79 e.
benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 45 KUHAP menyatakan bahwa:
a. apabila benda yang dapat lekas rusak atau membahayakan sehingga tidak
mungkin untuk disimpan terlalu lama, atau biaya penyimpanannya terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat
dijual lelang. b.
hasil pelelangan tersebut dipakai sebagai barang bukti. c.
guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil benda tersebut untuk pembuktian.
2. Pengertian Barang Bukti
Dari cara mendapatkan barang bukti tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pengertian barang bukti adalah hasil serangkaian tindakan penyidik dalam penyitaan,
dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan surat untuk diambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
B. PEMERIKSAAN BARANG BUKTI
1. Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 181 KUHAP pemeriksaan barang bukti
adalah sebagai berikut: barang bukti tersebut harus diperlihatkan kepada terdakwa dan ditanyakan apakah
terdakwa mengenal barang bukti atau benda-benda tersebut. jika perlu benda-benda tersebut diperlihatkan kepada saksi oleh ketua sidang dan
tentu saja harus ditanyakan pula apakah saksi juga mengenal barang-barang yang dijadikan barang bukti.
apabila dianggap perlu untuk pembuktian , hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya
minta keterangan tentang hal ini. 2.
Jika dikaitkan dengan Pasal 45 KUHAP, terhadap barang yang lekas rusak atau membahayakan atau penyimpanannya menjadi tinggi biayanya, maka barang bukti
yang ditunjukan adalah uang hasil pelelangan dan sebagian kecil benda-benda tersebut.
3. Apabila barang bukti dalam bungkusan, maka membukanya harus di muka saksi
korban dan terdakwa, sehingga tidak menimbulkan masalah. Pada waktu dibuka tersebut harus dihitung dan dicocokkan jenis-jenisnya.
80
C. KEGUNAAN BARANG BUKTI DALAM PERSIDANGAN
1. Kalau dilihat dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 181 KUHAP tentang
pemeriksaan barang bukti, seakan-akan hanya bersifat formal saja. Padahal secara material barang bukti seringkali sangat berguna bagi hakim untuk menyandarkan
keyakinannya. 2.
Seperti yang kita ketahui KUHAP menganut sistem pembuktian negatif, yakni: a.
adanya macam-macam alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. b.
adanya keyakinan bagi hakim untuk menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana.
3. Namun demikian meskipun telah ada alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-
undang serta telah melebihi minimum pembuktian, tetapi hakim tidak harus yakin bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Singkatnya hakim tidak bisa dipaksa yakin berdasarkan alat bukti yang ada, meskipun alat bukti yang ada sudah memenuhi syarat pembuktian.
4. Seringkali hakim membebaskan seorang terdakwa berdasarkan barang bukti yang ada
di dalam persidangan. 5.
Contoh kasus: Pernah terjadi bahwa seseorang yang bernama Sarno diajukan ke persidangan
pengadilan atas dasar dakwaan bahwa Sarno telah membunuh Kosim dengan jalan menembak dengan senapan pemburu.
Semua saksi yang ada telah memberikan keterangan dibawah sumpah bahwa benar Sarno telah menembak Kosim dengan senapan pemburu di hutan.
Demikian juga Sarno telah mengakui bahwa dirinya telah membunuh Kosim waktu di hutan, ketika berburu.
Namun demikian hakim tidak yakin, karena melihat diri terdakwa yang berpenampilan sederhana seperti orang desa kebanyakan. Kemudian hakim
meyuruh terdakwa untuk mengambil senapan dan sebutir peluru yang diajukan sebagai barang bukti untuk diisikan ke senapan tersebut. Ternyata terdakwa tidak
bisa mengisikan peluru ke dalam senapan. Atas dasar keadaan tersebut, hakim membebaskan diri Sarno karena hakim tidak
yakin, meskipun semua alat bukti telah membuktikan diri Sarno bersalah. Ternyata memang benar bahwa Sarno hanya sekedar orang upahan yang disuruh
mengakui perbuatan orang lain. 6.
Dengan contoh diatas, maka hakim menyandarkan keyakinannya kepada barang bukti yang diajukan dalam persidangan.
