Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Lembaga Kursus Di Kota Medan

(1)

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA

PADA LEMBAGA KURSUS DI KOTA MEDAN

TESIS

MUHAMMAD RAMLI

067018058/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA

PADA LEMBAGA KURSUS DI KOTA MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

MUHAMMAD RAMLI

067018058/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA LEMBAGA KURSUS DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Muhammad Ramli Nomor Pokok : 067018058

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dede Ruslan, M.Si.) (Drs. Rujiman, M.A.)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.)


(4)

TELAH DIUJI PADA Tanggal : 22 Januari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dede Ruslan, M.Si. Anggota : 1. Drs. Rujiman, M.A.

2. Dr. Muri Daulay, M.Si. 3. Dr. Rahmanta, M.Si.


(5)

ABSTRAK

Pendidikan luar sekolah (kursus) yang memberikan pelayanan kepada masyarakat yang ingin mendapatkan suatu ketrampilan untuk mencari kerja atau karena perubahan tuntutan pekerjaan yang sedang digeluti ataupun mereka yang ingin melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi. Dalam lima tahun terakhir antara tahun 2001-2006 terlihat adanya perkembangan jumlah lembaga kursus sekitar 47,4%. Hal ini menunjukkan adanya permintaan dari masyarakat untuk meningkatkan keahlian atau skill untuk mendapatkan pekerjaan atau untuk menuntut pendidikan yang lebih tinggi. Dengan adanya peningkatan terhadap kegiatan kursus akan meningkatkan jumlah lembaga kursus, berarti baik secara langsung maupun tidak langsung membuka kesempatan kerja.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh tingkat upah, modal usaha, pendapatan usaha, jumlah peserta didik dan ekspansi terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di kota Medan.

Data penelitian ini menggunakan data sekunder sedangkan analisisnya menggunakan metode maksimum likelihood dengan model probit.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat upah, modal usaha, pendapatan usaha, jumlah peserta didik dan ekspansi secara bersama-sama mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan. Secara parsial, tingkat upah, modal usaha, pendapatan usaha dan ekspansi mempunyai pengaruh signifikan secara statistic terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan, sedangkan faktor jumlah peserta didik tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Tingkat upah dan ekspansi merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang cukup besar dibandingkan 3 faktor yang lain (modal usaha, pendapatan usaha dan jumlah peserta didik) yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

Kata Kunci: Penyerapan tenaga kerja, tingkat upah, modal usaha, pendapatan usaha, jumlah peserta didik, ekspansi, metode maksimum likelihood


(6)

ABSTRACT

Out-school education (course) serves those who look for skills in order to get jobs or to adapt to their job change demand as well as those who need to continue their higher level education. The amount of course institution has been increased about 47,7% in the last 5 years, from 2001 to 2006. It indicates people’s demand to increase their skills and their educational level. The increase of course activities will lead to the increase of the institution amount. As a result, directly or indirectly, it will lead to employment chance.

This research is aimed to analyze the influence of wage level, capital, revenue, amount of trainees and expansion to the absorption of labor force in course institution in Medan.

The data used in this research are secondary data, while the method of analysis is maximum likelihood with probit model.

The result of the research shows that wage level, capital, revenue, the amount of trainees and expansion together give impacts to the absorption of labor force in course institution in Medan. Partially, wage level, capital, revenue and expansion give significant impacts while the amount of trainees doesn’t.

Wage level and expansion give bigger contribution than the other factors (capital, revenue and the amount of trainees) to the absorption of labor force in course institution in Medan.

Key Words : wage level, capital, revenue, amount of trainees, expansion, maximum likelihood metod.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Lembaga Kursus di Kota Medan.” Tidak lupa juga solawat dan salam penulis tujukan kepada imam para nabi Rasulullah Muhammad SAW yang telah berjuang membawa umat manusia kepada fitrah yang benar dan jalan yang diridhoi-Nya.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Master pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibunda Sati dan Ayahanda Sarkam yang telah mengasuh dan membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tiada hingga. Demikian juga kepada istri tercinta, Syarifa Nani Rahmani, SS., MSi, yang telah memberikan dukungan dan motivasi yang begitu besar, juga kepada ananda tersayang Sabiq, Aulia dan Adib yang menjadi motivator penulis dalam menyelesaikan tesis.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Dede Ruslan, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan begitu banyak sumbangan tenaga, waktu dan pikiran bagi penulis dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Rujiman, M.A. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan berbagai saran dan masukan serta kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Demikian pula ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan berbagai bentuk kontribusi bagi penulis, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, D.M.T.&H., Sp.A (K). selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara


(8)

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara

4. Bapak/Ibu dosen yang telah menyumbangkan ilmunya, semoga berguna bagi penulis dan amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT

5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan angkatan 11 yang telah memberi warna dalam kehidupan penulis selama di kampus, khususnya kepada pak Wahid, kak Leni, Yudha yang telah banyak memberikan sumbangan ilmu dan perhatiannya bagi penulis

6. Teman-teman di BKB USM STAN Adzkia yang banyak membantu dalam proses penyelesaian penulisan tesis

7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga Allah membalas kebaikan dengan berlipat ganda

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan kontribusi yang bernilai bagi kita semua. Amin.

Medan, Februari 2009

Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Ramli

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 3 Oktober 1974

Alamat : Komp. Stella Residence Blok M 10 Medan

Pekerjaan : PNS

Status : Menikah, 3 anak

Nama Istri : Sy. Nani Rahmani, SS., MSi.

Nama Anak : Sabiq, Aulia, Adib

Riwayat Pendidikan : 1. SDN 0604963 Medan 2. SMPN 8 Medan

3. SMEA Dipanegara Medan

4. Diploma I STAN/PRODIP Keuangan Medan 5. Sarjana Teknik Informatika

Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan

6. Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Rumusan Masalah ... 7

I.3. Tujuan Penelitian ... 8

I.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Ketenagakerjaan ... 10

2.1.1. Angkatan Kerja ... 10

2.1.2. Kesempatan Kerja ... 12


(11)

2.2.1. Permintaan Tenaga Kerja ... 14

2.2.2. Faktor-Faktor Penentu Permintaan Terhadap Tenaga Kerja ... 18

2.2.3. Penawaran Tenaga Kerja ... 23

2.2.4. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ... 24

2.3. Model-Model Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja .... 26

2.3.1. Model Upah Fleksibel ... 26

2.3.2. Model Upah Fleksibel ... 29

2.3.3. Model Kesalahan Persepsi-Pekerja ... 30

2.4. Penetilian Sebelumnya ... 31

2.5. Hipotesis ... 33

2.6. Kerangka Pemikiran... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 35

3.2. Lokasi Penelitian ... 35

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4. Populasi dan Sampel ... 36

3.5. Model Analisis ... 37

3.6. Motode Analisis ... 39

3.7. Definisi Operasional ... 39

3.8. Uji Kesesuaian (Test of goodness of fit) ... 40


(12)

3.9.1. Multikolinieritas ... 41

3.9.2. Heteroskedastisitas... 42

3.9.3. Normalitas ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Deskripsi Wilayah Kota Medan ... 45

4.1.1. Wilayah dan Topografi ... 45

4.1.2. Kependudukan ... 46

4.1.3. Sosial/ Pendidikan ... 47

4.2. Karakteristik Lembaga Kursus di Kota Medan ... 49

4.2.1. Penyerapan Tenaga Kerja ... 49

4.2.2. Rata-Rata Tingkat Upah Karyawan ... 50

4.2.3. Modal Usaha ... 51

4.2.4. Pendapatan Usaha ... 51

4.2.5. Jumlah Peserta Didik ... 52

4.2.6. Ekspansi Usaha (Buka Cabang) ... 53

4.2.7. Jumlah Tenaga Kerja ... 53

4.2.8. Lama Usaha ... 54

4.2.9. Pemenuhan Usaha Dari Pendapatan ... 55

4.2.10. Pengaruh Lokasi ... 55

4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja ... 56


(13)

4.5. Pembahasan... 61

4.6. Uji Asumsi Klasik ... 65

4.6.1. Uji Multikolinieritas ... 65

4.6.2. Uji Heteroskedastisitas ... 66

4.6.3. Uji Normalitas ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran-Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Medan

2001-2006 3

1.2. Perkembangan Jumlah Lembaga Kursus di Kota Medan

2002-2006 4

3.1. Jumlah Lembaga Kursus di Kota Medan Tahun 2006 36

3.2. Jumlah Populasi dan Sampel Lembaga Kursus di Kota Medan 37 4.1. Perkembangan Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Medan

2001-2006 47

4.2. Perkembangan Lembaga Kursus di Kota Medan Tahun 2002-2006 49

4.3. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Lembaga Kursus 50

4.4. Rata-Rata Tingkat Upah Karyawan Pada Lembaga Kursus 50

4.5. Modal Usaha Pada Lembaga Kursus 51

4.6. Pendapatan Usaha Pada Lembaga Kursus 52

4.7. Jumlah Peserta Didik Pada Lembaga Kursus 52

4.8. Ekspansi Usaha/Buka Cabang Pada Lembaga Kursus 53

4.9. Jumlah Tenaga Kerja Pada Lembaga Kursus 54

4.10. Lama Usaha Pada Lembaga Kursus 54

4.11. Pemenuhan Usaha Dari Pendapatan Pada Lembaga Kursus 55

4.12. Pengaruh Lokasi Usaha Pada Lembaga Kursus 56

4.13. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Pada Lembaga Kursus di Kota Medan 57

4.14. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Lembaga Kursus di Kota Medan Menggunakan


(15)

Model Probit 58 4.15. Hasil Estimasi Beberapa Kondisi Menggunakan Model Probit 63

4.16. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas 66


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1. Perkembangan Jumlah Lembaga Kursus di Kota Medan 5

2.1. Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja 17

2.2. Fungsi Permintaan Tenaga Kerja Dalam Satu Faktor Produksi 20

2.3.a. Permintaan Tenaga Kerja Perusahaan 21

2.3.b. Permintaan Tenaga Kerja Industri 21

2.4.a. Keseimbangan Pasar 22

2.4.b. Keseimbangan Perusahaan 22

2.5. Kurva Penawaran Tenaga Kerja Individu 24

2.6. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja 25

2.7. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja dan Pengangguran 26 2.8. Hubungan Antara Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja 29

2.9. Kurva Model Kesalahan Persepsi-Pekerja 31


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner 73

2. Data Hasil Penelitian 75

3. Hasil Estimasi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Lembaga Kursus di Kota Medan Dengan Menggunakan Metode Maksimum Likelihood

Dengan Model Probit 78

4. Uji Multikolinearitas Tingkat Upah 79

5. Uji Multikolinearitas Modal Usaha 80

6. Uji Multikolinearitas Pendapatan Usaha 81

7. Uji Multikolinearitas Jumlah Peserta Didik 82

8. Uji Multikolinearitas Ekspansi 83

9. Uji White Heteroskedastisitas 84

10. Uji Normalitas (JB-Test) 85

11. Statistik Deskriptif 86


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga kestabilan harga dengan selalu memperhatikan tingkat inflasi, menjaga keseimbangan neraca pembayaran, perhatian yang cukup terhadap neraca perdagangan, pendistribusian pendapatan yang lebih adil dan merata, tumbuhnya investasi-investasi dan mengatasi pengangguran. (Arief, 2006)

Daya serap tenaga kerja Indonesia telah merosot sangat tajam. Pada tahun 1994 setiap satu persen pertumbuhan ekonomi masih mampu menyerap tenaga kerja sekitar 375.000 orang. Namun, pada tahun 2000-2004 setiap satu persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menciptakan lapangan kerja 215.000 orang. Setelah tahun tersebut angkanya bahkan menurun lagi menjadi 178.000 orang. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 yang diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran pada kenyataannya belum secara signifikan dapat memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan tenaga kerja. (Depnakertrans, 2006)

Meningkatnya angka pengangguran disebabkan karena ketidakseimbangan pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan kerja. Adanya kesenjangan antara angkatan kerja dan lapangan kerja tersebut berdampak terhadap perpindahan tenaga kerja (migrasi) baik secara spasial antara desa-kota maupun secara sektoral. Hal ini


(19)

sejalan dengan pernyataan Todaro (1998) yang menjelaskan bahwa terjadinya perpindahan penduduk disebabkan oleh tingginya upah atau pendapatan yang dapat diperoleh di daerah tujuannya. Kesenjangan upah/pendapatan yang besar antara desa atau daerah dan kota mendorong penduduk desa atau daerah untuk datang dan mencari pekerjaan di kota.

Adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang membuat semakin tinggi pendapatan masyarakat per kapita mengakibatkan semakin cepat perubahan struktur ekonomi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya yang mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku, dan teknologi tersedia. (Tambunan, 2006)

Perubahan struktur ekonomi periode jangka panjang menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: pertama, kontribusi output dari sektor pertanian terhadap pembentukan PDB mengecil, sedangkan pangsa PDB dari sektor industri (manufaktur) dan jasa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan PDB atau Pendapatan nasional per kapita. Kedua, terjadinya distribusi kesempatan kerja menurut sektor dimana pada tingkat pendapatan per kapita yang rendah (tahap awal pembangunan), sektor-sektor primer merupakan kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tingkat pendapatan per kapita yang tinggi (tahap akhir pembangunan), sektor-sektor sekunder terutama industri menjadi lebih penting dibandingkan pertanian sebagai sumber kesempatan kerja. (chenery dan Syrquin dalam Tambunan, 2006)

Penyerapan tenaga kerja menurut sektor dapat mencerminkan tingkat perkembangan suatu wilayah. Ciri perekonomian daerah maju umumnya yaitu lebih


(20)

banyak penduduk bekerja di sektor industri atau jasa dibanding sektor pertanian. Di Kota Medan sektor utama dalam penyerapan tenaga kerja didominasi oleh lapangan usaha sektor industri dan jasa. Pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2001 – 2006 penyerapan tenaga kerja di dominasi oleh lapangan usaha sektor industri dan jasa, hal ini disebabkan disebabkan oleh telah berdirinya pabrik-pabrik pada industri pengolahan dan pusat-pusat perdagangan, hotel dan restoran serta jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Untuk tahun 2001-2003 penyerapan kerja banyak terjadi pada lapangan usaha sektor usaha industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan, untuk 2004-2006 penyerapan tenaga kerja banyak terjadi pada lapangan usaha industri dan jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.

Tabel 1.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Medan Tahun 2001-2006 Tahun Pertanian

(%)

Industri (%)

Jasa (%)

2001 0,7 67,9 31,4 2002 0,0 59,0 41,0 2003 0,0 75,4 24,6 2004 9,6 37,4 53,0 2005 1,4 38,2 60,4 2006 0,3 56,9 42,8 Sumber: BPS, Medan Dalam Angka, 2002-2007

Pendidikan luar sekolah (kursus) yang memberikan pelayanan kepada masyarakat yang ingin mendapatkan suatu ketrampilan untuk mencari kerja atau karena karena perubahan tuntutan pekerjaan yang sedang digeluti ataupun mereka yang ingin melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi. Pada tabel 1.2 dapat dilihat


(21)

bahwa dalam lima tahun terakhir antara tahun 2001-2006 terlihat adanya perkembangan jumlah lembaga kursus sekitar 47,4%. Hal ini menunjukkan adanya permintaan dari masyarakat untuk meningkatkan keahlian atau skill untuk mendapatkan pekerjaan atau untuk menuntut pendidikan yang lebih tinggi. Dengan adanya peningkatan terhadap kegiatan kursus akan meningkatkan jumlah lembaga kursus, berarti baik secara langsung maupun tidak langsung yang membuka kesempatan kerja.

Tabel 1.2. Perkembangan Jumlah Lembaga Kursus di Kota Medan Tahun 2002-2006

No. Jenis Kursus 2002 2003 2004 2005 2006

1. KursusBahasa Inggris 104 103 103 118 128

2. Kursus Bahasa Lainnya 16 21 21 24 13

3. Kursus Memasak 2 - - - 1

4. Kursus Menjahit 42 14 14 15 14

5. Kursus Merangkai Bunga 2 - - 3 1

6. Kursus Mengemudi 4 4 4 5 2

7. Kursus Mengetik 24 - - 2

-8. Kursus Keuangan/ Akuntansi 11 23 23 21 10

9. Kursus Kecantikan 14 21 21 25 31

10. Kursus Komputer 54 46 46 47 64

11. Kursus Pengetahuan Khusus - 7 7 6 5

12. Kursus lainnya/ Musik/ Senam 5 7 7 6 9

13. Kursus Montir Mobil/ Radio 2 8 8 4 2

Jumlah 190 254 254 276 280


(22)

Dari tabel 1.2, dapat dilhat perkembangan lembaga kursus di Kota Medan dalam bentuk tampilan grafik sebagai berikut:

Jumlah Lembaga Kursus Di Kota Medan

190

254 254

276 280

0 50 100 150 200 250 300

2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Ju

m

la

h

Gambar 1.1. Perkembangan Jumlah Lembaga Kursus di Kota Medan

Dari gambar 1.1 diatas terlihat bahwa adanya peningkatan jumlah kursus mulai tahun 2002 sampai dengan 2006. Dengan mulai membaiknya keadaan perekonomian setelah dihantam krisis moneter, masyarakat mulai meningkatkan keahlian atau skillnya untuk memperoleh pekerjaan atau untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi atau berwiraswasta dan juga masyarkat mulai menyadari akan pentingnya pendidikan diluar untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan supaya bisa mandiri.


(23)

Penelitian ini ingin mengamati dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja yaitu upah, pendapatan usaha, investasi/ modal usaha, jumlah peserta didik dan dummy untuk ekspansi.

Faktor tingkat upah masuk dalam penelitian secara teoritis permintaan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh upah. Upah atau gaji merupakan balas jasa dari produsen atas orang yang dipekerjakannya. Perbaikan upah sangat penting untuk mendukung pembangunan. Perbaikan upah berarti peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan barang dan jasa yang kemudian pada gilirannya secara makro mendorong mendorong perusahaan untuk berkembang. Melalui pertumbuhan dunia usaha, perbaikan upah juga penting untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru. Ini berarti bahwa perbaikan upah akan meningkatkan produktivitas.

Pertumbuhan ekonomi daerah dapat diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini berarti berarti bahwa pertumbuhan ekonomi daerah secara langsung ataupun tidak langsung akan menciptakan lapangan kerja. (Arsyad, 1999). Dalam konteks lembaga kursus, apabila pendapatan dari lembaga kursus semakin meningkat dengan ditandai banyaknya peserta yang ikut dalam pendidikan maka lembaga kursus tersebut akan membutuhkan tenaga kerja baru (menyerap tenaga kerja) atau menciptakan kesempatan kerja misalnya: tenaga pengajar atau staf lainnya.


(24)

Faktor investasi/ modal masuk kedalam penelitian ini karena permintaan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh investasi/ modal. Sebagaimana kita ketahui bahwa faktor produksi dalam hal ini tenaga kerja sangat bergantung pada besarnya permintaan barang dan jasa. Hal ini berarti bahwa dengan adanya investasi/ modal usaha maka investor membuka usaha kemudian memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi permintaan. Makin besar permintaan terhadap barang dan jasa, makin besar permintaan terhadap tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi.

Faktor jumlah peserta didik masuk dalam penelitian ini karena permintaan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh jumlah peserta didik. Untuk kegiatan pada sektor produksi (industri) permintaan tenaga kerja sangat bergantung pada besarnya permintaan barang dan jasa. Namun, untuk sektor jasa (lembaga kursus) besarnya permintaan tenaga kerja sangat bergantung pada jumlah peserta didik.

