Implementasi Penanganan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

(1)

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH IVAN MIRZA NIM. 111000007

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

IMPLEMENTASI PENANGANAN PNEUMONIA PADA BALITA DENGAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS

BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH IVAN MIRZA

111000007

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

iii ABSTRAK

Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) dengan gejala batuk yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit ini sering terjadi pada balita umur 2 bulan – 5 tahu. Tahun 2013 jumlah balita di Kabupaten Deli Serdang adalah 211.511 balita. Penderita pneumonia yang ditemui dan ditangani ada sebanyak 3.806 balita (18,0%) angka ini sangat jauh dari jumlah perkiraan penderita pneumonia di Kabupaten Deli Serdang tahun 2013 yaitu 21.151 balita. MTBS merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar. MTBS bukan merupakan program kesehatan akan tetapi suatu pendekatan/cara menangani balita sakit. Pada tahun 2013 angka cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita yang ditemukan dan ditangani adalah sebanyak 642 balita (31,1%) dari perkiraan jumlah penderita 2.461 balita. Dan dari data tahun 2014 menunjukan adanya peningkatan jumlah penderita pneumonia sebanyak 2.734 balita.

Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam oleh 6 informan yang terdiri dari Kepala Puskesmas Bandar Khalipah, Penanggung Jawab ruang poli anak/MTBS, 1 orang Tenaga Kesehatan ruang poli anak/MTBS, dan 3 orang tua balita. Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pneumonia dengan MTBS. Hal ini ditandai dengan masih kurangnya tenaga terlatih MTBS, seperti dokter, kurangnya pelayanan preventif dan promotif, kurangnya sarana, prasarana dan peralatan untuk penanganan pneumonia dengan MTBS Selain itu, pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas Bandar Khalipah belum dilaksanakan dengan maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan Puskesmas bisa meningkatkan pelayanan preventif dan promotif. Selain itu, diharapkan adanya peningkatan jumlah tenaga kesehatan dan tim MTBS agar proses kegiatan bisa berjalan dengan baik. Selain itu, diharapkan instruksi yang jelas dan tegas serta evaluasi yang benar oleh kepala Puskesmas Bandar Khalipah kepada tim pengelola MTBS agar penanganan MTBS dapat berjalan dengan baik


(5)

Pneumonia is an acute infection of the lung tissue (alveoli) with a cough followed by fast breathing or feeling short of breath. It often occurs to infants from 2 months to 5 years. In 2013, there were 211,511 infants in Deli Serdang and about 3,806 (18%) as the suspects of Pneumonia. This number was not appropriate from the estimated number about 21,151. IMCI (Integrated Management of Childhood Illness) is not a health program but as an integrated approach to sick infant that focuses on the health of infants from 0 to 59 months as a whole in the out-patient unit of basic health facilities. In 2013, it was found the number of this case as much 642 (31.1%) of the estimated number as 2,461 and got raise 2,734 infants in 2014.

This research applied qualitative approach. This research applied the data collecting by depth interview for 6 informants that consist of Head of Bandar Khalipah Public Health Centre, the Charge in Person of pediatric unit/IMCI. 1 of meidician in pediatric poly. IMCI and 3 parents of the child under five. The location of research was Public Health Centre of Bandar Khalipah sub-district of Percut Sei Tuan, Regency of Deli Serdang.

The result of research indicated that the implementation of pneumonia with IMCI. This is indicated that there was lack of IMCI trained staff such as doctor, and the lower of preventive and promotion service, the lack of facilities, infrastructures and instrument for treatment of pneumonia with IMCI. In addition, the supervising and monitoring by Head of Bandar Khalipah Public Health Centre had not yet maximum.

Based on the results, Public Health Center is expected to improve preventive and promotive services. It is also expected that the Head of Public Health Centre can give instructions clearly and firmly, and continued by the Responsible of IMCI to do the program well.

Keywords: Pneumonia Treatment, Infant, IMCI (Integrated Management of Childhood Illness)


(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Implementasi Program Keluarga Berencana di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2015 sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun material. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara .

2. Bapak dr. Heldy B.Z, MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Penasehat Akademis serta selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak dr. Fauzi SKM, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik

4. Ibu Siti Khadijah Nasution, SKM, M.kes, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan untuk membantu penulis memaksimalkan skripsi ini. 5. Ibu dr. Rusmalawaty, M.kes, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan

bimbingan, masukan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.

6. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya staf edukatif dan non edukatif Departemen AKK yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menjalani pendidikan di FKM USU.

7. Bapak dr. Rahmat Ginting, selaku Kepala Puskesmas Bandar Khalipah yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian dan membimbing serta arahan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.


(7)

9. Terkhusus kepada kedua orang tua tercinta, Ir. Nasrul Manaf dan Rosliana Ginting, SE serta kedua adik saya saya Hafiz Assa’ad dan Muhammad Rifadh yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis, dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Terima kasih juga penulis ucapkan untuk keluarga – keluarga saya yang sudah senantiasa menemani saya melakukan penelitian dan mendukung saya untuk menyelesaikan skripsi saya.

11.Teman teman seperjuangan AKK Berkah, Lady, Widia, Martiman, Yuni dll yang sudah senantiasa membantu dan mendukung saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Sahabat-sahabat penulis Annisa, Desi, Friska Yuni, Ikhval, Meutia, Putri, dan Wini yang sudah mendukung, membantu dan mendoakan saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

13.Teman-teman angkatan tahun 2011 di FKM USU dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua

Medan, Agustus 2015 Penulis,


(8)

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ivan Mirza

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 02 Februari 1993

Suku Bangsa : Aceh

Agama : Islam

Nama Ayah : Ir. Nasrul Manaf

Suku Bangsa Ayah : Aceh

Nama Ibu : Rosliana Ginting, SE

Suku Bangsa Ibu : Batak Karo

Pendidikan Formal

1. SD/ Tamatan tahun : SD Pertiwi Kota Medan/2005 2. SLTP/ Tamatan tahun : SMP Negeri 7 Medan/2008 3. SLTA/Tamatan tahun : SMA Negeri 3 Medan/2011 4. Lama studi di FKM USU : 2011-2015


(9)

HALAMAN PERSETUJUAN...

ABSTRAK……….

ABSTRACT………...

KATA PENGANTAR... DAFTAR RIWAYAT HIDUP………... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR….... DAFTAR ISTILAH...

DAFTAR LAMPIRAN……….

i ii iii iv vi vii viii ix xii xiii BAB I PENDAHULUAN ... 1.1Latar Belakang ... 1.2Perumusan Masalah ... 1.3Tujuan Penelitian ... 1.4Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat... 2.1.1 Visi dan Misi Puskesmas…... 2.2 Pengertian ISPA dan Pneumonia... 2.2.1 Pengertian ISPA…………... 2.2.2 Pengertian Pneumonia... 2.2.3 Penyebab Pneumonia………... 2.2.4 Klasifikasi Pneumonia………... 2.2.5 Gejala dan Tanda Pneumonia…... 2.2.6 Faktor Resiko Pneumonia Balita………... 2.2.7 Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia... 2.2.8 Pencegahan Pneumonia……... 2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)... 2.3.1 Sejarah MTBS di Indonesia……... 2.3.2 Sasaran………... 2.3.3 Tujuan... 2.3.4 Manfaat MTBS…... 2.3.5 Materi MTBS………... 2.3.6 Strategi Menuju MTBS... 2.3.7 Komponen MTBS... 2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas... 2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas...

