2.3. Gejala Penyakit Jantung
Nyeri pada dada merupakan tanda paling umum dan sering dialami setiap kali terjadi serangan jantung. Variasi rasa sakit sangat besar dan terjadi tiba-tiba di setiap
saat. Rasa nyeri ini selanjutnya menyebar ke leher, tulang rahang, dan lengan kiri, rasa nyeri dapat berlanjut ke daerah antara kedua bahu atau rongga lambung dan
terkadang timbul ketidakteraturan denyut jantung, gejala lain umumnya meliputi lemah dan pusing, kulit pucat, dingin dan basah serta dapat berlanjut ke pingsan
shock Mursito, 2002. Rasa nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan suplai oksigen.
Semua orang merasakan hal semacam ini merupakan serangan jantung atau bukan, gejala lain yang menyertai adalah rasa tercekik, kondisi seperti ini timbul secara tak
terduga dan hanya timbul jika jantung dipaksa bekerja keras, misal fisik dipaksa bekerja keras atau mengalami tekanan emosional, Krisnatuti, 2002.
2.4. Faktor-faktor Resiko Penyebab PJK
Faktor resiko adalah semua faktor penyebab etiologi ditambah dengan faktor epidemiologi yang berhubungan dengan terjadinya suatu penyakit. Secara garis besar
faktor resiko dapat dibagi 2 dua yaitu, faktor resiko yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Diubah Unchangeable Risk Factors
Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah terdiri dari keturunan, jenis kelamin, umur dan stress.
1. Keturunan Keturunan mengambil peranan penting dalam menentukan resiko alamiah dari
PJK. Penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita PJK di bawah umur 55 tahun menunjukkan bahwa ada anggota lain dari
keluarga tersebut yang mempunyai penyakit jantung yang bersifat premature. Beberapa kelompok keluarga yang mempunyai predisposisi PJK adalah ayah
37, ibu 9,98, saudara sekandung 27,6, saudara kembar laki-laki 43 dan saudara kembar perempuan 21, Bustan, 2000.
2. Jenis Kelamin Pria lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan wanita, setelah
manopause frekuensinya sama antara pria dan wanita. Pria beresiko terkena PJK setelah berusia 40 tahun, sedangkan wanita setelah berusia 50 tahun. Wanita lebih
terlindungi dari PJK mungkin karena hormon estrogen pada wanita Soeharto, 200 Pravalensi PJK lebih tinggi pada laki-laki dari pada wanita. Pada umur 45-54
tahun rasio terkena PJK pada laki-laki 6 kali dari pada wanita. Pada umur 50 tahun ASDR laki-laki dan wanita akibat PJK tidak berbeda, dan pada umur 80 tahun ASDR
pada kedua jenis kelamin sama Sitepu, M, 1997. 3. Umur
Jelas sekali umur merupakan faktor yang amat berpengaruh terhadap terjadinya PJK, terutama terhadap terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri
Universitas Sumatera Utara
koroner. Saluran arteri koroner ini dapat dibandingkan dengan saluran pipa ledeng, makin tua umurnya makin besar kemungkinan timbulnya ”kerak” di dindingnya, yang
menyebabkan terganggunya aliran dalam pipa Soeharto,2000. 4. Stress
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi dan dapat berakibat mempercepat kekejangan arteri koroner, sehingga suplai
darah ke otot jantung terganggu. Dalam jangka panjang, terlalu banyak peristiwa yang menegangkan dalam satu tahun dapat menjadi awal serangan jantung Payne, 1995.
2.4.2. Faktor Resiko yang Dapat Diubah Changeable Risk Factors
1. Hipertensi Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus beban pembuluh arteri
perlahan-lahan. Arteri mengalami proses pengerasan, menjadi tebal dan kaku, sehingga mengurangi elastisitasnya. Tekanan darah yang terus menerus tinggi dapat
pula menyebabkan dinding arteri rusak atau luka dan mendorong proses terbentuknya pengendapan plak pada arteri koroner aterosklerosis. Proses ini menyempitkan
lumen yang terdapat pada pembuluh darah, sehingga aliran darah menjadi terhalang. Dengan demikian hipertensi merupakan salah satu resiko PJK Soeharto, 2000.
2. Kolesterol Kolesterol dalam zat makanan yang kita makan meningkatkan kadar kolesterol
dalam darah. Sejauh pemasukan ini masih seimbang dengan kebutuhan, tubuh akan tetap sehat, tetapi kelebihan kolesterol dapat mengendap di dalam pembuluh darah
arteri, sehingga menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang dikenal aterosklerosis, sehingga menyebabkan suplai darah ke otot jantung tidak cukup
Universitas Sumatera Utara
jumlahnya sehingga timbul sakit atau nyeri dada yang disebut angina, bahkan dapat menjurus ke serangan jantung Soeharto, 2000.
3. Pola Makan Pola makan adalah frekuensi jumlah serta jenis makanan yang dikonsumsi.
Tujuannya untuk mencapai serta memelihara kesehatan dan status gizi optimal, untuk itu tubuh perlu mengkonsumsi makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi
yang seimbang sesuai Pedoman Umum Gizi Seimbang PUGS. Yang dimaksud dengan PUGS adalah pedoman dasar tentang gizi seimbang
yang disusun sebagai penuntun pada perilaku konsumsi makanan di masyarakat secara baik dan benar.
Berdasarkan fungsi utama zat gizi makanan harus mengandung sumber energi, sumber protein dan sumber zat pengatur. Untuk memudahkan penyusunan menu
sehari-hari yang bervariasi dan bergizi dapat digunakan daftar bahan makanan penukar. Penukar ini dapat digunakan dalam keadaan sehat maupun sakit Almatsier,
2004. 4. Merokok
Asap merokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti adrenalin, zat ini merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Asap rokok
mengandung karbon monoksida CO
2
yang memiliki kemampuan jauh lebih kuat dari pada sel darah merah untuk menyerap oksigen, sehingga menurunkan kapasitas darah
merah tersebut untuk membawa oksigen ke jaringan-jaringan termasuk jantung Irawan, 1998.
Universitas Sumatera Utara
5. Diabetes melitus Diabetes menyebabkan faktor resiko PJK yaitu bila kadar glukosa darah naik,
terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama, gula darah tersebut dapat mendorong terjadinya pengendapan arterosklerosis pada arteri koroner. Diabetes
yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi dalam darah cenderung menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida. Kadar glukosa darah stabil berkisar
antara 70-140 mgdl. Jika kadar glukosa darah melebihi angka tadi maka dapat dipastikan jika seseorang telah positif menderita diabetes melitus Vitahealth, 2004.
6. Kegemukan dan kurang aktivitas Kegemukan dan kurang aktivitas merupakan salah satu faktor risiko PJK,
namun berbeda dengan faktor risiko yang lain, kegemukan mendorong timbulnya faktor risiko yang lain seperti diabetes melitus, hipertensi yang pada taraf selanjutnya
meningkatkan risiko PJK. Tekanan darah tinggi tidak jarang terjadi pada penderita obesitas. Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras. Adanya beban
ekstra bagi jantung itu, ditambah dengan terjadinya pengerasan pembuluh darah arteri koroner, cenderung mendorong terjadinya kegagalan jantung Soeharto, 2000.
2.5. Pola Konsumsi Makanan Kebiasaan Makan
Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola konsumsi
pangan masyarakat ini dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat diamati dari parameter pola pangan harapan PPH Baliwati,
2004.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Soehardjo, 1996, pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang keluarga, memilih bahan makanan sebagai tanggapan terhadap
pengaruh, fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial. Pola makan adalah frekuensi, jumlah serta jenis makanan yang dikonsumsi
untuk mencapai serta memelihara kesehatan dan status gizi optimal. Pola makan yang baik harus mengandung gizi yang seimbang sesuai dengan angka kecukupan gizi yang
dianjurkan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif
atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan alam, budaya, sosial dan ekonomi dimana manusia atau sekelompok
manusia itu tumbuh Khumaidi, 1994.
