Sistem Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (Studi Komparatif Fatwa No 83/DSN/MUI/VI/2102 Dengan Fatwa Syaikh Sholih Al- Munajjid No 170594 Dalam Kitab fatwa Al-Islam As-Sual Wa Al-Jawab)
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Sebagai Syarat-Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh: Ida Handayani NIM 11100043100024
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLLAH JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
iv
Fatwa Al-Slam As-Sual Wa Al-Jawab)
Kerjasama dalam aktifitas perekonomian sangat beragam bentuknya, salah satunya yaitu sistem Penjualan Langsung Berjenjang (PLB) atau biasa disebut dengan Multi Level Marketing (MLM) sistem penjualan seperti ini bertujuan untuk mempercepat jalur pemasaran sehingga dapat mengurangi pengeluaran biaya untuk promosi ataupun iklan. Perkembangan bisnis MLM kini diramaikan pula dengan hadirnya MLM yang berbasis syariah.
Bagi kalangan muslim, mereka akan lebih cenderung memilih untuk melakukan kegiatan bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah Islam. Apalagi di tengah masih merebaknya kontroversi tentang bisnis ini. Oleh karena itu Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan juga seorang ulama bernama Syaikh Shalih al-Munajjid menetapkan sebuah fatwa tentang penjualan langsung berjenjang yang berbasiskan syariah, terdapat perbedaan dalam cara menetapkan fatwa diantara keduanya. Untuk itu, penulis mengangkat penelitian mengenai sistem penjualan langsung berjenjang syariah. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dan analisis yang digunakan adalah analisis data komparatif dengan cara membandingkan kedua fatwa terkait permasalahan ini. Dengan rumusan masalah untuk mengetahui konsep dan akad yang terdapat dalam sistem penjualan langsung berjenjang syariah serta mencari persamaan dan perbedaan antara kedua fatwa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang menggunakan teknik studi kepustakaan (library research).
Dari hasil penelitian, penulis mendapatkan beberapa temuan, diantaranya adalah mengetahui bahwa dalam sisitem penjualan langsung berjenjang syariah terdapat dua pendapat, yang pertama DSN-MUI menyetarakan Penjualan langsung berjenjang dengan akad tijarah, sedangkan menurut Syaikh Shalih al-Munajjid menyetarakan dengan akad wakalah serta beberapa ketentuan di dalamnya.
Kata Kunci : Penjualan Langsung Berjenjang, PLBS, MLM, MLM Syariah. Pembimbing : Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA.
(6)
v
Mu, dan cinta perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada cinta-Mu”
(Do‟a Rasulullah)
Puji dan syukur tiada hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan petunjuknya, juga memberikan kesabaran kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya.
Alhamdulillahirabbil „âlamîn berkat rahmat dan karunia Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, dan tentunya juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan oleh banyak pihak. Tiada kata yang dapat penulis ungkapkan kecuali ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. selaku ketua prodi PMH dan Ibu Siti Hanna selaku Sektetaris Prodi PMH.
3. Bapak Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag. yang telah memberikan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
(7)
vi
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang telah memebrikan ilmu yang sangant bermanfaat kepada penulis semasa kuliah, semoga amal kebaikannya mendapat balasan dari Allah SWT.
6. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan utama dan staf karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kerjasamanya dalam pelayanan yang terbaik dalam pengumpulan materi skripsi dan kelancaran administrasi.
7. Kepada kedua orang tua tercinta Bapak Didi Supriyadi dan Umi Nurjannah yang tiada hentinya untuk selalu mencurahkan doa serta nasihatnya pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta adik-adik tercinta Indra, Indri dan Hafidz yang telah mendoakan dan menjadi motivasi bagi penulis.
8. Kepada pengurus dan sahabat Bidik Misi 2010, terima kasih telah menjadi bagian dari cerita penulis. Kebersamaan dan perjuangan kita adalah pengalaman yang sangat berharga dan takkan pernah terlupakan.
9. Sahabat dan rekan PMH angkatan 2010, yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. Semoga kesuksesan selalu menyertai kita semua.
10.Rekan Qur’an Learning Center Bintaro dan seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu
(8)
vii
Dengan selesainya karya tulis ini, besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan manfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca umumnya.
Jakarta, 04 Juli 2015
(9)
viii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR.. ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang masalah ... 1
B. Pembatasan dan perumusan masalah ... 5
C. Tujuan dan manfaat penelitian ... 6
D. Studi review (kajian terdahulu) ... 7
E. Metode penelitian ... 8
F. Teknik penulisan skripsi ... 9
G. Sistematika penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN UMUM AKAD JUAL BELI DAN WAKALAH SERTA SISTEM PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG SYARIAH ... 11
A. Jual Beli ... 11
1) Pengertian Jual Beli... 11
2) Dasar Hukum Jual Beli ... 12
3) Syarat Dan Rukun Jual Beli ... 14
(10)
ix
3) Rukun dan syarat wakalah ... 20
C. Sistem penjualan langsung berjenjang 1) Pemasaran ... 22
2) Sistem penjualan langsung berjenjang ... 24
3) Konsep penjualan langsung berjenjnag ... 25
4) Kriteria penjualan langsung berjenjang syariah ... 26
5) Prinsip dan orientasi penjualan langsung berjenjang syariah ... 30
BAB III ISI FATWA DAN KEDUDUKAN FATWA ... 34
A. Isi fatwa ... 34
1) Fatwa No 83/DSN/MUI/VI/2012 ... 34
2) Fatwa Syaikkh Shalih Al-Munajjid No 170594 Dalam Kitab Fatwa Al-Islam As-Sual Wa al-Jawab ... 37
B. Kedudukan fatwa ... 43
1) Fatwa kolektif... 46
2) Fatwa individu ... 47
(11)
x
AS-SUAL WA AL-JAWAB ... 52
A. Perbandingan Antara Fatwa No 83/DSN/MUI/VI/2012 dengan Fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid No 170594 Dalam Kitab Fatwa Al-Islam As-Sual Wa Al-Jawab………. 52
B. Analisis Komparatif Fatwa No 83 DSN/MUI/VI/2012 dan Fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid No 170594 Dalam Kitab Fatwa Al-Islam As-Sual Wa Al-Jawab ... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
(12)
1
Bisnis secara literal dapat diartikan sebagai suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang lain.1 Secara etimologis, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan.2 Bisnis biasanya berkaitan erat dengan kegiatan marketing pada perdagangan. Dalam hal perdagangan, para ekonomi barat berpendapat bahwa prinsip ekonomi perdagangan adalah pengorbanan sekecil-kecilnya dengan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Istilah bisnis sudah sangat familiar dalam masyarakat kita. Keidupan manusia seakan tidak pernah lepas dari kata bisnis. Secara semantik kata ini memiliki beberapa konotasi makna seperti usaha, perdagangan, perusahaan, tugas, urusan, usaha dagang dan sebagainya. Secara teknis bisnis bisa dimaknai sebagai semua aktifitas yang dilakukan seseorang dan organisasi yang memproduksi barang dan jasa dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan mendapat imbalan pembayaran yang disebut dengan harga sering disebut dengan bisnis.3
Berbicara bisnis dalam era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang amat ketat, sangat relevan jika diingat nilai-nilai moral dan etika yang sering kali diabaikan. Dalam situasi seperti ini, masyarakat juga menjadi semakin menyadari betapa pentingnya sektor bisnis bagi kemajuan ekonomi dan perkembangan bangsa. Tetapi masyarakat juga semakin peka dan tanggap akan
1
Buchari Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islami, (Bandung: CV. Alfabeta, 2003), h. 90.