1 1 7 8 8 9 9 9 11 11 12 13 16 17 17 25 26 27 28 28 28 29 30 31 33 34 34


(10)

ix

2.4.1.1 Diseminasi Informasi MTBS Kepada Seluruh Tenaga Puskesmas.... 2.4.1.2 Rencana Persiapan Logistik... 2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas... 2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan... 2.4.3.1 Pencatatan Hasil Pelayanan………... 2.4.3.2 Pelaporan Hasil Pelayanan... 2.5 Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS…... 2.5.1 Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit... 2.6 Fokus Penelitian………... BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1 Jenis Penelitian ... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.2.1 Lokasi ... 3.2.2 Waktu Penelitian ... 3.3 Informan Penelitian. ... 3.4 Metode Pengumpulan Data ... 3.4.1 Data Primer... 3.4.2 Data Sekunder... 3.5 Teknik Analisa Data ... 3.6 Metode Analisa Data………. BAB IV HASIL PENELITIAN ... 4.1 Gambaran Umum Puskesmas Bandar Khalipah ... 4.2 Karakteristik Informan…... 4.3 Alur Penanganan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Bandar

Khalipah……… 4.4 Analisis Komponen Input... 4.4.1 Tenaga Kesehatan………... 4.4.2 Dana………... 4.4.3 Sarana, Prasarana dan Peralatan... 4.5 Komponen MTBS……... 4.5.1 Pernyataan Tentang Pelaksanaan MTBS... 4.5.2 Pernyataan Tentang Program MTBS di Puskesmas... 4.5.3 Pernyataan Proses Penanganan Pneumonia dengan MTBS... 4.5.4 Pernyataan Mengenai Monitoring dan Evaluasi dalam Proses

Penanganan Penyakit dengan MTBS... 4.5.5 Pernyataan tentang Tantangan Internal & Eksternal yang ditemui di Lapangan……….. 4.5.6 Pernyataan Informan tentang Beban Kerja dan Efisiensi Kinerja

Tenaga Kesehatan dalam Proses Penanganan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Bandar Khalipah……… 4.5.7 Pernyataan Informan tentang dijalankan MTBS dengan Pengaruh

Kunjungan dan Angka Kematian di Puskesmas Bandar Khalipah…... 4.5 Lampiran Observasi Penanganan Pneumonia dengan MTBS di

33 35 38 39 40 40 41 41 43 45 45 45 45 46 46 46 46 47 47 47 50 51 51 52 52 53 53 54 55 56 57 58 59 60 63 63 63


(11)

BAB V PEMBAHASAN ……….…. 5.1 Masukan (Input)... 5.1.1 Tenaga Kesehatan... 5.1.2 Dana... 5.1.3 Sarana, Prasarana dan Peralatan... 5.2 Proses (Process)... 5.2.1 Proses Penanganan Pneumonia dengan MTBS... 5.2.2 Monitoring dan Evaluasi…... 5.3 Keluaran (Output)... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………...…… 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ...

66 68 68 70 71 73 73 74

DAFTAR PUSTAKA ………..………..…………... LAMPIRAN


(12)

xi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Tabel 2.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14

Data tiga besar puskesmas jumlah penderita pneumonia tertinggiTahun 2013... Gejala dan Klasifikasi Pneumonia pada Anak umur 2 bulan – 5 Tahun………... Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah Tahun 2013………... Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Bandar Khalipah Tahun 2013…………... Karakteristik Informan... Pernyataan informan mengenai tenaga kesehatan... Matriks Pernyataan informan tentang Pendanaan Penanganan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Bandar Khalipah... Matriks Pernyataan informan tentang sarana, prasarana dan peralatan dalam pelaksanaan MTBS di Puskesmas Bandar Khalipah... ... Matriks Pernyataan informan mengenai proses persiapan MTBS di Puskesmas... Matriks Pernyataan informan mengenai Program MTBS di Puskesmas………... Matriks Pernyataan informan mengenai Proses Penanganan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Bandar Khalipah…... Matriks Pernyataan informan mengenai Monitoring dan Evaluasi dalam proses penanganan penyakit dengan MTBS di Puskesmas Bandar Khalipah... Matriks Pernyataan Informan tentang tantangan Internal maupun Eksternal yang ditemui di Lapangan…………... Matriks Pernyataan informan tentang beban kerja dan efiensi kinerja tenaga kesehatan dalam proses penanganan pneumonia

dengan MTBS di Puskesmas Bandar

Khalipah…………... Matriks Pernyataan informan tentang dijalankan MTBS dengan Pengaruh Kunjungan dan Angka Kematian di Puskesmas Bandar Khalipah ... Lampiran Hasil Observasi Penanganan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Bandar Khalipah...

6 42 47 48 48 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 60


(13)

No Judul Halaman Gambar 2.1 Alur Pelayanan Penanganan Penyakit dengan MTBS yang

Halaman diberikan oleh Tenaga Kesehatan ... 36 Gambar 2.2 Fokus Penelitian ... 43 Gambar 4.1 Alur Penanganan Pneumonia dengan MTBS yang diterima


(14)

xiii

DAFTAR ISTILAH

Singkatan : Singkatan dari

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ASI : Air Susu Ibu

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah BOK : Bantuan Operasional Kesehatan DOEN : Daftar Obat Esensial

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah IDAI : Ikatan Ahli Dokter Indonesia ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

KNI : Kartu Nasehat Ibu

MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit P2M : Pemberantasan Penyakit Menular PMT : Pemberian Makanan Tambahan Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu

UNICEF :United Nations International Children’s Emergency Fund WHO : World Health Organization


(15)

Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3.

Lampiran 4.

Pedoman Wawancara

Surat Izin Penelitian dari FKM USU

Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang

Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Bandar Khalipah


(16)

iii ABSTRAK

Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) dengan gejala batuk yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit ini sering terjadi pada balita umur 2 bulan – 5 tahu. Tahun 2013 jumlah balita di Kabupaten Deli Serdang adalah 211.511 balita. Penderita pneumonia yang ditemui dan ditangani ada sebanyak 3.806 balita (18,0%) angka ini sangat jauh dari jumlah perkiraan penderita pneumonia di Kabupaten Deli Serdang tahun 2013 yaitu 21.151 balita. MTBS merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar. MTBS bukan merupakan program kesehatan akan tetapi suatu pendekatan/cara menangani balita sakit. Pada tahun 2013 angka cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita yang ditemukan dan ditangani adalah sebanyak 642 balita (31,1%) dari perkiraan jumlah penderita 2.461 balita. Dan dari data tahun 2014 menunjukan adanya peningkatan jumlah penderita pneumonia sebanyak 2.734 balita.

Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam oleh 6 informan yang terdiri dari Kepala Puskesmas Bandar Khalipah, Penanggung Jawab ruang poli anak/MTBS, 1 orang Tenaga Kesehatan ruang poli anak/MTBS, dan 3 orang tua balita. Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pneumonia dengan MTBS. Hal ini ditandai dengan masih kurangnya tenaga terlatih MTBS, seperti dokter, kurangnya pelayanan preventif dan promotif, kurangnya sarana, prasarana dan peralatan untuk penanganan pneumonia dengan MTBS Selain itu, pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas Bandar Khalipah belum dilaksanakan dengan maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan Puskesmas bisa meningkatkan pelayanan preventif dan promotif. Selain itu, diharapkan adanya peningkatan jumlah tenaga kesehatan dan tim MTBS agar proses kegiatan bisa berjalan dengan baik. Selain itu, diharapkan instruksi yang jelas dan tegas serta evaluasi yang benar oleh kepala Puskesmas Bandar Khalipah kepada tim pengelola MTBS agar penanganan MTBS dapat berjalan dengan baik


(17)

Pneumonia is an acute infection of the lung tissue (alveoli) with a cough followed by fast breathing or feeling short of breath. It often occurs to infants from 2 months to 5 years. In 2013, there were 211,511 infants in Deli Serdang and about 3,806 (18%) as the suspects of Pneumonia. This number was not appropriate from the estimated number about 21,151. IMCI (Integrated Management of Childhood Illness) is not a health program but as an integrated approach to sick infant that focuses on the health of infants from 0 to 59 months as a whole in the out-patient unit of basic health facilities. In 2013, it was found the number of this case as much 642 (31.1%) of the estimated number as 2,461 and got raise 2,734 infants in 2014.

