BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Visi Indonesia Sehat 2010 menjelaskan bahwa gambaran masyarakat di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa
dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya di seluruh Wilayah Republik Indonesia, Depkes RI, 1999.
Perkembangan epidemiologi dimulai dengan perhatian yang lebih besar terhadap penyakit menular dari pada penyakit tidak menular. Namun perubahan pola
struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memacu semakin
meningkatnya Penyakit Tidak Menular PTM. Perubahan pola dari penyakit menular ke penyakit tidak menular dikenal dengan masa transisi epidemiologi, dimana saat
penanggulangan penyakit menular belum selesai, jumlah kasus Penyakit Tidak Menular PTM semakin meningkat, Bustan, 2000.
Seperti diketahui peningkatan laju pembangunan, termasuk peningkatan layanan kesehatan, dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif. Semakin
baiknya layanan kesehatan, sarana kesehatan, maka kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan juga akan meningkat. Di sisi lain, muncul pula dampak
negatif yang diakibatkan oleh perubahan gaya hidup, kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat yaitu munculnya perubahan pola atau ”trend penyakit” yang menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
masalah baru di dunia kesehatan. Pergeseran pola penyakit di masyarakat yang semula didominasi penyakit menular dan infeksi, saat ini telah beralih ke penyakit
degeneratif, misalnya penyakit jantung koroner PJK, Krisnatuti, 2000. Penyakit Jantung Koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung, pemicunya biasanya adalah atherosclerosis. Karena sumbatan ini, terjadi
ketidak seimbangan antara masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu,
Siswono, 2005. Serangan jantung merupakan penyebab kematian dan kesakitan karena
kardiovaskuler. Kira-kira 525.000 kematian dalam satu tahun berhubungan dengan serangan jantung : kebanyakan dari mereka yang meninggal adalah pria usia
pertengahan. Yang perlu di perhatikan adalah bahwa serangan jantung sering kali datang tanpa peringatan atau dengan hanya sedikit tanda-tanda awal, Price, 2004.
Penyakit jantung koroner, penyakit tidak menular yang dewasa ini semakin mendapat perhatian dimana insiden cenderung meningkat dan merupakan penyebab
kematian utama. World Health Organization WHO melaporkan pada tahun 2000 proporsi kematian akibat PJK adalah 12,7 terdiri atas 12,2 kematian pria dan
13,2 kematian wanita. Era globalisasi ikut berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola
konsumsi makan masyarakat, terutama masyarakat perkotaan. Selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi global. Dalam waktu yang
relatif singkat telah berkembang pola makan fast food yang cenderung tinggi lemak
Universitas Sumatera Utara
jenuh dan gula, rendah serat dan rendah zat gizi mikro. Tentu saja perubahan selera makan yang jauh dari konsep seimbang ini akan berdampak negatif terhadap
kesehatan dan status gizi, Baliwati, 2004. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu masyarakat dapat
mengakibatkan terjadinya peralihan pola kehidupan masyarakat, dari pola hidup tradisional ke pola hidup modern. Dengan adanya peningkatan ekonomi tersebut
masyarakat akan lebih bebas dalam menentukan kebutuhan hidupnya. Perubahan ekonomi ini juga berpengaruh terhadap pola konsumsi, orang akan lebih menyukai
makanan yang enak atau makanan tinggi kalori dan lemak tetapi rendah serat, Simamora 1996.
Di Indonesia sampai saat ini belum ada penelitian yang bisa mewakili seluruh penduduknya, namun hasil survai SKRT tahun 1992 mengatakan bahwa penyakit
jantung koroner yang disebabkan oleh proses atherosklerosis merupakan penyebab kematian terbesar pada pria diatas usia 40 tahun dan survai terbaru menyatakan bahwa
penyakit jantung merupakan penyebab ke dua kematian di Indonesia Irawan, 1999. RSUD Pirngadi Medan menunjukkan 33,25 penderita PJK. Menurut Profil
Kesehatan Sumatera Utara 2000, menyatakan bahwa proporsi penderita PJK di Sumatera Utara pada kasus rawat jalan di rumah sakit yang berusia
≥ 60 tahun sebesar 1,92 dan rawat inap sebesar 4,82. Jumlah kasus baru pasien penderita penyakit
jantung dan pembuluh darah yang rawat jalan di rumah sakit berusia ≥ 45 tahun
sebesar 1.903 17,16. Dan jumlah kasus baru dan kematian pasien penderita penyakit jantung dan pembuluh darah yang rawat jalan di rumah sakit pada usia
≥ 45 tahun yaitu sebesar 505 18,52. Di RSU Pirngadi Medan, menurut data rekam
Universitas Sumatera Utara
medis bagian poliklinik jantung, rata-rata per bulan pasien rawat jalan penderita PJK tahun 1999 sebesar 1.172 orang dan rata-rata perbulan tahun 2000 sebesar 1.234
orang. Berdasarkan Profil Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo tahun
2006, PJK termasuk ke dalam 10 besar penyakit yang rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Kabanjahe, yaitu rata-rata per bulan : 126 orang, atau per hari
sekitar 4-5 orang yang datang berobat. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana pola
konsumsi pangan penderita PJK rawat jalan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
1.2. Perumusan Masalah