2
Wikipedia, Bisnis. http://id.wikipedia.org/wiki/bisnis. diunduh pada 23 Desember 2014 pada 22.15 WIB
3
(13)
tidak etis. Sikap ini menarik, karena menunjukan bahwa masyarakat mengharapkan suatu kegiatan bisnis yang semakin maju tetapi tetap etis, paling tidak dengan mengindahkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mengindahkan kepentingan dan kesejahteraan semua pihak. Para pelaku bisnis juga semakin menyadari bahwa dalam persaingan bisnis yang semakin ramai serta bangkitnya kesadaran masyarakat akan kegiatan bisnis yang baik, langkah kearah sukses bisnis yang baik semakin ditentukan oleh berbagai faktor yang non ekonomis menejerial. Salah satu faktor tersebut adalah aspek manusiawi, aspek etis.4
Kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam merupakan tuntutan kehidupan. Disamping itu juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah, Islam tidak menghendaki umatnya hidup dalam ketertinggalan dan keterbelakangan ekonomi. Namun demikian, Islam juga tidak menghendaki pemeluknya menjadi mesin ekonomi yang melahirkan budaya materialisme. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang beragam manusia tidak mungkin sendirian, ia harus bekerja sama dengan orang lain, antara individu dengan individu lain dan antara produsen dengan konsumen. Salah satu bentuk kerjasama yang dikembangkan dewasa ini adalah sistem penjualan langsung berjenjang atau sering disebut Multi Level
Marketing (MLM).
Salah satu langkah yang ditempuh untuk meraih sukses di bidang bisnis yaitu melalui sistem Multi Level Markeing (MLM) atau sistem penjualan langsung brjenjang. Multi Level Markeing merupakan salah satu strategi atau cara pemasaran dalam bisnis di era modern dengan melalui jaringan distribusi yang
4
(14)
sekaligus sebagai tenaga pemasaran, oleh karena itu Multi Level Marketing adalah salah satu konsep penyaluran barang (produk dan jasa) yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh keuntungan dalam garis kemitraannya.5 Dengan kata lain, MLM merupakan
metode pemasaran barang atau jasa dengan sistem penjulan langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi dan bonus dari hasil penjualan barang atau jasa yang dilakukan sendiri dan anggota jaringan dalam kelompoknya.6 Sistem duplikasi pada sistem pemasaran MLM inilah yang menjadikan perkembangan pada bisnis
tersebut.
Sistem pemasaran dan penjualan dengan Multi Level Marketing semakin
marak. Banyak produk yang dipasarkan dengan sistem ini, bahkan sebagian produk bisa diperoleh dengan harga yang lebih murah dengan menjadi member pada lembaga yang menerapkan sistem ini sehingga masyarakat yang membutuhkan suatu produk tersebut tertarik untuk menjadi anggotanya atau dalam beberapa prakteknya, banyak point dan bonus yang dijanjikan bagi para anggota sehingga mereka bersemangat memasarkan produk tersebut untuk mengejar poin dan bonus tersebut dan terkadang ada yang berniat gabung demi mendapatkan bonus, bukan karena butuh kepada produk yang dijual.7
Akhir-akhir ini, perkembangan bisnis MLM diramaikan pula dengan
hadirnya MLM berbasis syariah. Keberadaan MLM syariah di tanah air menjadi
5
Cecep Castrawijaya, Etika Bisnis MLM Syariah. h. 7.
6
Kuswara, Mengenal MLM Syari’ah, (Tangerang: Amal Actual, 2005), h.17.
7
http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2010/12/06/12129/MLM-dalam pandangan-Islam/, diakses pada Minggu, 22 Maret 2015, pukul17.38 WIB.
(15)
muslim. Bagi kalangan muslim puritan, mereka akan lebih cenderung memilih untuk melakukan kegiatan bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah Islam. Apalagi di tengah masih merebaknya kontroversi tentang bisnis ini.8
Beberapa perusahaan MLM bahkan telah memberikan perusahaannya
dengan label syariah. Oleh karena banyaknya perusahaan MLM yang berkembang, maka Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait MLM tersebut, yang tertera dalam fatwa No 75/DSN MUI/VI/2009
tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) dan dijelaskan secara khusus dalam fatwa No 83/DSN-MUI/VI/2012 tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) jasa perjalanan umrah. Selain dari fatwa DSN MUI tersebut, terdapat pula fatwa yang menjelaskan tentang MLM yang
berbasis syariah yaitu terdapat dalam fatwa Al-Islam As-Sual wa Al-Jawab
(Tanya Jawab Soal Islam) No 170594 yang dijelaskan oleh Syaikh Sholih Al Munajjid9. Kedua fatwa tersebut sama-sama memberikan penjelasan tentang kriteria MLM yang berbasis syariah. Namun, yang membedakan isi kedua fatwa
tersebut yaitu pada persyaratan anggota MLM. Fatwa DSN-MUI mensyaratkan
harus membayar sejumlah uang atau membayar objek akad untuk menjadi anggota MLM, hal ini tertera dalam ketentuan khusus (bagi musta’jir) fatwa terkait yang terdapat pada poin 1.b, sub poin c “anggota wajib membayar harga (ujrah) objek akad”. Sedangkan dalam fatwa Al-Islam As-Sual wa Al-Jawab No 170594 yang dijelaskan oleh Syaikh Sholih Al Munajjid, tidak disyaratkan untuk membayar sejumlah uang maupun membayar objek akad untuk menjadi anggota.
8
Kuswara, Mengenal MLM Syari’ah,h. 19.
9
(16)
tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul Sistem Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (Studi Komparatif Fatwa No 83/DSN-MUI/VI/2012 Dengan Fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid No 170594 dalam kitab Fatwa Al-Islam As-Sual Wa Al-Jawab).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, agar pembahasan lebih terfokus sesuai dengan judul skripsi yang penulis kemukakan maka penulis memberikan batasan masalah mengenai Pejualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) atau MLM syariah terkait dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) dan fatwa Al-Islam As-Sual wa Al-Jawab No 170594 yang dikemukakan oleh Syaikh Sholih Al-Munajjid. Hal ini diharapkan agar identifikasi masalah tidak menyimpang dari pokok bahasan.