81 7.
a. Dalam kasus surat palsu, hakim sering melihat kejanggalan surat palsu yang dijadikan barang bukti. Misalnya tahun yang terdapat dalam kertas segel adalah
tahun 1990, tetapi isinya dibuat dan ditandatangani tahun 1987, sehingga tidak mungkin terjadi.
b. Surat yang dibuat tahun 1967, tetapi memakai ejaan baru E.Y.D. 8.
Pemeriksaan dan penyimpulan oleh hakim terhadap barang bukti, mirip dengan pengetahuan hakim dalam sidang, yang tidak menjadi alat bukti dalam KUHAP.
Padahal dalam RUU-KUHAP mengakui alat bukti pengetahuan hakim dalam sidang termasuk dalam salah satu alat bukti.
9. Sekali lagi hal tersebut merupakan pengakuan, meskipun tidak dengan jelas, KUHAP
mengakui alat bukti pengetahuan hakim dalam sidang sebagai alat bukti.
ALAT – ALAT BUKTI
MENURUT PASAL 1866 BW
Menurut kitab Undang-undang hukum perdata pasal 1866 Burgeljk Wetboek BW alat bukti terdiri dari:
Bukti Dengan Tulisan. Bukti Dengan Saksi.
Bukti Dengan Persangkaan. Bukti Dengan Pengakuan.
Bukti Dengan Sumpah.
1.
Menurut Teguh Samudra surat yang digunakan sebagai alat bukti adalah: suatu
pernyataan buah pikiran atau isi hati yang diujutkan dengan tanda-tanda bacaan dan dimuat dalam suatu benda. Dalam pasal 1867 BW alat bukti dengan tulisan dapat dibagi
menjadi dua macam :
BAB
10
82 A.
bukti tulisan atau otentik, dalam pasal 1868 BW yang dimaksud denga akte otentik adalah: suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang dan dibuat
oleh atau dihadapan pengawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akte dibuat.
Contoh akte jual beli sebidang tanah yang dibuat oleh pejabat pembuat akte tanah PPAT atau NOTARIS disuatau wilayah tertentu yang sesuai dengan wilayah hukuumnya
berkenaan dengan peristiwa jual beli tersebut. B.
Bukti dengan tulisan dibawah tangan akte bawah tangan berdasarkan pasal 1869 BW menyebutkan bahwa suatu akte yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai
dimaksud diatas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat deperlakukan sebagai akte otentik, namun demikian mempunyai suatu kekuatan sebagai tulisan dibawah
tangan dan ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan Contoh; perjanjian sewa menyewa rumah yang dibuat oleh penyewa dengan yang punya
rumah tampa dihadiri oleh notaries dan ini cukup pihak-pihak yang bersangkutan saja. Fungsi surat atau akta.
Surat atau akta mempunyai bermacam-macam fungsi didalam hukum : 1.syrat untuk menyatakan adanaya suatu perbuatan hukum. Akta bawah tangan sebagai
syarat pokok minimum formalitas causa untuk lengkapnayasuatu perbuatan hukum kita dapati misalnya dalam pasal 81ayat 1, 830, 866, 979, 982, 987, 1028,1228, 1240, 1646,
1804 ayat 2 dan 1888 B.W berbagai penyimpangan dari kontrak karya, misalnya tagihan- tagihan, pada order dalam hal dimana dikehendaki suatu akta bawah tangan, maka suatu
akta otentik akan mencukupi juga. Akta otentik sebagai syarat pokok untuk lengkapnaya suatu perbuatan hukum jika dalam segala hal ini tidak ada akta, maka perbuatan hukum
tidaklah terjadi. Akta disini mempunyai mempunyai fungsi hukum materil. 2.alat pembuktian. Jelas sekali, bahwa suatu akta dapat memenuhi sekaligus lebih dari
satu fungsi, dan akta yang ditentukan sebagai satu-satunya alat bukti tentu saja mempunyai daya pembuktian.
