lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan serta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat.
2.3. Nilai Pendidikan Bagi Masyarakat Desa
Kemiskinan seringkali menjadi alasan penyebab anak putus sekolah, namun sebenarnya tidak setiap anak putus sekolah disebabkan oleh perekonomian orang
tua yang rendah. Irzan Fachrizi mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian tentang anak putus sekolah di kecamatan Jangka di Kab. Biren, Madura, dan
Sumsel Alifiyanto, 2008 ditemukan penyebab anak putus sekolah adalah dari faktor demigrafi, geografis, sosial budaya, dan ekonomi. Dan dari penelitian yang
dia lakukan diketahui bahwa faktor lingkungan yang berpengaruh signifikan terhadap anak putus sekolah di daerah Ciputat di tolak, dan menerima hipotesis
alternatif yang mengatakan faktor lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap anak putus sekolah. Tetapi faktor ini tidak berpengaruh signifikan dan
berdasarkan analisis data dari koesioner faktor lingkungan lebih berpengaruh kepada motivasi belajar atau melakukan penyimpangan seperti bolos sekolah.
Sedangkan menurut Jejen Musfah faktor paradigma orang tua, perhatian guru, dan kebijakan kepala sekolah, yang tidak memihak pada amat pentingnya pada
pendidikan anak. Menurutnya orang tua, guru, dan kepala sekolah abai terhadap hak anak memperoleh pendidikan yang baik. Dari tingkat dasar hingga menengah,
apalagi perguruan tinggi. Dan berdasarkan penelitian oleh Tanti Citrasari Wijayanti jumlah angka putus sekolah bagi anak usis wajib belajar di Jawa Timur
adalah model yang melibatkan tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan
Universitas Sumatera Utara
yaitu persentase laju pertumbuhan ekonomi, persentase guru SDMI dan SMP MTS terhadap jumlah siswa, dan tingkat kesempatan kerja di Jawa Timur.
Dari penelitian di atas menunjukkan bahwa tidak hanya partisipasi orang tua sangat di butuhkan dalam proses pendidikan anak, peran guru juga diperlukan
yang di dapat melalui sekolah, dari itu pemerintah telah membuat berbagai program untuk menunjang pendidikan, sebab selain sebagai indokator
pembangunan, pendidikan juga dapat berfungsi sebagai penghambat dan memperlambat usia perkawinan di masyarakat, dimana dengan norma- norma
yang telah ada didalam sebuah institusi khususnya institusi pendidikan maka akan memaksa seseorang untuk mematuhi norma yang terdapat didalamnya. Tak
berbeda dengan institusi lainnya, pada institusi pendidikan juga di kenal dengan adanya sanksi bagi yang melanggarnya. Sehingga dengan adanya norma- norma
yang ada di sekolah, maka jika ada siswa atau pun siswi yang melakukan pelanggaran maka ia juga akan mendapat sanksi. Oleh sebab itu, guru sebagai
pendidik juga harus mengajarkan norma- norma yang tidak jauh berbeda dengan norma yang ada di masyarakat.
Dalam buku Sosiologi Pendidikan Nasution 2010: 68 dikatakan bahwa norma- norma di sekolah juga harus memperhatikan apa yang diharapkan
masyarakat. Guru harus memanfaatkan harapan-harapan orang tua dan menerapkannya dalam kelasnya dalam bentuk norma-norma. Sedapat mungkin
norma- norma yang dijalankan di sekolah jangan betentangan dengan norma yang berlaku dalam keluarga anak didik.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian