“masyarakat memerlukan adanya ju’alah; sebab pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan terkadang tidak jelas bentuk dan masa pelaksanaannya, seperti
mngembalikan budak yang hilang, hewan yang hilang, dan sebagainya. Untuk pekerjaan seperti initidak sah dilakukan dengan akad ijarah sewapengupahan
padahal orangpemiliknya, perlu agar kedua barang yang hilang tersebut kembal. Sementara itu, ia tidak menemukan orang yang mau membantu
mengembalikannya secara suka rela tanpa imbalan. Oleh karen itu, kondisi
kebutuhan masyarakat tersebut mendorong dibolehkannya akad ju’alah meskipun bentuk dan pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak jelas. Ibnu Qudamah dalam
al-mughni, VIII323
2. Fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid No 170594 dalam kitab Fatwa Al-Islam
As-Sual wa Al-Jawab
Sebelum meguraikan isi fatwa, penulis memaparkan secara singkat biografi mufti Syaikh Shalih al-Munajjid. Beliau lahir pada 30 Dzulhijjah
1380 H, nama lengkap beliau yaitu Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid. Beliau menyelesaikan jenjang pendidikannya di kota Riyadh dari SD hingga
SMA, kemudian beliau melanjutkan pendidikan S1 di kota Zhahran, di bidang menejemen industri. Meskipun begitu beliau banyak belajar ilmu agama dari
seorang ulama bernama Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, menimba ilmu melalui jawaban-jawaban atas pertanyaannya. Komunikasi antara beliau
dengan Ibnu Baz berjalan selama 15 tahun. Ibn Baz lah yang mendorong beliau untuk mengajar di bangku kuliah formal. Ibn Baz juga mengirimkan
surat kepada kantor dakwah di kota Dammam agar menjadikan beliau sebagai pemateri berbagai ceramah umum, khutbah jum’at dan kajian intensif yang
diadakan oleh kantor dakwah. Dengan sebab Ibn Baz beliau menjadi imam masjid dan khatib di masjid Umar bin Abdul Aziz di kota Khabar dan sebagai
dosen ilmu keagamaan. Beliau adalah orang yang sangat semangat dalam berdakwah melalui kajian kitab dan ceramah umum yang beliau sampaikan di
masjid beliau.
4
Beliau juga sebagai pendiri situs IslamQA.info yang menyediakan jawaban atas pertanyaan-perytanyaan seputar masalah
keagamaan. Isi fatwa ini adalah tentang penjualan langsung berjenjang dengan
syarat keanggotaan gratis. Fatwa ini dikeluarkan oleh Syaikh Sholih Al- Munajjid atas pertanyaan dari seorang pengusaha yang menjalankan bisnis
dengan sistem penjualan langsung berjenjang dalam hal ini tidak disebutkan nama pemohon fatwa maupun tanggal dikeluarkannya fatwa dengan tujuan
meminimalisir biaya periklanan, selain itu juga dapat membuka peluang kerja bagi masyarakat umum maupun ibu rumah tangga dengan menjalankan bisnis
dirumah. Diantara isi fatwa tersebut yaitu:
5
.
Orang yang ingin memasarkan produk tidak disyaratkan membeli barang tersebut atau menyerahkan sejumlah uang untuk menjadi anggota.
.
4
Aris, http:ustadzaris.comsekilas-tentang-syaikh-muhammad-shalih-al-munajjid. diakses pada Sabtu, 06062015 pada 19.44 WIB.
5
Fatwa Syaikh Sholih Al-Munajjid No 170594, Kitab Fatwa Al-Islam As-Sual Wa Al- Jawab.
Barang yang dijual benar-benar dijual karena orang yang membeli itu tertarik, bukan karena ia ingin menjadi anggota MLM.
.
Orang yang menawarkan produk mendapatkan upah atau bonus tanpa diberikan syarat yang menghalangi ia untuk mendapatkannya.
.
Orang yang memasarkan produk mendapatkan upah atau bonus dengan kadar yang sudah ditentukan. Seperti misalnya, jika seseorang berhasil
menjual produk, maka ia akan mendapatkan 40.000. Ini jika yang memasarkan produk satu orang. Jika yang memasarkan lebih dari satu,
semisal Zaid menunjukkan pada Muhammad, lalu Muhammad menunjukkan
pada Sa’ad, lalu Sa’ad akhirnya membeli; maka masing-masing mereka tadi mendapatkan bonus yang sama atau berbeda-beda sesuai kesepakatan.
Adapun dalil yang digunakan oleh Syaikh Shalikh al-Munajjid dalam menetapkan fatwa antara lain yaitu pendapat Ibnu Taimiyah dalam
kitab Fatwa Al-kubra 4055.
Syaikh Islam Ibn Taimiyah Rahimahullah berkata tentang perserikatan atau kerjasama antara 2 pelelang. Sesungguhnya Imam Ahmad telah mengabil
dalil atas kebolehhan kerjasama tersebut dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, ketika ditanya tentang seorang laki-laki yang
mengambil pakaian untuk dijual kemudia ia menyerahkannya kepada orang lain untuk dijual, kemudian hasil dari penjualan itu dibagi dua. Dan pendapat
yang mensahkan bahwasanya jual beli lelang seperti kedudukan dagangannya pendagang da seluruh sewaan orang yang bekerja sama dan dari siapa
diantara mereka agar meminta wakil, namun tidak ada wakil atas wakil, dan tempat terjadinnya perbedaan pendapat yaitu pada kerjasama pelelangan
yang didalamnya terdapat akad, maka adapun
Dan apabila setiap orang menjual dari apa yang diambilnya dan tidak memberi pada yang lain dan keduanya bekerjasama di dalam suatu usaha, itu
boleh menurut dua pendapat yang paling jelas, dan adapun dengan pemberianya merupakan hal yang lebih dalam sewa menyewa sesuai dengan
pekerjaan. Maka apabila mereka sepakat atas perkara yang disyaratkan baginya maka boleh hukumnya.
Syaikh Shalih al-Munajjid mengambil pendapat dari Ibnu Taimiyah dan mengkategorikan akad penjualan langsung berjenjang termasuk ke dalam
akad jual beli Tijarah dan wakalah. Akad dalam penjualan langsung dapat dikategorikan ke dalam akad jual beli apabila orang pertama menjual barang
kepada orang kedua kemudian orang kedua menjualnya lagi kepada yang lain, dalam posisi tersebut orang pertama dapat memperoleh keuntungan dari orang
6
Fatwa Syaikh Shalih al-Munajjid No 170594