3.alat pembuktian satu-satunya.probattionis causa tentang hal ini ada disebut antara lain oleh pasal 205 B.W, barang yang dibawa oleh oleh suami danatau istrikedalam
perkawinan, tetap tinggal jadi milik pribadi, juga tampa perincian dalam akta syarat perkawainan atau dalam daftar yang dilampirkan disitu, akan tetapi ada bantahan, suami
atau istri yang menuntut barang-barang ini hanya boleh membuktikan haknya dengan perincian tersebut. Jadi pasal 205 B.W tidak memberikan aturan hukum materil, tetapi
aturan hukum pembuktian. Hal yang serupa terdapat juga dalam pasal-pasal seperti tersebut dimuka W.v.K. perseroa firma dan persetujuan asuransi dapat juga berdiri dengan
83 sah tampa akta, demikian perseroan bukti dari suatu perbuatan hanya dapat diberikan
dengan suatu akta.
2. Bukti dengan saksi
Berdasarkaqn pasal 1895 BW menyebutkan bahwa pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal dimana itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. Menurut
Sudikno Mertokusumo dan Teguh Samudra menyatakan bahwa kesaksian adalah :
kepastian yang diberikan kepada hakim didepan persidangan pengadilan tentang peristiwa yang sedang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh
orang yang bukan salah satu diantara pihak dalam perkara, yang dipanggil dipersidangan. Contoh: seorang yang dipanggil dipersidangan untuk menjadi saksi dalam suatu perkara
perjanjian tidak tertulis antara seorang penghutang dengan orang yang menghutangkan .
3. Bukti dengan persangkaan
Persangkaan bukanlah alat pembuktian. Persangkaan adalah uraian atau pandangan inilah yang paling banyak dianut pada waktu sekarang. Persangkaan fakta-fakta yang diketahui
disimpulkan kearah mendekati kepastian, tentang adanya suatu pikiran yang sebelumnya tidak diketahui. Jadi dalam persanggkaan, kita berhubungan bukti langsung. Seperti saya
membuktikan bahwa saya pada suatu hari tertentu tidak berada di Jakarta dan untuk itu saya buktikan, pada saat itu berada di padang, hakim menarik kesimpulan, bahwa saya
tidak di Jakarta, hakim berbuat demikian juga, apa bila Undang-undang tidang menyingung “persangkaan”. Tampa memakai persangkaan orang hampir tidak mungkin
melaksanakan pembuktian.
Berdaserkan pasal 1915 BW yang dimaksud persanggkaan adalah kesimpulan- kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang
terkenal kearah suatu perkara yang tidak tekenal. Dilihat dari bentuknya ada 2 dua macam persangkaan yaitu.
A. persangkaan menurut undang-undang atau menurut hukum berdasarkan pasal 1916 BW yang dimaksud dengan persangkaan menurut undang-undang adalah ;
persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu dan peristiwa tertentu. Contoh:
dalam pasal 1394 BW yang menyatakan bahwa dengan tiga surat tanda pembayaran, dari mana tiga pembayaran, dari mana ternyata tiga pembayaran
ansuran berturut-turut, terbitlah suatu persangkaan bahwa ansuran-ansuran yang lebih dahulu telah dibayar lunas, melainkan jika dibuktikan sebaliknya.
Persangkaan menurut undang-undangdapat dibagi dua yang dapat dibantah dan yang tidak dapat dibantah. Persangkaan yang dapat dibantah adalah yang
84 mengalah terhadap bukti lawan. Sedangakan persangkaan yang tidak dapat
dibantah adalah persangkaan yang kebal terhadap bukti lawan. B. persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang atau persangkaan hakim
pasal 1922 BW disebutkan bahwa persangkaan-persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang sendiri, diserahkan kepada pertimbang dan
kewaspadaan hakim, namun itu tidak boleh memperhatikan persangkaan- persangkaan lain, selai yang penting, dan teliti dan sesuai satu sama lainnya.
Persangkaan-persangkaan yang demikian hanyalah boleh dianggap dalm hal-hal dimana undang-undang mengijinkan pembuktian dengan saksi-saksi, begitu pula
apa bila dimajukan suatu bantahan terhadap suatu perbuatan suatu akte, berdasarkan alas an adanya itikat buruk atau penipuan. Contoh ; untuk
membuktikan jual beli yang disangkal oleh tergugat, pertama-tama yang harus dibuktikan adanya jual beli tersebut dengan alat-alat bukti surat dari saksi.
