BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja
Konsep diri merupakan suatu ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui oleh individu dalam berhubungan dengan orang lain.
Konsep diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan membedakan orang lain. Proses yang berkesinambungan dari perkembangan
konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang memberikan perasaan positif, memahami kompetensi pada area yang bernilai bagi
individu dan dipelajari melalui akumulasi kontak-kontak sosial dan pengalaman dengan orang lain http:www.scribd.comdoc98046816MAKALAH-KONSEP-
DIRI.
Menurut George Herbert Mead dalam teorinya tentang interaksionisme simbolikdalam George Ritzer dan Douglas J. Goodman 2010: 280, ia
menyebutkan bahwa konsep diri Self pada dasarnya adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk
menjadi subjek maupun objek. Dalam bahasannya mengenai diri, Mead menolak gagasan yang meletakkannya dalam kesadaran dan sebaliknya meletakkannya
dalam pengalaman sosial dan proses sosial. Dengan cara ini, Mead mencoba memberikan arti behavioristis
tentang diri “diri” adalah dimana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan kepada orang lain dan
Universitas Sumatera Utara
dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, dimana ia tak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri,
berbicara dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana orang lain menjawab kepada dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku dimana individu menjadi objek untuk
dirinya sendiri” 1934 1962:139. Karena itu diri adalah aspek lain dari proses sosial menyeluruh dimana individu adalah bagiannya.
Mekanisme umum untuk mengembangkan diri adalah refleksivitas atau kemampuan menempatkan diri secara tak sadar ke dalam tempat orang lain dan
bertindak seperti mereka bertindak. Akibatnya, orang mampu memeriksa diri sendiri sebagaimana orang lain memeriksa diri mereka sendiri. Seperti dikatakan
Mead:
Mead, 19341962:134 menyatakan bahwa dengan cara merefleksikan - dengan mengembalikan pengalaman individu pada dirinya sendiri -
keseluruhannya proses sosial menghasilkan pengalaman individu yang terlibat di dalamnya; dengan cara demikian, individu bisa menerima sikap
orang lain terhadap dirinya, individu secara sadar mampu menyesuaikan dirinya sendiri terhadap proses sosial dan mampu mengubah proses yang
dihasilkan dalam tindakan sosial tertentu dilihat dari sudut penyesuaian dirinya terhadap tindakan sosial itu Ritzer,2010:281.
Dalam Doyle 1990:20, Mead juga membahas mengenai asal usul diri. Mead merunut asal-usul diri melalui beberapa tahapan dalam perkembangan
konsep diri. Tahap- tahap tersebut meliputi: 1.
Tahap Bermain, dimana si individu itu “memainkan” peran sosial dari orang lain. tahap ini menyumbang perkembangan kemampuan untuk merangsang
Universitas Sumatera Utara
prilaku orang itu sendiri menurut perspektif orang lain dalam suatu peran yang berhubungan dengan itu.
2. Tahap pertandingan game, tahap ini dapat dibedakan dari tahap bermain
dengan dengan adanya suatu tingkat organisasi sosial yang lebih tinggi. Para peserta dalam suatu pertandingan mampu menjalankan peran dari beberapa
orang lain secara serentak dan mengorganisasinya dalam suatu keseluruhan yang lebih besar. Mereka menjangkau hubungannya dengan orang-orang lain
hanya sebagai individu-individu dan menghubungkan mereka dalam rangka kegiatan bersama dimana mereka semua terlibat. Dalam situasi ini juga
terdapat peraturan- peraturan umum yang mengatur dan mengontrol tindakan- tindakan mereka sendiri atau berusaha untuk mengontrol menurut pada
peraturan- peraturan yang bersifat impersonal.
3. Generalized Other. Konsep ini digunakan untuk menunjukkan harapan-
harapan dan standar-standar ini bisa meliputi kebiasaan- kebiasaan tertentu pada pola- pola normatif atau ideal-ideal yang sangat abstrak serta nilai- nilai
dengan mana orang membatasi orientasi keseluruhannya serta tujuan- tujuan hidup. Namun individu- individu tidak perlu menciptakan suatu warisan
budaya yang permanen untuk menyatakan generalized other. Bilamana individu- individu itu menilai tindakan- tindakan atau kehidupannya sendiri
menurut nilai- nilai universal atau kindisi kemanusiaan yang umum, pada hakikatnya mereka mengambil pern dari generalized other itu.
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan konsep diri, pada remaja konsep diri akan berkembang terus hingga memasuki masa dewasa. Perkembangan konsep diri
remaja memiliki karakteristik yang khas dibanding dengan usia perkembangan lainnya. Perkembang pada masa remaja dipengaruhi oleh beberapa hal, antara
lain: Pengetahuan tentang diri sendiri bertambah, harapan-harapan yang ingin dicapai di masa depan, terjadi penilaian diri atas tingkah laku dan cara mengisi
kehidupan.