2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan
Menurut Sanjur, 1982 yang dikutip Khumaidi 1994, kebiasaan makan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Bahwa kebiasaan makan secara budya dipandang sebagai variabel tak bebas dependent variable yang terbentuk pada diri seseirang karena ia pelajari
learned. b. Kebiasaan makan yang terdapat pada diri seseorang bukan karena proses
pendidikan tertentu atau yang sengaja ia pelajari unlearned. Lebih bersifat inherited diturunkan dari orang tua, nenek moyang dan sebagainya. Banyak
ditemukan pada masyarakat yang terbelakang, terisolir, rendah pendidikannya dan tidak mampu golongan subsistens.
Universitas Sumatera Utara
Faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu Khumaidi, 1994 : 1. Faktor ekstrintik yang berasal dari luar diri manusia, 2. Faktor instrinsik
dari dalam diri manusia.
2.5.2. Status Gizi PJK
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau sekelompok- kelompok yang ditentukan oleh derajat kesehatan kebutuhan fisik akan energi dan zat-
zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan, dampak fisiknya diukur secara anthropometri Soehardjo, 1996.
Penilaian status gizi dengan melakukan pengukuran anthropometri adalah teknik yang paling sering dipergunakan terutama untuk penilaian status gizi balita,
karena lebih mudah untuk melakukannya dan parameter ini lebih sesuai dan cukup sensitif. Status gizi seseorang, baik anak balita maupun remaja dan dewasa dapat
diukur dan ditentukan dengan berbagai kriteria, antara lain dengan menentukan perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, tebalnya lapisan lemak kulit pada
bagian otot bisep, trisep, supracapular dan subcapular. Penilaian status gizi orang dewasa umur diatas 18 tahun, sering digunakan
dengan mengukur Indeks Massa Tubuh IMT yaitu cara yang sederhana untuk mengetahui kekurangan berat badan atau kelebihan berat badan.
Menurut Depkes RI 1996, pengukuran Indeks Massa Tubuh IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus ataupun gemuk
dengan menggunakan rumus : Berat badan kg
IMT Tinggi Badan meter²
Universitas Sumatera Utara
Banyak mengkonsumsi lemak hewani lemak jenuh akan meningkatkan kolesterol dalam darah, dalam proses jangka panjang akan mengakibatkan
penimbunan flak di pembuluh darah sehingga pengaliran darah ke seluruh tubuh dapat saja terganggu atau terhambat. Apabila perubahan ini terjadi pada pembuluh
darah koronaria menyebabkan penyakit jantung koroner Krisnatuti, dkk, 2002
2.5.3. Pengaturan Diet pada penderita jantung Koroner
Pengaturan diet merupakan salah satu upaya strategis untuk memperkecil resiko penyakit jantung koroner. Dengan memperhatikan faktor resiko penyakit
jantung koroner dan peranan gizi dapat mengurangi resiko tersebut. Menurut Krisnatuti prinsip diet yang dapat dianjurkan sebagai berikut :
1. Masukan energi yang seimbang, artinya harus sesuai dengan kebutuhan
2. Energi yang berasal dari lemak tidak lebih dari 30
3. Membatasi konsumsi lemak
4. Membatasi konsumsi alkohol dan kopi
5. Lebih banyak dan lebih bervariasi menggunakan sayur dan buah
6. Batasi penggunaan makanan yang diawetkan dan perbanyak makanan segar
7. Tidak merokok.
Sedangkan syarat diet yang dianjurkan untuk penderita jantung koroner adalah sebagai berikut : rendah kalori terutama bagi penderita yang terlalu gemuk, protein
dan lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, rendah garam bila ada tekanan darah tinggi, mudah dicerna, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas, porsi kecil dan
frekuensi pemberian tergolong sering Krisnatuti dan Yenrina, 1999.
Universitas Sumatera Utara
2.5.4. Makanan yang Boleh dan tidak Boleh Diberikan Bagi Penderita Penyakit Jantung Koroner
Penatalaksanaan diet perlu juga memperhatikan pola makan penderita sebelum sakit. Ini dimaksudkan agar pola makan tidak terlalu menyimpang dari biasanya
sehingga makanan dapat mudah diterima oleh penderita Krisnatuti dan Yenrina, 1999.
Tabel 2.1 Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan kepada Penderita PJK
Golongan Bahan
Boleh Diberikan Tidak boleh diberikan
Sumber hidrat arang
Sumber protein
hewani Sumber
protein nabati Sumber
lemak Sayuran
Buah-buahan Bumbu
Minuman Beras, bulgur, singkong, talas, kentang,
macaroni, mie, bihun, roti, biscuit, tepung, gula
Daging sapi kurus, ayam, bebek, ikan, telur, susu dalam jumlah terbatas
Kacang kering maksimum 25 gramhari, tahu, tempe, oncom
Minyak, margarin, mentega sedapat mungkin tidak untuk menggoreng, kelapa, santan encer
dalam jumlah terbatas. Sayuran yang tidak mengandung gas, bayam,
kangkung, buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong, tomat dan wortel
Semua buah, nangka, durian, advokad, hanya diperbolehkan dalam jumlah terbatas
Bumbu dapur, pala, kayu manis, asam, gula, garam
Teh encer, cokelat, sirop, susu dalam jumlah terbatas
Kue yang terlalu manis dan gurih seperti cake, tarcis, dodol
Semua daging berlemak ham, sosis
Goreng-gorengan, santan kental Sayuran yang menimbulkan gas,
sawi, kol, lobak. Cabai dan bumbu lain yang
merangsang Kopi, teh kental, minuman yang
mengandung soda dan alkohol
Krisnatuti dan Yenria, 1999
Makanan yang menolong bagi penderita penyakit jantung koroner adalah sebagai berikut Wirakusumah, 2001 :
1. Sumber antioksidan, meliputi :
a. Sumber B-Karoten, yaitu ubi jalar, wortel, labu kuning, mangga bayam dan
kailan b.
Sumber vitamin E, yaitu asparagus, taoge, minyak sayur dan kacang-kacangan
Universitas Sumatera Utara
c. Sumber vitamin C, yaitu daun singkong, mangga, jeruk, brokoli, sawi dan
jambu biji. 2.
Sumber asam lemak omega 3, yaitu jenis ikan laut teri, sarden, tenggiri dan tembang, serta minyak ikan.
3. Sumber asam folat, yaitu kacang-kacangan kacang hijau, kacang merah dan
kacang polong, sari jeruk asli, bayam dan hati ayam. 4.
Sumber vitamin B6, yaitu pisang, daging ayam tanpa lemak, beras merah, oatmeal dan tuna putih dalam kaleng.
5. Sumber flavonoid, yaitu melon, anggur, jeruk, pepaya, mangga, kesemek dan
jambu biji. 6.
Makanan tinggi serat, yaitu serealia, kacang-kacangan, labu, jagung, apel dan sayuran.