This research applied qualitative approach. This research applied the data collecting by depth interview for 6 informants that consist of Head of Bandar Khalipah Public Health Centre, the Charge in Person of pediatric unit/IMCI. 1 of meidician in pediatric poly. IMCI and 3 parents of the child under five. The location of research was Public Health Centre of Bandar Khalipah sub-district of Percut Sei Tuan, Regency of Deli Serdang.

The result of research indicated that the implementation of pneumonia with IMCI. This is indicated that there was lack of IMCI trained staff such as doctor, and the lower of preventive and promotion service, the lack of facilities, infrastructures and instrument for treatment of pneumonia with IMCI. In addition, the supervising and monitoring by Head of Bandar Khalipah Public Health Centre had not yet maximum.

Based on the results, Public Health Center is expected to improve preventive and promotive services. It is also expected that the Head of Public Health Centre can give instructions clearly and firmly, and continued by the Responsible of IMCI to do the program well.

Keywords: Pneumonia Treatment, Infant, IMCI (Integrated Management of Childhood Illness)


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), termasuk pneumonia dan influenza, masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut laporan dari International Vaccine Access Centre At The Johns Hopkins University Bloomberg School Of Public Health pada bulan November 2010, penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 1 di India, nomor 2 di Nigeria dan di Indonesia pada urutan ke 8.

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli), dengan gejala batuk yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak yang lebih tua selalu disertai batuk dan nafas cepat dan tarikan dinding dada ke dalam. Namun pada bayi seringkali tidak disertai batuk (Sulaeman,2011)

Pneumonia pada balita paling sering disebabkan oleh virus pernafasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada bayi anak – anak penyebab yang paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Adenovirus, virus parainfluenza, virus influenza., sedangkan pada anak umur sekolah paling sering disebabkan bakteri Mycoplasma pneumoniae. Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering adalah Streptococcus pneumonia (pneumokokus), Hempophilus influenza tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus (saurerus).


(19)

Menurut World Health Organization (WHO) pneumonia/ISPA telah banyak membunuh anak yang berumur di bawah 5 tahun di semua wilayah yang ada di dunia. Diperkirakan 9 juta anak mati pada tahun 2007, sekitar 20% atau 1,8 juta dikarenakan penyakit pneumonia. Meskipun penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang besar di kehidupan manusia akan tetapi sumber daya global yang didedikasikan untuk mengatasi masalah ini sedikit. Kematian akibat Infeksi Saluran pernapasan akut pada anak sangat terkait dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan akses yang memadai untuk ke perawatan kesehatan. Di Indonesia sendiri penyakit ISPA menduduki peringkat pertama pada pola penyakit pasien rawat di RS tahun 2005. Angka kesakitan penduduk tersebut diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari dinkes kabupaten/kota yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan sarana kesehatan bahwa 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan dirumah sakit. Selanjutnya penyakit yang terdata di pelayanan kesehatan di Yogyakarta selama adanya debu vulkanik adalah ISPA dengan jumlah hampir 120 pasien yang menderita penyakit ISPA.

Berdasarkan data Dinkes Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 yang mengutip hasil penelitian Haniffa (2014). Pneumonia adalah Infeksi atau peradangan pada salah satu atau kedua paru-paru yang terjadi pada kantung udara alveoli yang menyebabkan demam, batuk, nyeri dada dan sesak nafas/nafas cepat. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia masih menjadi masalah kesehatan yang mencolok. Ini disebabkan karena munculnya organisme nosokomial ( yang didapat di rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik, ditemukannya organisme-organisme yang baru


(20)

3

(seperti legionella), bertambahnya jumlah penjamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab pneumonia. Bayi dan balita lebih rentan terhadap pneumonia karena respon imunitas masih belum berkembang dengan baik (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006)

Cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Sumatera Utara masih rendah. Pada tahun 2012, dari 148.431 perkiraan balita yang menderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani hanya 17.443 balita atau 11,74%; angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2011 yaitu 22.442 balita atau 15,56%. Dari 33 kabupaten/kota, terdapat 3 kabupaten/kota yang melaporkan 0 (nol) kasus yaitu Kabupaten Nias Utara, Batubara dan Kota Binjai. Kabupaten dengan jumlah kasus ditemukan dan ditangani terbanyak adalah Kabupaten Simalungun yaitu 32,44%, disusul dengan Kota Medan sebesar 25,50% dan Kabupaten Deli Serdang sebesar 21,53% (Profil Kesehatan Provinsi Sumut, 2012)

Tahun 2013 jumlah balita di Kabupaten Deli Serdang adalah sebanyak 211.511 balita. Penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani ada sebanyak 3.806 balita (18,0%). Angka ini sangat jauh dari jumlah perkiraan penderita pneumonia di Kabupaten Deli Serdang tahun 2013 yaitu 21.151 balita. (Dinkes Kabupaten Deli Serdang, 2013)

Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan strata pertama telah melakukan berbagai upaya dalam pengobatan pneumonia, yaitu dengan pengobatan pneumonia secara terpisah ataupun dengan menggabungkan manajemen


(21)

perawatan beberapa penyakit pada balita yang disebut manajemen terpadu balita sakit (MTBS). MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh di unit rawat jalan fasilitas pelayanan kesehatan dasar. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menangani balita sakit. MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI, WHO, United Nations Internasional Children’s Emergency Fund (Unicef) dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita di negara-negara berkembang (Depkes RI, 2008).

Bank Dunia tahun 1993 menjabarkan bahwa MTBS adalah intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh pneumonia, diare, campak, malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut (Depkes RI, 2008). Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan MTBS sejak tahun 1997. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date buku bagan MTBS dilakukan secara berkala (Dirjen Bina Kesehatan Anak, 2013).

Namun dalam pelaksanaan MTBS yang standar masih rentan mengalami kendala di lapangan, salah satu faktor penyebab yaitu masih kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman tenaga di puskesmas dalam menangani bayi atau anak balita yang sakit secara optimal. MTBS memerlukan waktu dalam memberikan pelayanan yang lengkap dan berkesinambungan, juga


(22)

5

membuat pencatatan serta pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten (Nurhayati, 2010). Adapun manajemen kasus balita sakit dengan MTBS yaitu, penilaian dan klasifikasi anak sakit, menentukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling ibu, dan tindak lanjut (Depkes, 2008).

MTBS bukan merupakan program kesehatan, akan tetapi suatu standar pelayanan dan tata laksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditunjukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS apabila memenuhi kriteria melaksanakan/melakukan pendekatan MTBS minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut.

Sedangkan penelitian yang mengevaluasi pelayanan MTBS terhadap kesembuhan pneumonia pada balita di Provinsi Jambi dilakukan oleh Nurhayati, dkk (2010), hasil penelitian menunjukan bahwa pelayanan MTBS yang standar memberikan peningkatan peluang keberhasilan yang lebih tinggi dalam kesembuhan pneumonia pada anak balita dibandingkan dengan pelayanan MTBS yang tidak standar, selain itu pendidikan dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke pelayanan kesehatan juga mempengaruhi keberhasilan pneumonia pada balita.

Berdasarkan hasil survei awal di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, terdapat beberapa puskesmas di Kabupaten Deli Serdang yang petugasnya telah mendapat pelatihan MTBS dan menerapkan MTBS dalam pelaksanaan balita sakit, diantaranya adalah Puskesmas Bandar Khalipah.


