Selatan, sedangkan untuk jenis Eucheuma tersebar dari Pantai Barat Pulau Sumatra, Kepulauan Riau, Kepulauan Seribu, Pantai Jawa bagian Selatan,
Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur Suryaningrum, et al.
2000. Pada beberapa daerah lain pengembangan budidaya rumput laut sudah
cukup instensif, namun mengalami penurunan akhir-akhir ini. Hal yang sama terjadi pada teluk Waworada Kabupaten Bima. Di kawasan tersebut telah
berkembang budidaya rumput laut, dengan luas 934 ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 1.825 ha pada tahun 2005. Namun sayangnya peningkatan
skala usaha tersebut tidak diikuti oleh peningkatan teknologi dan regulasi pemerintah sehingga produksi biomas kering
turun drastis dari 8.891,68 ton pada tahun 2001 menjadi 175 ton pada tahun 2005 Badan Pusat Statistik, 2005.
Penurunan suatu produksi dapat disebabkan antara lain oleh lemahnya
teknologi budidaya bibit, metode budidaya, umur panen, dan penanganan pasca panen, dan regulasi pemerintah penataan ruang, sumberdaya. Akibat simultan
yang tampak dari kelemahan-kelemahan di atas pada budidaya rumput laut antara lain menyebabkan komoditi tersebut menjadi mudah terserang penyakit, seperti
ice-ice juga menyebabkan rendahnya kandungan karaginan rumput laut Carte,
1996. Salah satu cara untuk menjamin kontinuitas penyediaan produksi dan
kandungan karaginan rumput laut dalam jumlah yang dikehendaki adalah dengan pemilihan lokasi budidaya, rekomendasi luasan yang optimal dan teknologi
budidaya Rorrer, et al. 1998; Peira, 2002. Pemilihan lokasi dapat dilakukan dengan memperhatikan berbagai faktor lingkungan Chua, 1992; Gurno, 2004,
terutama pengaruh kondisi fisika, kimia dan biologi lingkungan perairan terhadap kualitas rumput laut. Dalam hal ini kajian tentang penggunaan komponen utama
lingkungan perlu terus dilakukan agar dapat memudahkan pemilihan lokasi yang selanjutnya dapat meningkatkan produksi dan kualitas rumput laut.
1.2. Perumusan masalah
Usaha budidaya rumput laut di teluk Waworada Kabupaten Bima mengalami ekspansi yang pesat namun produksinya justru malah menurun.
Permasalahan dan isu pokok yang terkait dengan pengelolaan untuk pengembangan budidaya rumput laut di teluk Waworada meliputi :
1. Penataaan ruang; regulasi pemerintah khususnya ketetapan lokasi dan
pengaturan ruang yang belum jelas, karena belum adanya aturanaspek hukum yang pasti dan jelas dalam pemanfaatan kawasan teluk Waworada sehingga
menimbulkan kerawanan sosial yang pada akhirnya berdampak kepada kinerja dan kontinuitas produksi budidaya rumput laut di teluk Waworada tersebut.
Ketidaksesuaian lokasi yang dilakukan petaninelayan diduga berdampak pada menurunnya produksi dan rendahnya kualitas rumput laut.
2. Teknologi pengelolaan budidaya khususnya aspek penyediaan bibit, metode
budidaya, umur panen dan pasca panen yang tidak sesuai teknis, hal ini sangat penting karena merupakan salah satu input penting dalam kegiatan budidaya
rumput laut. 3.
Peranan faktor lingkungan terhadap produksi baik biomas maupun kandungan karaginan rumput laut.
Secara umum maka pemecahan masalah yang akan ditelusuri dalam penelitian ini adalah bagaimana pemanfaatan dan pengembangan budidaya
rumput laut yang memenuhi persyaratan teknis agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Oleh karena itu dalam rangka meminimalkan
kerusakan dan tekanan ekologis perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut di wilayah tersebut, maka perlu dilakukan suatu kajian tentang Analisa Ruang
Ekologi Untuk Pengelompokan Zona Pengembangan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii di Teluk Waworada Kabupaten Bima.
1.3. Tujuan dan sasaran penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan wilayah pesisir teluk Waworada Kabupaten Bima untuk budidaya rumput laut melalui
pengalokasian kawasan yang sesuai. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan 2 dua langkah
penelitian yaitu : 1.
Model hubungan antara faktor lingkungan biofisik dengan pengembangan usaha budidaya rumput laut ditinjau dari produksi dan kandungan karaginan.
2. Pengelompokan kawasan budidaya rumput laut di teluk Waworada Kabupaten
Bima berdasarkan karakteristik biofisik dengan pendekatan indek tumpang susun model SIG.
1.4. Manfaat penelitian