Adapun perumusan yang dimaksud oleh penulis dalam skripsi adalah :
1. Bagaimana konsep Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) menurut fatwa No 83/DSN/MUI/VI/2012 dan dalam fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid ?
2. Bagaimana pandangan lembaga fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis ulama Indonesia dan fatwa Syaikh Shalih al-Munajjid No 170594 dalam kitab fatwa Al-Islam As-Sual wa Al-Jawab terhadap akad dalam sistem
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah?
3. Bagaimana perbandingan antara fatwa No 83/DSN/MUI/VI/2012 dengan Fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid?
(17)
1. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk menjelaskan konsep Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) yang terdapat dalam fatwa No 83DSN/MUI/VI/2012 dan fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid.
b. Untuk menjelaskan pandangan lembaga fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Syaikh Shalih al-Munajjid No 170594 dalam kitab fatwa Fatwa Al-Islam As-Sual wa Al-Jawab
terhadap akad dalam sistem Penjualan Langsung Berjenjang Syariah. c. Untuk membandingkan sisi persamaan dan perbedaan antara fatwa No
83DSN/MUI/VI/2012 dan fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid. 2. Manfaat Penelitian
Manfaat penulisan skripsi ini secara akademis dan secara praktis adalah:
a. Secara Akademis
Manfaat penulisan skripsi ini secara akademis yaitu untuk memberikan kontribusi akademis serta menambah khasanah keilmuan khususnya di bidang penjualan langsung berjenjang syariah.
b. Secara Praktis
Manfaat penulisan skripsi ini secara praktis yaitu untuk memberikan rujukan dalam perumusan produk ekonomi syariah khususnya dibidang penjualan langsung berjenjang syariah.
(18)
1. Sistem Pemasaran Haji dan Umrah PT. Arminareka Perdana, ditulis oleh
Handy Indra Dermawan mahsiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, FDK, Menejemen Dakwah tahun 2013. Dalam pembahasan skripsinya Handy Indra Dermawan menyimpulkan bahwa Sistem pemasaran perusahaan ini berdasarkan tahapan-tahapan pemasaran yakni pada bagian segmentasi pasar hanya menggunakan 2 variabel saja, yaitu berdasarkan jenis kelamin dan penyebaran kantor perwakilan di berbagai daerah di Indonesia, lalu berdasarkan unsur-unsur pemasaran dimana pada bagian promosi, perusahaan ini menngunakan sistem referensi mudharabah yang lain dari
travel-travel yang ada di Indonesia
2. Analisis Pemasaran Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Pada PT.
Arminareka Perdana, ditulis oleh Ibnu Rijal Silmi mahsiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, FDK, Menejemen Dakwah tahun 2013. Dalam penelitiannya Ibnu Rijal Silmi menyimpulkan bahwa adanya kesesuaian pemasaran yang dilakukan perusahaan sesuai ketentuan dalam fatwa DSN-MUI No 83/DSN-DSN-MUI/VI/2012 tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah jasa perjalanan umrah yang ditandai dengan akad yang dilakukan yakni jual beli jasa, adanya ujrah bagi jamaah yang berhasil merekrut
jamaah lainnya dan juga tidak memberikan iming-iming imbalan yang besar bila jamaah tidak menjalankan hak usaha kemitraannya. Selain itu, juga adanya ketidak sesuaian operasional yang dibuktikan dengan adanya beberapa agen yang tidak memberikan informasi adanya solusi bagi jamaah yang kurang mampu dan hanya mementingkan sisi perekrutannya saja.
(19)
diatas mereka lebih menitikberatkan penelitiannya pada sisitem pemasaran dalam rangka meningkatkan jumlah jamaah. Sedangkan dalam skripsi ini penulis berusaha menguraikan serta menjelaskan akad-akad yang terkandung dalam konsep Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) yang dikeluarkan oleh Dewan Syaiah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Syaikh Shalih Al-Munajjid.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh penulis untuk sampai pada rumusan yang tepat dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif10. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah meted atau cara yang dipergunkan di dalam penelitian hukum yang dilakukan.
2. Sumber data
a. Sumber data primer, yakni fatwa DSN-MUI No 83/DSN-MUI/VII/2012 dan fatwa Syaikh Sholih Al-Munajjid dalam kitab Fatwa Al-Islam As-Sual wa Al-Jawab No 170594.
b. Data Sekunder, yakni buku-buku terkait dengan penulisan skripsi ini disertai wawancara dengan pakar terkait pembahasan skripsi.
c. Data Tersier, yakni berupa artikel, koran, jurnal, kamus dan ensiklopedia yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini.
10
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
(20)
Dalam teknik pengumpulan data penulisan akan menggunakan teknik studi kepustakaan/studi dokumen (documentary study), yakni menelusuri buku-buku dan literatur yang terkait dengan permasalahan, baik yang berkaitan dengan peraturan dalam konteks keislaman maupun pandangan para pakar hukum Islam.
4. Teknik Analisis Data
Analisis yang dilakukan adalah analisis data komparatif.11 Analisis komparatif yakni metode analisis dengan perbandingan antara kedua fatwa yang mengkaji tentang permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, dalam hal ini yaitu DSN-MUI No 83/DSN-MUI/VI/2012 dan fatwa Syaikh Sholih Al-Munajjid No 170594 dalam kitab Fatwa Al-Islam As-Sual wa Al-Jawab.
F. Teknik Penulisan Skripsi
Pada setiap tulisan atau karangan ilmiah, terdapat suatu hal yang penting sebagai pedoman atau sistem rujukan dalam dasar tulisan ilmiah. Metode penulisan penelitian (teknik penulisan) ini mengacu kepada Buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2012. Adapun terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an merujuk kepada Al
-Qur’an dan terjemahannya yang diterbitkan oleh Departement Agama Republik
Indonesia Tahun 2009, dengan pengecualian sebagai berikut:
11
Penelitian komparatif dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum yang bersifat deskriptif dan tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan informasi dan perbandingan
hukum terapan yang mempunyai sasaran tertentu. Lihat, Peter Mahmud Marzuki, Penelitian
(21)
hal ini untuk menghormati bahwa ayat Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang harus dimuliakan.
2. Terjemahan Ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist diketik dalam satu spasi, baik yang kurang maupun yang lebih dari enam baris, serta disebutkan surat dan nomor ayatnya pada akhir ayat dengan mencantumkan footnote.
G. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini penulis membagi pembahasan ke dalam (5) lima Bab, dimana masing-masing bab mempunyai sub bahasan, hal ini dimaksudkan untuk memberikan penekanan pembahasan mengenai topik-topik tertentu dalam penulisan skripsi ini sehingga mendapatkan gambaran dan penjelasan yang utuh. Lebih jelasnya, gambaran sistematika pembahasan penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II merupakan tinjauan teoritis mengenai akad jual beli dan wakalah
serta sistem penjualan langsung berjenjang.
Bab III membahas tentang isi fatwa No 83/DSN-MUI/VI/2012 dan fatwa Syaikh Shalih Al Munajjid No 170594 serta kedudukan fatwa.