(23)

Tabel 1.1 Data 3 besar puskesmas jumlah penderita pneumonia tertinggi

No. PUSKESMAS DAERAH PUSKESMAS JUMLAH PENDERITA PNEUMONIA

1 Bandar Khalipah Percut Sei Tuan 2063 balita

2 Mulyorejo Sunggal 1487 balita

3 Tanjung Morawa Tanjung Morawa 1355 balita

Puskesmas Bandar Khalipah merupakan puskesmas yang berada di Kecamatan Percut Sei Tuan dan merupakan salah satu puskesmas yang memulai program MTBS di Sumatera Utara pada tahun 2004. Jumlah wilayah kerja puskesmas Bandar Khalipah sebanyak 7 wilayah kerja. Adapun cakupan imunisasi di puskesmas Bandar Khalipah pada tahun 2013 sebesar 98% dan pada tahun 2014 sebesar 95%. Pada tahun 2013 angka cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita yang ditemukan dan ditangani adalah sebanyak 642 balita dari perkiraan jumlah penderita 2.461 balita dan dengan jumlah balita di wilayah kerja puskesmas yaitu 20.633 balita. Jumlah kunjungan balita di Puskesmas Bandar Khalipah pada tahun 2013 adalah sebanyak 2.461 balita dan balita yang ditangani dengan MTBS sebanyak 642 balita (31,1%) sedangkan data pada tahun 2014 menunjukan adanya peningkatan jumlah penderita pneumonia sebanyak 2.734 yang artinya peningkatan jumlah penderita pneumonia meningkat sebanyak 273 penderita. Berdasarkan wawancara singkat peneliti dengan petugas bagian MTBS bahwa masih banyak ibu balita yang tidak mengikuti prosedur pengobatan pneumonia dengan yang telah diterapkan oleh program MTBS.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui implementasi pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu


(24)

7

Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi penanganan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi penanganan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan dan tambahan bagi penelitian lebih lanjut tentang faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita utamanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Sebagai masukan dan tambahan literatur tentang penanganan dan pencegahan kasus Pneumonia dan masukan dalam evaluasi program serta sebagai bahan pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan kebijakan dan perbaikan bagi pihak Puskesmas Bandar Khalipah tentang bagaiman implementasi


(25)

pneumonia pada balita dengan menggunakan MTBS dalam terwujudnya penurunan balita yang menderita pneumonia.

3. Sebagai bahan informasi atau masukan mengenai faktor –faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia, sehingga diharapkan ada tindakan pencegahan guna menurunkan angka kesakitan.


(26)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2008) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja.

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh dan meliputi pelayanan kreatif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditunjukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Husni dkk, 2012).

2.1.1 Visi dan Misi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang


(27)

bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama, yakni :

1. Lingkungan Sehat 2. Perilaku Sehat

3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, serta 4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan

Misi tersebut adalah :

1.) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya

Puskesmas akan selalu menggerakan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negative terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2.) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya

Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.

3.) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan

Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan


(28)

11

pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dan sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat

4.) Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatkan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan

2.2 Pengertian ISPA dan Pneumonia 2.2.1 Pengertian ISPA

Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yang masing – masing mempunyai arti sebagai berikut :

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit.

2. Saluran pernafasan adalah organ tubuh mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura, sehingga secara anatomis ISPA mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (ternasuk jaringan paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.

3. Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. 14 hari diambil sebagai infeksi akut


(29)

Dengan demikian yang dimaksud dengan ISPA adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pernafasan bagian atas, yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Sjenileida, 2002)

2.2.2 Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak yang lebih tua selalu disertai batuk dan nafas cepat dan tarikan dinding dada ke dalam. dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Namun pada bayi seringkali tidak disertai batuk (Profil Puskesmas Bandar Khalipah, 2013).

2.2.3 Penyebab Pneumonia

1. Pneumonia Karena Infeksi Bakteri

Bakteri pada umumnya muncul antara lain : a. Pneumonia karena infeksi Streptococus pneumonia

Streptococus adalah penyebab pneumonia bakteri yang paling sering, terutama pada anak kecil. Streptococus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia yang sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, malnutrisi, bakteri akan segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Misnadiarly, 2008).

Penyakit ini ditandai dengan gejala akut seperti demam, nyeri pada bagian dada dan pernapasan cepat yang sering disertai suara mendengkur. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan konsolidasi segmen atau lobus dan dikonfirmasi dengan rontgen (Hull dan Johston, 2008).


(30)

13

i. Kongesti (4-12 jam pertama) : eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari pembuluh darah yang bocor.

ii. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.

iii. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.

iv. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali kepada struktur semula (Husni dkk, 2012).

b. Pneumonia karena infeksi Haemophilus Influenza tipe B

Di seluruh dunia dilaporkan bahwa infeksi ini merupakan penyebab kedua tersering pada pneumonia bakteri. Rontgen toraks biasanya memperlihatkan pola bronkopneumonia yang menyebar dan tidak memperlihatkan bayangan pada lobus. Umunya berespon terhadap pengobatan amoksilin oral (Hull dan Johnston, 2008). c. Pneumonia karena Infeksi Stafilokokus aurerus

Stafilokokus aurrus merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang pasien rawat inap yang lemah, dan cenderung menyebabkan bronkopneumoni. Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam yang tinggi dan septicemia, disertai konsolidasi segmen atau lobus yang mungkin akan mengakibatkan komplikasi empisema atau pneumutoraks yang memerlukan drainase (Hull dan Johnston, 2008). d. Pneumonia karena infeksi Klebsiella sp

Ciri khas dari pneumonia jenis ini adalah sputum kental yang disebut ‘Red Currant Jelly’. Kebanyakan pasien klebsiella adalah laki-laki usia pertengahan atau


(31)

tua yang menjadi peminum alcohol kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

e. Pneumonia karena Infeksi Pseudomonas sp

Pneumonia jenis ini paling sering ditemukan pada pasien yang sakit berat yang dirawat dirumah sakit, atau yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh (misal, pasien dengan leukimia atau transplantasi ginjal yang mendapat obat imunosupresif dosis tinggi. Infeksi Pseudomonas sering kali diakibatkan kontaminasi peralatan ventilasi (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

2. Pneumonia karena Infeksi Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak virus yang berhasil diidentifikasi. Sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun apabila infeksi terjadi bersamaan dengan influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

3. Pneumonia karena Infeksi Mikoplasma

Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan dan sering disebut pneumonia yang tidak tipikal (Atypical Pneumonia). Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas . angka tersebar luas. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).


(32)

15

Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carini Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi tahap awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS (Misnadiarly, 2008). Pneumonia Carini belakangan ini menjadi infeksi berat yang fatal bagi penderita AIDS akibat kelemahan sistem kekebalan tubuh mereka. PCP merupakan infeksi oportunistik dan dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas seperti pasien yang mendapat terapi imunisupresif untuk pengobatan kanker atau transplantasi organ (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

Pneumonia lain yang lebih jarang adalah disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu, maupun jamur. Ricketsia juga masuk golongan antara virus dan bakteri yang menyebabkan demam Rocky Mountai, demam Q, Tipus dan Psittacocis (Misnadiarly, 2008).

2.2.4 Klasifikasi Pneumonia

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) berdasarkan agen penyebab dikategorikan sebagai :

a. Pneumonia Bakterialis

Pneumonia yang disebabkan oleh, Pneumonia Streptokokus; Pneumonia Stafilokokus; Pneumonia Klebsiella; Pneumonia Pseudomonas; Haemophilus Influenza.

b. Pneumonia Atipikal

Pneumonia atipikal beragam gejalanya, tergantung kepada agen penyebab, Penyakit Legionnaires ; Pneumonia Mikoplasma; Pneumonia Virus; Pneumonia Pneumosistis Carinii (PPC); Pneumonia Fungi; Pneumonia Klamidia; Tuberkulosis.


(33)

2.2.5 Gejala dan Tanda Pneumonia a. Gejala

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat bewarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

b. Tanda

Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; suara napas lemah ; Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo menunjukan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekauan dan nyeri otot; Sesak napas; Menggigil; Berkeringat; Lelah; Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah 2.2.6 Faktor Resiko Pneumonia Balita

Beberapa faktor resiko yang meningkatkan insidens pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, BBLR, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, membedong anak ( menyelimuti berlebihan) dan defisiensi vitamin A.