Dengan peningkatan pendapatan usaha maka pengelola lembaga kursus dihadapkan pada situasi untuk melakukan ekspansi atau perluasan cakupan kursus yaitu membuka cabang atau tidak. Dengan melakukan ekspansi atau perluasan cakupan kursus akan menentukan permintaan tenaga kerja.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan suatu penelitian dengan judul “Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Lembaga Kursus di Kota Medan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dianalisis, yaitu:


(25)

1. Bagaimanakah pengaruh tingkat upah terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

2. Bagaimanakah pengaruh investasi/modal usaha terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

3. Bagaimanakah pengaruh pendapatan usaha terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

4. Bagaimanakah pengaruh jumlah peserta didik terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

5. Bagaimanakah pengaruh ekspansi atau perluasan cakupan kursus terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat upah terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui pengaruh investasi/modal usaha terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan usaha terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

4. Untuk mengetahui pengaruh jumlah peserta didik terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.


(26)

5. Untuk mengetahui pengaruh ekspansi atau perluasan cakupan kursus terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain:

1. Diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Medan khususnya yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dalam mengambil kebijakan.

2. Untuk menambah wawasan, baik penulis maupun pihak lain yang mempunyai perhatian terhadap ketenagakerjaan dalam menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian pada bidang yang sama.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketenagakerjaan 2.1.1 Angkatan Kerja

Tenaga kerja dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi sebagai salah satu faktor produksi dalam kegiatan sektor-sektor ekonomi. Adanya pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh perkembangan dari Produk Domestik Bruto diberbagai sektor menyebabkan terbukanya kesempatan kerja, shingga memungkinkan bertambahnya permintaan terhadap tenaga kerja, walaupun seringkali peningkatan kesempatan kerja ini tidak sebanding dengan tenaga kerja yang tersedia sehingga menyebabkan masalah ketenagakerjaan

Untuk keperluan analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi lima golongan yaitu: (Depnaker, 2004)

1. Tenaga kerja

Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antar negara yang satu dengan yang lain. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini dibedakan atas angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja.


(28)

2. Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan.

3. Bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumah tangga dan menerima pendapatan yang bukan imbalan langsung atas jasa kerjanya.

4. Pekerja

Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan saat disensus atau disurvai memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Menurut BPS bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah, atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontinyu dalam seminggu yang lalu (seminggu sebelum sensus atau survai).

5. Penganggur.

Penganggur adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan atau orang yang tidak bekerja dan masih atau sedang mencari pekerjaan. Pengangguran yang semacam ini oleh BPS dinyatakan pengangguran terbuka.


(29)

Pengertian angkatan kerja (labour demand) adalah sebagai jumlah orang yang sedang bekerja dan orang yang menganggur. Dalam suatu masyarakat pada orang dewasa (berumur 16 tahun keatas) pada setiap rumah tangga dimasukkan dalam tiga kelompok yaitu: bekerja, tidak bekerja, atau tidak masuk dalam (diluar) angkatan kerja. Seseorang dianggap bekerja jika ia bekerja dan mendapat upah pada pekan sebelumnya, sebagai lawan dari menjaga rumah, pergi ke sekolah, atau melakukan hal-hal lain. Seseorang dianggap menganggur jika ia tidak bekerja dan sedang menunggu untuk memulai pekerjaan baru, sedang cuti, atau sedang mencari pekerjaan. Orang yang tidak masuk ke dalam dua kategori itu, seperti pelajar atau pensiunan, tidak berada dalam angkatan kerja. (Mankiw G., 2000)

2.1.2. Kesempatan Kerja

Satu aspek dalam kinerja ekonomi adalah sejauh mana suatu perekonomian menggunakan sumber daya dengan baik. Karena para pekerja suatu perekonomian adalah sumber daya utamanya, menjaga agar para pekerja tetap bekerja menjadi puncak perhatian para pembuat kebijakan ekonomi. Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian kesempatan yang tersedia sebagai akibat dari kegiatan ekonomi (memproduksi barang dan jasa). (Mankiw G., 2000)

Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam proses produksi yang lain seperti tanah, modal, dan lain-lain. Maka manusia merupakan penggerak bagi seluruh fakto-faktor produksi tersebut. Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu


(30)

kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian pengertian kesempatan kerja adalah mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut (yang mengandung arti adanya kesempatan), kemudian timbul kebutuhan akan tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja nyata-nyata diperlukan oleh perusahaan/lembaga menerima tenaga kerja pada tingkat upah, posisi, dan syarat kerja tertentu. Data kesempatan kerja secara nyata sulit diperoleh, maka untuk keperluan praktis digunakan pendekatan bahwa jumlah kesempatan kerja didekati melalui banyaknya lapangan kerja yang terisi yang tercermin dari jumlah penduduk yang bekerja (employed). (Depnaker, 2004)

Pengertian kesempatan kerja yaitu suatu keadaan yang mencerminkan sampai jumlah berapa dari total angkatan kerja yang dapat diserap dapat ikut serta aktif dalam suatu kegiatan perekonomian suatu negara. Dengan kata lain kesempatan kerja adalah jumlah penduduk yang bekerja atau telah mendapatkan pekerjaan (Ahmad, 1997).

Menurut Rusli (1998) yang didasarkan pada data sensus penduduk, jumlah penduduk yang bekerja biasanya dipandang sebagai jumlah kesempatan kerja yang ada. Ini berarti bahwa kesempatan kerja bukanlah lapangan pekerjaan yang masih terbuka, walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada diwaktu yang akan datang.

Secara sederhana bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja adalah pertumbuhan penduduk, peningkatan standar hidup, pertumbuhan


(31)

ekonomi, perubahan investasi penggunaan tenaga kerja dalam produksi, perubahan tingkat ekspor, perubahan produksi barang-barang subsitusi impor dan perubahan variasi musim dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Ichsan,dkk,1995).

Kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada pemikiran bahwa tenaga kerja dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang potensial untuk pembangunan ekonomi secara keseluruhan, dengan demikian jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dapat menentukan percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Kesempatan kerja yang tersedia dan kualitas tenaga kerja yang digunakan akan menetukan proses pembangunan ekonomi untuk menjalankan proses produksi dan juga sebagai pasar barang dan jasa.

2.2 Teori Tenaga Kerja 2.2.1 Permintaan Tenaga Kerja

Dalam memperkirakan penggunaan tenaga kerja perusahaan akan melihat tambahan output yang akan diperolehnya sehubungan dengan penambahan seorang tenaga kerja.

Untuk meganalisis hal tersebut digunakan beberapa asumsi, ini berarti setiap rumah tangga perusahaaan sebagai individu tidak dapat mempengaruhi harga atau menghasilkan produksi (output) maupun untuk faktor-faktor produksi (input) yang digunakan dalam industri adalah suatu faktor yang harus diterima (given).

Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi dikombinasikan dengan faktor-faktor produksi lainnya khususnya modal akan dapat menghasilkan suatu


(32)

output berupa barang dan jasa. Oleh karena itu rumah tangga perusahaan dalam kegiatan menghasilkan produksinya membutuhkan atau meminta jasa tenaga kerja.

Dengan satu asumsi perusahaan dalam menghasilkan outputnya menggunakan faktor tenaga kerja dan modal (dalam jangka pendek), dimana faktor modal jumlahnya tetap. Maka secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut :

Q = f (L,K) dimana :

Q = jumlah output yang dihasilkan

L = jumlah sumber tenaga kerja (jasa tenaga kerja) K = jumlah sumber modal(jasa barang modal)

Model yang akan digunakan untuk menjelasakan kesempatan kerja dapat didekati dari fungsi permintaan Hicksian. Fungsi permintaan Hicksian diturunkan dari kondisi minimisasi biaya sebuah unit usaha (Henderson et all, 1980).

Misalnya untuk memproduksi suatu output diperlukan dua faktor input, yaitu tenaga kerja (L) dengan upah per unitnya sebesar w dan modal kerja (K) dengan biaya modal sebesar r. Kondisi tersebut secara matematis dapat situlis sebagai berikut :

Q = f (K,L) (2.1)

Sedangkan biaya totalnya dapat dijabarkan sebagai berikut :


(33)

Dengan minimisasi biaya total untuk setiap n faktor input produksi, dan menempatkan persamaan (2.1) sebagai kendala dan persamaan (2.2) sebagai tujuan, maka melalui metode lagrange fungsi tersebut dapat dinyataan sebagai berikut :

= wL + rK +

l λ(Q – f ( K,L) (2.3)

Turunan parsial (pertama) yang merupakan kondisi perlu untuk masalah optimasi terhadap K,L dan λharus sama dengan nol adalah sebagai berikut :

( , ) =0

∂ ∂ − = =

∂∂ L

L K f w L

L l λ

l (2.4) 0 ) , ( = ∂ ∂ − = =

∂∂ K

L K f r k

K l λ

l (2.5) 0 ) , ( = − = =

∂∂λ lλ Q f K L

l

(2.6)

Dengan memanipulasi dua persamaan pertama, maka akan diperoleh :

K

L MP

r MP

w

= atau = =

K L MP MP r w

RTS L,K (2.7)

sedangkanλsecara ekonomi dapat diinterpretasikan sebagai suatu biaya marginal (marginal cost = MC). Dari persamaan (2.4) dan (2.5) dapat diperoleh nilai pengganda lagrange sebagai berikut :

λ* =

K

L MP

r MP

w

= (2.8)

W merupakan harga per unit faktor input tenaga kerja dan r merupakan harga per unit faktor input kapital, sedangakan MPL adalah besarnya tambahan output sebagai akibatnya adanya kenaikan per unit faktor input tenaga kerja dan MPK adalah


(34)

besarnya tambahaann output sebagai akibat adanya kenaikan per unit faktor input

kapital. Dengan demikian λ* =

K

L MP

r MP

w

= merupakan marginal cost.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dari hasil proses minimisasi total cost (TC) akan diperoleh nilai optimal dari penggunaan faktor input (L,K) dan dengan demikian fungsi permintaan dari faktor input (L,K) ini adalah fungsi harga input (w,r) dan tingkat produksinya (Q) yang secara matematika dapat dinyatakan sebagai berikut :

L* = L* (w,r,Y) (2.9)

Merupakan fungsi permintaan tenaga kerja.