Bab IV membahas sisi persamaan dan peredaan kedua fatwa serta analisis komparasi fatwa No 83/DSN-MUI/VI/2012 dengan fatwa Syaikh Shalih Al Munajjid No 170594.
Bab V penutup yang berisi tentang kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan saran yang berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang.
(22)
11
SISTEM PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG
A. Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli dalam istilah fiqih secara etimologi bisa disebut dengan al-bai‟, al-Tijarah dan al-Mubadalah1 yang berarti menjual, mengganti, dan menukar
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba‟ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira‟ (beli).2 Dengan demikian, kata al-bai‟ (jual) dan asy-syira‟ (beli) dipergunakan dalam pengertian yang sama.3
Secara terminologi yang dimaksud dengan jual beli yaitu menukar barang dengan barang atau barang dengan uang yang dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.4
Dapat dipahami bahwa dalam transaksi jual beli ada dua belah pihak yang terlibat, transaksi terjadi pada benda atau harta yang membawa pada kemaslahatan bagi kedua belah pihak, harta yang diperjualbelikan itu halal, dan kedua belah pihak mempunyai hak atas kepemilikannya untuk selamanya. Selain itu, inti jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 67.
2
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 111.
3
Supian dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2004), h. 123.
4
(23)
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak. Pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan dan disepakati secara syara‟ sesuai dengan ketetapan hukum. Maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟.5
Benda dapat mencakup pengertian barang dan uang, sedagkan sifat benda tersebut harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan penggunanya menurut syara‟. Benda itu adakalanya bergerak (dipindahkan) dan adakalanya tetap (tidak dapat dipindahkan), ada yang dapat dibagi-bagi, adakalanya tidak dapat dibagi-bagi, ada harta yang ada perumpamaannya (mitsli) dan tidak ada yang menyerupainya (qimi) dan yang lain-lainnya. Penggunaan harta tersebut dibolehkan sepanjang tidak dilarang
syara‟.6
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang jual beli, salah satunya dalam surat Al-Baqarah ayat 275:
5 Sohari Sahrani dan Su’fah Abdullah,
Fikih Muamalah, (Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia, 2011), h. 66.
6
(24)
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba7 tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.8 Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu9 (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Dalam sebuah Hadits:
Artinya : “Dari sahabat Rafi‟ bin Khadij ia menuturkan: dikatakan (kepada
Rasulullah SAW), “Wahai Rasulullah! Penghasilan apakah yang paling
baik?” Beliau menjawab, “hasil pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap perniagaan yang baik.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Al-Hakim, dan di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Kaidah Fiqih
“hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukan akan keharamannya”.11
7
Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
8
Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
9
Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
10
Ahmad No 16814, At-Thabrani No 4411, dan Al-Hakim No 2158. Lihat, Maktabah Syamilah, Versi 2.
11
Ahmad ibn Syaikh Muhammad Ar-Razaq, Syarah Al-Qawa‟id Al-fiqhiyyah,
(25)
Para ulama juga telah menyepakati bahwa perniagaan adalah pekerjaan yang
dibolehkan dan kesepakatan ini telah menjadi suatu bagian dari syari’at Islam
yang telah diketahui oleh setiap orang. Sebagai salah satu buktinya, setiap ulama yang menuliskan kitab fiqih atau kitab hadits, mereka senantiasa mengkhususkan satu bab untuk membahas berbagai permasalahan yang terkait dengan perniagaan.
Berangkat dari dalil-dalil ini, para ulama menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah boleh, selama tidak menyelisihi syari’at. Walau
demikian, syari’at Islam menggariskan beberapa prinsip dasar yang bertujuan
mengarahkan hubungan mereka tersebut, agar hubungan mereka berlangsung di atas prinsip-prinsip yang luhur nan suci dan agar tidak terjadi ketimpangan serta hanyut oleh bisikan hawa nafsu, sifat tamak, ambisi untuk menguasai dan bisikan setan. Dan agar setiap pemilik hak mendapatkan haknya secara utuh tanpa dikurangi sedikitpun.12
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual
beli itu dapat dikataan sah oleh syara’. Dalam menentukan rukun jual beli
terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari
pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka yang
menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha / tarâdhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu
12
Muhammad Arifin bin Badri, Sifat Perniagaan Nabi, (Bogor: Darul Ilmi Publishing:
(26)
merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukan kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi yang menunjukan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan qabul, atau melaui cara saling
memberikan barang dan harga barang (ta‟a¯thi).13
Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:
a. Muta‟aqidain (dua orang yang berakad) b. Sighat (lafal ijab dan qabul)
c. Ada barang yang dibeli
d. Ada nilai tukar pengganti barang
Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang dibeli dan nilai tukar barang termasuk kedalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli.
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama di atas adalah sebagai berikut:
1. Syarat orang yang berakad a. Berakal.
b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli.
2. Syarat yang terkait dengan ijab qabul
a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
13
(27)
b. Qabul sesuai dengan ijab.
c. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis.
3. Syarat barang yang diperjualbelikan
a. Barang itu ada atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
b. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat utnuk manusia.
c. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh di jualbelikan.
d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsug.
4. Syarat-syarat nilai tukar
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
b. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti pembayaran dengan cek dan atau kartu kredit.
c. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (al-muqâyadhah), maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang
diharamkan syara’, seperti babi dan khamr, karena kedua jenis ini tidak
bernilai dalam syara’.
4. Bentuk-Bentuk Jual Beli
a. Jual beli yang shahih
Suatu jual beli dikaakan jual beli yang shahih apabila jual beli itu
(28)
orang lain, tidak tergantung pada khiyar lagi. Jual beli seperti ini dikatakan sebagai jual beli yang shahih.
b. Jual beli yang bathil
Jual beli daikatakan bathil apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak teerpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak
disyari’atkan, seperti jual beli barang yang diharamkan syara’.
Jenis-jenis jual beli yang bathil diantaranya: 1) Jual beli sesuatu yang tidak ada.
2) Menjual barang yang tidak boleh diserahkan pada pembeli, seperti menjual barang yang hilang atau burung piaraan yang lepas dan terbang di udara.
3) Jual beli yang mengandug unsur penipuan.
4) Jual beli benda-benda najis, seperti babi, khamr, bangkai dan darah,
karena semuanya itu dalam pandangan Islam adalah najis dan tidak mengandung makna harta.
5) Jual beli al-„arbun yaitu jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjajian, pembeli membeli sebuah barang dan uangnya seharga barang diserahkan kepada penjual, dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju, maka jual beli sah. Tetapi jika pembeli tidak setuju dan barang dikembalikan, maka uang yang telah diberikan kepada penjual menjadi hibah bagi penjual.
6) Memperjualbelikan air sungai, air danau, air laut. Karena merupakan hak bersama umat manusia dan tidak boleh diperjualbelikan.
(29)
c. Jual beli yang fasid
1) Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat.
