Balita Sakit MTBS di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
implementasi penanganan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi penanganan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit
MTBS di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan dan tambahan bagi penelitian lebih lanjut tentang
faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita
utamanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2.
Sebagai masukan dan tambahan literatur tentang penanganan dan pencegahan kasus Pneumonia dan masukan dalam evaluasi program serta sebagai bahan
pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan kebijakan dan perbaikan bagi pihak Puskesmas Bandar Khalipah tentang bagaiman implementasi
Universitas Sumatera Utara
pneumonia pada balita dengan menggunakan MTBS dalam terwujudnya penurunan balita yang menderita pneumonia.
3. Sebagai bahan informasi atau masukan mengenai faktor
–faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia, sehingga diharapkan ada tindakan
pencegahan guna menurunkan angka kesakitan.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas
Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut
Depkes RI 2008 puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupatenkota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan
di wilayah kerja. Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang
menyeluruh dan meliputi pelayanan kreatif pengobatan, preventif pencegahan, promotif peningkatan kesehatan dan rehabilitatif pemulihan kesehatan. Pelayanan
tersebut ditunjukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia
Husni dkk, 2012.
2.1.1 Visi dan Misi Puskesmas
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat
adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan
perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
Universitas Sumatera Utara
bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator
utama, yakni : 1. Lingkungan Sehat
2. Perilaku Sehat 3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, serta
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan Misi tersebut adalah :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya Puskesmas akan selalu menggerakan pembangunan sektor lain yang
diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negative terhadap kesehatan, setidak-
tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. 2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah
kerjanya Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dan sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi
kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatkan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan
2.2 Pengertian ISPA dan Pneumonia 2.2.1 Pengertian ISPA
Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yang masing
– masing mempunyai arti sebagai berikut : 1.
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ tubuh mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura, sehingga secara anatomis ISPA mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah ternasuk jaringan paru dan organ adneksa saluran pernafasan.
3. Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. 14 hari diambil
sebagai infeksi akut
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian yang dimaksud dengan ISPA adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pernafasan bagian atas, yang berlangsung sampai dengan 14
hari Sjenileida, 2002
2.2.2 Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru alveoli, dengan gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat.
Penyakit ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak yang lebih tua selalu disertai batuk dan nafas cepat dan tarikan dinding dada ke dalam. dan
berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Namun pada bayi seringkali tidak disertai batuk Profil Puskesmas Bandar Khalipah, 2013.
2.2.3 Penyebab Pneumonia
1. Pneumonia Karena Infeksi Bakteri Bakteri pada umumnya muncul antara lain :
a. Pneumonia karena infeksi Streptococus pneumonia Streptococus adalah penyebab pneumonia bakteri yang paling sering, terutama
pada anak kecil. Streptococus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia yang sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, malnutrisi, bakteri akan
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan Misnadiarly, 2008. Penyakit ini ditandai dengan gejala akut seperti demam, nyeri pada bagian
dada dan pernapasan cepat yang sering disertai suara mendengkur. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan konsolidasi segmen atau lobus dan dikonfirmasi dengan rontgen
Hull dan Johston, 2008. Stadium dari pneumonia karena Pneumococcus adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
i. Kongesti 4-12 jam pertama : eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari
pembuluh darah yang bocor. ii.
Hepatisasi merah 48 jam berikutnya: paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi
alveolus. iii.
Hepatisasi kelabu 3-8 hari: paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
iv. Resolusi 7-11 hari: eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali kepada struktur semula Husni dkk, 2012. b. Pneumonia karena infeksi Haemophilus Influenza tipe B
Di seluruh dunia dilaporkan bahwa infeksi ini merupakan penyebab kedua tersering pada pneumonia bakteri. Rontgen toraks biasanya memperlihatkan pola
bronkopneumonia yang menyebar dan tidak memperlihatkan bayangan pada lobus. Umunya berespon terhadap pengobatan amoksilin oral Hull dan Johnston, 2008.
c. Pneumonia karena Infeksi Stafilokokus aurerus Stafilokokus aurrus merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang
pasien rawat inap yang lemah, dan cenderung menyebabkan bronkopneumoni. Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam yang tinggi dan septicemia, disertai
konsolidasi segmen atau lobus yang mungkin akan mengakibatkan komplikasi empisema atau pneumutoraks yang memerlukan drainase Hull dan Johnston, 2008.