Dari kenyataan-kenyataan tersebut maka dapat diperoleh persangkaan memang ada jual beli diantaranya. Kedua macam alat bukti surat dan saksi itu
menimbulkan pada persangkaan-persangkaan yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan.
Perbedaan antara persangkaan berdasarkan undang-undang atau hukum dengan persangkaan kenyataan atau menurut hakim adalah : pada yang terakhir, pikiran
bebas dari hakimlah yang menentukan bardasarkan fakta yang terbukti. Pada yang pertama undang-undanglah yang mewajibkan hakim memakai jalan pikiran yang
demikian. Persangkaan berdasarkan kenyataan. Seperti : seseorang yang diterima oleh hakim, bahwa ia tidak berada dikota Bandung, karena ia telah membuktikan
ia telah berada di kota Jakarta persangkaan berdasarkan undang-undang ada dalam 1430 B.W. andaikata pasal ini tidak ada, mungkin sekali hakim dapat menarik
kesimpulan, bahwa sesudah kwitansi dari tiga ansuran berturut-turut diperlihatkan kepadanya angsuran-angsuran yang lebih dahulu sudah dibayarlunas. Tetapi
sekarang undang-undang memerintahkan hakim: kalau sudah ada kwitansi dari tiga jangka waktu yang berturut-turut, mestilah tuan menerima, bahwa juga jangka
waktu sebelumnya sudah dilunasi. 4.
Bukti dengan pengakuan, adalah: keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara, dimana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau
sebagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan. Pengakuan tidak saja dapat berhubungan dengan suatu hak, dimana suatu pendapat yang tidak luput dari bantahan
tetapi dapat juga berhubungan dengan suatu fakta. Pengakuan tentang suatu aturan hukum adalah omong kosong belaka, diman hakim sendiri mestilah mengetahui hukum hukum
objektif dan melaksanakan.
85 Berhubunagn dengan ini ada aturan dari pasal 1963, yang berisikan, bahwa orang yang
sudah melakukan pengakuan hanya dapat menariknya kembali, apa bila ia dapat membuktikan, bahwa pengakuannya adalah akibat dari kekilafan tentang fakta-fakta.
Jikalau tidak ada kekilafan,jikalau orang yang mengaku dengan sadar telah menerangkan hal yang tidak benar, maka tidaklah mungkin, dia menarik kembali pengakuannya,
walaupu dia berhasil dengan berbagai jalan membuktikan bahwa pengakuannya itu berisikan dusta. Juga dari sini ternyata, bahwa pengakuan bukanlah alat pembuktian.
Karena alat pembuktian gunanya adalah untuk kebenaran. Berdasarkan bunyi pasal 1923 BW pengakuan adalah: sesuatu yang dikemukakan terhadap suatu pihak, pengakuan ini
dapat dibagi 2 dua yaitu: A.
Pengakuan dimuka hakim. Berdasarkan bunyi pasal 1925 BW menyebutkan bahwa pengakuan yang dilakukan
dimuka hakim memberi suatu bukti yang sempurna terhadap siapa telah melakukan baik sendiri maupun dengan perentara seseorang yang khusus dikuasakan untuk itu. Contoh:
misalnya Andi menuntut Amin berdasarkan persetujuan jual beli untuk membayar harga sebanyak Rp 1000.000, dimuka hakim didalam persidangan, dan Amin mengakui bahwa ia
telah membuat persetujuan pembelian dengan Andi dan oleh karena itu Amin berhutang dan wajib membayarnya kepada Andi.
B. Pengakuan diluar sidang pengadilan
Undang-undang berbicara tentang pengakuan diluar pengadilan dan tentang pengakuan lisan diluar pengadilan, peradilan dan kebanyakan Berdasarkan bunyi pasal 1927
B.W bahwa suatu pengakuan lisan yang dilakukan diluar sidang pengadilan tidak dapat dipakai, selain dalam hal-hal tertentu dimana diijinkan pembuktian dengan saksi-saksi. Dalam
pasal 1928 B.W disebutkan dalam hal yang terakhir dalam penutup pasal yang lalu, adalah terserah pada pertimbangan hakim, untuk menentukan kekuatan mana yang diberikan kepada
suatu pengakuan lisan yang dilakukan diluar sidang pengadilan. Contoh : salah satu pihak yang berpekara mengakui perbuatan yang ia lakukan diluar persidangan misalnya dikampus,
atau dikantor saat ditanya oleh sekelompok wartawan.
