PENGERTIAN UMUM HUKUM PEMBUKTIAN DALAM BERACARA PIDANA, PERDATA DAN KORUPSI DI INDONESIA

88 satu pihak untuk mengakat sumpah, dan yang menolak untuk mengakatnaya atau menolak mengembalikannya sumpah itu, ataupun barang siapa memerintahkan sumpahh dan setelah kepadanya dikembalikan sumpah itu, menolak mengangkatnya, harus dikalahkan dalam tuntutan maupun tangkisan. Contoh: sumpah penaksir, yaitu sumpah yang diperintahkan hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang pengganti kerugian. Pada pasal 1967-1976 mengatur tentang sumpah pemutus, pasal 1977- 1980mengatur tentang sumpah hakim kedua pasal terakhir ini memberikan aturan bentuk bagi sumpah didepan pengadilan pada umumnya. PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

A. PENGERTIAN UMUM

Korupsi merupakan penyakit yang membebani negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Bahkan banyak ahli menyatakan bahwa penyakit korupsi telah melebar kesegala lapisan dalam struktur pemerintahan. Korupsi telah menjadi isu sentral, bahkan sangat populer melebihi isu apa pun yang muncul di Indonesia.Trend perilaku korupsi tampak semakin endemis yang merambah dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Korupsi merupakan suatu yang biasa dan seakan-akan telah membudaya dalam masyarakat indonesia. Korupsi secara etimologi berasal dari bahasa latin, corruptio atau corruptus yang berarti: merusak, tidak jujur, dapat disuap. Korupsi juga mengandung arti kejahatan, kebusukan, tidak bermoral, dan kebejatan. Korupsi diartikan pula sebagai perbuatan yang buruk seprti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berarti: buruk, busuk, rusak, suka memakai barang BAB 11 89 uang yang dipercayakan padanya, dapat disogok melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan, untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Secara umum, munculnya perbuatan korupsi didorong oleh dua motivasi. Pertama motivasi intrinsik, yaitu adanya dorongan memperoleh kepuasan yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi. Dalam hal ini, pelaku merasa mendapatkan kepuasan dan kenyamanan tersendiri ketika berhasil melakukannya. Pada tahap selanjutnya korupsi menjadi gaya hidup, kebiasaan, dan tradisibudaya yang lumbrah. Kedua motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan korupsi dari luar diri pelaku yang tidak menjadi bagian melekat dari pelaku itu sendiri. Mutivasi kedua ini misalnya melakukan korupsi karena alasan ekonomi, ambisi untuk mencapai suatu jabatan tertentu, atau obsesi meningkatkan taraf hidup atau karir jabatan secara jalan pintas. Secara agak rinci terjadinya korupsi disebabkan oleh tiga hal: pertama corroption by greed keserakahan korupsi ini terjadi pada orang yang sebenarnya tidak butuh, tidak mendesak secara ekonomi, bahkan mungkin sudah kaya. Jabatan tinggi, gaji besar, rumah mewah, popularitas menanjak tetapi kekuasaan yang tak terbendung menyebabkanya terlibat praktek korupsi. Mental serakah dan rakus inilah yang pernah diingatkan oleh Nabi Muhammad saw bahwa kalau saja seorang anak adam memiliki dua lembah emas, iapun berkeinginan untuk mendapatkan tiga lembah emas lagi. Kasus korupsi karena serakah inilah yang banyak terjadi dilingkungan pejabat tinggi dan penguasa. Kedua corruption by need kebutuhan korupsi yang dilakukan karena keterdesakan dalam pemenuhan kebutuhan dasar hidup basic needs. Misalnya korupsi yang dilakukan oleh seseorang karena gajinya yang sangat rendah jauh dibawah standar upah minimum dan terdesak untuk memenuhi kebutuhan dasar tertentu, seperti pembayaran SPP anak yang masih bersekolah korupsi ini banyak dilakukan oleh pegawaikariawan kecil, polisiprajurit rendahan buruh kasar, tukang parkir, sopir angkutan umum. Ketiga corruption by chance adanya peluang. Korupsi ini dilakukan karena adanya peluang yang besar untuk melakukan korupsi, peluang untuk cepat kaya melalui jalan pintas, peluang cepat naik jabatan secara instan, biasanya ini didukung oleh lemahnya sistim organisasi, rendahnya akuntabalitas publik, longgarnya pengawasan masyarakat, dan keroposnya penegakan hukum yang diperparah dengan sanksi hukum yang tidak membuat jera. Dalam kenyataan sehari-hari, seringkali korupsi justru diberi kesempatan dan diberi peluang, bahkan dilindungi, sehingga menggoda para pejabat atau pemegang amanah untuk berbuat korupsi atau menerima suap, padahal sebelumnya tidak pernah terlibatt korupsi. Secara lebih khusus, penyebab terjadinya korupsi antara lain : pertama rendahnya pengalaman nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Kedua struktur pemerintahan atau 90 kepemimpinan organisasi baik profit maupun nonprofit yang bersifat tertutup tidak transparan dan cendrung otoriter. Dalam kondisi demikian, kecendrungan terjadi penyelewengan kekuasaan sangat tinggi. Ini menjadi lahan subur tumbuhnya korupsi dan suap menyuap. Ketiga kurang berfungsinya lembaga penyimbang DPR, DPD dan DPRD bagi Presiden, Gubenur, Bupati dan Wali kota. Hal ini diawali dengan cara yang tidak sah dalam memperoleh kekuasaan jabatan publik dengan money politics manipulasi surat suara, atau politik dagang sapi. Keempat tidak berfungsinya lembaga pengawas dan penegak hukum, serta sanksi hukum yang tidak menjerakan bagi pelaku korupsi. Sebuah kepemimpinan atau pemerintahan yang tidak dibarengi dengan pengawasa yang ketat cendrung bertindak korup power tends to corrupt . Kelima minimnya keteladanan pemimpin atau pejabat dalam kehidupan sehari- hari. Sulit mencari pemimpin yang sederhana, hemat, qona’ah, menerima dan menikmati rahmat yang sudah ada dermawan dan tidak bermental rakus. Sebaliknya banyak pemimpin yang justru hidup bermewah-mewahan, boros, pelit, dan sombong. Keteladanan yang baik dari pemimpin menjadi sangat penting, sebab masyarakat luas lebih cendrung meniru pemimpinnya. Begitu pentingnya sebuah keteladanan, dalam sebuah ungkapan: satu teladan yang baik, lebih baik dari seribu petuah bijak. Keenam rendahnya upahkariawan yang berakibat rendahnya tingkat kesejahteraan. Tinggkat upah dan gaji juga ikut berpengaruh pada meluasnya tindak korupsi, walaupun tidak bisa dipukul rata. Kenyataan sering menunjukan, jika penghasilan sangat kecil atau dibawah standar sehingga tidak cukup memenuhi kebutuhan pokok akan memicu terjadinya korupsi. Sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan budaya masyarakat, korupsi juga ikut tumbuh sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk dan jenis yang sangat beragam. Banyak pakar yang berusaha mengelompokkan jenis-jenis korupsi. Prof.Dr.M. Amin Rais mengatakan sedikitnya ada empat macam jenis korupsi: pertama korupsi ekstortif, yaitu sogokan atau suap yang dilakukan oleh pengusaha kepada penguasa, misalnya untuk mendapakan HPH Hak Penguasaan Hutan , atau fasilitas tertentu, seseorang menggunakan uang untuk menyogok pejabat yang berwenang. Kedua korupsi manipulatif, misalnya seorang yang memiliki kepentingan ekonomis meminta kepada eksekutif maupun legislatif untuk membuat peraturan atau Undang-undang yang menguntungkan bagi usaha ekonominya, sekalipun berdampak negatif bagi rakyat banyak. Ketiga korupsi nepotistik, korupsi yang terjadi karena adanya ikatan keluarga, misal seseorang yang selalu mementingkan istri, anak, menantu, keponakan untuk mendapatkan fasilitas yang berlebihan dan tidak masuk akal. Keempat korupsi suversif, korupsi dimana mereka merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan kepada pihak asing, tentu dengan sejumlah keuntungan pribadi. Misalnya penambangan pihak asing yang kongkalingkong dengan pejabat tertentu 91 dengan pembagian yang tidak wajar seperti dalam kasus Freeport, Busang, Barriek dan Bre- X. Di antara bentuk-bentuk korupsi yang paling sering terjadi dan paling banyak dibicarakan adalah pertama: pungutan liar. Kedua penyupan. Ketiga pemerasan. Keempat pengelapan. kelima penyeludupan. Keenam pemberian hadiah atau hibah yang berkaitan dengan jabatanpropesi atau tugas seseorang. Delik korupsi adalah sebagaimana juga delik pidana pada umumnya dilakukan dengan berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara, yang semakin canggih dan rumit. Sehingga banyak perkara- perkaradelik korupsi lolos dari “jaringan” pembuktian sistem KUHAP. Karena itu pembuktian undang-undang Tindak pidana Korupsi mencoba menerapkan upaya hukum pembuktian terbalik, sebagaimana diterapkan dalam sistem beracara pidana di Malaysia. Upaya pembentukan undang-undang ini, tidak tanggung-tanggung, karena baik dalam delik korupsi diterapkan dua sistem sekaligus, yakni Sistem Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-undang no 20 tahun 2001 dan sekaligus dengan sistem KUHAP. Kedua teori itu ialah penerapan hukum pembuktian dilakukan dengan cara menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang, dan yang menggunakan sistem pembuktian negatif menurut undang-undang. negatief wettelijk overtuiging. Jadi, tidak menerapkan teori pembuktian terbalik murni, zuivere omskeering bewijstlast, tetapi teori pembuktian terbalik terbatas dan berimbang.

B. PEMBUKTIAN TERBALIK