d. Pneumonia karena infeksi Klebsiella sp Ciri khas dari pneumonia jenis ini adalah sputu
m kental yang disebut ‘Red Currant Jelly’. Kebanyakan pasien klebsiella adalah laki-laki usia pertengahan atau
Universitas Sumatera Utara
tua yang menjadi peminum alcohol kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006.
e. Pneumonia karena Infeksi Pseudomonas sp Pneumonia jenis ini paling sering ditemukan pada pasien yang sakit berat
yang dirawat dirumah sakit, atau yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh misal, pasien dengan leukimia atau transplantasi ginjal yang mendapat obat
imunosupresif dosis tinggi. Infeksi Pseudomonas sering kali diakibatkan kontaminasi peralatan ventilasi Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006.
2. Pneumonia karena Infeksi Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat
ini makin banyak virus yang berhasil diidentifikasi. Sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun apabila infeksi terjadi
bersamaan dengan influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian Misnadiarly, 2008.
3. Pneumonia karena Infeksi Mikoplasma Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila
dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan dan sering disebut pneumonia yang tidak tipikal
Atypical Pneumonia. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas . angka tersebar luas. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada
yang tidak diobati Misnadiarly, 2008. 4. Pneumonia Jenis Lain
Universitas Sumatera Utara
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carini Pneumonia PCP yang diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi tahap awal serangan
penyakit pada pengidap HIVAIDS Misnadiarly, 2008. Pneumonia Carini belakangan ini menjadi infeksi berat yang fatal bagi penderita AIDS akibat
kelemahan sistem kekebalan tubuh mereka. PCP merupakan infeksi oportunistik dan dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas seperti pasien yang
mendapat terapi imunisupresif untuk pengobatan kanker atau transplantasi organ Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006.
Pneumonia lain yang lebih jarang adalah disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu, maupun jamur. Ricketsia juga masuk golongan antara virus dan
bakteri yang menyebabkan demam Rocky Mountai, demam Q, Tipus dan Psittacocis Misnadiarly, 2008.
2.2.4 Klasifikasi Pneumonia
Menurut Brunner dan Suddarth 2002 berdasarkan agen penyebab dikategorikan sebagai :
a. Pneumonia Bakterialis Pneumonia yang disebabkan oleh, Pneumonia Streptokokus; Pneumonia
Stafilokokus; Pneumonia Klebsiella; Pneumonia Pseudomonas; Haemophilus Influenza.
b. Pneumonia Atipikal Pneumonia atipikal beragam gejalanya, tergantung kepada agen penyebab,
Penyakit Legionnaires ; Pneumonia Mikoplasma; Pneumonia Virus; Pneumonia Pneumosistis Carinii PPC; Pneumonia Fungi; Pneumonia Klamidia; Tuberkulosis.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Gejala dan Tanda Pneumonia
a. Gejala Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat bewarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala Misnadiarly, 2008. b. Tanda
Menurut Misnadiarly 2008, tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus nasal discharge ; suara napas lemah ;
Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis kebiru-biruan ; Thorax photo menunjukan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekauan dan nyeri otot; Sesak napas;
Menggigil; Berkeringat; Lelah; Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah
2.2.6 Faktor Resiko Pneumonia Balita
Beberapa faktor resiko yang meningkatkan insidens pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, BBLR, tidak mendapat ASI
memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, membedong anak menyelimuti berlebihan dan defisiensi vitamin A.
Sedangkan faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, tingkat sosio ekonomi rendah, gizi kurang,
BBLR, tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
yang rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai dan menderita penyakit kronis.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia dibagi menjadi 4 empat faktor, yaitu : faktor anak, faktor ibu, faktor sosio ekonomis, faktor
lingkungan.
a. Faktor Anak
1. Umur Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak
berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30 lebih besar dari kelompok anak berumur antara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1 tahun
mendapatkan resiko pneumonia, disebabkan imunitas yang belum sempurna dan lubang saluran pernapasan yang relatif masih sempit.
Menurut hasil penelitian oleh Sulaeman dan Endang Sutisna 2011, menyatakan bahwa usia anak berhubungan dengan kejadian pneumonia balita. Anak
yang berusia lebih muda, beresiko untuk menderita pneumonia 2,48 kali lebih besar dengan anak yang berusia lebih tua.