Pengakuan diluar pengadilan adalah keterangan yang diberikan oleh saklah
seorangdari para pihak berpekar, diluar pengadilan, yang berisikan pengakuan dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan dalam perkara ini. Mungkin keteranagan ini sudah diberikan
sebagai pengakuan didepan pengadilan dalam suatu perkara lain. Dalam perkara ini ia
merupakan pengakuan diluar pengadilan. Pengakuan tertulis diluar pengadilan
adalah merupakan pengakuan yang diberikan oleh salah satu para pihak yang berperkara, diluar perkara in, yang isinya membenarkan apa
yang dikemukakan oleh pihak lawan dalam perkara ini. Jadi suatutulisan yang datang dari
86 salah satu pihak. Tulisan ini adalah alat bukti sebagai lawan dari pengakuan dimuka
pengadilan. Tentang daya pembuktian dari pengakuan tertulis diluar pengadilan sebagian ahli berpendapat yang sama. Ia mempunyai daya pembuktian yang beba. Memang undang-undang
tidak menyatakan dengan tegas, akan tetapi pengakuan lisan diluar sidang pengadilan dan sejara peraturan tentang pengakuan diluar pengadilan membenarkan paham bahwa aturan
yang diletakkan atas dasar yang tertulis.
Pengakuan lisan diluar pengadilan adalah keteranag lisan yang diberikan oleh salah
satu para pihak diluar perkara ini, yang isinya membenarkan apa yang diterangkan oleh pihak lawan dalam perkara tersebut. Dimana pengakuan lisan diluar pengadilan bukan alat
pembuktian, karena alat pembuktian, adalah alat yang dipakai dalam perkara untuk
menyakinkan hakim tentang sesuatu kebenaran.
Menurut sifatnya pengakuan dibagi menjadi tiga macam: a. Pengakuan murni, misalnya tanto menuntut dodi berdasarkan persetujuan jual beli
sebidang tanah, untuk membayar harga sebanyak Rp. 3000.000 dan dodi mengakui bahwa ia telah mambuat persetujuan pembelian dengan tanto oleh karna itu dodi berutang kepada tanto.
b. Pengakuan dengan kualifikasi, misalnya: Agus menurut Bandi atas dasar persetujuan jual sebuah rumah dengan harga yang telah mereka sepakati Rp 85.000.000,bandi
menjawab bahwa ia telah membeli rumah Agus seharga Rp.85.000.000, tetapi dengan syarat. Pengakuan kualifikasi adalah pengakuan dimana orang mengakui sebagian dari pada yang d
itutut oleh penagih, tetapi menambahkan sesuatu yang mengenai intisari dari pada persoalan, sehingga sebetulnya orang tidak mengakui apa-apa tetapi memberikan gambaran menurut
panddangannya sendiri pula, pembelian murni lain dari pada pembelian bersyarat. c. Pengakuan dengan klasule dodo menuntut herman karna berutang sebanyak Rp
5000.000 herman menjawab bahwa apa yang dikemukakan oleh dodo itu benar, tetapi ia sudah bayar, atau ia mempunyai tagihan lawan pula dan oleh karena itu ia mengemukakan
perjumpaan. Pengakuan dengan klausule adalah pengakuan dimana orang membenarkan sepenuhnya apa yang dikemukakan oleh penggugat, akan tetapi menambahkan pula
pendapatnya sendiri berdasarkan mana ia merasa dapat menolak tuntutan yang diajukan oleh penggugat. Batas antara pengakuan dengan kualifikasi dan pengakuan dengan klausule tidak
dapat ditarik dengan tajam. 5.