Masa remaja dapat diartikan sebagai masa peralihan dari masa kanak- kanak ke masa dewasa. Masa remaja juga merupakan masa-masa dimana terjadi
berbagai perubahan bagi setiap individu, baik perubahan secara fisik, mental, sosial, maupun cara berfikir. Masa remaja dianggap adalah masa yang paling
indah karena pada masa ini anak-anak mengalami yang disebut pubertasi, yaitu keadaan dimana individu mengenal lawan jenisnya.
Sebelum memasuki masa dewasa seorang individu mengalami tahap –
tahap masa remaja yang digolongkan menjadi 3 tahap yaitu :
1. Masa pra remaja : 12 – 14 tahun
Yaitu periode sekitar kurang lebih 2 tahun sebelum terjadinya pemasakan sek sual yang sesungguhnya tetapi sudah terjadi perkembangan fisiologi yang ber
hubungan dengan pemasakan beberapa kelenjar endokrin. 2.
Masa remaja awal : 14 – 17 tahun Yaitu periode dalam rentang perkembangan dimana terjadi kematangan alat
– alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi.
Universitas Sumatera Utara
3. Masa remaja akhir : 17 – 21 tahun
Berarti tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosion al, sosial dan fisik Hurlock, Elizabeth B. 1999 : 206.
Pada remaja juga mengalami berbagai perubahan yang di ciri – cirikan
pada hal-hal berikut: 1.
Pertumbuhan fisik Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat
dibandingkan dengan masa anak – anak dan masa dewasa.
2. Perkembangan seksual
Perkembangan ini dibedakan melalui beberapa karakteristik seks sekunder seperti organ seksual, proporsi tubuh, berat badan, dan tinggi
badan. Pada perkembangan seksual mengalami perkembangan yang kadang
– kadang menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian, bunuh diri, dan sebagainya.
3. Cara berfikir
Cara berpikir causatif yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat. Misalnya remaja duduk didepan pintu, kemudian orang tua
melarangnya sambil berkata “pantang”. Andai yang dilarang itu anak kecil, pasti ia akan menuruti perintah orang tuanya, tetapi remaja
yang dilarang itu akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh duduk didepan pintu.
4. Emosi yang meluap – luap
Masa ini disebut sebagai masa “storm and stres”, dimana terjadi peni
Universitas Sumatera Utara
ngkatan ketegangan emosional yang dihasilkan dari perubahan fisik da n hormonal. Pada masa ini emosi seringkali sangat intens, tidak terko
ntrol dan nampak irasional. Pada masa ini remaja lebih iri hati terhada p mereka yang memiliki materi lebih, keadaan emosi remaja masih lab
il karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu saat ia bisa sedih sekali, dilain waktu ia bisa marah sekali.
5. Perubahan Sosial
Dalam kehidupan sosial remaja, mereka lebih tertarik dan minat pada lawan jenisnya meningkat dan mulai pacaran. Pada masa ini remaja pa
ling banyak menghabiskan waktu mereka di luar rumah bersama deng an teman sebaya mereka.
6. Menarik perhatian lingkungan
Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peran seperti melalui kegiatan
remaja di kampung – kampung.
7. Terikat dengan kelompok
Remaja dalam kehidupan sosialnya tertarik pada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomor duakan sedangkan
kelompoknya dinomor satukan. http:www.lintas.megosarjanaku.compengertian-remaja-defenisi-menurut-
para-ahli-ciri-tahap-danperkembangan-masa-remaja
Universitas Sumatera Utara
Pada diri remaja proses perubahan itu merupakan hal yang harus terjadi oleh karena dalam proses pematangan kepribadiannya remaja sedikit demi sedikit
memunculkan permukaan sifat-sifatnya yang sesungguhnya yang harus berbenturan dengan rangsang-rangsang dari luar. Menurut Richmond dan
Sklansky 1984, hlm. 110-111 inti dari tugas perkembangan seorang pada periode remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan.
Sedangkan menemukan bentuk kepribadian yang khas yang oleh Alporrt dinamakan
“ unifying philosophy of life” dalam periode itu belum menjadi sasaran utama Sarwono, 1989:74.
Hurlock 1999 mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja
karena hal tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak kondisi dalam
kehidupan
remaja yang
turut membentuk
pola kepribadian
melalui pengaruhnya pada
konsep diri
http:www.academia.edu3778904Konsep_Diri_Seorang_Remaja.
Dari hal di atas sehingga dibutuhkan pihah- pihak dalam proses sosialisasi disebut agen sosialisasi. Fuller dan Jacobs dalam Sunarto Kamanto 2004: 24,
mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media masa, dan sistem pendidikan.