K* = K* (w,r,Y) (2.10)

Merupakan fungsi permintaan kapital.

Fungsi permintaan tenaga kerja dapat digambarkan dalam bentuk grafik pada gambar 2.1. 1 PQ W

( 1.K)

PQ W f LD = 2 PQ W L

L1 L2

0

upah


(35)

Garis vertikal adalah upah real

PO W) (

sedangkan garis horizontal adalah jumlah tenaga kerja (L). Pada tingkat upah ( )1

PO W

jumlah tenaga kerja yang terserap adalah L1 dan pada tingkat upah real

2 ) (

PO W

jumlah tenaga kerja yang terserap adalah L2 jadsi fungsi permintaan tenaga kerja adalah LD =

PO K W

f ( , )dimana jumlah modal dianggap tetap maka fungsi permintaannya adalah LD =

PO W f ( )

2.2.2 Faktor-Faktor Penentu Permintaan Terhadap Kesempatan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan tenaga kerja adalah: (Rahardja dan Manurung, 2006)

a. Harga Faktor Produksi

Yang dimaksud dengan harga faktor produksi adalah upah atau gaji untuk tenaga kerja. Jika upah tenaga kerja makin murah harganya, makin besar jumlah tenaga kerja yang diminta.

b. Permintaan Terhadap Output

Makin besar skala produksi, makin besar permintaan terhadap kesempatan tenaga kerja. Apabila diaplikasikan pada lembaga kursus berarti bahwa dengan semakin banyak peserta anak didik atau yang ikut kursus maka permintaan terhadap tenaga kerja semakin besar misalnya tenaga pengajar dan lain-lain.

c. Permintaan Terhadap Faktor Produksi Lain

Misalnya, permintaan terhadap faktor produksi substitusi (mesin) meningkat, maka permintaan terhadap tenaga kerja menurun. Bila tenaga kerja dan mesin


(36)

mempunyai hubungan komplemen, meningkatnya permintaan terhadap mesin meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja.

d. Kemajuan Teknologi

Kemajuan Teknologi mempunyai dampak yang mendua terhadap permintaan faktor produksi. Dalam arti kemajuan dapat menambah atau mengurangi permintaan terhadap faktor produksi. Jika kemajuan teknologi meningkatkan produktivitas maka permintaan terhadap faktor produksi meningkat. Kemajuan teknologi yang bersifat padat modal meningkatkan produktivitas barang modal, sehingga permintaan terhadapnya meningkat. Sebaliknya kemajuan tersebut menurunkan permintaan terhadap tenaga kerja, bila hubungan keduanya substitutif. Kemajuan teknologi dapat meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja, bila kemajuan tersebut meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

2.2.2.1 Permintaan Tenaga Kerja Dalam Model Satu Faktor Produksi

Model permintaan tenaga kerja dalam satu faktor produksi variabel mengasumsikan hanya tenaga kerja yang dapat diubah-ubah jumlah penggunaannya. Keputusan penggunaan tenaga kerja oleh perusahaan ditentukan dengan membandingkan biaya marjinal dan penerimaan marjinal dari penambahan satu tenaga kerja. Biaya marjinal dari penambahan penggunaan satu tenaga kerja adalah upah tenaga kerja (W) karena posisi perusahaan adalah penerima harga. Penerimaan marjinal tenaga kerja (Marginal Revenue Product of Labour atau MRPL) adalah produksi marjinal dikalikan harga jual output (MP x P). Gambar 2.2 menunjukkan


(37)

bahwa kurva MRPL (Gambar 2.2.b) adalah kurva MP (Gambar 2.2.a) dikali harga jual (P).

MP (Unit output) MRPL (Rupiah)

MP MRPL (=MP x P)

Tenaga Kerja Tenaga Kerja

Gambar 2.2.a Gambar 2.2.b

Dalam pasar tenaga kerja persaingan sempurna, kurva MRPL merupakan kurva permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja. Perusahaan akan mencapai keseimbangan bila MRPL sama dengan upah tenaga kerja (Gambar 2.3.a). Jika harga tenaga kerja (W) naik, perusahaan lebih selektif dalam menggunakan tenaga kerja. Hanya yang produktivitasnya lebih tinggi dari kondisi awal yang dipekerjakan. Akibatnya kesempatan kerja berkurang dari I* ke I1. Jika upah turun di bawah W*, perusahaan mau menggunakan pekerja yang produktivitasnya lebih rendah, sehingga kesempatan kerja meningkat dari I* ke I2.

Permintaan industri terhadap tenaga kerja adalah total permintaan perusahaan-perusahaan yang ada dalam industri.


(38)

Jika yang berubah hanyalah harga (W), permintaan bergerak di sepanjang kurva. Jika yang berubah adalah faktor bukan harga (permintaan terhadap output berubah), kurva akan bergeser (shifting) ke kanan atau ke kiri bila permintaan terhadap output bertambah atau berkurang (Gambar 2.3.b).

MRPL2

MRPL1

W* W1

W2

SL Pergerakan sepanjang Kurva permintaan Pergeseran

Kurva permintaan

Upah Upah

D1 Pergerakan

sepanjang Kurva permintaan

Pergeseran Kurva permintaan

D2

I1 I* I2 Tenaga Kerja Tenaga Kerja

Gambar 2.3.a Gambar 2.3.b

Permintaan Tenaga Kerja Perusahaan Permintaan Tenaga Kerja Industri

2.2.2.2 Permintaan Tenaga Kerja Dalam Model Beberapa Faktor Produksi

Model ini melonggarkan asumsi model satu faktor produksi. Dengan demikian penambahan penggunaan tenaga kerja dapat diimbangi dengan penambahan faktor produksi lainnya (mesin). Andaikan kondisi awal keseimbangan pasar tenaga kerja adalah seperti pada gambar 2.4.a dimana total kesempatan kerja adalah L1 pada tingkat keseimbangan W1. Kondisi keseimbangan perusahaan seperti pada gambar


(39)

2.4.b (titik A) dimana jumlah tenaga kerja yang digunakan I1. MRPL1adalah MRP dengan jumlah barang modal (mesin) K1.

Akibat mengalirnya tenaga kerja asing ke Indonesia, penawaran tenaga kerja bergeser ke SL2. Harga keseimbangan industri menurun menjadi W2 dan kesempatan kerja yang tersedia di industri adalah L2. Jika jumlah mesin tidak dapat diubah, keseimbangan perusahaan bergeser ke titik B dimana kesempatan kerja bertambah menjadi I2. Tetapi karena jumlah mesin dapat diubah, dan produktivitas meningkat, permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja bergeser ke MRPL2. Keseimbangan baru di titik C dengan jumlah kesempatan kerja I3. Kurva permintaan tenaga kerja yang relevan adalah kurva DL, garis lurus yang melintasi titik A dan C.

SL1

SL2

DL1

L1 L2 Tenaga Kerja

MRPL1

MRPL2 C B

A Upah

W1 W2

Upah

Tenaga Kerja I1 I2 I3

Gambar 2.4.a Gambar 2.3.b


(40)

2.2.3 Penawaran Tenaga Kerja

Penawaran tenaga kerja adalah total jumlah keinginan kerja (jam kerja) yang diberikan oleh seluruh individu yang ingin bekerja (angkatan kerja) yang ada dalam pasar. Keputusan seseorang individu untuk bekerja berkaitan dengan sejauh mana dia ingin mengalokasikan waktu untuk bekerja dan tidak bekerja atau bersantai (leisure). Biaya ekonomi (opportunity cost) dari bekerja adalah kehilangan waktu untuk tidak bekerja atau bersantai yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan yang menambah utilitas hidup. Sebaliknya biaya kesempatan dari tidak bekerja adalah kehilangan pendapatan. Makin besar upah, makin besar biaya ekonomi untuk tidak bekerja. (Mankiw, 2003)

Pada awalnya, peningkatan upah akan menambah alokasi waktu untuk bekerja, karena biaya kesempatan dari tidak bekerja makin mahal. Penawaran tenaga kerja pun makin meningkat. Tetapi sampai tingkat upah tertentu (W*), seseorang merasakan bahwa waktu nilai utilitas hidupnya telah menurun karena hampir seluruh waktu digunakan untuk bekerja. Akhirnya dia merasa biaya kesempatan dari bekerja amat mahal. Lalu dia memutuskan untuk mengurangi jam kerja. Keadaan ini digambarkan dalam gambar 2.5. tentang kurva penawaran tenaga kerja yang melengkung membalik (backward bending labour supply curve). (Rahardja dan Manurung, 2006)


(41)

Upah (W)

SL

W*

I* Jam Kerja

Gambar 2.5. Kurva Penawaran Tenaga Kerja Individu

2.2.4 Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja

Kondisi keseimbangan pasar tenaga kerja dapat dilihat pada gambar 2.6, dimana sumbu horizontal menunjukkan jumlah tenaga kerja dan sumbu vertikal menunjukkan tingkat upah. Permintaan tenaga kerja ditunjukkan oleh kurva Nd dan penawaran tenaga kerja ditunjukkan oleh Ns. Perpotongan kedua kurva tersebut menghasilkan tingkat upah keseimbangan W* dan jumlah tenaga kerja yang diminta sama dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan N*. Jika permintaan terhadap tenaga kerja meningkat maka ini akan menggeser kurva permintaan Nd ke kanan menjadi Nd1 dan akan menyebabkan naiknya tingkat upah keseimbangan. Dalam keadaan ini perekonomian dikatakan mencapai kesempatan kerja penuh (full employment).


(42)

Ns

Nd

N N*

O

W*

W

Gambar 2.6. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja

Tetapi pada suatu tingkat upah tertentu misalnya setinggi OW1 pada gambar 2.7 maka tampak disitu bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan lebih besar dari pada jumlah tenaga kerja yang diminta. Dengan kata lain jumlah orang yang mencari pekerjaan lebih banyak daripada kesempatan kerja yang tersedia, maka keadaan ini dapat disebut sebagai adanya pengangguran(unemployment).