Sedangkan faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, tingkat sosio ekonomi rendah, gizi kurang, BBLR, tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan


(34)

17

yang rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai dan menderita penyakit kronis.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia dibagi menjadi 4 (empat) faktor, yaitu : faktor anak, faktor ibu, faktor sosio ekonomis, faktor lingkungan.

a. Faktor Anak 1. Umur

Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30% lebih besar dari kelompok anak berumur antara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1 tahun mendapatkan resiko pneumonia, disebabkan imunitas yang belum sempurna dan lubang saluran pernapasan yang relatif masih sempit.

Menurut hasil penelitian oleh Sulaeman dan Endang Sutisna (2011), menyatakan bahwa usia anak berhubungan dengan kejadian pneumonia balita. Anak yang berusia lebih muda, beresiko untuk menderita pneumonia 2,48 kali lebih besar dengan anak yang berusia lebih tua.

2. Status Gizi

Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan 3 hal, yaitu antara berat badan terhadap umur, tinggi/panjang badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggi/panjang badan dengan rujukan standar yang telah ditetapkan. WHO merekomendasikan baku WHO –NCHS (National Center of Health Statistic, USA) sebagai referensi penentuan status gizi balita.


(35)

Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan dan kesejahteraan anak. Problem status gizi berupa malnutrisi. Balita dengan keadaan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat”, bahkan serangannya lebih lama.

Beberapa penelitian prospektif yang pernah dilakukan yang membahas insidens dan keganasan ISPA pada anak-anak bergizi buruk dinegara berkembang secara konsisten menunjukan bahwa anak-anak bergizi buruk di negara berkembang secara konsisten bahwa anak-anak kelompok gizi buruk mengalami peningkatan resiko untuk terjadinya penyakit ISPA.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulaeman dan Endang Sutisna (2011), menyatakan bahwa balita yang status gizinya kurang mempunyai resiko untuk menderita pneumonia 3,19 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang status gizinya baik.

3. Jenis Kelamin

Dari penelitian di Indramayu yang dilakukan selama 1,5 tahun didapatkan kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak menyerang balita berjenis kelamin laki-laki (52,9%) dibandingkan perempuan.

4. Status Imunisasi

Imunisasi bertujuan memberikan kekebalan kepada anak terhadap penyakit dan menurunkan angka kematian dan kesakitan yang disebabkan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Seperti diketahui 43,1% - 76,6% kematian


(36)

19

ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti Difteri, Pertusis dan Campak. Bila anak sudah dilengkapi dengan imunisasi DPT dan Campak, dapat diharapkan perkembangan penyakit ISPA tidak akan menjadi berat.

Berdasarkan penelitian di Dian Rahayu pada tahun 2007, menunjukan hubungan antara status imunisasi campak dan timbulnya kematian akibat pneumonia, antara lain anak-anak yang belum pernah menderita campak dan belum mendapatkan imunisasi campak mempunyai resiko meninggal yang lebih besar.

Selain itu, dari hasil pengamatan selama 58 tahun periode penelitian di Amerika Serikat terhadap kematian karena pneumonia balita yang diamati sejak tahun 1939 sampai 1996 menunjukan vaksinasi campak berperan dalam menurunkan kematian akibat pneumonia.

5. Berat Badan Lahir

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Hal ini terutama terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran, sebagai akibat dari pembentukan zat anti kekebalan yang kurang sempurna sehingga leih mudah terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya (WHO, 2011).

6. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif

Air susu ibu diketahui memiliki zat yang unik bersifat anti infeksi. ASI juga memberikan proteksi pasif bagi tubuh balita untuk menghadapi pathogen yang masuk ke dalam tubuh. Jenis proteksi pasif berupa anti bacterial dan anti viral yang dapat menghambat kolonisasi oleh spesies gram negative. Pemberian ASI eksklusif terutama pada bulan pertama kehidupan bayi dapat mengurangi insiden dan


(37)

keparahan penyakit infeksi.Penelitian Dian Rahayu (2007) menunjukan bahwa ASI menlindungi bayi terhadap berbagai penyakit infeksi dan infeksi usus.

7. Riwayat terserang campak

Bayi dan anak balita yang pernah terserang campak dan sembuh akan mendapat kekebalan alami terhadap terjadinya pneumonia sebagai komplikasi campak.

8. Pemberian vitamin A

Menurut Dian Rahayu (2007) dikatakan bahwa ada hubungan antara pemberian vitamin A dengan resiko terjadinya ISPA. Penelitian ini mengungkapkan bahwa anak dengan Xerophtalamin ringan memiliki resiko dua kali menderita ISPA, terutama anak-anak yang berusia kurang dari 3 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Herman (2002), dinyatakan bahwa balita yang tidak pernah mendapatkan vitamin A dosis tinggi lengkap mempunyai faktor resiko untuk menderita pneumonia 4 kali dibandingkan dengan balita yang mendapatkan vitamin A dosis tinggi lengkap. b. Faktor Ibu

1. Pendidikan Ibu

Pendidikan adalah suatu proses yang unsure - unsurnya terdiri dari masukan yaitu sasaran pendidikan dan keluaran yaitu suatu bentuk perilaku atau kemauan baru. Pendidikan baik formal maupun non formal mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan dan bekerja. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu, semakin mudah pula ia menerima pesan-pesan kesehatan dan semakin tinggi pula tingkat pemahamannya terhadap pencegahan dan implementasi penyakit pada bayi dan anak balitanya.


(38)

21

Berdasarkan hasil penelitian oleh Husni dkk (2012), balita yang lahir dari ibu yang berpendidikan rendah mempunyai resiko 2,037 kali lebih besar untuk menderita pneumonia bila dibandingkan dengan balita yang lahir dari ibu berpendidikan tinggi. 2. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu tentang pneumonia dapat diperoleh baik dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengetahuan yang mencakup cara mengenal pneumonia dan pengelolaan pneumonia akan berpengaruh menurunkan angka kematian dan angka kesakitan akibat penyakit pneumonia.

c. Faktor Lingkungan

1. Pencemaran Udara di Dalam Rumah

Udara yang bersih merupakan komponen yang utama didalam rumah yang sangat diperlukan manusia untuk hidup sehat. Sirkulasi udara yang bersih berkaitan dengan ventilasi. Kebanyakan rumah di perkotaan tidak mempunyai jendela dan lubang angin karena kepadatan bangunan sehingga tidak ada sinar matahari yang masuk, sehingga udara terasa pengap. Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dan untuk pernapasan dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga memudahkan timbulnya penyakit ISPA. Hal seperti ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang baik dan dapur terletak di dalam rumah atau bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain. Resiko pada bayi dan balita lebih tinggi karena bayi dan anak balita lebih lama berada dalam rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih meningkat


(39)

2. Kepadatan Hunian

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah. Tempat tinggal yang sempit, penghuni yang banyak, kurang ventilasi, kurang pengertian akan perilaku hidup bersih dan sehat dapat mempermudah terjadinya penularan ISPA/ pneumonia. Ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dan kematian karena bronchopneumonia pada bayi

3. Jarak ke Fasilitas Kesehatan

Bayi atau anak balita yang bertempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan bisa terserang ISPA lebih cenderung menderita pneumonia atau pneumonia berat karena terlambat mendapat pertolongan.

Hasil penelitian oleh Hatta (2001) menyatakan jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia balita. Dengan OR=0,436 dikatakan bahwa balita yang dekat dengan sarana kesehatan mempunyai efek perlindungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang lebih jauh dari sarana kesehatan.