Bukti dengan sumpah. Tidak semua orang suka pada kebenaran. Hal ini berlaku secara menonjol apabila
kepentingannya diprtaruhkan. Selain dari itu ilmu psikologi mengajarkan pada kita, bahwa tidak berkata benar tidak selalu disebabkan oleh karena kita tidak berkehendak untuk
mengatakan sebenarnya, akan tetapi oleh karena kita tidak sanggup mengatakan yang
87 sebenarnya. Tidak ada satu keteranganpunyang dapat dipastikan, berisi kebenaran,
walaupun tergantung dari orang yang memberikan keterangan itu dan dari keadaan sekeliling dimana ini telah terjadi, keterangan yang satu lebih dapat dipercaya dari pada
yang lain. Sejak dari dahulu sudah diketahui,alat untuk memastikan suatu keterangan: yaitu sumpah.
Sumpah adalah sesuatu yang menguatkan keterangan dengan berseru kepada tuhan. Gemetar akan kemungkaran dan takut kepada hukuman tuhan, dapat memberikan
pengaruh yang baik kepada barangsiapa yang cinta atas kebenaran. sudah tentu seseorang
yang jujur,tampa memakai penguatan ini, tidak akan menyelewengkan keterangan yang diberikannya, sebagai mana halnya kalau ia memberikan keterangan diatas sumpah. Akan
tetapi soalnya disini adalah untuk orang-orang jujur. Siapa yang tidak percaya kepada tuhan, tidak takut untuk membuat tuhan menjadi murka, juga tidak takut akan hukuman
tuhan. Sumpah tidak akan membuat ia lebih jujur, kecuali kalao ada perasaan tahyulsedikit, yang berpengaruh baik pada dirinya.
Perlu diingat, bahwa kata sumpah dipakai dalam dua arti. Karena kadang-kadang arti yang menguatkan keteranagan, dan kadang-kadang, kalau orang menyebut kata sumpah, maka
yang dimaksud adalah isi dari keterangan. Dalam bagian ini yang biasa dimaksudkan
dengan sumpah adalah isi dari keterangan.
Berdasarkan bunyi pasal 1929-1945 BW terdapat 2 dua macam sumpah dimuka Hakim A.
sumpah pemutus sumpah decesoire pihak yang memerintahkan dinamakan deverent, dan yang melakukan dinamakan delaat adalah: sumpah yang oleh pihak yang satu
diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara padanya. Dan dapat diperintahkan tentang segala persengketaan, yang berupa apapun juga, selain
tentang hal-hal yang para pihak tidak berkuasa mengadakan suatu perdamaian atau hal-hal dimana pengakuan mereka tidak akan boleh diperhatikan. Dimana sumpah pemutus dapat
diperintahkan dalam setiap tinggkat perkara, bahkan juga apa bila tiada upaya lain yang manapun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan yang diperitahkan penyumpahanya itu.
Sumpah itu hanya dapat diperintahkan tentang suatu perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh orang yang kepada sumpahnya digantungkan pemutusan perkaranya. Sumpah pemutus
aytau memutusakan adalah alat terakhir dan berbahaya, karena selalu ada orang yang bersedia untuk melakukan sumpah palsu, apa bila ia akan mendapatkan keuntungan materil dari
padanya. Untuk orang-orang yang hati nuraninya, tinta kepada tuhan atau takut kepada tuhan, tidak begitu kuat, hingga ia tidak menjadikan halangan melakukan sumpah palsu. Contoh :
sumpah pocong, sumpah mimbar dan sumpah kelenteng. B.
sumpah tambahan atau sumpah Hakim sumpah suppletoire dan sumpah penafsiran atau aestimatoir adalah: sumpah yang oleh hakim karena jabatannya diperintahkan salah
88 satu pihak untuk mengakat sumpah, dan yang menolak untuk mengakatnaya atau menolak
mengembalikannya sumpah itu, ataupun barang siapa memerintahkan sumpahh dan setelah kepadanya dikembalikan sumpah itu, menolak mengangkatnya, harus dikalahkan dalam
tuntutan maupun tangkisan. Contoh: sumpah penaksir, yaitu sumpah yang diperintahkan hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang pengganti
kerugian. Pada pasal 1967-1976 mengatur tentang sumpah pemutus, pasal 1977- 1980mengatur tentang sumpah hakim kedua pasal terakhir ini memberikan aturan bentuk bagi
sumpah didepan pengadilan pada umumnya.
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
A. PENGERTIAN UMUM