2) Menjual barang yang ghaib dan tidak dapat dihadirkan pada saat jual beli berlangsung.
3) Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum sempurna matangnya untuk dipanen.
B. Wakalah
1. Pengertian Wakalah
Wakalah secara etimologi yang berarti al-hifdh pemeliharaan, al-Tafwidh
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.14 Sedangkan secara terminologi wakalah adalah pemberi kewenangan/kuasa kepada pihak lain tentang
apa yang harus dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi
pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan.15 Perwakilan sah dilakukan pada permasalahan jual beli, perkawinan, thalaq, memberi, dan
menggadai suatu barang yang berhubungan dengan muamalah.16
Definisi wakalah menurut beberapa pendapat, diantaranya: menurut Hashbi Ash-Shiddieqy mengatakan bahwa wakalah adalah “akad penyerahan kekuasaan, yang pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak (bertasharruf).”17 Sayyid Sabiq mengatakan bahwa wakalah adalah
14
Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.
182.
15
Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 171. 16
Idris, Fiqh Menurut Madzhab Syafi‟i, (Jakarta: Widjaya, 1969), cet. I, h. 67.
17
(30)
pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.18
Para ulama memberikan definisi wakalah yang beragam, diantaranya yaitu: Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wakalah adalah, seseorang menempati diri
orang lain dalam tasharruf (pengelolaan). Sedangkan Ulama Malikiyah,
Syafi’iyah dan Hanabilah mendifinisikan bahwa wakalah adalah seseorang
menyerahkan sesuatu kepada orang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya.19
2. Dasar Hukum wakalah
Allah berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 19:
Artinya : dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. (QS. Al-Kahfi: 19)
18
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid III, (Beirut :Daar Al-Fikr, 1984), h. 72. 19
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga
(31)
Hadits Nabi
Artinya : Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku akan keluar menuju Khaibar, lalu aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: "Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah darinya 15 wasaq." (HR. Abu Dawud)20
3. Rukun dan Syarat Wakalah
Adapun rukun dan syarat-syarat berwakil menurut madzhab Syafi’i dalam buku muamalat karya Helmi Karim dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Muwakil, orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa yang
diwakilkan, sebab milik atau dibawah kekuasaannya, disyaratkan:
1) Harus seorang pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuai yang ia wakilkan.
2) Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni
dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan lain sebagainya.
b. Wakil, disyaratkan bahwa wakil sah melakukan apa yang diwakilkan
kepadanya, tak ubahnya orang yang berwakil pula, disyaratkan: 1) Cakap hukum
2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya 3) Wakil adalah orang yang diberi amanat
20Abu Daud Sulaiman ibn As’ats As
-Sajastani, Sunan Abu Daud, (Beirut: Daar Al-Kitab Al-‘Arabi, tt), Juz 3. h. 350.
(32)
c. Muwakil fiih, sesuatu yang diwakilkan, disyaratkan:
1) Menerima penggantian, artinya boleh diwakilkan kepada orang lain dalam pengerjaannya.
2) Dimiliki oleh orang yang berwakil itu 3) Diketahui dengan jelas
d. Sighat, berarti lafal wakil yaitu ucapan dari orang yang berwakil yang
menyatakan bahwa ia rela berwakil.21
Dapat penulis simpulkan bahwa wakalah bukanlah akad yang berlaku abadi, tetapi bisa menjadi batal atau dibatalkan. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang menyebabkan wakalah itu batal dan berakhir. Pertama, ketika salah satu pihak
yang berwakalah itu wafat atau gila. Kedua, apabila maksud yang terkandung
dalam wakalah itu sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan maksud dari
pekerjaan tersebut. Ketiga, diputuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak
yang menerima kuasa dan berakhir karena hilangnya kekuasaannya atau hak pemberi kuasa atas sesuatu obyek yang dikuasakan.22
Adapun berakhirnya akad wakalah yaitu karena adanya pelanggaran aturan dalam berwakalah, dalam berwakalah contohnya dalam hal agen penjual sebagai wakil penjual merangkap sebagai pembeli dalam transaksi yang sama/ dalam waktu yang bersamaan, kedudukan agen sebagai wakil gugur, selanjutnya agen berkedudukan sebagai pembeli.23
21
Helmi Karim, , Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1993), h. 445. 22
Helmi Karim, , Fiqh Muamalah, h. 20.
23
Lihat, ketentuan mengenai agen dan mekanisme perdagangan dalam Fatwa No 82/DSN/MUI/VII/2011.
(33)
C. Pemasaran dan Sistem Sistem Penjualan Langsung Berjenjang 1. Pemasaran
Menurut Indriyo, pemasaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengusahakan produk yang dipasarkan itu dapat diterima dan disenangi oleh pasar.24 Pendapat ini sejalan dengan pernyataan Philip Kolter yang menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.25
Menurut American Marketing Association dalam Bukhari Alma,
pemasaran diartikan sebagai proses merencanakan konsepsi, harga, promosi dan distribusi ide, menciptakan peluang yang memuaskan individu dan sesuai dengan tujuan organisasi.26 Pengertian ini hampir sama dengan kegiatan distribusi, sehingga belum menunjukan asas-asas pemasaran, terutama dalam menentukan barang atau jasa yang akan dihasilkan.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran baik dari pengertian sempit maupun luas secara keseluruhan memiliki tujuan yang sama yaitu membuat pasar/konsumen tetap loyal terhadap produk perusahaan
24
Indriyo Gitosudarmo, Manajemen Pemasaran (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1995),
h.1.
25
Philip Kolter, Manajemen Pemasaran, Edisi millenium I, (Jakarta: Pehallindo, 2002), h. 9.
26
Bukhari Alma, Manajemen dan Pemasaran Jasa, cet.IV, (Bandung: Alfabeta, 2002), h. 3.
(34)
dalam jangka waktu panjang agar tercipta suatu siklus hubungan yang kontinyu dan harmonis antara perusahaan dan pansa pasarnya.27
2. Sistem Penjualan Langsung Berjenjang/Multi Level Marketing
Penjualan Langsung Berjenjang (PLB) atau sering disebut Multi Level
Marketing (MLM) adalah salah satu cabang dari Direct Selling28 (DS).
Penjualan langsung berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut.29
Secara bahasa (etimologi), Multi Level Marketing berasal dari bahasa
Inggris yang merupakan penggalan dari kata “multilevel” dan “marketing”. Dalam kamus Inggris-Indonesia yang disusun oleh John M.Echols, multilevel
berati bersusun-susun atau bertingkat-tingkat30 dan marketing berarti
pemasaran, perdagangan atau belanja.31
Secara istilah (terminologi) menurut Peter J. Cholthier Multi Level
Marketing adalah suatu cara atau metode menjual barang secara langsung
kepada pelanggan melalui jaringan yang dikembangkan oleh para distributor lepas yang memperkenalkan para distributor berikutnya, pendapatan dihasilkan
27
Cecep Castrawijaya, Etika Bisnis MLM Syariah, (Tangerang Selatan: Sedaun
Publishing, 2013), h. 57
28
Penjualan produk atau jasa tanpa menggunakan kios atau toko eceran, distributor, jasa pialang, pemborong atau setiap bentuk perantara dagang lain. Lihat Norman A Hart, Dkk. Terj. Anthony Than dan Agustinus Subekti, Kamus Marketing, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h. 68.
