Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

UIN Syarif Hidayatullah Diabetes Melitus Tipe 2. Pada DM tipe 2 terjadi defek sekresi insulin dari pankreas, resistensi insulin di perifer dan gangguan regulasi produksi glukosa hati. Terapi DM tipe 2 meliputi modifikasi gaya hidup termasuk di dalamnya diet dan latihan jasmani serta terapi farmakologik berupa obat hipoglikemik oral OHO dan insulin.

2.1.4 Mekanisme Kerja

Glimepiride memiliki efek pankreatik dan ekstrapankreatik. Efek pankreatik berupa sekresi insulin, terjadi setelah obat ini berikatan dengan reseptornya di sel Beta dan menyebabkan penutupan K ATP channel yang menimbulkan depolarisasi membran sel dan pelepasan insulin. Meskipun bekerja melalui mekanisme yang sama, glimepiride terikat pada reseptor yang berbeda dengan obat golongan sulfonilurea lainnya. Glimepiride terikat pada protein dengan berat molekul 65 kD sedangkan sulfonilurea berikatan dengan protein berberat molekul 140 kD. Perbedaan ini menyebabkan glimepiride lebih spesifik terhadap sulfonilurea receptor SUR 1 pada sel Beta dibandingkan glibenclamide. Implikasinya adalah turunnya risiko iskemia miokardium. Glimepiride membutuhkan konsentrasi 3 kali lebih besar dibandingkan glibenclamide untuk dapat menghambat K ATP channel miokardium. Berbeda dari golongan sulfonilurea lainnya yang meningkatkan sekresi insulin pada fase akut, glimepiride dikatakan dapat memperbaiki baik fase akut maupun fase lambat sekresi insulin. Meskipun demikian, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memperjelas mekanisme aksi ini Paulus W, Ignatia SM., 2004.

2.1.5 Farmakokinetik

Glimepiride diabsorpsi hampir sempurna melalui saluran cerna. Kadar glimepiride darah akan menurun bila diberikan bersama-sama dengan makanan. Volume distribusi glimepiride adalah 8,8 L dan berikatan dengan protein plasma lebih dari 95. Glimepiride mengalami metabolisme oksidasi di hati terutama oleh enzim sitokrom P450 II C9. Metabolit glimepirid diekskresi melalui urin sebesar 80-90 dan sisanya melalui feses. UIN Syarif Hidayatullah

2.1.6 Efek Samping

Gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agranulositosis, dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Glimepirid dapat meningkatkan Anti Diuretik Hormon ADH, dan dengan frekuensi sangat jarang menyebabkan hiponatraemia dan fotosensitivitas. Hipoglikemia dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat; juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada orang usia lanjut Sukandar, 2008.

2.2 Pengertian Generik dan Paten

2.2.1 Obat Generik

Obat Generik menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02MENKES068I2010 adalah obat dengan nama resmi International Nonpropietary Names INN yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal. Ada dua macam Obat generik yaitu obat generik tanpa merek dagang dan obat generik dengan merek dagang. Obat generik bermerek atau bernama dagang merupakan obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan Permenkes, 2010. Satu nama generik dapat diproduksi berbagai macam sediaan obat dengan nama dagang yang berlainan. Produksi obat generik merupakan salah satu upaya penyediaan obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Obat generik umumnya memiliki harga yang lebih murah, beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut, antara lain: 1. Dalam harga obat nama dagang, terdapat komponen biaya promosi yang cukup tinggi mencapai sekitar 50 dari HET Harga Eceran Tertinggi baik melalui iklan untuk obat bebasobat bebas terbatas dan melalui detailer untuk obat keras, sedangkan obat generik tidak dipromosikan secara khusus Yunarto N., 2010. UIN Syarif Hidayatullah 2. Harga obat dengan nama dagang biasanya ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar dengan memperhitungkan harga kompetitor, sedangkan harga obat generik lebih didasarkan pada biaya kalkulasi nyata Yunarto N., 2010. 3. Harga obat dengan nama dagang biasanya mengikuti harga inovator dari obat yang sama, sedang obat generik di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Yunarto N., 2010. Di Indonesia, pembuatan obat generik maupun obat bermerek oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan BPOM diatur dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB. Persyaratan registrasi obat sangat ketat, BPOM baru akan menyetujui obat generik mendapatkan nomor registrasi dan beredar jika sudah memenuhi syarat seperti: produsen memiliki sertifikat CPOB dari BPOM, obat tersebut sudah tervalidasi baik proses, maupun analisanya, serta mesin dan peralatan yang digunakan untuk produksi dan analisa sudah terkualifikasi. Selain itu produk obat juga harus memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan kemuraian Yunarto N., 2010. Contoh obat generik antara lain Paracetamol, Diazepam, Dekstrometorfan, Difenhidramin, Chlorpheniramin maleat, Amoksisilin, Eritrnomisin, dan lain - lain. Sedangkan contoh obat generik bermerek antara lain Amoxsan amoksisilin, Voltadex Natrium diklofenak, dll.

2.2.2 Obat Paten

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02MENKES068I2010 obat paten merupakan obat yang masih memiliki hak paten. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 dua puluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Selama masa 20 tahun itulah, perusahan farmasi pemegang hak paten memiliki hak eksluksif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Setelah habis masa patennya, obat yang dulunya paten dengan merk dagangnya kemudian masuk ke dalam kelompok obat generik bermerk atau obat bermerk. Meskipun masa patennya sudah selesai, merk dagang dari obat yang