Pada tingkat OW1 jumlah tenaga kerja yang diminta sebanyak ON1 dan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan atau yang mencari pekerjaan sebanyak ON2. Oleh karena itu ada sejumlah tenaga kerja yang tidak mendapatkan pekerjaan, dan mereka inilah yang disebut pengangguran yaitu sebanyak N1N2.


(43)

N3

Nd

N W*

O

N1 N* N2

A B

W

W1

Gambar 2.7. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja dan Pengangguran

2.3 Model-Model Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja 2.3.1 Model Upah Fleksibel

Dalam perekonomian pasar-bebas tradisional ciri-ciri utamanya adalah adanya penonjolan kedaulatan konsumen, utilitas atau kepuasan individual, dan prinsip maksimalisasi keuntungan, persaingan sempurna, dan efisiensi ekonomi dengan produsen dan konsumen yang atomistik yakni tidak ada satu pun produsen atau konsumen yang mempunyai pengaruh atau kekuatan cukup besar untuk mendikte harga-harga input maupun output produksi – tingkat penyerapan tenaga kerja dan harganya (tingkat upah) ditentukan secara bersamaan atau sekaligus oleh segenap harga output dan faktor- faktor produksi dalam suatu perekonomian yang beroprasi


(44)

melalui primbangan kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran. Produsen meminta lebih banyak tenaga kerja sepanjang nilai produk marjinal (marginal product) yang akan dihasilkan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja (yaitu produk marjinal atau tambahan secara fisik dikalikan dengan harga pasar atas produk yang dihasilkan tenaga kerja tersebut) melebihi biayanya (yakni tingkat upah). Dengan asumsi bahwa hukum produk marjinal yang semakin menurun (law of diminishing marginal product) berlaku (artinya penambahan tenaga kerja yang berikutnya pasti akan memberi hasil marjinal yang lebih kecil daripada tenaga kerja sebelumnya) dan harga produk ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar atau, maka nilai produk marjinal tenaga tersebut (ini identik dengan kurva permintaan tenaga kerja) akan memiliki kemiringan yang negatif atau mengarah dari bawah ke atas.

Pada sisi penawaran, setiap individu diasumsikan selaluh berpegang teguh pada prinsip maksimalisasi kepuasan (utility maximization). Mereka akan membagi waktunya untuk bekerja dan santai berdasarkan kepuasan atau utilitas majinal (marginal utilitya)masing –masing kegiatan itu secara relatif. Kenaikan tingkat upah akan setara dengan kenaikan harga bersantai (biaya oportunitas). Apabila harga suatu barang naik, maka kuantitas yang diminta masyarakat akan turun dan diganti dengan barang lain (subtitusi). Demikian pula sebaliknya, jika suatu barang harganya mengalami kenaikan, maka pihak produsen akan segera menaikkan penawarannya. Seandainya saja tingkat upah mengalami kenaikan, maka penawaran dari “produsen” tenaga kerja (yakni para pekerja itu sendiri) akan meningkat. Motivasi kerja mereka bertambah karena adanya iming-iming upah yang lebih tinggi daripada sebelumnya.


(45)

Korelasi tersebut ditunjukkan oleh kemiringan positif atas kurva penawaran tenaga kerja. Pada suatu titik yakni pada tingkat upah equilibrium atau We jumlah tenaga kerja yang ditawarkan oleh individu (pasar tenaga kerja) sama besarnya dengan yang diminta oleh pengusaha. Pada tingkat upah yang lebih tinggi W2, penawaran tenaga kerja melebihi permintaan sehingga persaingan diantara individu dalam rangka memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah mendekati atau tepat ke titik equilibriumnya, yakni We. Sebaliknya pada upah yang lebih rendah, seperti W1 jumlah total tenaga kerja yang akan diminta oleh para produsen dengan sendirinya akan melebihi kuantitas penawaran yang ada sehingga terjadilah persaingan diantara para pengusaha atau produsen dalam memperebutkan tenaga kerja, sehingga hal tersebut akan mendorong kenaikan tingkat upah mendekati atau tepat ke titik equilibriumnya, yakni We. Sebaliknya pada upah yang lebih rendah, seperti W1 jumlah total tenaga kerja yang akan diminta oleh para produsen dengan sendirinya akan melebihi kuantitas penawaran yang ada hingga terjadilah persaingan di antara para pengusaha atau produsen dalam memperebutkan tenaga kerja, sehingga hal tersebut akan mendorong kenaikan tingkat upah mendekati atau tepat ke titik equlibrium We pada titik We jumlah kesempatan kerja adalah sebesar Le. Pada titik Le inilah tercipta kesempatan atau penyerapan kerja secara penuh (full employment).Artinya, pada tingkat upah equilibrium tersebut semua orang yang menginginkan pekerjaan akan memperoleh pekerjaan, sehingga sama sekali tidak akan terdapat pengangguran.


(46)

Penyerapan tenaga kerja

.

D1

L1

D2 S

1

S2

G F

W2

We

W1

Gambar 2.8. Hubungan antara Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja

2.3.2 Model Upah Kaku

Dalam banyak industri, upah nominal ditetapkan oleh kontrak jangka panjang, sehingga upah tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat ketika kondisi ekonomi berubah. Bahkan dalam industri yang tidak dilindungi oleh kontrak formal, kesepakatan-kesepakatan implisit antara para pekerja dan perusahaan dapat membatasi perubahan upah. Upah juga bergantung pada norma-norma sosial dan gagasan keadilan yang terus berevolusi. Akibatnya, banyak ekonom percaya bahwa upah nominal kaku dalam jangka pendek.(Mankiw, 2000)


(47)

Model upah kaku (stick-wage model) menunjukkan implikasi dari upah nominal kaku pada penawaran agregat. Untuk mengkaji-ulang model ini, perhatikanlah apa yang terjadi pada jumlah output yang diproduksi ketika harga naik:

1. Ketika upah nominal tidak berubah, kenaikan dalam tingkat harga menurunkan upah riil, yang membuat tenaga kerja lebih murah.

2. Upah riil yang lebih rendah mendorong perusahaan menarik lebih banyak tenaga kerja.

3. Tenaga kerja tambahan memproduksi lebih banyak output. (Mankiw, 2000)

2.3.3 Model Kesalahan Persepsi-Pekerja

Model kesalahan persepsi pekerja mengasumsikan bahwa upah bisa menyesuaikan dengan bebas dan cepat dalam menyeimbangkan penawaran dan permintaan tenaga kerja. Asumsi pentingnya adalah bahwa pergerakan yang tidak diharapkan pada tingkat harga mempengaruhi penawaran tenaga kerja karena para pekerja kadang-kadang tidak memahami mana upah riil dan mana upah nominal. (Mankiw, 2000)

Untuk mengilustrasikan model kesalahan persepsi pekerja adalah sebagai berikut, jika kenaikan harga mengejutkan pekerja maka Pe tetap sama ketika P naik. Kenaikan dalam P/Pe menggeser kurva penawaran tenaga kerja ke kanan, seperti dalam gambar 2.9. yang menurunkan upah upah riil dan menaikkan tingkat pengkaryaan. Esensinya, para pekerja percaya bahwa tingkat harga adalah lebih rendah, dan upah riil yang lebih tinggi, daripada yang sebenarnya dalam kasus


(48)

tersebut. Kesalahan persepsi ini mendorong mereka untuk menawarkan lebih banyak tenaga kerja. Perusahaan diasumsikan mendapatkan informasi yang lebih baik daripada pekerja dan menyadari terjadinya penurunan dalam upah riil, sehingga mereka menggunakan lebih banyak tenaga kerja dan memproduksi lebih banyak output. (Mankiw, 2000)

upah riil, W/P (W/P)1 (W/P)2

tenaga kerja, L

Ld Ls1

Ls2

3. ..dan meningkatkan kesempatan kerja, output, dan pendapatan. 1. Kenaikan yang tidak

diharapkan dalam tingkat harga menaikan penawaran tenaga kerja... L2 L1 2. ..yang menurunkan upah real..

Gambar 2.9. Kurva Model Kesalahan Persepsi-Pekerja

2.4 Penelitian Sebelumnya

Elnopembri (2007) melakukan penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri kecildi Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah minimum regional


(49)

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil. Tingkat suku bunga kredit investasi Bank Pembangunan daerah dan Bank Pemerintah di daerah sama-sama memilikik pengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil artinya peningkatan suku bunga kredit akan mengakibatkan turunnya permintaan tenaga kerja industri kecil. Nilai produksi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil. Ekspansi yang dilakukan industri kecil dengan menciptakan akses pasar akan mendorong peningkatan produksi sehingga berdampak terciptanya lapangan kerja baru.

Sitorus (2007) meneliti kesempatan kerja di Sumatera Utara menyatakan bahwa kesempatan kerja dipengaruhi oleh tingkat upah dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).

Syafaat dan Friyatno dalam Rachman (2005) meneliti kesempatan kerja dikawasan timur Indonesia pasca krisis ekonomi dengan membandingkan kesempatan kerja yang tercipta dengan pertumbuhan PDRB dikawasan timur Indonesia. Dalam penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa PDRB yang menurun mengakibatkan kesempatan kerja mengalami penrunan, terutama disektor pertanian yang rentan terhadap krisis ekonomi pada struktur ekonomi di wilayah dikawasan timur Indonesia. Dengan kondisi ini disarankan perlu perencanaan pembangunan ekonomi mempunyai ketahanan yang tinggi untuk dapat menciptakan kesempatan kerja.


(50)

Kasryno (2000) menyatakan bahwa kesempatan kerja dipengaruhi oleh tingkat upah, kenyamanan kerja, mobilitas tenaga kerja dan tingkat pertumbuhan angkatan kerja.

