Fatwa kolektifAl-Fatwa Al-Jama’i

kumpulan fatwa yang disusun dan ditulis oleh ulama secara perorangan yang mempunyai kualitas yang mumpuni. Seperti halnya di belahan dunia Islam, di Indonesia praktik pemberian fatwa secara individual telah berlangsung cukup lama. Sirajuddin Abbas, misalnya, membahas dalam koleksi fatwanya tiga pertanyaan yang berkaitan dengan isu-isu kontemporer seperti bunga bank, lotere, dan seni, sedangkan sisanya menjawab berbagai persoalan tauhid, ibadah, dan mu’amalah. 17 karena perubahan kondisi dan paradigma pengetahuan al-nu ẓ um al- ma „rifiyyah menjadi pengaruh terhadap pandangan bahwa ijtihad kolektif ijtihad jam a„i menjadi sesuatu yang dipertimbangkan secara serius. Dunia senantiasa berada dalam perubahan yang terus menerus.Pada periode sebelum ijtihad jam a„i berkembang, persoalan-persoalan global belumlah kompleks seperti ini. Namun ketika ditemukan sains dan teknologi, persoalan menjadi lebih rumit dan kompleks, baik yang terkait dengan persoalan lingkungan, medis, hak asasi manusia, ekonomi, politik, dan lainnya. Dalam perspektif fikih Islam, persoalan ini tidak cukup dipecahkan secara individual oleh para ulama, namun mesti melibatkan banyak pakar dalam perspektif yang berbeda. Mengingat wataknya, jenis ijtihad ini, karenanya adalah satu perkembangan baru dalam hukum Islam, tidak hanya di Indonesia, namun juga di seluruh dunia. 17 Rusli, “Tipologi Fatwa di Era Modern”, Hunafa, Jurnal Studi Islamika, Vol. 8. No. 2, Desember 2011, h. 279. Faktor-faktor yang menyebabkan untuk melakukan ijtihad jama’i dari pada ijtihad fardhi antara lain: 18 a Perkembangan modernisasi dalam segala segi kehidupan. Masalah- masalah kontemporer ini tidak memadai jika diselesaikan dengan ijtihad perorangan. Mau tidak mau diperlukan musyawarah dan tukar pendapat dari para pakar dari berbagai disiplin ilmu. b Perkembangan spesialisasi ilmu pngertahuan. Dewasa ini ilmu pengetahuan lebih spesifik dibahas dan dipelajari. Spesialisai bahasa arab, fiqh dan ushul fiqh dan berbagai disiplin ilmu yang lebih khusus menyebabkan seorang ilmuwan tidak lagi dapat menguasai ilmu pengetahuan yang menyeluruh sebagaimana halnya ulama terdahulu. Dalam memecahkan suatu persoalan, sering diperlukan informasi dan pemikiran dari berbagai ilmuwan yang bidangnya terkait dengan persoalan tersebut.

3. Fatwa Tarjih

Pada prinsipnya fatwa yang berbenutk tarjih ini adalah fatwa kolektif yang dihasilkan oleh sekelompok orang atau suatu tim yang memilah-milah dan menyeleksi hujjah dari berbagai pihak atau berbagai mazhab, kemudian ditetapkan yang paling kuat argumentasinya. Jadi, bidang tugas fatwa ini 18 Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, h. 44. ialah melakukan penelaahan dan membandingkan, kemudian memilih alasan yang lebih kuat. Mengambil atau memilih dari sejumlah pendapat orang lain dengan mengetahui dalilnya disebut ittiba’, oleh ulama fikih dianggap suatu aktifitas yang dihargai. Sebaliknya pengambilan pendapat pada orang lain, tanpa meneliti dalilnya, menurut al-Qardhawi merupakan taklid buta. Taklid buta ini sangat dicela dalam aspek lingkup ijtihad. Disamping itu, jika pendapat yang diambil itu diketahui beserta dalilnya, tetapi pendapat itu kurang logis maka tetap berpegang kepadanya merupakan tindakan yang bodoh. Pendapat yang harus dipegang secara taklid hanyalah dalil qath’i dalam Al- Qur’an dan sunnah Rasul yang shahih dan absah. Ijtihad yang sering diserukan oleh para pakar mujtahid kontemporer ialah mengadakan kajian perbandingan studi komparatif diantara berbagai pendapat tersebut, kemudian diteliti kembali semua dalil nash dan dalil ijtihad yang dijadikan pijakan pendapat itu, akhirnya dapat dipilih fatwa yang dipandang kuat yang hujjah-nya sesuai dengan tolak ukur yang dipergunakan dalam mentarjih. 19 Terkait dengan kedudukan fatwa kolektif dan fatwa individu sudah barang tentu fatwa yang secara kolektif lebih menjamin kesesuaiannya untuk kemaslahatan umat, sedangkan fatwa perorangan yang tentunya akan berbeda dengan pandangan beberapa orang, dari berbagai sisi juga dapat dilihat jika dilakukan secara kolektif hasilnya akan lebih mumpuni, lebih 19 Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih Islam, h. 140.