29
Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, (Bandung: PT
Mizan Pustaka2006), h.139.
30
John M. Echols danHasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia: An Englis Indonesia
Dictionary, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), Cet- 4.h. 33.
31
John M. Echols Dan HasanSadily, Kamus Inggris Indonesia: An Englis Indonesia
(35)
terdiri dari laba eceran dan laba grosir ditambah pembayaran-pembayaran berdasarkan penjualan total kelompok yang dibentuk oleh sebuah distributor.32
David Roller mendefinisikan Multi Level Marketing adalah sistem
melalui mana sebuah induk perusahaan mendistribusikan barang atau jasanya lewat suatu jaringan orang-orang bisnis yang independen, dan orang-orang tersebut kemudian mensponsori orang lain lagi untuk membantu mendistribusikan barang atau jasanya.33
Berbeda dengan bentuk penjualan lainnya, pada Multi Level Marketing
seorang distributor tidak hanya berusaha memasarkan dan menjual produk kepada konsumen secara eceran, tapi juga mencari distributor untuk memasarkan barang atau jasa tertentu kepada oran lain. Distributor pada Multi
Level Marketing melatih distributor dibawahnya untuk mencari dan melatih
orang lain. Mereka tidak hanya mendapatkan komisi penjualan, tetapi juga mendapat bonus ketika distributor dalam kelompok penjualannya berhasil menjual.34
Sistem ini memiiki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan sistem pemasaran lain, diantara ciri-ciri khusus terssebut adalah terdapatnya banyak jenjang atau level, melakukan perekrutan anggota baru, penjualan produk, terdapat sistem pelatihan, serta adanya komisi/bonus untuk tiap jenjangnya. Dalam sistem ini, calon distributor semacam membeli hak untuk merekrut
32
Peter J. Cholthier, Multi Level Marketing A Practical Guide To Succesfulnetwork
Selling, MeraihUangDenganMulti Level Marketing, PedomanPraktisMenuju Network Selling Yang Sukses, terjemahan T. Hermaya, (jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), cet-4, h. 33.
33
David Roller, How To Make Big Money InMulti Level Marketing, Menjadi Kaya
DenganMulti Level Marketing, terjemahan waskito, (jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), cet-2, h. 3.
34
(36)
anggota baru, menjual produk dan mendapatkan kompensasi dari hasil penjualan mereka sendiri maupun dari hasil penjualan anggota yang direkrut (downline) di dalam organisasi jaringannya.35
3. Konsep Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS)
Penjualan Langsung Berjenjang syariah (syariah direct selling, al-taswiq al-syabaki, al-taswiq al-harami, al-taswiq al-thabaqi, atau atl-taswiq al-tijari)
atau dikenal dengan MLM syariah yaitu metode penjualan barang atau jasa
tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh anggota (mitra usaha) yang bekerja atas dasar imbalan (komisi dan/atau bonus) berdasarkan hasil penjualan kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap, metode penjualan barang atau jasa tesebut dijalankan berdasarkan akad dan prinsip syariah.36 Dengan demikian, sistem bisnis konvensional yang berkembang saat ini dicuci, dimodifikasi, dan disesuaikan dengan syariah. Aspek-aspek haram dan syubhat dihilangkan dan diganti dengan nilai-nilai ekonomi syariah yang berlandaskan tauhid, akhlak dan hukum muamalah.37
Tidak mengherankan jika visi misi MLM konvensional akan berbeda total dengan MLM syariah. Visi misi MLM syariah tentu saja tidak hanya fokus pada keuntungan materi semata, tapi keuntungan dunia dan akhirat orang-orang yang terlibat di dalamnya. Pelaku MLM syariah juga berbeda dalam hal
35
Kuswara, Mengenal MLM Syari‟ah, (Tangerang: Amal Actual, 2005), h.18.
36
Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 83/DSN-MUI/VI/2012 Tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah
37
(37)
motivasi dan niat, orientasi, produk, sistem pengolahan, pengawasan, dan sebagainya.38
Dalam MLM syariah, misalnya ada yang disebut Dewan Pengawas
Syariah, sebuah lembaga yang memungkinkan untuk mengawasi pengelolaan suatu usaha syariah. Lembaga ini secara tidak langsung berfungsi sebagai internal audit and surveillance system untuk memfilter bila ada hal-hal yang
tidak sesuai dengan aturan agama Islam pada suatu usaha syariah.39
4. Kriteria MLM syariah
Pada prinsipnya, apakah suatu usaha MLM halal atau haram, tidak bisa
dipukul rata. Tidak ditentukan oleh masuk tidaknya perusahaan dengan konsep penjualan langsung dalam keanggotaan APLI,40 juga tidak dimonopoli oleh pengakuan sepihak sebagai perusahaan MLM syariah atau konvensional.
Melainkan tergantung sejauh mana usaha ini mempraktikan bisnisnya di lapangan, lalu dikaji sesuai syariah atau tidak. Berikut ini adalah beberapa poin panduan yang dapat kita gunakan untuk menilai apakah sebuah usaha MLM
sesuai syariah atau tidak, halal atau tidak.41 a. Business Plan
- Tidak menjanjikan kaya mendadak, atau menjanjikan untuk mendapatkan uang dengan cepat dan mudah.
38
Kuswara, Mengenal MLM Syari‟ah, h. 86.
39
Cecep Castrawijaya, Etika Bisnis MLM Syariah, h. 66.
40
Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), saat ini APLI adalah satu-satunya organisasi yang menaungi perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri penjualan
langsung di indonesia, tergabung dalam World Federation of Direct Selling Association
(WFSDA). Lihat, kuswara, Mengenal MLM Syari‟ah, h. 87
41
(38)
- Tidak mengarahkan distributornya pada materialisme, atau gaya hidup yang mendorong pada kemubadziran.
- Tidak ada unsur skema piramida42, dimana hanya yang berada pada level-level puncak saja yang diuntungkan, sedangkan pada level-level-level-level bawah mengalami kerugian.
- Biaya pendaftaran tidak terlalu tinggi, biaya pendaftaran dapat diumpamakan sebagai ganti biaya starterkit atau kartu anggota yang
harganya relatif tidak terlalu mahal.
- Adanya transaparansi sistem, yaitu semua sistem yang berkaitan dapat diketahui secara transparan dalam batas-batas tertntu. Berapa bonus dan komisi yang didapat dijelaskan darimana diperolehnya sesuai aturan yang ada.
- Bonus jelas nisbahnya sejak awal, bentuknya bisa berupa perjanjian mengenai tata cara pembagian dan mekanisme penerimaan bonus setiap distributor.
b. Produk
- Ada transaksi riil (delivery of good of services) atas barang atau jasa yang diperjual belikan.
