Fatwa Tarjih Kedudukan Fatwa

52

BAB IV ANALISI KOMPARASI FATWA NO 83DSNMUIVI2012 DENGAN

FATWA SYAIKH SHOLIH AL-MUNAJJID NO 170594 DALAM KITAB FATWA AL-ISLAM AS-SUAL WA AL-JAWAB TENTANG PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG SYARIAH 1. Perbandingan fatwa No 83DSNMUIVI2012 dengan Fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid a. Sisi Persamaan 1 kedua fatwa tersebut fatwa No 83DSNMUIVI2012 dan fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid sama-sama menjelaskan tentang ketentuan dalam aktifitas Penjualan Langsung Berjenjang Syariah PLBS. 2 Fatwa No 83DSNMUIVI2012 dan fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid, keduanya termasuk kedalam jenis fatwa kontemporer. b. Sisi Perbedaan 1 Fatwa No 83DSNMUIVI2012 mewajibkan anggota dalam sistem penjualan lansung berjenjang syariah untuk membayar objek akad, sedangkan yang dijelaskan dalam fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid tidak mensyaratkan anggotanya untuk membayar sejumlah uang maupun membeli objek akad untuk menjadi anggota. 2 Dalil-dalil yang digunakan dalam fatwa No 83DSNMUIVI2012 lebih lengkap dari Al-Q ur’an, Hadits Nabi hingga Qaul Ulama, sedangkan dali-dalil yang digunakan dalam fatwa Syaikh Shalih Al-Muanjjid lebih sedikit yaitu hanya mengambil dari Hadits Nabi dan pendapat ulama terdahulu. 3 Metode ijtihad yang digunakan dalam fatwa No 83DSNMUIVI2012 adalah metode ijtihad jama’i, sedangkan dalam fatwa Syaikh Shalih Al- Munajjid menggunakan metode ijtihad fardhi. 4 Dalam fatwa No 83DSNMUIVI2012 dijelaskan bahwa akad yang terkandung dalam sistem PLBS adalah akad jual beli barangjasa, sedagkan dalam fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid dijelaskan bahwa akad yang terkandung dalam sistem PLBS adalah akad wakalah.

2. Analisis Komparasi Fatwa No 83DSNMUIVI2012 dengan Fatwa Syaikh

Sholih Al-Munajjid Tentang Sistem Penjualan Langsung Berjenjag Syariah Segala bentuk dalam aktifitas perekonomian pada dasarnya adalah dibolehkan, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah kaidah fiqih: “hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukan akan keharamannya”. 1 Sistem Penjualan Langsung Berjenjang Syariah PLBS dengan syarat anggota wajib membayar ujrah objek akad yang dijelaskakn dalam fatwa No 83DSNMUIVI2012 dapat dikategorikan sebagai akad jual beli, sehingga dalam prakteknya anggota diwajibkan membayar objek akad. Penyetaraan aktifitas penjualan langsung berjenjang syariah tersebut dapat diaktakan sesuai dengan 1 Ahmad ibn Syaikh Muhammad Ar-Razaq, Syarah Al- Qawa’id Al-fiqhiyyah, Damaskus: Daar Al-Qalam, 1409 H 1989 M, h. 381. Juz 1. prinsip-prinsip muamalat dalam Islam, karena pada dasarnya tidak menyalahi prinsip syariat apabila semua syarat-syarat dalam muamalat itu terpenuhi, tidak adanya unsur maisir, gharar maupun riba. 2 Selain fatwa tersebut di atas, fatwa dari Syaikh Shalih Al-Munajjid tentang persyaratan dalam sistem Penjualan Langsung Berjenjang Syariah PLBS dijelaskan bahwa anggota tidak disyaratkan membeli objek akad maupun memberikan sejumlah uang untuk menjadi anggota, karena dalam hal ini Syaikh Shalih Al-Munajjid meyetarakan aktifitas dalam sistem penjualan langsung berjenjang ke dalam akad wakalah perwakilan yang dilakukan dalam aktifitas jual beli, sehingga tidak ada pembayaran apapun untuk mensahkan keanggotaan. Karena konsep penjualan berjenjang yang ditandai dengan banyaknya anggota penyalur atau distributor dalam suatu jaringannya, maka apabila diberlakukan iuran keanggotaan dapat dikatakan bahwa perkara tersebut adalah satu pelanggaran dalam prisip ekonomi Islam khususnya dalam prinsip wakalah, karena kedudukan anggota yaitu sebagai wakil bukan sebagai pembeli. Pendapat pertama yang dijelaskan oleh Syaikh Shalih Al-Munajjid yang juga mengutip pendapat Syaikh Islam Ibn Taimiyah menyatakan bahwa tidak ada perwakilan atas perwakilan 3 , artinya seorang wakil tidak dapat mewakilkan kepada yang lain dalam satu pekerjaan yang sama. Selain mengutip pendapat tersebut, Syaikh Shalih Al-Munajjid juga mengutip pendapat Shalih Al-Athrom yang menjelaskan bahwa diperbolehkannya perwakilan atas 2 Wawancara pribadi dengan Prof. Hasanuddin AF, MA. Pada Kamis, 16 Oktober 2015, 08:21 WIB. 3 Al-Imam Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim ibn Taimiyah, Al-Fatawa Al-Kubra, Damaskus: Daar Al-Kitab, Juz, 61408 H 1987M, h. 404. Lihat, Maktabah Syamilah V.2. perwakilan dengan syarat masing-masing anggota saling mengetahui satu sama lain. Dapat disimpulkan bahwa Syaikh Shalih Al-Munajjid lebih cenderung menyamakan aktifitas penjualan langsung berjenjang dengan akad wakalah berdasarkan pendapat yang kedua yang dijelaskan oleh Abdurrahman bin Shalih Al-Athrom. Isi fatwa yang dikeuarkan oleh Syaik Shalih al-Munajjid dinilai kaku dan terkesan mempersempit ruang gerak berpikir logis. Karena pemberdayaan akal dibatasi dan difungsikan hanya sekedar mengikuti, maka produk pemikiran yang dihasilkan cenderung mengikat. Sementara lembaga fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, dinilai terlalu berani dan bahkan dianggap melampaui kewenangan ulama salaf yang tidak diragukan kehandalannya dalam masalah ini. Menurut lembaga tersebut kegiatan penjualan langsung berjenjang termasuk kedalam kategori jual beli dengan menggunakan akad ijarah maushufah fi dzimmah 4 dalam hal anggota memperoleh objek akad, dan akad ju’alah dalam rangka penjualan langsung berjenjang. Akad ini tepat digunakan untuk penjualan berupa jasa perjalanan haji dan umrah termasuk aset tidak berwujud namun manfaatnya bisa digunakan atau dirasakan. Hal ini sesuai dengan esensi dari Akad Ijarah itu sendiri, yaitu Bai Al-ManaafiJual Beli Manfaat. Kemudian manfaat barang yang akan digunakan atau dirasakan pun tidak ada pada saat akad ijarah dilaksanakan, 4 ljarah Maushufah fi al-Dzimmah adalah ijarah atas jasa mu jar yang pada saat akad hanya disebutkan sifat-sifat, kuantitas dan kualitasnya; lihat Fatwa No 83DSNMUIVI2012