Teknik Penulisan Skripsi PENDAHULUAN

mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak. Pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan dan disepakati secara syara‟ sesuai dengan ketetapan hukum. Maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟. 5 Benda dapat mencakup pengertian barang dan uang, sedagkan sifat benda tersebut harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan penggunanya menurut syara‟. Benda itu adakalanya bergerak dipindahkan dan adakalanya tetap tidak dapat dipindahkan, ada yang dapat dibagi-bagi, adakalanya tidak dapat dibagi-bagi, ada harta yang ada perumpamaannya mitsli dan tidak ada yang menyerupainya qimi dan yang lain-lainnya. Penggunaan harta tersebut dibolehkan sepanjang tidak dilarang syara‟. 6

2. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al- Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. terdapat sejumlah ayat Al- Qur’an yang berbicara tentang jual beli, salah satunya dalam surat Al-Baqarah ayat 275:                           5 Sohari Sahrani dan Su’fah Abdullah, Fikih Muamalah, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011, h. 66. 6 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010, h. 69.                         Artinya: “Orang-orang yang makan mengambil riba 7 tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. 8 Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata berpendapat, Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu 9 sebelum datang larangan; dan urusannya terserah kepada Allah. orang yang kembali mengambil riba, Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. ” QS. Al-Baqarah: 275 Dalam sebuah Hadits: Artinya : “Dari sahabat Rafi‟ bin Khadij ia menuturkan: dikatakan kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah Penghasilan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “hasil pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap perniagaan yang baik.” HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Al-Hakim, dan di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani. Kaidah Fiqih “hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukan akan keharamannya”. 11 7 Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah. 8 Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan. 9 Riba yang sudah diambil dipungut sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan. 10 Ahmad No 16814, At-Thabrani No 4411, dan Al-Hakim No 2158. Lihat, Maktabah Syamilah, Versi 2. 11 Ahmad ibn Syaikh Muhammad Ar-Razaq, Syarah Al- Qawa‟id Al-fiqhiyyah, Damaskus: Daar Al-Qalam, 1409 H 1989 M, h. 381. Juz 1.