- Barang dan jasa diupayakan kebutuhan pokok, bukan barang mewah yang mendorong pada konsumerisme dan pemborosan.
42
Skema Piramida adalah sistem (ilegal) dimana banyak orang yang berada pada lapisan terbawah dari piramida membayar sejumlah uang kepada sejumlah orang yang berada di lapisan piramida teratas. Setiap anggota baru membeli peluang untuk naik kelapisan teratas dan mendapat keuntungan dari orang lain yang bergabung kemudian. Sebagai contoh, untuk menjadi anggota Anda mungkin harus membayar mulai dari jumlah yang kecil hingga jutaan rupiah, http://www.apli.or.id/skema-piramida/, diakses pada: Minggu, 19 April 2015, 18:46 WIB.
(39)
- Terdapat produk yang dijual, baik berupa jasa atau barang kebutuhan pokok.
- Barang dan jasa yang diperjual belikan jelas kehalalannya, lebih baik lagi jika dibuktikan dengan hasil penelitian dari pihak yang berwenng.
- Tidak ada excesive mark up (kenaikan biaya yang belebihan) atas harga
produk yang diperjual belikan di atas covering biaya promosi dan marketing konvensional.
- Memiliki jaminan dikembalikan (buy back guarante), sebagai bagian dari layanan kepada konsumen, sehingga konsumen dapat mengembalikan jika barang yang terlanjur dibeli ternyata tidak berkualitas atau rusak.
- Lebih afdhal jika barang atau jasa yang dijual diproduksi oleh saudara
yang seiman. c. Perusahaan
- Perusahaannya memiliki track record yang baik, bukan perusahaan
misterius yang menimbulkan kontroversi, atau punya hubungan dengan misi agama non muslim.
- Sistem keuangannya bersinergi dalam sistem keuangan syariah. Mulai dari permodalan, transaksi maupun kegiatan keuangan lainnya.
d. Support system
- Mengajarkan kejujuran dalam bisnis, tidak mengajarkan kebohongan atau menutupi cela produk pada prospek atau mengelabuinya agar mengikuti bisnis yang ditawarkan.
(40)
- Harus ada pergeseran paradigma tentang orientasi dan image sukses.
Sukses tidak diukur lewat dimilikinya sejumlah materi, tetapi ada yang lebih dariitu, yaitu kesuksesan dalam hal intelektual, emosional, dan spiritual.
e. Sistem pengawasan
- Adanya dewan pengawas syariah yang melakukan monitoring dan pengawasan secara terus menerus baik atas kehalalan produk, adilnya sistem pembagian bonus dan sistem, Islami-nya corporate culture yang
dibangun, dan orientasi sukses yang ditumbuhkan
- Dilakukannya finansial audit tahunan oleh pihak luar (akuntan publik) yang dengannya diharapkan pengurus MLM syariah akan tertib laporan
dan anggota (member) bisa melihat jalannya perusahaan tepatnya bergabung secara transaparan dari waktu ke waktu.
f. Bagian dari agent of development
- Diutamakan ada pengambilan barang dan jasa produksi pengusaha menengah kecil dan koperasi sebagai wujud kepedulian pemberdayaan usaha kecil.
- Semaksimal mungkin diutamakan produksi dari saudara seiman.
- Diupayakan mengutamakan produk buatan anak bangsa agar hemat devisa dan menggiatkan ekspor.
(41)
5. PrinsipdanOrientasiMLM Syariah
a. Prinsip MLM Syariah
Seperti halnya unsur niat menjadi titik awal pelaksanaan bisnis yang terdiri dari beberapa poin sebagaimana disebutkan di atas, MLM Islami juga berpegang teguh pada prinsip-prinsip muamalah Islamiyah. Terdapat tiga
prinsip umum yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282.
(42)
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu‟amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu‟amalahmu itu), kecuali jika
mu‟amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara
kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.”(QS. Al-Baqarah: 282) 1) Prinsip Pertanggungjawaban
Prinsip pertanggungjawaban merupakan konsep yang tidak asing lagi di kalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi masyarakat muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khaliq mulai
dari alam kandungan. Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah di
(43)
fungsi kekhalifahannya. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah.
2) Prinsip keadilan
Jika ditafsirkan lebih lanjut dari ayat 282 surat Al-Baqarah tersebutmengandung prinsip keadilan dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja meupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Hal ini bertarti bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupan.
3) Prinsip kebenaran
Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
b. Orientasi MLM Syariah
Dalam MLM syariah, orientasi bisnis yang dilakukan tidak
semata-mata bersifat duniawi atau hanya mendapatkan keuntungan yang bersifat materi semata, tapi ada yang jauh lebih besar dari hal tersebut, yaitu orientasi akhirat. Perusahaan MLM syariah adalah bisnis yang harus
berorientasi pada pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat bagi para pelakunya.43
Selain berorientasi pada profit sebagaimana usaha bisnis MLM
lainnya, MLM Islami juga memiliki tujuan non materi yang berorientasi
43
(44)
memberikan kontribusi dalam mengangkat perekonomian masyarakat, khususnya dalam hal memperluas jaringan lapangan kerja serta membantu menghimpun produk-produk berkualitas milik anak bangsa dan membangun wirausaha dikalangan generasi muda putus sekolah dengan pelatihan-pelatihan yang diberikan MLM Islami untuk berwirausaha sehingga mereka dapat menciptakan/membangun lapangan kerja bagi dirinya dan orang lain. MLM Islami tidak melupakan tujuan ukhrowi sehingga faktor zakat dan
benefit lainnya non-materi seperti pertumbuhan, keberlangsungan dan keberkahan juga menjadi ciri khas MLM Islami.44
44
Cecep Castrawijaya, Etika Bisnis MLM Syariah, (Tangerang Selatan: Sedaun
(45)
34
BAB III
ISI DAN KEDUDUKAN FATWA A. Isi Fatwa
1. Fatwa No 83/DSN/MUI/VI/2012
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dengan No 83/DSN/MUI/VI/2012 yang ditetapkan pada tanggal 06 Juni 2012/ 16 Rajab 1433 H, tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) –dalam hal ini objek akad adalah jasa perjalanan umrah–. Alasan penulis memiliih fatwa ini karena isi fatwa ini telah dikhususkan dari persyaratan akad hingga persyaratan bagi pelaku akad. Latar belakang munculnya fatwa ini dikarenakan adanya persoalan di masyarakat, banyak masyarakat kita yang menjadi korban praktik money game,
praktek MLM yang tidak sehat, praktek MLM yang berorientasi pada transaksi
illegal, transaksi yang tidak rill, tidak fair, dan di dalamnya ada unsur penipuan, kebohongan, serta investasi palsu. Artinya, ada suatu keresahan di masyarakat. Di sisi lain, keluarnya fatwa ini, dikarenakan secara kelembagaan memang ada lembaga yang meminta fatwa tersebut. Karena fatwa itu sendiri artinya jawaban atas pertanyaan dari perorangan, pemerintah maupun masyarakan pada umumnya.1 Mereka meminta DSN MUI untuk bagaimana membangun suatu sistem MLM yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.2
1
Wawancara pribadi dengan Prof. Hasanuddin AF, MA. Pada Kamis, 16 Oktober 2015, 08:21 WIB.
