Obat Paten Pengertian Generik dan Paten

UIN Syarif Hidayatullah menit, dengan sesekali dikocok. Biarkan hingga suhu ruang, tambahkan asetonitril P sampai tanda dan saring. Sistem KCKT yang digunakan pada metode ini dilengkapi dengan detector 228 nm dan kolom 4 mm x 12,5 cm berisi bahan pengisi L1. Laju alir lebih kurang 1 mlmenit. 2. Kumar et al 2015 dalam Journal of Chemical and Pharmaceutical Research Metode penetapan kadar untuk tablet gilmepirid dilakukan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi. Fasa gerak yang digunakan merupakan dapar fosfat 25 7,0 g kalium dihidrogen orto-fosfat dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 ml, dilarutkan dengan air. Adjust dengan asam fosfat hingga pH 3.0 dan metanol Grade HPLC 75. Fasa gerak juga dapat digunakan sebagai pengencer. Larutan standar: 10 mg glimepirid dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan 70 ml pengencer dan sonikasi. Tambahkan dengan pengencer yang sama hingga garis tanda. Dari larutan tersebut dipipet 1,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan dengan pengencer hingga garis tanda untuk mendapatkan konsentrasi akhir. Larutan uji: 10 mg glimepirid dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan 7 ml pengencer dan sonikasi. Tambahkan dengan pengencer yang sama hingga garis tanda.pipet 1,0 ml dari larutan dan masukkan ke dalam labu ukur 10 ml, tambahkan dengan pengencer hingga garis tanda untuk mendapatkan konsentrasi akhir. Sistem kromatografi yang digunakan dilengkapi dengan detektor 254nm dan kolom 4,6 x 150 mm; 5 µm. Laju alir lebih kurang 1 mL per menit. Volume injeksi 20 µl.

2.5 Disolusi

Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi oleh proses absorpsi dan kadar obat dalam darah ini menentukan efek sistemiknya. Obat dalam bentuk sediaan padat mengalami berbagai tahap pelepasan dari bentuk sediaan sebelum diabsorpsi. Tahapan tersebut meliputi disintegrasi, deagregasi dan disolusi. Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorpsi sistemik agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi dari granul-granul tersebut. Tetapi yang biasanya lebih penting adalah UIN Syarif Hidayatullah laju disolusi dari obat padat tersebut. Seringkali disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam penglepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik Martin, 2008. Proses disolusi merupakan langkah penentu dari proses absorbsi, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi akan mempengaruhi kecepatan absorbsi bahan obatnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi tersebut adalah : 1. Sifat-sifat fisika kimia obat Sifat-sifat fisika kimia yang mempengaruhi laju disolusi meliputi : kelarutan, betuk kristal, dan kompleksasi serta ukuran partikel Shargel dan Yu, 1999. 2. Faktor formulasi sediaan Berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan pembantu dan pengolahan processing. Pengaruh bentuk sediaan pada laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan zat aktif yang terkandung di dalamnya Shargel dan Yu, 1993. 3. Faktor alat uji disolusi dan parameter disolusi Dapat meliputi : wadah, suhu, media pelarutan dan alat disolusi yang digunakan, dan faktor-faktor lain seperti bentuk sediaan, lama penyimpanan dan kondisi penyimpanan produk Shargel dan Yu, 1993. Ada 2 macam alat yang digunakan untuk uji disolusi yaitu jenis alat uji disolusi dengan pengaduk berbentuk keranjang dan pengaduk berbentuk dayung.

a. Pengaduk Bentuk Keranjang

Alat ini terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Sebagian wadah tercelup di dalam suatu tangas air yang berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37 o C ± 0,5 selama