7. Bawang putih
8. Sumberlycopene, yaitu tomat masak
9. Minyak zaitun.
Makanan yang harus dikurangi oleh penderita penyakit jantung koroner adalah sebagai berikut : daging berlemak, telur, susu penuh whole milk, jeroan, makanan
tinggi kolesterol dan lemak jenuh Wirakusumah, 2001. Banyak mengkonsumsi lemak hewani lemak jenuh akan meningkatkan
kolesterol dalam darah, dalam proses jangka panjang akan mengakibatkan penimbunan flak di pembuluh darah sehingga aliran darah ke seluruh tubuh dapat
terganggu. Apabila perubahan ini terjadi pada pembuluh darah koronaria menyebabkan PJK Krisnatuti dan Yenrina, 2000.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan teori dan tujuan penelitian yang ingin dilihat, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar. 1. Kerangka Konsep Penelitian
Penyakit jantung koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan dan pola makan, tetapi pada penelititan ini peneliti membatasi
pengaruh timbulnya PJK. Karakteristik Penderita
Jantung Koroner -
Umur -
Jenis kelamin -
Pekerjaan -
Pendapatan -
Status Gizi -
Lama penderita PJK
Pola Makan -
Jenis dan frekuensi makan
- Kuantitas Makan
Penyakit Jantung Koroner
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis metode survei yang bersifat deskriptif dan dilakukan sesaat cross sectional, yang bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi
pangan penderita PJK.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja RSU Kabanjahe Kabupaten Karo. Adapun alasan untuk memilih lokasi ini adalah karena dari survai penulis di Medical
Record Rumah Sakit Umum Kabanjahe tahun 2006 lebih banyak pasien yang berobat jalan di poliklinik penyakit dalam yaitu sebanyak 18.906 orang dan 1512 orang
didiagnosa menderita penyakit jantung, oleh karena itu penulis memilih lokasi penelitian di RSU Kabanjahe.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2008.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita PJK laki-laki dan perempuan} yang berobat jalan ke Poliklinik Penyakit Dalam selama 3 tiga bulan mulai
dari bulan Oktober– Desember 2007 yang berjumlah orang 298 orang
Universitas Sumatera Utara
3.3.2. Sampel
Pengambilan sampel ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria pasien yang datang berkunjung dari bulan Maret-Juni 2008 dan menderita PJK sebanyak 4
empat oranghari, dengan memakai rumus Soekidjo, 1995 : Rumus : z ά² PQ
n = d²
1,96² 0,5 1-0,5
n = 0,15²
n = 42,6 = 43 orang Keterangan : n = Besar sampel
Z ά = Tingkat kemaknaan 0,05 = 1,960
P = Proporsi pasien PJK = 0,50 Q = 1-P = 0,50
d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 15
3.4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data
a. Data primer adalah data yang diambil peneliti berupa pola konsumsi makan yang meliputi jenis bahan makanan, frekuensi makan langsung menggunakan alat bantu
formulir Food Recall 24 jam, Food Frequency Makan. b. Data Sekunder adalah data penderita penyakit jantung koroner yang rawat jalan
diperoleh dari bagian Rekam Medik Medical Record di rumah sakit umum Kabanjahe, meliputi gambaran umum RSU Kabanjahe, data diagnosa dokter.
Universitas Sumatera Utara
3.4.2. Teknik Pengumpulan Data
a. Data susunan makanan diperoleh dengan wawancara memakai daftar susunan makanan berdasarkan waktu makan dan jenis bahan makanan yang dimakan 24 jam
yang lalu selama dua hari berturut-turut. b. Data jenis bahan makanan diperoleh dengan wawancara, memakai daftar susunan
makanan sehingga diketahui jenis bahan makanan yang dimakan 24 jam yang lalu selama dua hari. Selain itu data jenis bahan makanan juga dapat diperoleh dari daftar
frekuensi makan menurut jenis bahan makanan sehingga didapat frekuensi setiap jenis bahan makanan dalam kurun waktu tertentu.
c. Data frekuensi makan diperoleh dengan wawancara memakai daftar frekuensi menurut jenis bahan makanan sehingga diperoleh frekuensi setiap jenis bahan
makanan yang dimakan. Frekuensi tersebut adalah : ≥ 1x1hari, 1x1 hari, 4-
5xminggu, 1-3xminggu, 2x1bulan, 1x1 bulan, 1x1 bulan, tidak pernah. d. Data Indeks Masa Tubuh IMT diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi
badan.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : - Formulir Food Frekuensi
- Formulir Food Recall - Daftar DKBM
Universitas Sumatera Utara
3.6. Definisi Operasional