterangan ahli kedokteran kehakiman atau keterangan yang
dimaksud dalam Pasal 133 diberikan dalam proses penyidikan. Jadi bukan dalam sidang, sehingga keterangan dokter bukan ahli kehakiman dapat dianggap sebagai alat bukti “surat”
Pasal 184 sub c, sedang apabila keterangan dokter bukan ahli kehakiman diberikan dalam sidang, harus dianggap sebagai alat bukti “keterangan saksi” Pasal 184 sub a.
Apabila dibandingkan keterangan saksi dan keterangan ahli, maka ada perbedaan antara kedudukan saksi dan kedudukan ahli, antara lain sebagai berikut:
1. Saksi memberi keterangan sebenarnya mengenai peristiwa yang ia alami, ia dengar, ia
lihat, ia rasakan dengan alat panca inderanya, sedangkan ahli memberi keterangan mengenai penghargaan dari hal-hal yang sudah ada dan mengambil kesimpulan
mengenai sebab dan akibat dalam suatu perbuatan terdakwa. 2.
Pada saksi dikenal adanya asas unnus testis nullus testis yang tidak dikenal pada ahli, sehingga dengan keterangan seorang ahli saja, hakim membangun keyakinannya
dengan alat-alat bukti yang lain.
53 3.
Saksi dapat memberi keterangan dengan lisan dan ahli dapat memberi keterangan lisan maupun tulisan.
4. Hakim bebas menilai keterangan saksi dan hakim tidak wajib turut kepada pendapat,
kesimpulan dan saksi ahli bilamana bertentangan dengan keyakinan hakim; 5.
kedua alat bukti: saksi dan saksi ahli digunakan hakim dalam mengejar dan mencari kebenaran sejati.
ALAT BUKTI SURAT
A. PENGERTIAN