1. Keluarga, merupakan unit terkecil di masyarakat dan merupakan institusi
sosial setiap individu yang diperolehnya dari sejak ia dilahirkan. Di dalam sebuah keluarga seorang individu pertama sekali mendapatkan dan
memainkan pran sebelum ia memainkan peran di masyarakat. Gertrude Jaeger 1997 mengemukakan bahwa peran para agen sosialisasi pada tahap
Universitas Sumatera Utara
ini, terutama orang tua, sangat penting. Arti penting agen sosialisasi pada tahap pertama ini adalah agar seorang anak dapat berinteraksi dan berbahasa
dengan baik, karena dalam tahap ini anak mulai memasuki play stage dalam pengambilan peran orang lain dimana ia mulai mengidentifikasikan diri
sebagai anak laki- laki atau anak perempuan. Jelas disini bahwa orang tua sepenuhnya berpengaruh terhadap kontrol pada anak- anaknya. Dengan
kontrol yang diberikan, sang anak akan mendapatkan pengajaran yang baik dan mendapatkan hukuman ketika melakukan kesalahan. Sebaliknya, jika
orang tua kurang peduli terhadap anak- anaknya, maka seorang anak akan tumbuh menjadi individu yang kurang baik pula, baik dari bahasa dan
tindakannya.
2. Teman bermain, setelah seorang anak dapat mengambil peran orang lain,
maka ia akan mencari teman bermain agar ia dapat memainkan perannya. Pada tahap ini agen sosialisasi adalah teman bermain. Biasanya teman
bermain terdiri atas kerabat atau pun tetangga dan teman sekolah. Pada tahap ini, seorang anak memasuki game stage, dimana ia mulai mempelajari aturan
yang mengatur peran orang yang kedudukannya sederajat. Dalam kelompok bermain pulalah seorang anak mulai belajar nilai- nilai keadilan Soenarto
Kamanto, 2004: 25. Pada tahap ini, orang tua tetap harus mengawasi dengan siapa anak bermain. Karena jika kontrol orang tua kurang, anak bisa
terjerumus dalam pergaulan bebas. Pergaulan bebas merupakan salah satu penyebab pernikahan dini, dimana orang tua terpaksa menikahkan anaknya
yang mengalami hamil diluar nikah. Agak orang tua tidak malu dengan
Universitas Sumatera Utara
keadaan anaknya yang hamil tanpa suami dan agar keluarga laki- laki tidak dipersalahkan akibat perbuatannya, terpaksa orang tua harus menikahkan
anaknya dalam skripsi “ Dampak Sosial Pernikahan Dini”.
3. Sekolah, agen sosialisasi yang biasanya dikenal dengan pendidikan formal.
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diperoleh melalui beberapa jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, sampai ke Universitas.
Pendidikan formal bertujuan untuk mempersiapkan seorang individu agar mampu menguasai peran- peran baru disaat seseorang tidak tergantung lagi
dengan orang tuanya. Dimana seperti yang dikatakan Robert Dreeben 1968 dalam Sunarto Kamanto 2004: 25, ia berpendapat bahwa yang dipelajari
anak di sekolah disamping membaca, menulis, dan berhitung, adalah aturan mengenai kemandirian independence. Tidak hanya itu, dengan sekolah juga
seorang anak mendapatkan pengajaran atas nilai dan norma serta berbagai peraturan yang ada dalam sekolah yang akan diimplementasikannya pada
kehidupan sehari- hari. Kontrol seorang guru kepada murid sudah jelas terjadi di sekolah, dimana ketika seorang siswa akan diberikan sanksi apabila
seorang anak melanggar peraturan. Dengan demikian seorang anak akan mengerti tentang nilai dan norma yang ada.
4. Media masa, Light, Keller dan Calhoun 1989 mengemukakan bahwa media
masa yang terdiri atas media cetak surat kabar, majalah maupun elektronik radio, televisi, film, internet, merupakan bentuk komunikasi yang
menjangkau sejumlah besar orang. Media masa diidentifikasikan sebagai suatu agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku khalayaknya.
Universitas Sumatera Utara
Pesan- pesan yang ditayangkan melalui media elektronok dapat mengarahkan khalayak ke arak perilaku prososial maupun antisosial. Penayangan adegan-
adegan yang menjurus ke pornografi di layar televisi sering dikaitkan dengan perubahan moralitas serta meningkatkan pelanggaran susila dalam
masyarakat. Fuller dan Jacobs 1973, juga mengemukakan bahwa dampak televisi
sebagai agen
sosialisasi belum
diketahui dengan
pasti. Bronfenbrenner 1970, setelah mempelajari berbagai data penelitian terhadap
dampak televisi terhadap perilaku anak, merasa yakin bahwa media masa ini memberikan sumbangan berarti bagi tumbuh dan dipertahankannya suatu
tingkat kekerasan tinggi dalam masyarakat Amerika.
2.2. Teori Penyimpangan Sosial dan Norma Sosial