4. Wilayah tempat tinggal

Orang yang tinggal di perkotaan lebih mudah untuk ke fasilitas pelayanan kesehatan disbanding dengan orang yang tinggal di pedesaan.

d. Faktor Sosial Ekonomi

Tingkat Pengeluaran Per Kapita Keluarga

Keluarga dengan tingkat pengeluaran yang tinggi diperkirakan mempunyai pendapatan yang tinggi, sehingga berpeluang lebih besar untuk mencukupi makanan untuk bayi dan balitanya dengan gizi yang lebih baik agar terhindar dari ISPA/


(40)

23

pneumonia. Di samping itu, tingkat pendapatan yang tinggi juga akan memberikan peluang yang besar untuk mempunyai rumah yang lebih memenuhi syarat rumah sehat sehingga terhindar dari serangan ISPA. Menurut hasil penelitian Juliastuti (2000), menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi dengan kejadian pneumonia balita. Balita dari keluarga dengan status ekonomi kurang, mempunyai resiko 3,15 kali terserang pneumonia dibandingkan dengan balita dari keluarga dengan status ekonomi tinggi/baik.

2.2.7 Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia a. Pneumonia Ringan

Diagnosa

Disamping batuk atau sukar bernapas, Cuma terdapat napas cepat. Napas cepat yang ada pada anak umur 2 bulan –11 bulan yaitu ≥ 50 kali/menit. Sedangkan pada anak umur 1 – 5 tahun adalah ≥ 40 kali/menit.

Tatalaksana

i. Anak di rawat jalan

ii. Pemberian antibiotik: kontrimoksasol (4mg TMP/kg BB/kali) dalam 2 kali sehari selama 3 hari atau amoksilin (25 mg/kg BB/kali) dalam 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.

b. Pneumonia Berat Diagnosa

Batuk atau kesulitan dalam bernapas ditambah salah satu yang ada dalam hal berikut ini : Kepala terangguk-angguk, Pernapasan cuping hidung, tarikan dinding


(41)

dada bagian bawah ke dalam, Foto dada menunjukan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll).

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

i. Napas cepat : a. Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit b. Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit c. Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 kali/menit d. Anak umur ≥ 5tahun : ≥ 30 kali/menit ii. Suara merintih (grunting) pada bayi muda.

iii. Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara pernapasan bronkial.

Bila keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusui, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat.

Tatalaksana

i. Anak dirawat di rumah sakit.

ii. Terapi antibiotik, seperti amoksilin/ampisilin, kloramfenikol.

iii. Terapi oksigen seperti, pulse oximetry, nasal prongs (WHO et al, 2009). 2.2.8 Pencegahan Pneumonia

I. Hindarkan bayi/balita dari paparan asap rokok, polusi udara, serta tempat keramaian yang berpotensi menghasilkan penularan dan polusi tidak baik. II. Hindarkan bayi/balita dengan pasien yang terkena ISPA.


(42)

25

IV. Segera berobat jika anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot di antara rusuk (retraksi).

V. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk.

VI. Imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemphilus influenza, vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD=Invasive pneumococcal disease) dan vaksinasi influenza pada anak dengan resiko tinggi, terutama usia 6-23 bulan (Misnadiarly, 2008)

2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau dalam bahasa inggris yaitu Integrated Management Of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tata laksana balita sakit yang dating di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi, maupun penanganan balita sakit tersebut dengan konseling yang diberikan (Depkes, 2008).

MTBS bukanlah merupakan suatu program kesehatan, tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. World Health Organization (WHO) memperkenalkan konsep pendekatan MTBS yang merupakan strategi dalam upaya pelayanan kesehatan yang ditunjukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan pada bayi dan anak balita di negara-negara berkembang (Depkes, 2011).


(43)

2.3.1 Sejarah MTBS di Indonesia

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Modul MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI, WHO, Unicef, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up to date dalam modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.

Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab, diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes, 2008).

2.3.2 Sasaran

Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran, yaitu :

a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan) b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun.

2.3.3 Tujuan

Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditunjukan untuk menurukan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas.

2.3.4 Manfaat MTBS

MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat : a. Menurunkan angka kematian balita


(44)

27

b. Memperbaiki status gizi

c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan

e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah

Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas serta menguntungkan,yaitu :

1. Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS).

2. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).

3. Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit (selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien apabila sudah dilatihan

2.3.5 Materi MTBS

Materi MTBS terdiri atas langkah : 1. Penilaian

Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh MTBS adalah :

a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar benafas b. Penilaian dan klasifikasi diare


(45)

c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD, demam untuk campak)

d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga e. Memeriksa status gizi

f. Memeriksa anemia g. Memeriksa status anemia

h. Memeriksa pemberian vitamin A

i. Menilai masalah/keluhan lain (Depkes RI, 2008). 2. Klasifkasi Penyakit

Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk

menggolongkan tingkat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis penyakit yang spesifik. Setiap Klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar, yaitu :

a. Merah : Penanganan segera atau perlu dirujuk

b. Kuning : Pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan c. Hijau : Perawatan di rumah

3. Identifikasi Tindakan

Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan. 4. Pengobatan

Bagan pengobatan berupa petunjuk cara berkomunikasi dengan baik serta efektif dengan ibu dalam memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik obat yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah.


(46)

29

Alur konseling merupakan nasehat perawatan termasuk pemberian makan dan cairan di rumah dan nasehat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk tindak lanjut.

6. Perawatan di rumah dan kapan kembali (Depkes, 2008). 2.3.6 Strategi Menuju MTBS

a. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan dalam pertumbuhan melalui revitalisasi Posyandu.

b. Peningkatan kemampuan tenaga dalam memanajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi puskesmas.

c. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul vitamin A, MP-ASI, dan makanan tambahan.

d. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup yang bersih dan sehat.

e. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/dunia usaha masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang.

f. Meningkatkan perilaku sadar gizi dengan : 1. Memantau berat badan


(47)

2. Memberi ASI eksklusif pada bayi 0 – 6 bulan 3. Menggunakan garam beryodium

4. Makan beraneka ragam

5. Memberikan suplementasi gizi sesuai anjuran g. Intervensi gizi dan kesehatan dalam MTBS

1. Memberikan pearawatan/pengobatan di Rumah Sakit dan Puskesmas pada anak balita gizi buruk disertai penyakit penyerta.

2. Pendampingan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6 – 23 bulan dan PMT pemulihan pada anak 24 – 59 bulan kepada balita gizi kurang baik yang memiliki penyakit penyerta ataupun tidak ada penyakit penyerta.

h. Advokasi dan pendampingan MTBS

1. Menyiapkan materi/strategi advokasi MTBS.

2. Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara berkala tentang pelaksanaan dan anggaran MTBS.

3. Melakukan pendampingan di semua Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota (Wibowo, 2008).

2.3.7 Komponen MTBS

Dalam rencana aksi MTBS 2009-2014 Kementrian Kesehatan RI menetapkan ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu :

1. Komponen I

Improving case management skills of first level workers through training and follow up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana


(48)

31

kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi (dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan).

2. Komponen II

Ensuring that health facility supports reqired to provide effective IMCI care are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita lebih efektif.

3. Komponen III

Household and community component, yaitu meningkatkan praktek /peran keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai “Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat” (Prasetyawati, 2012)

2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas 2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas

Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit perlu melakukan :

2.4.1.1 Diseminasi Informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas

Kegiatan diseminasi informasi MTBS seluruh tenaga puskesmas dilaksanakan dalam satu pertemuan dan dihadiri oleh perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi, tenaga obat, pengelolaa SP3, pengelola program P2M, tenaga loket dan lain-lain. Apabila dibutuhkan dapat dihadiri oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan: Konsep umum MTBS, peran dan tanggung jawab tenaga Puskesmas dalam menerapkan MTBS (Depkes, 2008).


(49)

Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di Puskesmas yang meliputi persiapan logistic, penyesuaian alur pelayanan, penerapan MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS (Depkes, 2008).