Safrida (1999) dalam penelitiannya mengenai dampak kebijakan upah minium dan makroekomonomi terhadap laju inflasi, kesempatan kerja serta permintaan dan penawaran agregat menyatakan bahwa khususnya dari kesempatan kerjanya tingkat upah minimum, pendapatan rasional, serta investasi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja.

Yenetri (1998) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja di Sumatera Barat menyatakan bahwa tingkat upah, keterbatasan modal, teknologi dan skala usaha merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja.

2.5 Hipotesis

Berdasarkan perumusan teori-teori ketenagakerjaan dan beberapa kajian empiris yang telah dilakukan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor upah berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan, ceteris paribus.

2. Faktor pendapatan usaha berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan, ceteris paribus.

3. Faktor modal usaha berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan, ceteris paribus.


(51)

4. Faktor jumlah peserta didik berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan, ceteris paribus.

5. Ekspansi atau perluasan cakupan kursus berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan, ceteris paribus.

2.4 Kerangka Pemikiran

Modal Usaha

Pendapatan Usaha

Jumlah Peserta Didik

Ekspansi Usaha

Penyerapan Tenaga Kerja Tingkat Upah


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh tingkat upah, modal usaha, pendapatan usaha, jumlah peserta didik dan dummy ekspansi terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kota Medan yang menyebar di 7 (tujuh) Kecamatan yaitu : Kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Area, Medan Selayang, Medan Barat, Medan Maimun dan Medan Perjuangan. Adapun pemilihan 6 kecamatan tersebut didasarkan pada jumlah kursus yang paling banyak pada daerah tersebut.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian adalah data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari lembaga kursus melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data-data sekunder diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja Kota Medan, Dinas Pendidikan Nasional Kota Medan, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan.


(53)

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lembaga kursus yang menyebar di 22 Kecamatan yang ada di Kota Medan dengan populasi sebanyak 280 lembaga kursus.

Tabel 3.1. Jumlah Lembaga Kursus Di Kota Medan Tahun 2006

No. Jenis Kursus Jumlah

1. KursusBahasa Inggris 128

2. Kursus Bahasa Lainnya 13

3. Kursus Memasak 1

4. Kursus Menjahit 14

5. Kursus Merangkai Bunga 1

6. Kursus Mengemudi 2

7. Kursus Mengetik -

8. Kursus Keuangan/ Akuntansi 10

9. Kursus Kecantikan 31

10. Kursus Komputer 64

11. Kursus Pengetahuan Khusus 5

12. Kursus lainnya/ Musik/ Senam 9

13. Kursus Montir Mobil/ Radio 2

Jumlah 280 Sumber: Dinas Pendidikan Nasional Kota Medan, 2007

Sampel yang terpilih adalah kursus bahasa inggris, kursus komputer, kursus kecantikan, kursus menjahit, kursus bahasa lainnya dan kursus keuangan/akuntansi. Alasan pemilihan jenis-jenis kursus tersebut dikarenakan lembaga kursus tersebut


(54)

mempunyai jumlah yang lebih besar dan diminati oleh masyarakat. Penarikan jumlah sampel sebanyak 50 lembaga kursus dari jumlah total kursus yang ada (populasi) dengan mengasumsikan bahwa setiap lembaga kursus mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih, dan banyaknya lembaga kursus yang terpilih sebagai sampel proporsional terhadap populasinya dengan kata lain, antara banyaknya lembaga kursus dalam kelompok tertentu dengan jumlah populasinya harus proporsional maka penarikan sampel pada penelitian ini menggunakan Proporsional Random Sampling

pada 6 (enam) jenis lembaga kursus yang ada di Kota Medan dengan uraian sebagai berikut:

Kursus Bahasa Inggris = (128/260) * 50 = 25 Kursus Bahasa Lainnya = (13/260) * 50 = 3 Kursus Menjahit = (14/260) * 50 = 3 Kursus Keuangan/Akuntansi = (10/260) * 50 = 2 Kursus Kecantikan = (31/260) * 50 = 6 Kursus Komputer = (64/260) * 50 = 11 Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 3.2.


(55)

Tabel 3.2. Jumlah Populasi dan Sampel Lembaga Kursus di Kota Medan

No. Jenis Kursus Populasi Sampel

1. Kursus Bahasa Inggris 128 25

2. Kursus Bahasa Lainnya 13 3

3. Kursus Menjahit 14 3

4. Kursus Keuangan/ Akuntansi 10 2

5. Kursus Kecantikan 31 6

6. Kursus Komputer 64 11

Jumlah 260 50

Sumber: Dinas Pendidikan Nasional Kota Medan, 2007

3.5 Model Analisis

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan pengaruh tingkat upah, modal usaha, pendapatan usaha, jumlah peserta didik dan ekspansi usaha terhadap penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan yang dirumuskan dalam fungsi :

Probit (TK) = f (TU, MU, PD, JP, DM) (3.1)

Dari fungsi diatas maka didapat model kedalam persamaan ekonomometrika sebagai berikut:

Probit(TK) = b0 + b1 TU + b2 MU + b3 PD + b4 JP + b5 DM + μ (3.2) atau

P(TK) = P(TK = 1| X) = P(I*iIi) = P(Zi≤ 0 + β1 Xi) = F( 0 + i Xi) (3.3)

dZ Z dZ Z I F X I ) 2 / ( exp 2 1 ) 2 / exp( 2 1 ) ( 2 ~ ~

2 = −

− =

− − β π


(56)

Apabila I telah ditaksir maka penaksiran β dapat dilakukan secara langsung. Diketahui bahwa probabilitas standar kumulatif normal dan logistik masing-masing adalah :

= z Z dZ

z p

~

2/2) exp( 2 1 ) ( π (3.5) Z e z p + = 1 1 ) ( (3.6)

I*i adalah nilai kritis, jika Ii lebih besar I*i maka probabilitas penyerapan tenaga kerja semakin besar, demikian pula sebaliknya.

dimana :

P(TK) = Kemungkinan/probabilitas penyerapan tenaga kerja

TU = Tingkat upah

MU = Modal Usaha

PD = Pendapatan Usaha

JP = Jumlah Peserta Didik

DM = Pendapatan untuk ekspansi

0 = tidak buka cabang 1 = buka cabang

b0 = Intercept

b1, b2, b3, b4, b5 = Koefisien regresi


(57)

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maksimum likelihood dengan model probit. Prinsip maximum likelihood pada intinya adalah mencari sekumpulan parameter yang dapat memaksimumkan fungsi

likelihood

l

( ) (Nachrowi dan Usman, 2002). Untuk mengolah data, digunakan bantuan program Eviews versi 4.1.

3.7 Definisi Operasional

Untuk meragamkan persepsi dalam penulisan ini, maka disajikan beberapa definisi orperasional yang diuraikan sebagai berikut :

a. Kesempatan tenaga kerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh lembaga kursus dengan melakukan permintaan tenaga kerja, bisa melakukan dengan penyerapan tenaga kerja atau tidak.

b. Probabilitas penyerapan tenaga kerja adalah kemungkinan lembaga kursus melakukan penyerapan tenaga kerja dengan nilai antara 0 sampai dengan 1.

c. Tingkat Upah adalah balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja karena ia bekerja dalam satuan juta rupiah per bulan.

d. Pendapatan adalah pendapatan yang diperoleh lembaga kursus dalam satu tahun dalam satuan juta rupiah per tahun.

e. Modal usaha adalah jumlah total modal awal pembentukan lembaga kursus dalam satuan juta rupiah.


(58)

f. Jumlah peserta didik adalah jumlah siswa yang mengikuti kegiatan kursus pada lembaga kursus dalam satuan orang per tahun.

g. Ekspansi adalah kegiatan perluasan usaha (ekspansi) yang dilakukan lembaga kursus dari pendapatan usaha yang diperoleh, bisa dilakukan dengan membuka cabang atau tidak.

3.8 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)

Uji kesesuaian dilakukan berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2), yang kemudian dilanjutkan dengan F-test dan T-test. Koefisien determinasi (R2) adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi atau persentase variansi variabel variabel bebas (independent variable) menjelaskan variabel terikat (dependen variable). F-tes dimaksudkan untuk menguji pengaruh secar serentak/ bersama dari variabel-variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable). T-test dimaksudkan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas (independent variable) secara parsial terhadap variabel terikat (dependent variable).

3.9 Uji Pelanggaran Asumsi Klasik

Dalam suatu model regresi ada beberapa permasalahan yang biasa terjadi yang secara statistik dapat mengganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang dibentuk. Untuk itu maka perlu melakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari :


(59)

3.9.1 Multikolinieritas

Multikolinieritas timbul karena satu atau lebih variabel bebas merupakan kombinasi linier yang pasti (sempurna) atau mendekati pasti dari variabel penjelas lainnya. Jika terdapat multikolinieritas sempurna, koefisien regresi dari variabel penjelas tersebut tidak dapat ditentukan dan variansnya bernilai tak terhingga. Jika multikonilinieritas kurang sempurna, koefisien regresi dapat ditentukan, namun variansnya sangat besar, sehingga tidak dapat menaksir koefisien secara akurat. Dalam model regresi linier, diasumsikan tidak terdapat multikolinieritas di antara variabel-variabel penjelas, untuk itu perlu dideteksi dengan mengamati besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu :

1. Interval tingkat kepercayaan lebar (karena varians besar maka standar error besar, sehingga interval kepercayaan lebar);

2. Koefisien determinasi tinggi dan signifikasi nitai t statistik rendah; 3. Koefisien korelasi antar variable bebas tinggi;

4. Nilai koefisien korelasi parsial tinggi.

Untuk melihat ada tidaknya multikolinieritas dalam suatu model pengamatan, dapat dilakukan dengan regresi antar variabel bebas, sehingga dapat diperoleh nilai koefisien determinan (R2) masing-masing. Selanjutnya R2 hasil regresi antar variabel bebas tersebut dibandingkan dengan R2 hasil regresi model, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut:


(60)

- Jika nilai R2 hasil regresi antar variabel bebas > R2 model penelitian, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada multikolinieritas dalam model empiris yang digunakan ditolak.

