d. Membangun suatu lingkaran gaya manajemen, struktur organisasi dan dukungan
manajemen puncak yang kondusif guna mencapai tujuan spesifik produk baru serta tujuan korporasi.
Kebanyakan perusahaan mengikuti proses pengembangan produk baru yang dilakukan secara formal, biasanya dengan menjalankan strategi produk baru.
E. Differensiasi Produk.
Diferensiasi adalah aktivitas untuk mendesain produk agar memiliki ciri khas yang membedakannya dengan produk pesaing. Differensiasi ini memerlukan penelitian
penelitian pasar yang cukup serius karena agar bisa benar-benar berbeda, diperlukan pengetahuan tentang produk pesaing. Diferensiasi produk ini biasanya hanya mengubah
sedikit karakter produk, antara lain kemasan dan tema promosi tanpa mengubah spesifikasi produk, meskipun itu diperbolehkan Http:kopisusu.wordpress.com.
Tujuan dari strategi diferensiasi adalah mengembangkan positioning yang tepat sesuai keinginan konsumen potensial yang ingin dituju. Pasar akan melihat perbedaan
produk anda dan akan dibanding dengan produk pesaing, sehingga akan lebih mudah mengembangkan marketing mix untuk produk tersebut.
Kotler 2003:6 menyebutkan cara melakukan diferensiasi adalah sebagai berikut:
a. Produk fitur, performa, kesesuaian, daya tahan, kehandalan, kemampuan untuk
diperbaiki, gaya, desain. b.
Jasa pengiriman, pemasangan, pelatihan bagi pelanggan, konsultasi dan perbaikan. c.
Tenaga kerja kompentensi, keramahan, kredibilitas, keandalan, kecepatan, kemampuan dalam memberikan respon, dan skill dalam berkomunikasi.
Universitas Sumatera Utara
d. Citra simbol, media tertulis dan audiovideo, suasana, dan peristiwa.
Mowen dan Michael 2002: 55 menyebutkan, differensiasi produk product differentiation adalah proses memanipulasi bauran pemasaran untuk menempatkan
sebuah merek, sehingga para para konsumen dapat merasakan perbedaan yang berarti antara merek tersebut dengan pesaingnya.
F. Macam-macam Differensiasi Produk.
Menurut Kotler 2000: 329, diferensiasi produk dapat dibedakan menjadi: a.
Bentuk b.
Keistimewaan Feature c.
Mutu Kinerja d.
Mutu Kesesuaian e.
Daya Tahan Durability f.
Keandalan Reability g.
Mudah Diperbaiki h.
Gaya Style i.
Rancangan Design
G. Perilaku Pembelian
Menurut Kotler 2003: 221 definisi dari perilaku pembelian adalah perilaku pembelian berbeda diantara pasta gigi, raket tenis, kamera yang mahal dan mobil baru.
Keputusan yang lebih rumit biasanya melibatkan lebih banyak pelaku dan lebih banyak kesadaran pembeli.
Universitas Sumatera Utara
Kotler membagi perilaku pembelian kedalam empat tipe perilaku pembelian berdasarkan tingkat keterlibatan pembelian dan tingkat perbedaan diantara merek.
1. Perilaku Pembelian Kompleks.
Konsumen berada dalam perilaku pembelian yang kompleks ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan mempunyai persepsi yang signifikan mengenai
perbedaan diantara merek. Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang kategori produk dan harus berusaha untuk mengetahuinya, sehingga pemasar harus
menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang atribut produk, kepentingannya, tentang merek perusahaan, dan atribut penting lainnya.
2 Perilaku Pembelian Pengurangan Disonansi
Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen mempunyai keterlibatan yang tinggi dengan pembelian yang mahal, tidak sering atau beresiko,
namun melihat sedikit perbedaan antar merek. Pembeli biasanya mempunyai respon terhadap harga atau memberikan kenyamanan. Konsumen akan memperhatikan
informasi yang mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
3. Perilaku Pembelian Kebiasaan
Perilaku pembelian kebiasaan terjadi dalam kondisi dimana konsumen mempunyai keterlibatan rendah dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar merek
Konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Pemasar dapat membuat keterlibatan antara produk dan
konsumennya, misalnya dengan menciptakan produk yang melibatkan situasi atau emosi personal melalui iklan.
4. Perilaku Pembelian Pencarian Variasi.
Universitas Sumatera Utara
Perilaku ini terjadi dalam kondisi dimana konsumen mempunyai tingkat keterlibatan yang rendah tetapi mempersepsikan adanya perbedaan merek yang signifikan.
Dalam kasus ini konsumen sering kali beralih merek. Perilaku demikian biasanya terjadi pada produk–produk yang sering dibeli, harga murah, dan konsumen sering
mencoba merek–merek baru.
H. Cognitive Dissonance
Ketika orang menghadapi ketidak-konsistenan atau keraguan antara nilai atau opini konsumen dan perilaku konsumen, konsumen cenderung merasa adanya
ketegangan didalam dirinya yang disebut ketidaksesuaian kognitif cognitive dissonance Lamb, 2001: 195.
Cognitive Dissonance dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang
membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan bersama. Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan, dan tindakan
mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten
dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya. Menurut Festinger, cognitive dissonance theory dibentuk dalam tiga konsep
yaitu: a.
Seseorang lebih suka untuk konsekuen dengan cognitions mereka dan tidak suka menjadi tidak konsisten dalam pemikiran, kepercayaan, emosi, nilai dan sikap.
b. Disonansi terbentuk dari ketidaksesuian psycological, lebih dari ketidaksesuaian
logical, dimana dengan meningkatkan ketidaksesuaian akan meningkatkan disonansi yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
c. Disonansi adalah konsep Psychological yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan dan mengharapkan dampak yang bisa diukur. d.
Disonansi adalah konsep psychological yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan dan mengharapkan dampak yang bisa diukur.
I. Dimensi Cognitive Dissonance
Penelitian 22 item yang didesain oleh Sweeney, Hausknecht dan Soutar 200: 369 menyatakan bahwa cognitive Dissonance dapat diukur dengan tiga dimensi yaitu:
Emotional, Wisdhom of Purchase, dan Concern Over the deal. Emotional adalah ketidaknyamanan psikologis yang dialami seseorang terhadap keputusan pembelian.
Wisdhom of Purchase adalah ketidaknyamanan yang dialami seseorang setelah transaksi pembelian, dimana mereka bertanya-tanya apakah mereka sangat
membutuhkan produk tersebut atau apakah mereka telah memilih produk yang sesuai. Concern Over the Deal adalah ketidaknyaman yang dialami seseorang setelah transaksi
pembelian dimana mereka bertanya-tanya apakah mereka telah dipengaruhi oleh tenaga penjual yang bertentangan dengan kemauan atau kepercayan mereka. Dimensi ini
menghasilkan 22 item yang dapat digunakan untuk mengukur cognitive dissonance. Tiga dimensi dari 22 item tersebut bukan hal yang baru untuk mengukur cognitive
dissonance karena sudah digunakan Sautar dan Sweeney 2003: 227 untuk cognitive dissonance pada penelitian sebelumnya.
J. Postpurchase Dissonance