Teori Penyimpangan Sosial dan Norma Sosial

Pesan- pesan yang ditayangkan melalui media elektronok dapat mengarahkan khalayak ke arak perilaku prososial maupun antisosial. Penayangan adegan- adegan yang menjurus ke pornografi di layar televisi sering dikaitkan dengan perubahan moralitas serta meningkatkan pelanggaran susila dalam masyarakat. Fuller dan Jacobs 1973, juga mengemukakan bahwa dampak televisi sebagai agen sosialisasi belum diketahui dengan pasti. Bronfenbrenner 1970, setelah mempelajari berbagai data penelitian terhadap dampak televisi terhadap perilaku anak, merasa yakin bahwa media masa ini memberikan sumbangan berarti bagi tumbuh dan dipertahankannya suatu tingkat kekerasan tinggi dalam masyarakat Amerika.

2.2. Teori Penyimpangan Sosial dan Norma Sosial

Pandangan terhadap penyimpangan sosial berangkat dari suatu kebudayaan atau pandangan hidup setiap masyarakat. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat perbedaan mengenai penyimpangan sosial dari satu peradaban dengan peradaban lain. Walau demikian, jika di kaji kembali dengan standar penyimpangan sosial yang dimiliki semua manusia, maka terdapat beberapa persamaan dalam beberapa hal. Telah kita sepakati sejak dahulu bahwa tampaknya tindakan sekelompok orang yang suka minum-minuman keras, penggunaan narkoba, pemerkosaan, perilaku seks bebas, pencurian, kekerasan, perjudian, dan pembunuhan dapat kita kategorikan pada suatu bentuk penyimpangan. Membahas tentang penyimpangan maka tidak terlepas dari perilaku menyimpang karena tanpa adanya perilaku Universitas Sumatera Utara menyimpang yang dilakukan oleh seseorang, maka tidak akan terjadi penyimpangan di masyarakat. Perilaku menyimpang adalah semua perilaku manusia yang dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam kelompok tersebut. Setiadi, 2011: 188. Terjadinya perilaku menyimpang dapat di bedakan menjadi dua, yaitu penyimpangan primer primary deviance dan penyimpangan sekunder secondary deviance. Penyimpangan primer primary deviance yaitu perilaku menyimpang yang bermula dari penyimpangan-penyimpangan kecil yang mungkin tidak disadari. Penyimpangan seperti ini terjadi pada seseorang manakala ia belum mengetahui konsep dari suatu penyimpangan atau dengan tidak disadari ia melakukan perilaku menyimpang. Sedangkan perilaku sekunder secondary deviance yaitu tindakan menyimpang yang berkembang ketika perilaku dari si penyimpang tersebut mendapat penguatan reinforcement dari orang-orang atau sekelompok orang yang melakukan penyimpangan itu juga. Selain itu, terjadinya perilaku menyimpang sebagaimana juga terjadi perilaku yang tidak menyimpang conform, dipastikan selalu ada dalam setiap kehidupan masyarakat. Sifat permisif serba boleh atau control social yang sangat longgar juga berpengaruh pada perilaku menyimpang. Bagi masyarakat yang sudah semakin modern dan gaya hidup masyarakat yang semakin kompleks menjadikan nilai dan norma memudar. Sifat baik buruk, atau pun hina terpuji, tidak lagi menjadi hal penting. Nilai dan norma sosial yang ada di dalam Universitas Sumatera Utara masyarakat pun kini bersifat relatif dan telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Yang dimaksud dengan relatif adalah nilai dan norma soaial yang berlaku pada suatu kelompok tertentu belum pasti menjadi nilai dan norma pada kelompok masyarakat lainnya. Dengan kata lain, hal yang dianggap baik belum tentu dinilai baik oleh kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan perubahan nilai dan norma sosial dari waktu ke waktu adalah adanya pergeseran nilai dan norma terdahulu yang tidak berlaku lagi pada saat ini. Dalam arti lain berbeda era berbeda pula hal- hal yang “sedang ngetrend” atau dengan istilah trendy. Salah satunya adalah mengenai nilai dan norma tentang perilaku seks bebas. Seks bebas sejak dahulu hingga sekarang dapat dikategorikan sebagai penyimpangan sosial sebagai suatu perilaku yang menyimpang. Begitu pula dalam ajaran agama yang ada di dunia, pasti setiap agama melarang dan melawan perbuatan seks yang berlebihan. Tidak hanya itu, seharusnya ajaran tersebut juga ada dan melekat pada diri setiap manusia. Namun kini ajaran tersebut tergeser dan perilaku seks bebas yang menyimpang menjadi hal yang dianggap biasa terjadi akibat pergaulan dan trendy masa kini, contohnya