2.4.1.2 Rencana persiapan logistik

Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah : 1. Persiapan Obat dan Alat

a. Obat

Obat – obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada, kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan termasuk dalam Daftar Obat Esensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas.

Obat - obat yang diperlukan adalah : Kotrimoksazol tablet dewasa, kotrimoksazol tablet anak, sirup kotrimoksazol, sirup amoksilin, tablet amoksilin, kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet metronidazol, tablet primakuin, tablet kina, tablet artesunate, tablet amodiakuin, tablet parasetamol, tablet albendazol, tablet pirantel pamoat, tablet besi, sirup besi, suntikan ampisilin, suntikan gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan artemeter, suntikan kinin HCL, suntikan fenobarbital, suntikan diazepam, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian violet 1%, tablet nistatin, gliserin, vitamin A 200.000 IU, vitamin A 100.000IU, tablet zinc, aqua bides untuk pelarut, oralit 200 cc, cairan infus NaCl 0,9%, cairan infus ringer laktat, cairan infus dextrose 5%, alcohol, povidone iodine (Depkes RI, 2008). b. Peralatan


(50)

33

Peralatan yang dapat dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah : i. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik

ii. Tensimeter dan manset anak

iii. Infus set dengan wing needles no 23 dan 25

iv. Gelas sendok, dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok oralit) v. Semprit dan jarum suntik: 1 ml; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml

vi. Timbangan bayi vii. Kasa/kapas viii. Termometer ix. Alat penumbuk obat x. Alat penghisap lendir

xi. Pipa lambung (nasogastire tube- NGT) xii. RDT - Rapid Diagnostic Test untuk malaria

xiii. Kalau mungkin Mikroskop untuk pemeriksaan malaria 2. Persiapan formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)

Formulir rawat jalan MTBS merupakan logistik pencatatan yang belum ada di puskesmas. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI :

a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per bulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulir digunakan untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.


(51)

b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.

c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama.

3. Penyesuaian alur pelayanan

Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit, harus ada penyesuaian alur pelayanan agar memperlancar pelayanan. Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita sakit :

a. Pendaftaran

b. Pemeriksaan dan konseling

c. Pemberian tindakan yang diperlukan d. Pemberian obat

e. Rujukan bila diperlukan (Depkes RI, 2008) 2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas

Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per hari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan


(52)

35

MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung kepada apakah tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan balita, kegiatan ke posyandu, dan lain-lain (Depkes RI, 2008).

Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut :

a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita.

b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 balita per hari, memberikan pelayanan 50% kepada kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapatkan pelayanan MTBS.

c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 balita per hari, memberikan pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapatkan pelayanan MTBS (Depkes,2008).


(53)

Datang Datang

Gambar 2.1 Alur Pelayanan penanganan penyakit dengan MTBS yang diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan

2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan

Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konvensi

Petugas 1. di loket : Mengisi formulir MTBS (Identitas dan status kunjungan )

Pendaftaran +

Memberi formulir MTBS + Family folder

1. Pemeriksaan (Memeriksa dan membuat klasifikasi , identifikasi pengobatan) 2. Konseling (cara pemberian obat di

rumah , kapan kembali, pemberian makan )

3. Pemberian kode diagnose dalam SP3 4. Tindakan yang diperlukan

(pengobatan pra rujukan dan imunisasi)

Petugas 2. di ruang periksa melakukan seluruh langkah sejak

 Pengukuran suhu bada

 Penimbangan berat badan hingga konseling

Pemberian Obat Rujuk

Pulang


(54)

37

klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan.

2.4.3.1 Pencatatan Hasil Pelayanan

Pencatatan hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan sampai penggunaan obat yang tidak memerlukan catatan khusus. Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan. Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah :

a. Register kunjungan b. Register rawat jalan c. Register kohort bayi d. Register kohort balita e. Register imunisasi

f. Register malaria, demam berdarah dengue, diare, ISPA, gizi, dll g. Register Obat

2.4.3.2 Pelaporan Hasil Pelayanan Pelaporan yang digunakan adalah :

a. Laporan bulanan 1/Laporan bulanan data kesakitan (LB1) b. Laporan pemeriksaan dan lembar permintaan obat (LPLPO) c. Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M (LB3) d. Laporan Minggu Diare

e.Laporan kejadian luar biasa

Diperlukan konvensi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnose dan menggunakan penomoran kode LB1 (Depkes RI, 2008)


(55)

2.5 Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit 2.5.1 Penilaian dam Klasifikasi Anak Sakit

i. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya

Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi atau bagi anak dengan keracunan, kecelakaan atau luka bakar. Tentukan apakah kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang

ii. Memeriksa tanda bahaya umum

Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk. Tanda bahaya umum adalah:

a. Tidak bisa minum atau menyusui b. Memuntahkan semuanya

c. Kejang

d. Letargis atau tidak sadar

iii. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas

Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam.

a. Menilai batuk atau sukar bernapas

Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk: Sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, Napas cepat, Tarikan dinding dada ke dalam,


(56)

39

Stridor (Depkes, 2008).

b. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas

Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur :

1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan harus segera dirujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat

2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus, misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau pengobatan lainnya

3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah. Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau sekedar bernapas

Tabel 2.1 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan-5 Tahun

GEJALA KLASIFIKASI

Ada tanda bahaya umum atau Tarikan dinding dada ke dalam atau Stridor

PNEUMONIA BERAT atau PENYAKIT SANGAT BERAT

Napas cepat PNEUMONIA

Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat

BATUK :


(57)

2.6 Fokus Penelitian

Pada prinsinya keberhasilan implementasi pneumonia dengan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dapat di ukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut :

Gambar 2.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan gambaran diatas, dapat dirumuskan bahwa definisi focus penelitian sebagai berikut :

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam implementasi pneumonia dengan MTBS agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Tenaga Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan.

a. Tenaga adalah ahli kesehatan yang telah mendapat pelatiham dalam MTBS dan menerapkan MTBS dalam implementasi balita yang menderita pneumonia. b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk

pelaksanaan MTBS.

c. Sarana, Prasarana dan peralatan termasuk didalamnya yaitu: obat, peralatan untuk pemeriksaan, formulir MTBS, kartu nasihat ibu (KNI), dan ruangan Input :

1. Tenaga Kesehatan 2.Pendanaan

3.Sarana, Prasarana dan peralatan

Process : Implementasi penanganan

Pneumonia dengan MTBS

Output : Balita Pneumonia ditangani dengan MTBS


(58)

41

khusus untuk MTBS yang mendukung terlaksananya implementasi pneumonia dengan MTBS.

2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi : Penilaian dan klasifikasi balita sakit. 3. Keluaran (output) adalah hasil dari sesuatu implementasi pneumonia dengan

menggunakan manajemen terpadu balita sakit (MTBS), diharapakan semua balita yang menderita pneumonia dapat ditangani dengan MTBS.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang implementasi pneumonia dengan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah. Pendekatan kualitatif menurut Frey et al yang dikutip oleh Herdiansyah (2012) adalah penelitian yang bertujuan untuk menangkap dan memberi gambaran terhadap suatu fenomena, sebagai metode untuk mengeksplorasi fenomena, dan sebagai metode untuk memberikan penjelasan dari suatu fenomena yang diteliti.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten Deli Serdang, dengan pertimbangan yaitu :

1. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bandar Khalipah di Kabupaten Deli Serdang yang menerapkan MTBS dan mempunyai tenaga kesehatan yang terlatih MTBS.

2. Puskesmas Bandar Khalipah memiliki angka penemuan dan penanganan penderita pneumonia tahun 2013 sebanyak 31,1% dan pada tahun 2014 dan ada kenaikan jumlah penderita menjadi 36,7% balita dari perkiraan penderita. Jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah adalah 20.633 balita.


