Proses Konsultasi
3.2. Proses Konsultasi
Pada tanggal 4 Juni 2004, Indonesia meminta kepada DSB untuk melakukan konsultasi dengan Korea Selatan sebagai tahap awal penyelesaian sengketa dan pada tanggal 7 Juli 2004, DSB memutuskan untuk melaksnakan proses konsultasi bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan. Perwakilan dari pihak Indonesia yang hadir dalam proses konsultasi adalah Direktur Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Hal-hal yang dibahas dalam proses konsultasi adalah sebagai berikut:
3.2.1. Argumen Indonesia
Argumen Indonesia didasarkan pada pandangan bahwa KTC tidak memberikan kesempatan yang adil kepada eksportir Indonesia untuk membela kepentingan mereka. Indonesia juga berargumen bahwa terdapat berbagai aspek dalam anti dumping yang diberlakukan oleh KTC kepada Indonesia yang tidak sesuai dengan Pasal VI GATT dan Agreement On Implementation Of Article VI Of The General Agreement On Tariffs And
Trade 1994 162 ( ADA)
In South Africa And Its Implications For Competition Policy”, http:www.compcom.co.za assetsUploadseventsEighth-Annual-ConferenceParallel-1BThe-Single-Economic-Entity- Doctrine-in-SA.PDF , diunduh tanggal 25 September 2014).
162 ADA merupakan mandatory rules dari Pasal VI GATT 1994 yang secara umum mengatur mengenai penerapan anti dumping bagi negara-negara anggota WTO (Andrea Knorr,
“Antidumping Rules Vs. Competition Rules”, Journal Institute for World Economics and
Berdasarkan Pasal 6 ayat (8) ADA, otoritas penyelidikan memiliki hak untuk melihat langsung fakta-fakta yang ada hanya jika (1) pihak yang berkepentingan secara signifikan menghambat proses penyelidikan; atau (2) pihak yang berkepentingan tidak memberikan informasi yang dibutuhkan atau tidak memberikan akses kepada informasi yang dibutuhkan dalam jangka waktu yang ditentukan. Pada kenyataannya, Indah Kiat dan Pindo Deli telah bekerja sama dengan KTC dalam memberikan tanggapan terhadap kuesioner dari KTC dengan lengkap dan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. Selain itu, Indah Kiat dan Pindo Deli juga bersedia memberikan informasi lebih lanjut apabila terdapat informasi-informasi lain yang dibutuhkan KTC. Dengan demikian, dalam kasus ini eksportir Indonesia tidak secara signfikan menghambat proses penyelidikan yang dilakukan oleh KTC.
Pasal 6 ADA juga mewajibkan otoritas penyelidikan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut dalam jangka waktu yang telah ditentukan, tentang hal-hal yang dipermasalahkan. Namun pada faktanya, KTC menolak memberikan kesempatan kepada Indah Kiat dan Pindo Deli untuk memberikan penjelasan terkait tindakan pengenaan BMAD. KTC juga gagal memenuhi ketentuan Paragraph 7 Annex II ADA dengan tidak menerapkan kehati-hatian khusus dalam penggunaan informasi sekunder dalam menentukan Nilai Normal untuk Indah Kiat dan Pindo Deli. Dalam menentukan Nilai Normal untuk Indah Kiat dan Pindo Deli, KTC hanya menggunakan data yang diberikan oleh produsen kertas domestik Korea Selatan tanpa memeriksa data dari sumber-sumber lain yang terkait dengan sengketa tersebut.
3.2.2. Argumen Korea Selatan
Menanggapi argumen Indonesia tersebut, pihak Korea Selatan dengan tegas membantah semua argumen tersebut. KTC menyatakan bahwa sebelum melakukan verifikasi terhadap tanggapan kuesioner dari Indah Kiat
oleh responden dari SMG serta memberikan verifikasi rencana kerja secara rinci untuk Indonesia. Setelah melakukan verifikasi, KTC juga mengadakan pertemuan dengan pihak Indonesia untuk memberikan laporan tertulis terkait perhitungan awal pengenaan BMAD yang diusulkan KTC serta penjelasan lisan mengenai masalah yang dihadapi dalam proses verifikasi. Setelah penentuan awal, KTC meminta kepada produsen domestik Korea Selatan mengenai Kerugian Material yang diderita sesuai dengan Nilai Normal. Sebelum mengeluarkan penentuan akhir, KTC juga telah meminta pendapat lagi terkait Kerugian Material serta mengadakan pertemuan terpisah yang membahas tentang perhitungan Margin Dumping. Dalam pertemuan yang membahas tentang Kerugian Material, KTC telah menyediakan salinan tertulis laporan sementara kepada semua pihak, termasuk kepada perwakilan dari SMG. Namun pada kenyataannya perwakilan dari SMG tidak menghadiri pertemuan tersebut namun KTC tetap memberikan salinan laporan sementara melalui faks kepada SMG. Dalam pertemuan yang membahas tentang Margin Dumping, KTC juga telah memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk menanggapi hasil pertemuan tersebut.
Korea Selatan berpendapat bahwa sebenarnya pihak Indonesia yang tidak mau bekerja sama karena pada kenyataannya, justru pihak Indonesia tidak memberikan tanggapan terhadap laporan-laporan yang dikirimkan KTC, baik laporan terkait perhitungan Kerugian Material maupun laporan terkait perhitungan Margin Dumping.
Dapat dilihat bahwa sebenarnya pengenaan BMAD yang dilakukan KTC telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam ADA, yaitu dengan telah memberikan informasi dan memberikan kesempatan kepada masing- masing pihak untuk menanggapi informasi yang diberikan KTC. Dapat disimpulkan juga bahwa argumen Indonesia yang menyatakan bahwa eksportir Indonesia tidak diperlakukan secara adil adalah tidak benar dan tidak memiliki dasar hukum karena eksportir Indonesia yang justru tidak Dapat dilihat bahwa sebenarnya pengenaan BMAD yang dilakukan KTC telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam ADA, yaitu dengan telah memberikan informasi dan memberikan kesempatan kepada masing- masing pihak untuk menanggapi informasi yang diberikan KTC. Dapat disimpulkan juga bahwa argumen Indonesia yang menyatakan bahwa eksportir Indonesia tidak diperlakukan secara adil adalah tidak benar dan tidak memiliki dasar hukum karena eksportir Indonesia yang justru tidak