Penataan Ruang dan Zonasi Kawasan Pesisir

Hasil analisa SIG diperoleh lokasi seluas 1.576 ha yang ideal untuk pengembangan budidaya laut di teluk Ekas.

2.8. Penataan Ruang dan Zonasi Kawasan Pesisir

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang disebutkan bahwa ruang didefinisikan sebagai wadah kehidupan yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan udara termasuk di dalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya sebagai satu kesatuan kawasan tempat manusia dengan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan dengan pemeliharaan kelangsungan hidupnya. Sedangkan tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional, ruang wilayah Propinsi, ruang wilayah Kabupaten, dan ruang wilayah tertentu yang mencakup perkotaan dan pedesaan, yang menunjukan adanya hirarkhi dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang yang selama ini disusun dan digunakan lebih berorientasi pada wilayah daratan dan belum banyak memperhatikan wilayah pesisir dan laut seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang tata ruang sebagaimana yang tersebut di atas, padahal perencanaan penataan ruang wilayah pesisir dan laut itu sendiri tidak dapat dipisah-pisahkan dari produk Rencana Tata ruang Wilayah Nasional, Propinsi dan KabupatenKota. Seiring diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi perubahan paradigma pembangunan dari pendekatan sektoral ke arah pendekatan wilayah. Pembangunan dengan pendekatan sektoral yang selama ini dilakukan kurang memperhatikan segi spasial sehingga sering terjadi konflik kepentingan antara stakeholders dalam pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam yang tersedia di wilayah tersebut. Untuk itu diharapkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini maka pembangunan sektoral dengan pola vertikal-sentralistik dapat bergeser dari pembangunan wilayah dengan pola koordinatif-desentralistik, upaya koodinasi pembangunan dapat dilakukan antara lain dengan berpedoman pada Rencana Tata Ruang. Untuk itu penataan ruang wilayah pesisir juga sangat diperlukan dalam optimalisasi pemanfaatan ruang. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang dinamis tetapi juga sangat rawan. Dinamis karena wilayah ini merupakan pertemuan antara ekosistem darat dan ekosistem laut dimana mengandung berbagai sumberdaya yang cukup potensial baik hayati, non hayati maupun jasa-jasa lingkungan. Rawan karena wilayah pesisir berpotensi besar terhadap perubahan dan tekanan akibat interaksi manusia dengan berbagai ekosistem yang ada. Perkembangan pembangunan di suatu wilayah pesisir melalui berbagai aktivitas seperti pemukiman, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, perhubungan dan lain-lain telah membawa kecenderungan menurunnya atau bahkan rusaknya kondisi biofisik di wilayah pesisir tersebut. Keadaan ini berdampak pada berbagai masalah lingkungan seperti erosi, sedimentasi, polusi atau pencemaran. Pemanfaatan ruang pesisir yang tidak terencana akan berakibat buruk, selain dalam penggunaan lahan itu sendiri juga pada perairan yang merupakan habitat berbagai biota laut. Berbeda dengan wilayah daratan, paradigma yang dikembangkan di wilayah pesisir bersifat lebih kompleks karena disamping tempat bermuaranya segala kegiatan, wilayah pesisir juga merupakan tempat bertemunya berbagai macam ekosistem, oleh karenanya dalam penataan ruang pesisir perlu diupayakan cara atau metode yang tidak hanya sekedar mengadopsi tata ruang daratan, tetapi perlu dikembangkan suatu rencana kelola dengan pendekatan keruangan yang bisa mengakomodir kepentingan berbagai stakeholders. Harapan ini akan lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan jika kita dapat menempatkan pola pemanfaatan ruang dan arahan pengembangan berdasarkan analisis kesesuaian lahan Dahuri, et al. 1997.. Zonasi wilayah pesisir dan laut adalah pengalokasian pesisir dan laut ke dalam zona-zona yang sesuai dengan maksud dan keinginan pemanfaatan setiap zona. Rencana ini menerangkan nama zona yang terseleksi dan kondisi zona yang dapat ditetapkan peruntukannya bagi setiap kegiatan pembangunan yang didasarkan pada persyaratan-persyaratan pembangunan. Suatu zona adalah suatu kawasan yang memiliki kesamaan karakteristik fisik, biologi, ekologi dan ekonomi dan ditentukan oleh kriteria terpilih Ditjen Bagda Depdagri, 1998. Penyusunan zonasi ini dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan spasial, yaitu bahwa dalam suatu pesisir dan lautan hendaknya tidak seluruhnya diperuntukan bagi kawasan pembangunan, namun juga menyediakan lahan bagi zona preservasi dan konservasi. Zona preservasi adalah zona dimana tidak dibenarkan adanya suatu kegiatan yang bersifat ekstraksi kecuali untuk kegiatan penelitian. Zona konservasi adalah suatu zona yang masih dimungkinkan adanya pembangunan namun dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah berkelanjutan Odum, 1989. Kawasan budidaya adalah kawasan yang telah ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Bagian dari suatu wilayah tersebut memiliki fungsi budidaya dengan telah dipertimbangkan daya dukung lingkungan Sugandhy, 1993.

III. METODOLOGI PENELITIAN