2
http://mysharing.co/cermat-memilih-mlm-syariah . diakses pada 02 Juni 2015 pada
(46)
Isi dari fatwa tersebut yaiu tentang ketentuan akad dalam sistem Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) dengan mengatur seluruh bagian baik dari segi akad maupun syarat bagi pelaku akad. Dalam hal ini penulis lebih menyoroti isi fatwa tentang ketentuan khusus mengenai anggota yang tercantum dalam poin C fatwa terkait yang berbunyi “anggota wajib membayar harga (ujrah) objek
akad”.
Berdasarkan firman Allah SWT. dalam kitab-Nya:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu3 Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa: 29)
Artinya: salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".(QS. Al-Qashash: 26)
Artinya: penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (QS. Yusuf: 72)
3
Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
(1)
83 PLBS Jasa Perjalanan U m rah 16xwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
c. Anggota berhak memperoleh imbalan ju 'alah apabila
hasil dari pekerjaan obyek akadju 'alah terpenuhi.
2.c. Ketentuan mengenai Obyek Akad Ju'alah
a. Objek akad ju 'alah (m ahal al- 'aqd) harus jelas, yaitu
pekerjaan yang berupa rekrut calon anggota dan
pembinaan; anggota yang berhasil direkrut dan dibina
merupakan natijah;
b. Jumlah anggotaimitra level bawah (dow n-line) dan yang
dibina oleh mitra level atas (up-line) harus dibatasi
sesuai kebutuhan dan kewajaran untuk umrah;
c. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung
unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan
akhlak mulia, sepertisyirik, kultus, dan lain-lain.
2.d. Ketentuan mengenai Imbalan (Ju'l)
a. Imbalan ju 'alah (rew ard/tiw adh/rju'Iy harus ditentukan
besarannya oleh ja'il dan diketahui oleh anggota pada
saat pendaftaran;
b. Imbalan ju 'alah yang diberikan kepada anggota harus
berasal dari komponen biaya paket perjalanan umrah yang telah diakui dan dibukukan sebagai pendapatan perusahaan danlatau dari kekayaan perusahaan;
c. Imbalan ju 'alah harus digunakan seluruhnya atau
disisihkan sebagiannya untuk biaya keberangkatan
umrah, guna menghindari penyimpangan tujuan
mengikuti PLBS, yaitu melaksanakan umrah (bukan
bertujuan untuk mendapatkan imbalan semata);
d. Imbalanju 'alah yang dijanjikan oleh perusahaan kepada
anggota tidak menimbulkan ighra ';
e. Sistem pembagian imbalan ju'alah bagi anggota pada
setiap peringkatllevel harus mengacu pada prinsip
keadilan dan menghindari unsur eksploitasi;
f. Imbalanju 'alah yang diberikan oleh perusahaan kepada
anggota, baik be saran maupun bentuknya, harus
berdasarkan pada hasil pre stasi yang dilakukan anggota
sebagaimana tertuang dalam akad;
g. Tidak boleh ada imbalan ju 'alah secara pasif yang
diperoleh anggota secara regular tanpa melakukan
pembinaan danlatau prestasi.
(2)
83 PLBS Jasa Perjalanan U m rahxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA17SRQPONMLKJIHGFEDCBA
K e l i m a K e t e n t u a n m e n g e n a i J a r i n g a n d a n P e n y e l e n g g a r a a n
1. Penyelenggaraan PLBS Jasa Perjalanan Umrah harus terhindar dari m uqam arah, gharar, m aysir, riba, dharar, zhulm , m oney gam e, ighra', jahalah, tadlis, gisysy, talbis, kitm an, dan syubhat;
2. Jika pemberangkatan umrah ditunda karena kelalaian
perusahaan, m aka anggotaimitra dapat membatalkan akad ijarah
atas Jasa Perjalanan Umrah; dan dana (harga jasa perjalanan umrah) milik anggota yang telah dibayarkan kepada perusahaan wajib dikembalikan oleh perusahaan kepada anggota;
3. Tidak boleh ada biaya untuk meningkatkan level (naik
peringkat) pada saat akad;
4. Dalam hal anggota tidak mampu lagi menambah dana untuk membayar kekurangan biaya umrah danlatau yang bersangkutan
gagal merekrut mitra lainnya dalam jangka waktu yang
disepakati para pihak, sehingga tidak berhasil mendapatkan dana yang cukup untuk melunasi biaya perjalanan umrah, maka perusahaan wajib mengembalikan komponen biaya paket jasa perjalanan umrah dari dana milik anggotaimitra tersebut setelah dikurangi biaya yang nyata.
K e e n a m K e t e n t u a n M e k a n i s m e
1. Calon anggota melakukan pendaftaran untuk menjadi anggota kepada Perusahaan;
2. Calon anggota wajib menyerahkan uang muka ijarah
m aushufah fi al-dzim m ah sebesar jumlah yang sesuai dengan kesepakatanlperaturan yang berlaku;
3. Perusahaan sudah berhak mendapatkan ujrah berdasarkan akad
ijarah m aushufah fi al-dzim m ah sejak akad dilakukan, untuk
mewujudkan paket perjalanan umrah (obyek akad ijarah
m aushufahfi al-dzim m ah);
4. Anggota wajib memasarkan produkjasa perjalanan umrah, serta
melakukan rekrutmen dan pembinaan kepada anggota
berjenjang lainnya;
5. Anggota memperoleh imbalan ju 'alah (ju'l) dari perusahaan
karena melakukan perekrutan dan pembinaan dengan akad
ju'alah;
6. Anggota memperoleh paket jasa perjalanan umrah dari
perusahaan dengan akadijarah m aushufah fi al-dzim m ah.
K e t u j u h K e t e n t u a n P e n u t u p
1. Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan sesuai syariah melalui musyawarah mufakat. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan, perselisihan
(3)
r
lkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA 83 PLBS Jasa Perjalanan U m rahxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA18diselesaikan secara bertahap melalui mediasi, arbitrase,
danlatau peradilan sesuai dengan kesepakatan danlatau
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari temyata terdapat kekeliruan, akan diubah
dan disempumakan sebagaimana mestinya.SRQPONMLKJIHGFEDCBA
D i t e t a p k a n d i
P a d a T a n g g a l
J a k a r t a
1 6 R a j a b 1 4 3 3 H
0 6 J u n i 2 0 1 2 M
D E W A N S Y A R I A H N A S I O N A L M A J E L I S U L A M A I N D O N E S I A
D R . K . H . M . A : .
..•.••.
Ketua,
(4)
(5)
(6)