seperti kumpul kebo atau free sex yang mendapat dukungan dari berbagai media luar Barat dan media- media lain. Di Indonesia, perbincangan mengenai perilaku seks bebas sudah menjadi menu berita sehari-hari dalam berbagai media massa. Gejala-gejala ini secara umum diakui sebagai salah satu bentuk perilaku menyimpang sebab jika dilihat Universitas Sumatera Utara dari sistem nilai dan norma sosial yang berlaku pada umumnya adalah jika seseorang hendak menjalin hubungan seks maka harus melalui beberapa persyaratan dimana yang dibenarkan dalam norma susila, norma agama, dan norma hukum. Tidak berhenti sampai disitu saja, perilaku seks bebas kini mulai merambah bagi para remaja khususnya para pelajar SMP Dan SMA. Secara umum di Indonesia penyimpangan perilaku pada remaja disebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja ini dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan masyarakat yang masih tabu untuk membagi informasi tentang seks, sehingga membuat para remaja terpaksa memperoleh pengetahuan seks dari media yang salah. Selain itu, hubungan seks bebas juga di dorong oleh maraknya film-film porno yang dapat dengan mudah diperoleh melalui situs porno di internet. Aksi ini menimbulkan rasa penasaran di kalangan para remaja dan mulain ingin mencoba dan melakukannya sendiri. Trimingga dalam penelitiannya yang berjudul Penyesuaian Diri Pada Pasangan Suami Istri Usia Remaja Yang Hamil Sebelum Menikah menyebutkan bahwa pasangan yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Seberapa jauh tingkat penerimaan masyarakat, budaya setempat serta orang- orang terdekat yang menjadi tokoh pentingnya seperti keluarga dan teman dekat, terhadap perilaku seksual tersebut. Universitas Sumatera Utara b. Ada atau tidaknya kesenjangan antara nilai-nilai pribadi dengan perilaku seksual yang dilakukan. c. Dalam suasana yang bagaimana perilaku seksual tersebut dilakukan. Apakah secara sukarela atau terpaksa, dalam suasana yang menyenangkan atau tidak, aktivitas itu sendiri secara fisik mendatangkan kenikmatan atau justru menyakitkan. d. Apakah pengalaman melakukan hubungan seks tersebut dapat mendatangkan kepuasan secara emosional atau justru menimbulkan perasaan fru stasi. e. Pengalaman melakukan hubungan seksual sebelum menikah pertama kali akan menimbulkan reaksi-reaksi negatif apabila tingkat penerimaan masyarakat, budaya setempat dan tokoh panutan terhadap perilaku itu sendiri sangat kuat bertentangan dengan nilai-nilai pribadi pelaku, apabila perilaku tersebut dilakukan dengan terpaksa dalam suasana yang tidak menyenangkan dan menimbulkan rasa sakit, serta apabila pada akhirnya keterlibatan dalam perilaku tersebut menyebabkan furstasi dalam diri pelaku Soesilo, 1998. Dari hal tersebut, muncul lah berbagai kasus seperti pencabulan anak di bawah umur. Tidak hanya itu, dampak hubungan seks pra nikah sangat jelas terlihat, salah satunya yang paling banyak terjadi adalah menyebabkan kehamilan pra nikah pada remaja. Sarwono 1989, mengemukakan bahwa kehamilan diluar nikah bagi remaja akan menimbulkan masalah lain, seperti : dikeluarkannya remaja tersebut dari sekolah, kemungkinan penguguran kandungan aborsi yang tidak bertanggung jawab dan membahayakan, adanya masalah seksual yang dapat memberi akibat di masa dewasa dan pernikahan yang dipaksakan sehingga Universitas Sumatera Utara pernikahan tersebut tidak memiliki fondasi yang baik. Penguguran kandungan dapat menyebabkan timbulnya perasaan bersalah, depresi dan marah pada remaja tersebut, lebih dari separuh mereka yang telah melakukan hubungan seks pranikah ini mengalami stres emosi seperti shock, cemas, malu, takut diketahui orang lain dan merasa bersalah. Akibat lain dari perilaku ini, yaitu menyebabkan sebagian anggota masyarakat menempatkan seks tidak lagi sebagai sesuatu yang suci, melainkan semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan biologis yaitu hanya untuk kepuasan akan hubungan seksual. Dengan mudahnya anggota masyarakat tersebut melanggar etika dan norma yang berlaku di masyarakat. Meskipun suatu bangsa mengakui suatu pernikahan, namun pernikahan bukan lagi suatu jalan yang diambil bagi para pelaku seks bebas. Dengan tetap pemberlakuan dan mempertahankan sistem pernikahan yang sah di suatu negara, ini dapat mencerminkan bahwa nilai