2. Status Gizi Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan 3
hal, yaitu antara berat badan terhadap umur, tinggipanjang badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggipanjang badan dengan rujukan standar yang telah
ditetapkan. WHO merekomendasikan baku WHO –NCHS National Center of Health
Statistic, USA sebagai referensi penentuan status gizi balita.
Universitas Sumatera Utara
Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan dan kesejahteraan anak. Problem status gizi berupa malnutrisi. Balita dengan keadaan gizi yang kurang akan
lebih mudah terserang ISPA dibandingkan dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat”, bahkan serangannya lebih lama.
Beberapa penelitian prospektif yang pernah dilakukan yang membahas insidens dan keganasan ISPA pada anak-anak bergizi buruk dinegara berkembang
secara konsisten menunjukan bahwa anak-anak bergizi buruk di negara berkembang secara konsisten bahwa anak-anak kelompok gizi buruk mengalami peningkatan
resiko untuk terjadinya penyakit ISPA. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulaeman dan Endang Sutisna 2011,
menyatakan bahwa balita yang status gizinya kurang mempunyai resiko untuk menderita pneumonia 3,19 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang status
gizinya baik. 3. Jenis Kelamin
Dari penelitian di Indramayu yang dilakukan selama 1,5 tahun didapatkan kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak menyerang balita berjenis kelamin laki-
laki 52,9 dibandingkan perempuan. 4. Status Imunisasi
Imunisasi bertujuan memberikan kekebalan kepada anak terhadap penyakit dan menurunkan angka kematian dan kesakitan yang disebabkan penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Seperti diketahui 43,1 - 76,6 kematian
Universitas Sumatera Utara
ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti Difteri, Pertusis dan Campak. Bila anak sudah dilengkapi dengan imunisasi DPT dan
Campak, dapat diharapkan perkembangan penyakit ISPA tidak akan menjadi berat. Berdasarkan penelitian di Dian Rahayu pada tahun 2007, menunjukan
hubungan antara status imunisasi campak dan timbulnya kematian akibat pneumonia, antara lain anak-anak yang belum pernah menderita campak dan belum mendapatkan
imunisasi campak mempunyai resiko meninggal yang lebih besar. Selain itu, dari hasil pengamatan selama 58 tahun periode penelitian di
Amerika Serikat terhadap kematian karena pneumonia balita yang diamati sejak tahun 1939 sampai 1996 menunjukan vaksinasi campak berperan dalam menurunkan
kematian akibat pneumonia. 5. Berat Badan Lahir
Bayi dengan berat badan lahir rendah BBLR mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Hal ini terutama
terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran, sebagai akibat dari pembentukan zat anti kekebalan yang kurang sempurna sehingga leih mudah terkena penyakit infeksi
terutama pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya WHO, 2011. 6. Pemberian Air Susu Ibu ASI eksklusif
Air susu ibu diketahui memiliki zat yang unik bersifat anti infeksi. ASI juga memberikan proteksi pasif bagi tubuh balita untuk menghadapi pathogen yang masuk
ke dalam tubuh. Jenis proteksi pasif berupa anti bacterial dan anti viral yang dapat menghambat kolonisasi oleh spesies gram negative. Pemberian ASI eksklusif
terutama pada bulan pertama kehidupan bayi dapat mengurangi insiden dan
Universitas Sumatera Utara
keparahan penyakit infeksi.Penelitian Dian Rahayu 2007 menunjukan bahwa ASI menlindungi bayi terhadap berbagai penyakit infeksi dan infeksi usus.
7. Riwayat terserang campak Bayi dan anak balita yang pernah terserang campak dan sembuh akan
mendapat kekebalan alami terhadap terjadinya pneumonia sebagai komplikasi campak.
8. Pemberian vitamin A Menurut Dian Rahayu 2007 dikatakan bahwa ada hubungan antara
pemberian vitamin A dengan resiko terjadinya ISPA. Penelitian ini mengungkapkan bahwa anak dengan Xerophtalamin ringan memiliki resiko dua kali menderita ISPA,
terutama anak-anak yang berusia kurang dari 3 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Herman 2002, dinyatakan bahwa balita yang tidak pernah mendapatkan vitamin A
dosis tinggi lengkap mempunyai faktor resiko untuk menderita pneumonia 4 kali dibandingkan dengan balita yang mendapatkan vitamin A dosis tinggi lengkap.
b. Faktor Ibu