(60)

43

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sejak bulan 03 Agustus 2015 sampai dengan 10 Agustus 2015

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah : A. Kepala Puskesmas Bandar Khalipah

B. Penanggung jawab Ruang Poli Anak dimana MTBS dilaksanakan C. Tenaga kesehatan pengelola MTBS

D. Ibu balita yang datang ke Puskesmas yang anaknya menderita salah satu dari klasifikasi pneumonia menurut MTBS.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui :

1. Wawancara, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur yang dilengkapi dengan pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalan alur, urutan dan penggunaan kata (Herdiansyah, 2012)

2. Observasi, yaitu sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati prilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu (Cartwright dalam Herdiansyah, 2012). Observasi disini yaitu mengamati bagaimana implementasi pneumonia pada balita dengan MTBS oleh tenaga kesehatan di Puskesmas.

3.4.2 Data Sekunder`

Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Bandar Khalipah, dan referensi


(61)

buku-buku serta hasil penelitian yang berhubungan dengan implementasi pneumonia dengan MTBS.

3.5 Teknik Analisa Data

Untuk menjaga keabsahan data yang telah dikumpulkan maka peneliti melakukan dengan triangulasi metode dan triangulasi sumber.

1. Triangulasi metode dilakukan dengan membandingkan informasi hasil wawancara mendalam yang di rekam dengan hasil pengamatan melalui foto dokumentasi di lokasi penelitian dan teori yang ada.

2. Triangulasi sumber dilakukan dengan membandingkan kebenaran informasi dari informan petugas MTBS dengan ibu balita.

3.6 Metode Analisa Data

Data yang telah terkumpul dianalisis secara manual, yaitu dengan menuliskan hasil penelitian dalam bentuk table hasil wawancara mendalam, kemudian meringkas nya dalam bentuk matriks yang disusun sesuai bahasa baku jawaban informan. Ringkasan ini kemudian di uraikan kembali dalam bentuk narasi dan melakukan penyimpulan terhadap analisa yang telah didapat secara menyeluruh.


(62)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Bandar Khalipah

Puskesmas Bandar Khalipah terletak di jalan Bustaman Pasar X desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah yaitu 4.623 yang memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Selat Malaka

2. Sebelah Timur : Kecamatan Batang Kuis dan Kecamatan Pantai Labu 3. Sebelah Barat : Labuhan Deli dan Kota Medan

4. Sebelah Selatan : Kota Medan

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Tahun 2013

No. Desa Laki - Laki Perempuan Lk + Pr

1. Bandar Khalipah 20619 20101 40720

2. Bandar Klippa 18565 18140 36705

3. Bandar Setia 11153 10508 21661

4. Sambirejo Timur 13329 12910 26239

5. Laut Dendang 8036 7806 15842

6. Sei Rotan 13443 13380 26823

7. Kolam 7783 7542 15325

90.387 183.315


(63)

Tabel 4.2 Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Bandar Khalipah Tahun 2013

No Tenaga Kesehatan Jumlah

1 Dokter Umum 7

2 Dokter Gigi 3

3 Tenaga Kesehatan 86

4 Perawat dan Bidan desa 48

5 Analis Kesehatan 2

6 Tenaga Sanitasi 1

7 Tenaga Farmasi 3

8 Tenaga Gizi 2

9 Tata Usaha 4

Sumber:Profil Puskesmas Bandar Khalipah tahun 2013 4.2 Karakteristik Informan

Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Karakteristik Informan

No. Informan Jenis

Kelamin Umur (Tahun) Pendidikan Terakhir Jabatan

1. dr. Rahmat Ginting Laki-laki 37 S1 Kepala Puskesmas Bandar Khalipah 2. Raudatul Jannah Perempuan 39 S1 Tenaga Kesehatan

MTBS

3. Santi Alfrianti Perempuan 35 D3 Tenaga Kesehatan MTBS

4. Neti Perempuan 36 D3 Ibu dengan Balita

penderita pneumonia

5. Antun Perempuan 32 SMP Ibu dengan Balita

penderita pneumonia

6. Yuni Perempuan 22 SD Ibu dengan Balita

penderita pneumonia


(64)

47

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa jumlah informan dalam penelitian ini adalah 6 informan, yang terdiri dari 1 informan Kepala Puskesmas Bandar Khalipah yang berusia 37 tahun dengan pendidikan S1, 2 informan tenaga kesehatan di ruang poli anak dengan 1 orang yang merupakan sarjana Kesehatan Masyarakat berusia 39 tahun yang merupakan penanggung jawab ruang poli anak dimana kegiatan MTBS dilaksanakan dan 1 orang perawat yang berusia 35 tahun dengan pendidikan D3 yang merupakan tenaga kesehatan yang melaksanakan dan terlatih dalam hal pengisian formulir MTBS dan 3 informan yang merupakan ibu balita yang membawa anaknya ke puskesmas dengan kasus pneumonia yang masing – masing berusia 36, 32, dan 22 tahun dengan jenjang pendidikan yang berbeda yaitu D3 Keperawatan, SMP, dan SD. Wawancara pada informan dilakukan pada tanggal 3 Agustus – 10 Agustus 2015 yang telah dilaksanakan di Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten Deli Serdang.


(1)

8. Terkait dengan penanganan MTBS , apa saja tantangan internal maupun eksternal yang ditemui di lapangan ?

9. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala (internal dan eksternal)?

10.Terkait dengan beban kerja & efisiensi kinerja, bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu mengenai beban kerja petugas MTBS?

11. Apakah dengan dijalankan MTBS di puskesmas Bapak/Ibu ada pengaruh kunjungan dengan angka kesakitan ?

12.Apa saja saran yang dapat Bapak/Ibu ajukan untuk perbaikan pelaksanaan MTBS?

C. Daftar Pertanyaan untuk Informan di Puskesmas (Penanggung Jawab

Ruang Poli Anak/MTBS dan Petugas Pelaksana MTBS) I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses persiapan penerapan MTBS di Puskesmas ?

2. Bagaimana program MTBS di puskesmas Bandar Khalipah ? A. Siapa yang melaksanakan MTBS

B. bagaimana frekuensi Latihan kader MTBS

C. Dari program MTBS penyakit apa yang dilaksanakan dengan MTBS 3. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan MTBS 4. Bagaimana dengan sarana, prasarana serta tenaga kesehatan dalam


(2)

5. Sesuai dengan jabatan Bapak/Ibu emban pada saat ini, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pelaksanaan MTBS?

6. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses penanganan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas?

7. Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi yang Bapak/Ibu lakukan dalam penanganan penyakit dengan MTBS?

8. Terkait dengan penanganan MTBS , apa saja tantangan internal maupun eksternal yang ditemui di lapangan ?

9. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala (internal dan eksternal)?

10.Terkait dengan beban kerja & efisiensi kinerja, bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu mengenai beban kerja petugas MTBS?

11. Apakah dengan dijalankann MTBS ini di puskesmas ada pengaruh kunjungan dan angka kematian ?

12.Apa saja saran yang dapat Bapak/Ibu ajukan untuk perbaikan pelaksanaan MTBS?

D. Daftar Pertanyaan untuk Ibu Balita

I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Ketika Ibu membawa balita ke Puskesmas

A. Apakah ada petugas menjelaskan tentang apa itu MTBS? B. Apa penyakit anak ibu saat ini?


(3)

3. Menurut pendapat Ibu bagaimana dengan kelengkapan sarana, prasarana serta tenaga kesehatan selama anak Ibu berobat di Puskesmas ini?

4. Sepengetahuan Ibu bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan selama anak ibu berobat disini ?

5. Menurut pendapat Ibu bagaimana pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan di puskesmas?


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016

4 35 113

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016

0 0 19

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016

1 1 9

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016

0 0 32

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016

0 3 4

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016

0 1 9

Implementasi Penanganan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 1 33

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Penanganan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 2 8

IMPLEMENTASI PENANGANAN PNEUMONIA PADA BALITA DENGAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

0 0 15