dan norma sebagai wujud dari kepribadian suatu bangsa hanya mengakui hubungan seks anatara laki-laki dan perempuan dengan disahkan oleh badan hukum, yaitu hukum pernikahan. Oleh karenanya, maka diperlukan adanya norma sosial sebagai acuan atau pedoman yang mengatur kehidupan bermasyarakat sebagai penentu baik buruknya tindakan seorang individu maupun kelompok masyarakat. Agar suatu norma tersebut tidak di langgar maka perlu adanya suatu sanksi tertentu yang diberikan pada pelaku kejahatan tersebut. Dalam konteks sosiologi, sanksi sosial dapat diartikan sebagai kontrol sosial. Kontrol sosial sebagai suatu lembaga sosial, Universitas Sumatera Utara berperan sebagai pengendali perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari agar setiap masyarakt tidak melakukan penyimpangan. Namun, kuat lemahnya sanksi juga tergantung pada pemberlakuan sanksi tersebut di masyarakat. Dalam buku Setiadi Elly M Kolip Usman 2011:256 dikatakan ada tiga sanksi yang dapat digunakan dalam usaha menciptakan ketertiban di masyarakat, yaitu: 1. Sanksi fisik, yaitu sanksi yang mengakibatkan penderitaan fisik pada pihak yang terbebani sanksi tersebut, misalnya didera, dipenjara, diikat, dijemur di panas matahari, tidak diberi makan, dihukum mati, dan sebagainya. 2. Sanksi psikologis, yang merupakan beban penderitaan yang dikenakan pada pihak yang terbebani sanksi dengan beban kejiwaan, seperti dipermalukan di depan umum, diumumkannya kejahatan mereka di berbagai media masa sehingga aibnya diketahui oleh khalayak, dicopot kepangkatannya di suatu upacara, dan sebagainya. 3. Sanksi ekonomik, yang merupakan beban penderitaan yang dikenakan kepada pelanggar norma berupa pengurangan benda dalam bentuk penyitaan dan denda, membayar ganti rugi, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kehidupan bemasyarakat, baik buruknya seseorang di ukur dari perbuatannya. Bagi sebagian orang hal yang dianggap dapat membahagiakan dirinya adalah suatu hal yang baik. Namun kesenangan menjadikan seseorang melakukan segala hal yang di anggapnya menyenangkan bagi dirinya tanpa memperdulikan norma yang ada. Apabila kesenangan tersebut telah menjadi acuan hidup seseorang, maka akan menjadikan manusia melakukan Universitas Sumatera Utara perbuatan apapun dengan sesuka hatinya walau pun perbuatan tersebut termasuk perbuatan menyimpang. Dalam teori penyimpangan sosial, kesadaran umum merupakan langkah untuk mencegah penyimpangan itu. Kesadaran umum meliputi norma-norma atau nilai-nilai yang mulia, hal tersebut harus dibangun ditengah-tengah masyarakat. Membangun kesadaran umum akan nilai-nilai sosial yang mulia membutuhkan keseriusan dari berbagai pihak. Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan. Pada perkembangan selanjutnya, Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya sarana-sarana yang tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan struktur kesempatan. Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. struktur sosial yang berbentuk kelas-kelas menyebabkan adanya perbedaan- perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan peradaban struktur kesempatan akan menimbulkan frustasi di kalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan. Situasi ini akan menimbulkan keadaan dimana para warga tidak Universitas Sumatera Utara lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan serta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat.

2.3. Nilai Pendidikan Bagi Masyarakat Desa

Dokumen yang terkait

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

7 125 115

Persepsi Remaja Putri Tentang Perkawinan Usia Muda di Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005

1 40 80

Faktor-Faktor yang Mendorong Ibu Memakai Kontrasepsi Implant di Desa Patumbak I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 12

Analisis Kelayakan Usahatani Jagung (Kasus: Desa Lantasan Baru, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang)

0 1 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja - Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 16

Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 9

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

0 2 23

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

0 0 9

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

0 0 12