- Jika nilai R2 hasil regresi antar variabel bebas < R2 model penelitian, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak.

3.9.2 Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dari model regresi linier klasik adalah varian dari setiap kesalahan pengganggu μ1 untuk variabel-variabel bebas yang diketahui merupakan suatu bilangan konstan dengan symbol σ2. Kondisi seperti ini disebut dengan homoskedastisitas, dengan persamaan sebagai berikut :

E (μi2) = σ2 dimana i = 1,2,...,n (3.7)

Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskendastisitas.

Untuk melihat atau mendeteksi adanya heteroskendastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan Park Test (Uji dari Park RE). Park memformalkan metode grafik, dengan menganjurkan bahwa σ2, merupakan fungsi dari variabel bebas Xi. Fungsi yang dianjurkan adalah sebagai berikut :

σi2 = σ2 Xi β evi (3.8)


(61)

ln σi2 = ln σ2 + β ln Xi + vi (3.9)

Karena σi2 pada umumnya tidak diketahui, maka Park menyarankan σi2 digantikan dengan μi (residual), sehingga diperoleh :

ln μi2 = In μ2 + β ln Xi + vi (3.10)

= α + β ln Xi + vi (3.11) Sebagai pedoman, apabila koefisien β dari persamaan (3.10) signifikan secara statistik, ini menunjukkan bahwa dalam data dari model empiris yang sedang diestimasi terdapat heteroskedastisitas, dan sebaliknya, bila koefisien parameter β dari persamaan (3.11) tidak signifikan secara statistik, maka asumsi homoskedastisitas atau tidak adanya heteroskedastisitas dalam data dari model empiris yang sedang diestimasi tidak dapat ditolak.

Untuk dapat menerapkan uji Park, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :

1. Melakukan regresi dengan menggunakan model yang sedang diamati, kemudian didapatkan nilai estimasi residual, μi2 .

2. Lakukan regresi dengan menggunakan persamaan (3.11)

3.9.3 Normalitas

Untuk mengetahui apakah normal dan tidaknya faktor pengganggu, μt dengan J-B test. Adapun kriteria untuk mengetahui normal atau tidaknya dari faktor pengganggu adalah sebagai berikut:


(62)

a. Bila nilai JB hitung (= χ2hitung) > nilai χ2tabel , maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual, μt adalah berdistribusi normal ditolak.

b. Bila nilai JB hitung (= χ2hitung) < nilai χ2tabel , maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual, μt adalah berdistribusi normal tidak dapat ditolak.


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah Kota Medan 4.1.1. Wilayah dan Topografi

Kota Medan terletak antara 2o.27’ - 2o.47’ Lintang Utara, 98o.35’ – 98o.44’ Bujur Timur. Kota Medan berada pada 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut.

Kota Medan merupakan salah satu dari 25 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah 265,10 km2. Kota ini merupakan pusat pemerintahan daerah tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat dan timur.

Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu: Sungai Babura dan Sungai Deli.

Wilayah administrasi pemerintahan Kota Medan dipimpin seorang Walikota pada saat ini terdiri atas 21 kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi dalam 2000 lingkungan dan didiami oleh beragam etnis/ suku bangsa, agama dan budaya. (Sumber : BPS, Medan Dalam Angka 2007)


(64)

4.1.2. Kependudukan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, diproyeksikan penduduk Kota Medan mencapai 2.067.288 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 1.027.607 jiwa dan perempuan 1.039.681 jiwa. Dibandingkan hasil Sensus Penduduk 2000, terjadi pertambahan penduduk sebesar 163.015 jiwa (0,92 persen).

Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km2, kepadatan penduduk mencapai 7.798 jiwa/km2. Sedangkan pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun sampai dengan tahun 2005 diperkirakan sebesar 1,53 persen dan rata-rata hunian setiap rumah tangga ± 5 jiwa.

Pada tahun 2006 komposisi penduduk dapat diuraikan sebagai berikut : jumlah anak balita 0-4 tahun sebesar 200.572 jiwa, usia 5-14 tahun sebesar 404.871 jiwa, usia 15-64 tahun 1.401.355 jiwa dan jumlah lanjut usia 65 tahun keatas sebesar 60.490 jiwa.

Perkembangan dan kepadatan penduduk Kota Medan selama 6 tahun (2001-2006) adalah sebagai berikut :


(65)

Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Medan 2001 - 2006

No. Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Pertumbuhan (Persen)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

1. 2001 1.926.520 - 7.267

2. 2002 1.963.855 1,94 7.408

3. 2003 1.993.602 1,51 7.520

4. 2004 2.006.142 0,63 7.567

5. 2005 2.036.185 1,50 7.681

6. 2006 2.067.288 1,53 7.798

Sumber : BPS Kota Medan, 2007

4.1.3. Sosial/ Pendidikan

Human Development Report, mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu untuk membuat manusia mampu memiliki lebih banyak pilihan.

Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak anti terhadap pertumbuhan. Dalam perspektif pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir. Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Kalaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia.

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Medan menunjukkan gambaran yang menggembirakan.

Pada tahun 1999, IPM Kota Medan mencapai 70,8. Dibandingkan dengan 25 Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan menempati urutan 2


(66)

setelah Kota Pematang Siantar. Kemudian tahun 2002, IPM Kota Medan meningkat mencapai 73,4.

Meningkatnya nilai IPM Kota Medan tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan. Dengan motto “Bekerjasama dan sama-sama bekerja demi kemajuan dan kemakmuran Medan Kota Metropolitan, Pemerintah Kota Medan menggandeng berbagai pihak untuk memberi sumbangsih nyata bagi pembangunan kota.

Hal ini, antara lain terlihat dari besarnya peranan pihak swasta didalam penyediaan fasilitas pendidikan dasar (SD sebesar 337 unit dari 789 unit), pendidikan menengah pertama (286 unit dari 331 unit) dan pendidikan menengah atas (287 unit dari 416 unit).

Sedangkan untuk lembaga kursus yang ada di Kota Medan antara tahun 2002 – 2006 mengalami peningkatan. Untuk tahun 2002 jumlah kursus yang ada di Kota Medan sebanyak 190 lembaga dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 254 lembaga kemudian pada tahun 2005 meningkat menjadi 276 lembaga serta tahun meningkat lagi menjadi 280 lembaga. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.2.


(67)

Tabel 4.2. Perkembangan Lembaga Kursus di Kota Medan Tahun 2002 - 2006

No. Jenis Kursus 2002 2003 2004 2005 2006

1. Kursus Bahas Inggris 104 103 103 118 128

2. Kursus Bahasa lainnya 16 21 21 24 13

3. Kursus Memasak 2 0 0 0 1

4. Kursus Menjahit 42 14 14 15 14

5. Kursus Merangkai Bunga 2 0 0 3 1

6. Kursus Mengemudi 4 4 4 5 2

7. Kursus Mengetik 24 0 0 2 0

8. Kursus Keuangan/Akuntansi 11 23 23 21 10

9. Kursus Kecantikan 14 21 21 25 31

10. Kursus Komputer 54 46 46 47 64

11. Kursus Pengetahuan Khusus Lainnya 0 7 7 6 5

12. Kursus Lainnya/ Musik/ Senam 5 7 7 6 9

13 Kursus Montir Mobil/ Radio 2 8 8 4 2

Total 190 254 254 276 280

Sumber : BPS Kota Medan, 2007

4.2. Karakteristik Lembaga Kursus di Kota Medan

Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah lembaga kursus yang tersebar di Kota Medan sampai dengan tahun 2008.

4.2.1. Penyerapan Tenaga Kerja

Terjadi penyerapan tenaga kerja dalam 1 tahun terakhir pada lembaga kursus di Kota Medan sebesar 64,0% dan sebanyak 36,0% tidak terjadi penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.3.


(68)

Tabel 4.3. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Lembaga Kursus

Penyerapan Tenaga Kerja Jumlah Persen

(%)

Ya 32 64,0

Tidak 18 36,0

Total 50 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

4.2.2. Rata-Rata Tingkat Upah Karyawan

Rara-rata tingkat upah karyawan pada lembaga kursus di Kota Medan yang tertinggi adalah Rp 500.001 – Rp 1.000.000 sebanyak 54,0% kemudian diikuti dengan upah sebesar kurang dari atau sama dengan Rp 500.000 sebanyak 38,0% dan Rp 1.000.001 – Rp 2.000.000 sebanyak 6,0%.

Dengan demikian upah rata-rata karyawan pada lembaga kursus di Kota Medan sampai dengan Rp 1.000.000 sebanyak 92,0%. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Rata-Rata Tingkat Upah Karyawan Pada Lembaga Kursus Rata-Rata Tingkat Upah

(Rp)

Jumlah Persen (%)

Kurang dari atau sama dengan Rp 500.000 19 38,0

Rp 500.001 ≤ upah ≤ Rp 1.000.000 27 54,0

Rp 1.000.001 ≤ upah ≤ Rp 2.000.000 3 6,0

Diatas Rp 2.000.000 1 2,0

Total 50 100,0


(69)

4.2.3. Modal Usaha

Untuk modal usaha pada lembaga kursus di Kota Medan yang tertinggi adalah sebesar Rp 25.000.001 – Rp 50.000.000 sebanyak 36,0% kemudian diikuti dengan modal usaha kurang dari atau sama dengan Rp 25.000.000 sebanyak 26,0% dan Rp 50.000.001 – Rp 100.000.000 sebanyak 24,0% serta diatas Rp 100.000.000 sebanyak 14,0%. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Modal Usaha Pada Lembaga Kursus Modal Usaha

(Rp)

Jumlah Persen (%)

Kurang dari atau sama dengan Rp 25.000.000 13 26,0

Rp 25.000.001 ≤ modal usaha ≤ Rp 50.000.000 18 36,0

Rp 50.000.001 ≤ modal usaha ≤ Rp 100.000.000 12 24,0

Diatas Rp 100.000.000 7 14,0

Total 50 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

4.2.4. Pendapatan Usaha

Untuk pendapatan usaha pada lembaga kursus di Kota Medan yang tertinggi adalah sebesar kurang dari atau sama dengan Rp 50.000.000 sebanyak 54,0% kemudian diikuti dengan pendapatan usaha sebesar Rp 50.000.001 – Rp 100.000.000 sebanyak 30,0% dan diatas Rp 200.000.000 sebanyak 10,0% serta Rp 100.000.001 – Rp 200.000.000 sebanyak 6,0%. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.6.


(70)

Tabel 4.6. Pendapatan Usaha Pada Lembaga Kursus Pendapatan Usaha

(Rp)

Jumlah Persen (%)

Kurang dari atau sama dengan Rp 50.000.000 27 54,0

Rp 50.000.001 ≤ pendapatan ≤ Rp 100.000.000 15 30,0

Rp 100.000.001 ≤ pendapatan ≤ Rp 200.000.000 3 6,0

Diatas Rp 200.000.000 5 10,0

Total 50 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

4.2.5. Jumlah Peserta Didik

Jumlah peserta didik pada usaha lembaga kursus dalam satu tahun di Kota Medan dengan prosentase terbesar adalah kurang dari atau sama dengan 100 orang sebanyak 60,0% kemudian diikuti dengan jumlah peserta didik 101 – 500 orang sebanyak 34,0% dan jumlah peserta didik 501 – 1.000 orang sebanyak 6,0%. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Jumlah Peserta Didik Pada Lembaga Kursus Jumlah Peserta Ddik

(Orang)

Jumlah Persen (%)

Kurang dari atau sama dengan 100 30 60,0

101 ≤ peserta didik ≤ 500 17 34,0

501 ≤ peserta didik ≤ 1.000 3 6,0

Lebih dari 1.000 0 0,0

Total 50 100,0


(71)

4.2.6. Ekspansi Usaha (Buka Cabang)

Terjadi ekspansi usaha/buka cabang pada lembaga kursus dalam 1 tahun terakhir di Kota Medan sebesar 34,0% dan sebanyak 66,0% tidak melakukan ekspansi/buka cabang pada lembaga kursus. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Ekspansi Usaha/ Buka Cabang Pada Lembaga Kursus

Ekspansi Usaha Jumlah Persen

(%)

Ya 17 34,0

Tidak 33 66,0

Total 50 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

4.2.7. Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja pada usaha lembaga kursus tahun 2008 (pada saat penlitian) di Kota Medan dengan prosentase terbesar adalah 2 – 10 orang sebanyak 66,0% kemudian diikuti dengan jumlah tenaga kerja 11 – 20 orang sebanyak 20,0% dan jumlah tenaga kerja 31 – 50 orang sebanyak 680% dan jumlah tenaga kerja 21 – 30 orang sebanyak 6,0%. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.9.


(72)

Tabel 4.9. Jumlah Tenaga Kerja Pada Lembaga Kursus Jumlah Tenaga Kerja

(Orang)

Jumlah Persen (%)

2 - 10 33 66,0

11 - 20 10 20,0

21 - 30 3 6,0

31 - 50 4 8,0

Total 50 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

4.2.8. Lama Usaha

Lama berusaha pada usaha lembaga di Kota Medan dengan prosentase terbesar adalah 10 sampai dengan 15 tahun sebesar 32,0% kemudian diikuti dengan lama berusaha 3 – 5 tahun dan 5 – 10 tahun sebesar 24,0% serta 1 – 3 tahun sebesar 20,0%. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10. Lama Usaha Pada Lembaga Kursus Lama Usaha

(th)

Jumlah Persen (%)

1 < lama usaha ≤ 3 10 20,0

3 < lama usaha ≤ 5 12 24,0

5 < lama usaha ≤ 10 12 24,0

10 < lama usaha ≤ 15 16 32,0

Total 50 100,0


(73)

4.2.9. Pemenuhan Usaha Dari Pendapatan

Untuk pemenuhan usaha dari pendapatan usaha pada lembaga kursus di Kota Medan ternyata prosentase tertinggi dari pendapatan usaha adalah untuk memenuhi kebutuhan operasional yaitu sebesar 66,0% kemudian diikuti dengan memenuhi kebutuhan operasional juga menambah modal yaitu sebesar 28,0% dan tidak cukup untuk menutupi biaya operasional yaitu sebesar 6,0%. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11. Pemenuhan Usaha Dari Pendapatan Pada Lembaga Kursus

Pemenuhan Usaha Dari Pendapatan Jumlah Persen

(%)

Tidak cukup mampu untuk menutupi biaya operasional 3 6,0

Cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional 33 66,0

Cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional dan menambah modal

14 28,0

Total 50 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

4.2.10.Pengaruh Lokasi

Untuk pengaruh lokasi usaha pada lembaga kursus di Kota Medan ternyata prosentase tertinggi adalah sangat berpengaruh yaitu sebesar 68,0% kemudian diikuti dengan respon jawaban tidak berpengaruh sebesar 14,0% dan jawaban tergantung pada penilaian konsumen sebesar 12,0% serta tergantung jenis kursus yang diikuti sebesar 6,0%. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.12.


(1)

bahwa nilai Obs*R-squared lebih kecil dan nilai χ2 Tabel (Obs*R-squared = 10,7159 < χ2 Tabel = 22,7178). Dengan demikian , hasil uji dengan menggunakan white heterokedastisticity test tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas dalam model yang digunakan.

Tabel 4.17. Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.538507 Probability 0.919661 Obs*R-squared 10.71590 Probability 0.852792

Sumber : Data diolah (lampiran 9)

4.6.3. Uji Normalitas

Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengetahui normal apa tidaknya faktor pengganggu yang dapat diketahui melalui uji JB-test. Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan Chi-Square Probability Distribution. Berikut ini hasil estimasi yang dilakukan dengan uji JB test.

Berdasarkan hasil estimasi uji JB test pada lampiran 10, diperoleh besarnya nilai Jarque-Bera normality test statistics sebesar 3,8271 dan bila dibandingkan dengan nilai χ2 Tabel sebesar 22,7178 pada tingkat α = 5%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai JB test lebih kecil dan nilai χ2 Tabel (JB test hitung = 3,8271 < χ2 Tabel 22,7178). Hal ini berarti model empiris yang digunakan dalam model tersebut mempunyai residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal yang tidak dapat ditolak.


(2)

Dengan melakukan berbagai uji asumsi klasik dan hasilnya ternyata bebas dari pelanggaran asumsi klasik maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam menaksir penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan sudah “Goodness of Fit”.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat upah, modal usaha, pendapatan usaha, jumlah peserta didik dan ekspansi usaha secara bersama-sama mempengaruhi probabilitas penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan

2. Dengan menggunakan metode maksimum likelihood dengan model Probit diperoleh hasil bahwa tingkat upah dan ekspansi usaha merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang cukup besar dibandingkan 3 (tiga) faktor yang lain yang mempengaruhi probabilitas penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus di Kota Medan.

5.2. Saran-Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran, sebagai bentuk implementasi dari hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mendorong penyerapan tenaga kerja pada lembaga kursus sudah seharusnya pemerintah Kota Medan terutama Dinas Pendidikan dengan


(4)

2. Untuk mendorong kemampuan dari lembaga kursus maka Pemerintah Kota Medan terutama Dinas Pendidikan dapat memberikan pembinaan dan pengembangan manejerial usaha yang lebih profesional, serta membuka akses permodalan sehingga dapat merangsang lembaga kursus untuk dapat melakukan ekspansi usaha sehingga akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di kota Medan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, M. Idris, 2006, Pengembangan Ekonomi Rakyat, Berita dan Jurnal Ekonomi, Grisvia.

Badan Pusat Statistik, 2002-2006, Medan Dalam Angka, Medan.

Depnaker, 2004, Penanggulangan Pengangguran di Indonesia, Majalah Nakertrans Edisi-03 TH. XXIV-Juni.

Dornbusch. R, Fischer, dan Startz, 2004, Makroekonomi, PT. Media Global Edukasi, Jakarta.

Elnopembri, 2007, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Industri Kecil di Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat, Tesis, Magister Ekonomi Pembangunan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Gujarati, Damodar, 1990, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Kasryno, Faisal, 2000, Pola Penyerapan Tenaga Kerja Terhadap PDB, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 3.

Mankiw G., 2003, Pengantar Ekonomi, Edisi Kedua, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mankiw G., 2000, Teori Makro Ekonomi, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta. Manurung J, Manurung A. H, Saragih F.D., 2005, Ekonometrika “Teori dan

Aplikasi”, Gramedia, Jakarta.

Nachrowi, DN dan Usman, H., 2002, Penggunaan Teknik Ekonometri, (Pendekatan Populer dan Praktis Dilengkapi Teknik Analisis dan Pengolahan Data dengan Menggunakan paket Program SPSS), edisi revisi, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Pambudhi, F., 2005, Pendugaan Menang Kalah, Center for Social Forestry – CSF, Vol. 6 No. 3 Juli – September 2005, UPT. Perhutani Sosial – CSF Universitas Mulawarman, Samarinda.


(6)

Rahardja, Manurung, 2006, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Sarwoko, 2005, Dasar-Dasar Ekonometrika, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Sitorus A., 2007, Analisis Kesempatan Kerja Dan Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian di Sumatera Utara, Tesis, Magister Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara, Medan.

SMERU, USAID/PEG, 2001, Dampak Kebijakan Upah Minimum Regional Terhadap Tingkat Upah, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia.

Tambunan, Tulus, 1999, Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Tarigan Robinson, 2005, Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Todaro. P, Michael, Pembangunan Ekonomi di dunia Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Wajedi F.,2003, Peranan Pendidikan Luar Sekolah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Kaitannya Dengan Pengembangan Wilayah Kota Medan, Tesis, Magister Pengembangan Wilayah Pedesaan dan Perkotaan, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Winarno W.W,2007, Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews, Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.